Ayat
Terjemahan Per Kata
وَجَآءَ
dan datanglah
رَجُلٞ
seorang laki-laki
مِّنۡ
dari
أَقۡصَا
ujung
ٱلۡمَدِينَةِ
kota
يَسۡعَىٰ
ia berjalan dengan cepat
قَالَ
ia berkata
يَٰمُوسَىٰٓ
wahai musa
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلۡمَلَأَ
pembesar
يَأۡتَمِرُونَ
mereka berunding
بِكَ
dengan/tentang kamu
لِيَقۡتُلُوكَ
untuk membunuhmu
فَٱخۡرُجۡ
maka keluarlah kamu
إِنِّي
sesungguhnya aku
لَكَ
kepadamu
مِنَ
dari/termasuk
ٱلنَّـٰصِحِينَ
orang-orang yang memberi nasehat
وَجَآءَ
dan datanglah
رَجُلٞ
seorang laki-laki
مِّنۡ
dari
أَقۡصَا
ujung
ٱلۡمَدِينَةِ
kota
يَسۡعَىٰ
ia berjalan dengan cepat
قَالَ
ia berkata
يَٰمُوسَىٰٓ
wahai musa
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلۡمَلَأَ
pembesar
يَأۡتَمِرُونَ
mereka berunding
بِكَ
dengan/tentang kamu
لِيَقۡتُلُوكَ
untuk membunuhmu
فَٱخۡرُجۡ
maka keluarlah kamu
إِنِّي
sesungguhnya aku
لَكَ
kepadamu
مِنَ
dari/termasuk
ٱلنَّـٰصِحِينَ
orang-orang yang memberi nasehat
Terjemahan
Seorang laki-laki datang bergegas dari ujung kota seraya berkata, “Wahai Musa, sesungguhnya para pembesar negeri sedang berunding tentang engkau untuk membunuhmu. Maka, (lekaslah engkau) keluar (dari kota ini). Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.”
Tafsir
(Dan datanglah seorang laki-laki) dia adalah seorang yang beriman dari kalangan keluarga Firaun (dari ujung kota) dari batas kota (bergegas-gegas) berjalan cepat dengan memotong jalan (seraya berkata, "Hai Musa! Sesungguhnya pembesar negeri) dari kalangan kaum Firaun (sedang berunding tentang kamu) maksudnya, mereka sedang bermusyawarah tentang dirimu (untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah) dari kota ini (sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat.") yakni, saranku ini -perintah agar kamu keluar- adalah nasihat.
Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata, "Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu. Sebab itu, keluarlah (dari kota ini). Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu. Allah ﷻ berfirman: Dan datanglah seorang laki-laki. (Al-Qashash: 20) Orang tersebut disifati sebagai laki-laki (pemberani) karena ia memakai jalan pintas yang lebih dekat untuk mencapai Musa ketimbang jalan yang dilalui oleh orang-orang yang mengejar Musa, sehingga ia mendahului mereka sampai kepada Musa, lalu ia berkata kepada Musa, Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu. (Al-Qashash: 20) Yakni mereka bermusyawarah di antara sesama mereka tentang dirimu. untuk membunuhmu. Sebab itu, keluarlah (dari kota ini). Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu. (Al-Qashash: 20)"
Peristiwa itu menyebar ke seluruh negeri Mesir, sampai ke telinga penguasa, sehingga mereka berencana mengambil tindakan terhadap Musa Dan yang terjadi setelah itu, seorang laki-laki yang bersimpati kepada Musa, konon ia adalah seorang keluarga Fir'aun yang beriman, datang bergegas bagaikan berlari dari ujung kota seraya berkata ketika bertemu Musa, "Wahai Musa! Sesungguhnya para pembesar dan penguasa negeri ini sedang berunding dan mengatur rencana buruk tentang engkau untuk membunuhmu, maka oleh sebab itu keluarlah dari kota ini, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang tulus dalam memberi nasihat kepadamu'21, Nasihat itu didengar oleh Musa, maka menuruti nasihat itu keluarlah dia dari kota itu dengan rasa takut, waspada sambil menoleh ke kanan dan ke kiri kalau-kalau ada yang menyusul atau menangkapnya. Pada saat yang sama dia berdoa 'YaTuhanku Yang selama ini membimbing dan memeliharaku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim semacam Fir'aun dan rezimnya itu. ".
Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa seorang laki-laki dari kaum Fir'aun, yang bersimpati kepada Musa, ikut menghadiri musyawarah yang diadakan Fir'aun bersama pembesar-pembesarnya. Dalam musyawarah diputuskan bahwa Musa harus dibunuh. Orang laki-laki yang ikut musyawarah tersebut datang menjumpai Musa untuk memberitahukan kepadanya rencana jahat itu, karena ia sangat bersimpati dan hormat kepadanya. Ia minta supaya Musa segera meninggalkan Mesir. Kalau tidak, mungkin ia akan tertangkap dan dibunuh karena mereka sedang menyiapkan tentara rahasia untuk mengepung dan menangkapnya. Ia menyatakan kepada Musa semua yang dibicarakannya itu adalah benar dan ia menasihati Musa agar lari dengan segera. Nasihat itu benar-benar timbul dari hatinya yang ikhlas demi keselamatan Musa sendiri.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Membuang Diri Ke Madyan
Dengan perkataan orang Qubthi yang nyaris diserangnya itu, yang mengatakan bahwa dengan sikapnya hendak menyerang dia, berarti Musa hendak bersikap JABBAR, mencapai keinginannya dengan kekerasan, kalau perlu dengan memukul atau membunuh. Bukan sebagai sikap seorang yang hendak memperbaiki yang salah. Dan dikatakannya pula bahwa kemarin engkau telah membunuh orang, sekarang aku pula yang hendak engkau bunuh, rupanya soal kematian kemarin itu telah tersiar luas dalam kota. Ini telah terbukti lagi dengan ayat yang sesudahnya.
Ayat 20
“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota tergesa-gesa." (pangkal ayat 20). Besar kemungkinan bahwa orang ini datang seketika itu juga, atau di hari itu juga. Dia datang kepada Musa membawa khabar berita dengan tergesa-gesa, karena amat pentingnya: “Berkata dia: “Hai Musa! Sesungguhnya pegawai-pegawai tinggi negara sedang berunding membicarakan engkau, karena hendak membunuh engkau." Mungkin yang menjadi pembicaraan ialah pembunuhan yang terjadi kemarin. Musa telah berani membunuh seorang dari kaum Qubthi. artinya keluarga terdekat dari istana, dari kaum Firaun sendiri. Mungkin inilah dia anak yang diisyaratkan oleh tukang tenung selama ini, hendak meruntuhkan kekuasaan Raja. Ini adalah makar! Ini adalah suatu sikap yang berbahaya! Musa telah menunjukkan sikap, yaitu membela Bani Israil. Padahal selama ini hidupnya dibesarkan, diasuh dan dididik oleh istana. Dalam perundingan itu tersebutlah bahwa sebelum bahaya ini meluas, segera saja Musa dibunuh! Supaya gerakan Bani Israil menentang kaum Qubthi atau kaum Raja habis sebelum menjalar dan membesar! Ini didengar oleh laki-laki itu. Laki-laki yang rupanya ada rasa kasih-sayang, rasa simpati kepada Musa, segera dia cari Musa sebelum orang bertindak. Itu sebab dia berjalan tergesa-gesa. Supaya dia terlebih dahulu sampai kepada Musa memberitahu, dan Musa segera berangkat sebelum dia ditangkap atau dibunuh langsung."Sebab itu keluarlah engkau/" Yaitu keluarlah engkau dari negeri ini, segera lari! “Sesungguhnya aku adalah tetmasuk orang-orang yang memberi nasihat kepada engkau." (ujung ayat 20).
Nampaknya di ujung ayat ini bahwasanya terdapat orang-orang yang jujur memberitahu segera kepada Musa supaya lekas berangkat, demi untuk keselamatan dirinya. Orang seperti inilah yang banyak pertolongannya kepada Musa, baik sebelum dia berangkat atau sesudah dia kembali kelak. Surat 40, yang bernama Surat “al-Mu'min" atau Surat “Ghafir" menunjukkan lagi orang yang demikian. Mereka dekat kepada Fir'aun, tetapi mereka beriman kepada seruan Musa. Dalam pengakuannya bahwa dia adalah seorang di antara orang-orang yang memberi nasihat, dapatlah kita maklumi bahwa orang seperti ini bukan seorang. Kata Nashi-hin adalah kata jama', menunjukkan banyak. Dan kata Nashi-hin yang berarti nasihat sudah mengandung sekali arti nasihat jujur. Karena pada pokoknya tidaklah ada nasihat yang tidak jujur.
Ayat 21
“Maka keluarlah dia dari kota itu dalam keadaan takut sambil mengintip-intip" (pangkal ayat 21). Sifat takut Nabi Musa yang ada pada waktu itu, bukanlah berarti karena pengecut. Ketakutan di sini ialah takut tertangkap, yang kalau tertangkap niscaya akan gagal maksudnya yang lebih besar dan jauh. Kalau kita ambil misal ketakutan Musa di sini ialah laksana ketakutan tentara Republik Indonesia ketika telah diserang Belanda besar-besaran dengan persenjataan sangat lengkap. Oleh karena perjuangan waktu itu bukan semata-mata untuk berkelahi dan untuk menunjukkan kegagahan dan berani mati, tentara Republik Indonesia mundur ke hutan. Kalau dia tangkis berhadapan di waktu itu, pastilah musnah tentara Indonesia karena persenjataan yang tidak seimbang. Dan kalau telah musnah, berhentilah perjuangan di waktu itu.
Demikian jugalah adanya ketika tentara Islam pergi ke Mu'tah, yang bilangannya hanya 3,000 orang, berhadapan dengan tentara Romawi yang hampir 100,000 orang banyaknya. Pemimpin-pemimpin Perang Islam sejak dari Ja'far bin Abu Thalib, sampai kepada Zaid bin Haristah dan sampai kepada Abdullah bin Rawahah tewas satu demi satu sebagai Pahlawan Islam yang gagah berani, dan nyarislah lumat 3,000 tentara Islam itu dihancurkan oleh tentara 100,000. Tetapi setelah diganti dengan Panglima yang bukan saja gagah perkasa, tetapi juga ahli siasat perang, yaitu Khalid bin Walid, selamatlah tentara yang 3,000 itu pulang kembali ke Madinah. Penduduk Madinah yang tidak ikut perang, yang hanya memberi penilaian dari jauh menuduh mundurnya 3,000 tentara di bawah pimpinan Khalid adalah karena kurang berani. Tetapi setelah Khalid datang melapor kepada Nabi, di saat itu juga Nabi s.a.w. memberinya gelar “Pedang Allah!"
Dalam ketakutan akan tertangkap itu niscaya dia mengintip-intip ke kiri dan ke kanan, melihat-lihat kalau-kalau ada mata-mata Fir'aun yang mengikutinya dari belakang. Lalu “Dia berkata: “Ya Tuhan! Selamatkanlah aku daripada kaum yang zalim itu." (ujung ayat 21). Ujung ayat ini memberikan petunjuk kepada-kii i bahwa selama dalam lari sambil bersembunyi itu Musa sekali-kali tidak lupa memohonkan perlindungan Tuhan, agar dalam perjalanan selamatlah dia, jangan ada aral melintang. Dan telah terasa dalam bunyi doa itu bahwa Musa telah yakin benar bahwa yang beliau hadapi ini benar-benarlah kaum yang zalim Dan yakinlah dia bahwa kalau dia tidak segera berangkat tidaklah dia akan merasakan aman tenteram di bawah kekuasaan pemerintah Fir'aun yang zalim itu.
Ayat 22
Dalam perjalanan itu sudah dapat dia menentukan arah tujuan perjalanan, yaitu ke sebelah utara. Ke negeri yang bernama Madyan."Dan tatkala dia menghadapkan tujuannya arah ke Madyan, dia berdoa pula: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memimpinku kepada jalan yang benar." (ayat 22).
Dalam perjalanan seorang diri, jadi orang buangan yang kalau dapat ditangkap tidak ada ampunnya lagi. Menuju Madyan, negeri yang terletak di sebelah Selatan dari negeri Syam dan di sebelah Utara dari negeri Hejaz. Melalui padang-padang pasir yang luas. Jarang sekali ada manusia, kecuali barangkali Badwi-badwi berpindah-pindah mencari rumput dan air, berhari-hari lamanya.
Niscaya di waktu itulah dia mulai merasakan lebih mendalam perbedaan hidupnya beberapa hari saja sebelum ini, dengan yang sekarang. Coba kalau tidak ada satu perasaan kesadaran melihat kaumnya yang tertindas, Bani Israil yang malang, niscaya dia akan enak-enak saja tinggal dalam istana menjadi anak angkat Sang Raja. Maka di saat-saat itulah Musa dapat membandingkan di antara hidup menjadi anak emas istana, diikat oleh berbagai macam tradisi, etiket dan protokol yang tidak boleh dilanggar. Hidup dengan serba-serbi kemewahan, namun di kiri-kanan penuh dengan rasa tak senang, yang dinamai “bisik-desus" istana, fitnah-memfitnahkan di antara orang besar sesama orang besar. Mana yang kuat mengambil muka, dialah yang lekas naik. Mana yang tidak pandai menyesuaikan diri, lekaslah terpencil. Sudah lama nampaknya rasa “tidak puas" bersarang dalam hati Musa. Apatah lagi karena di luar istana dia pun tidak terpisah dari kaumnya. Sebab itu maka meskipun pada lahirnya dia kelihatan senang mesra, pada batin adalah dia seorang yang tidak bebas lagi, tidak merasa senang lagi. Sudah mulai dia merasakan bahwa istana itu bagi dirinya sendrii adalah penjara, atau kurungan.
Sekarang dia telah keluar dari sana, berjalan seorang diri di tanah padang belantara, padang pasir yang Allahu Rabbi terik panasnya, di kiri-kanan adalah gunung-gunung batu granit yang menimbulkan angin panas yang bernama samun. Tetapi hatinya mantap buat meneruskan perjalanan. Betapa tidak? Bukankah pulang artinya maut, dan meneruskan perjalanan belum tentu hilang, asal saja membulatkan hati bertawakkal kepada Tuhan, itu sebab dia berdoa dengan penuh harapan: “Mudah-mudahan Tuhanku senantiasa memimpinku kepada jalan yang benar."
Ayat 23
“Dan tatkala dia sampai ke telaga air di Madyan itu." (pangkal ayat 23). Rupanya dalam pengembaraan seorang diri itu, akhirnya sampailah dia ke pinggir kota Madyan yang jadi tujuannya itu. Di sana rupanya ada sebuah sumur atau telaga, yang dari sana penduduk kota itu mengambil air buat minuman kambing ternak mereka, atau minuman buat mereka sendiri. Sampai zaman sekarang pun masih kita dapati apa yang disebut Wadi atau disebut dalam bahasa orang Eropa Oase, atau lembah di padang yang ada telaga, karena ada lekukan bukit yang menyebabkan air hujan dapat tergenang dalam tanah di sana. “Didapatinya di sana segolongan dari manusia sedang memberi minum (ternak)."
Dapatlah kita gambarkan bagaimana perasaan sepi dalam perjalanan seorang diri dalam keadaan serba kekurangan makanan dan kehausan karena terik panas. Tentu lekas kelihatan kalau ada sumur atau telaga. Dan tentu hilanglah rasa sepi melihat orang banyak berkerumun Yaitu orang-orang yang sedang menggembalakan kambing ternak mereka dan memberi minuman ternak itu di telaga tersebut. Tentu Musa tambah mendekat."Dan didapatinya di belakang orang-orang itu dua perempuan sedang memagar-magari (temak mereka)."
Kelihatan oleh Musa orang banyak itu berganti-ganti memberi minum kambing ternak mereka yang banyak. Kambing temak di masa itu adalah kekayaan sejati pada bangsa-bangsa sebelah sana. Bahkan sampai sekarang ini pun kita lihat Badwi di padang pasir dengan megahnya mengiringkan binatang ternaknya. Musa melihat orang-orang itu satu demi satu, ganti-berganti menghalaukan ternaknya ke tepi telaga tersebut buat minum sepuas-puasnya. Kononnya sumur itu mempunyai tutup! Kalau telah selesai memberi minum, telaganya ditutup kembali. Di antara orang sebanyak itu ada terdapat dua orang anak perempuan menggembalakan kambingnya pula. Ketika kambing orang-orang itu tengah diberi minum, kedua perempuan itu tidak boleh membawa kambing-kambingnya ke dekat situ. Supaya mereka keduanya jangan sampai dimarahi atau dipukuli, karena lemahnya, mereka jagalah kambing-kambing mereka supaya jangan mendekat seketika mereka itu memberi minum kambing mereka.
Diceriterakan oleh Abu Bakar bin Abu Syaibah, diterima riwayat ini dari Ubaidillah, dia menerima dari Israil, dia ini menerima dari Abu lshaq, dia ini menerimanya pula dari Abu Maimun al-Audi, dia ini menerimanya langsung dari Umar bin al-Khathab: “Setelah Musa sampai ke telaga di negeri Madyan itu, dia dapati banyak orang sedang memberi minum ternaknya. Telaga itu ditutup dengan batu berat. Kalau sudah selesai kambing-kambing mereka minum, telaga itu mereka tutup kembali. Batu penutup itu sangat berat, Di-angkat oleh sekurangnya sepuluh orang baru terangkat. Lalu kelihatan oleh Musa dua orang perempuan sedang menghalau-halau kambingnya ke pinggir sumur, menjilat-jilat sisa air yang tinggal kalau masih ada. Maka bertanyalah Musa: “Apa kesulitan kalian berdua ini?" Lalu kedua anak perempuan itu men-ceriterakan nasib mereka. Maka dengan serta-merta Musa menyangkat batu penutup itu seorang dirinya dan terangkat. Disuruhnya halaukan kambing itu semua dan minum sepuas-puasnya sampai kenyang." Ini bunyi sebuah riwayat. Isnadnya shahih.
Sambungan ayat: “Lalu Musa berkata: “Apakah hal kamu berdua ini?" Mengapa kamu hanya memagar-magari kambing kamu? Tidak ada yang berani membawa kambingnya tampil ke muka, ke dekat sumur? “Maka keduanya menjawab: “Tidaklah dapat kami memberi minum temak kami sebelum selesai gembala-gembala yang banyak itu." Demikianlah sebagai tersebut pada Hadis dari Saiyidina Umar bin al-Khathab di atas. Kalau sudah selesai kambing mereka minum, sumur mereka tutup dengan batu yang tidak terangkat kalau kurang dari sepuluh orang. Sesudah itu mereka pergi. Tinggallah anak-anak perempuan itu memberi minum kambing mereka dari sisa-sisa air di tepi sumur yang hanya dijilat-jilat. Begitulah nasib mereka tiap hari. Dan kata mereka selanjutnya pula: “Sedang ayah kami adalah seorang tua yang telah lanjut l usia." (ujung ayat 23). Beliau tidak ada daya lagi dan kami tidak mempunyai saudara laki-laki yang akan melaksanakan pekerjaan berat ini.
Ayat 24
“Maka diberinya minumlah untuk (ternak) keduanya." (pangkal ayat 24).
Diangkatnya batu penutup sumur itu sekali angkat, sebagai tersebut dalam riwayat Saiyidina Umar bin al-Khathab di atas, disuruhnya halau kambing itu ke tepi sumur dan minum semua sepuas-puasnya: “Kemudian itu dia pun kembali pergi berteduh." Menurut suatu riwayat dari Abdullah bin Mas'ud tempat berteduh itu adalah satu pohon kayu yang rindang, yang di zaman Abdullah bin Mas'ud sendiri didapatinya masih ada. Dia kembali berteduh ke bawah pohon kayu itu, yang sejak waktu itu diberi orang nama “Pohon kayu Musa"."Lalu dia berkata: “Ya Tuhan! Sesungguhnya aku ini sangatlah memerlukan anugerah 1 kebajikan dari Engkau." (ujung ayat 24).
Menurut suatu riwayat pula dari Abdullah bin Abbas, bahwa selama dalam j perjalanan itu Musa tidaklah membawa persediaan makanan, karena dia me-j nirtggalkan Mesir dengan terburu-buru setelah dapat nasihat dari orang yang j jujur itu. Sebab itu maka dalam perjalanan yang dimakannya hanyalah sayur-sayur lunak kalau bertemu di tengah jalan dan menimba air sumur untuk diminum kalau bertemu sumur. Sebab itu di waktu dia sampai di pinggir negeri Madyan dan bernaung di pohon kayu dan melihat air telaga yang jernih dan sejuk bertambah terasalah lapar perutnya, dan mulailah pula terasa lelah badan karena penatnya berjalan. Waktu itulah sambil berteduh dia memohonkan kepada Tuhan, bahwa oleh karena dia sudah sangat melarat, sengsara dan lapar, sudilah kiranya Tuhan memberinya anugerah kebajikan. Anugerah kebajikan apalah itu, Tuhan yang Maha Tahu. Dengan susun kata permohonan demikian, dia masih menunjukkan budipekerti yang halus, bukan mendesak-desak mengatakan dirinya telah sangat lapar.
Ayat 25
“Lalu datanglah kepadanya salah seorang dari kedua anak perempuan itu." (pangkal ayat 25). Yakni, setelah selesai minum kambing ternak mereka, anak-anak perempuan itu pun pulanglah kembali ke rumahnya. Tentu agak tercenyang juga ayah mereka karena lebih cepat kedua puterinya pulang daripada biasa. Tentu dengan gembira pula kedua anak perempuan itu menceriterakan kepada ayahnya tentang seorang anak muda yang menolong mereka, yang berteduh di bawah pohon kayu yang rindang sekarang ini, setelah selesai menolong mereka. Pastilah kedua anak perempuan itu banyak memuji anak muda itu. Setelah mendengar berita yang dibawa kedua anak perempuannya itu, dengan gembiranya pula orang tua itu mengutus kembali salah seorang puterinya itu menjemput anak muda yang mereka katakan itu. Supaya dia segera dipersilakan pulang agar bertemu dengan beliau. Lalu datanglah seorang dari kedua anak perempuan itu “berjalan dengan malu-malu." Sebab nyata bahwa Musa seorang yang masih muda remaja dan nampaknya dia pun masih gadis. Dalam sebuah riwayat dari Saiyidina Umar juga, gadis-gadis itu berjalan agak menekur kemalu-maluan dan menyampaikan undangan ayahnya agar sudi datang bertemu dengan beliau dengan sikap yang sopan-santun: “Seraya berkata: “Sesungguhnya ayahku mengundang engkau, karena hendak membalas jasamu memberi minuman untuk kami." Artinya sangatlah beliau bergembira dan berterimakasih atas budi baik engkau itu, dan inginlah beliau hendak berjumpa muka dengan engkau, karena beliau hendak menyampaikan sendiri balas jasa itu.
Undangan itu disambut baik oleh Musa. Lalu bersama-sama dengan anak perempuan itu Musa menemui orang tua tersebut."Maka setelah dia datang (kepada orang tua itu) dan diceriterakan kepadanya kisah mengenai dirinya itu," sejak dalam asuhan Fir'aun sampai kepada kezaliman kaum Qubthi kepada Bani lsrail, sampai kepada tangannya terlanjur membunuh orang dan dia tengah dikejar-kejar karena hendak dibunuh sehingga terpaksa melarikan diri ke negeri Madyan ini, dan semuanya didengar dengan penuh perhatian oleh orang tua itu: “Berkatalah (orang tua itu): “Janganlah engkau takut! Engkau telah selamat dari orang-orang yang zalim itu." (ujung ayat 25).
Jangan khuatir lagi! Ini adalah negeri Madyan. Negeri ini tidak lagi dalam wilayah kekuasaan Fir'aun Mesir, tanahnya pun sudah lain. Tangan kekuasaan mereka tidaklah akan sampai ke mari. Sebab itu bertenanglah engkau dalam negeri ini.
Siapakah orang tua itu?
Ahli tafsir berbeda-beda pendapat tentang diri “Orang tua" ini. Banyak ahli tafsir menyatakan bahwa orang itu ialah Nabi Syu'aib sendiri. Al-Imam Hasan al-Bishri termasuk yang berpendapat bahwa orang tua itu ialah Nabi Syu'aib. ibnu Abi Hatim meriwayatkan suatu riwayat dari Imam Malik bin Anas, memang Nabi Syu'aiblah orang tua itu. Tetapi yang lain menafsirkan bahwa “orang tua" itu bukan Syu'aib, melainkan anak saudara dari Nabi Syu'aib (kemenakan beliau). Dan ada pula penafsir mengatakan orang tua itu ialah salah seorang Mu'min pengikut Syu'aib. Tetapi dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya bahwa jarak masa antara Musa dengan Syu'aib adalah terlalu jauh. Sebab di dalam Surat 11, Hud, ayat 89 seketika Syu'aib memberi nasihat kepada kaumnya menyuruh mereka sadar akan kesalahan mereka selama ini, beliau menyuruh ambil i'tibar dengan ummat terdahulu yang telah dihukum dan dikutuk Tuhan, sejak dari Kaum Luth, Kaum Nuh dan Kaum Shalih: “Dan
Kaum Luth tidaklah jauh dari kamu," kata beliau. Artinya bahwa kaum Luth itu masih belum lama jaraknya dengan kaum Nabi Syu'aib. Sedang Luth adalah sezaman dengan Nabi Ibrahim dengan keterangan dari aI-Qur'an sendiri. Maka jarak di antara Nabi Musa dengan Nabi Ibrahim adalah sekira empatratus tahun. Dan kata Ibnu Katsir selanjutnya, bahwa kalau memang “orang tua" itu Nabi Syu'aib sendiri, niscaya disebutkan agak sedikit di dalam al-Qur'an.
Memang ada beberapa Hadis menyatakan bahwa orang tua itu adalah Nabi Syu'aib, tetapi Ibnu Katsir menjelaskan pula bahwa isnad dari Hadis-hadis itu tidak ada yang shahih isnadnya.
Penafsir kita sekarang, yatiu Sayid Quthub yang terkenal dalam “Fi Zhilalil Qur'an" pun menegaskan kembali pendapatnya (Zhilal jilid VI, Juzu' 20, hal, 56). Kata beliau: Sebab beliau sudah “orang tua" niscaya kehidupan Syu'aib ketika itu ialah selepas hukum Tuhan kepada kaumnya yang tidak beriman, dan tinggal orang-orang yang beriman saja. Maka tidaklah layak bagi orang-orang Mu'min pilihan, yang telah terlepas dari saringan hukum Tuhan akan membiarkan anak-anak gadis dari Nabi mereka pergi menggembalakan kambing, lalu sumur mereka tutup dengan batu besar dan anak-anak gadis itu tidak boleh mendekat ketika mereka memberi minum. Sepuluh tahun Musa tinggal, niscaya akan terdengar suara nubuwwat dalam hubungan orang berdua itu, kalau memang orang tua itu Nabi. Isyarat itu tidak ada samasekali!
Ayat 26
“Berkata salah seorang dari kedua anak perempuan itu." (pangkal ayat 26). Ibnu Katsir menyebutkan dalam Tafsirnya, bahwa anak perempuan yang berkata itu ialah yang disuruh ayahnya menjemput Musa tadi: “Ya Ayah! Mintalah dia menerima upah."Artinya, tentu saja sesudah selesai makan dan minum dan sesudah Musa sebagai tetamu beristirahat, anak perempuan itu mengusulkan kepada ayahnya agar tetamu yang telah diketahui keadaannya itu, yang nampaknya datang melindungkan diri karena nyawanya terancam di negerinya sendiri, agar ditawari pekerjaan, yaitu menerima upah dari ayahnya. Pekerjaan yang akan diupahkan kepadanya ialah menggembalakan temak mereka itu, supaya terpelihara dengan baik, jangan tergenjet selama ini juga, karena yang menggembalakannya hanya anak perempuan. Anak perempuan itu menyambung usul kepada ayahnya: “Sesungguhnya orang yang paling baik untuk ayah beri upah ialah orang yang kuat dan dipercaya." (ujung ayat 26). Sedang kedua sifat ini ada pada pemuda yang melindungkan diri ini.
Menurut satu riwayat dari Sayidina Umar, Ibnu Abbas, Syuraih al-Qadhi, Abu Malik, Qatadah dan Muhammad bin Ishaq dan beberapa perawi yang lain, ayah tua itu lalu bertanya kepada anak perempuannya itu, di mana dia tahu bahwa pemuda itu ada mempunyai kedua sifat penting itu. Anak perempuan itu menjawab bahwa tutup sumur yang hanya dapat diangkat oleh sekurangnya sepuluh orang, dapat diangkatnya sendiri. Kedua sikapnya yang sangat sopan ketika dia dijemput oleh anak perempuan itu karena suruhan ayahnya. Tidak ada nampak pada wajah atau sinar matanya tanda nafsu serakahnya melihat wajah perempuan. Dan katanya pula seketika dia diajak pulang itu, mula-mula anak perempuan itu berjalan di muka dan Musa mengiring di belakang. Tetapi di tengah jalan, lantaran kerasnya angin, tersimbah bahagian betis yang tak patut dilihat. Lalu dia berjalan mendahului dan si gadis berjalan di belakang. Disuruhnya saja memberi isyarat ke mana jalan selanjutnya. Dengan demikian nyatalah selain dari mempunyai kekuatan luarbiasa, dia pun dapat pula dipercaya.
Usul anaknya itu diterima oleh orang tua tersebut. Lalu tidak berapa lama kemudian Musa diajak bicara lagi oleh orang tua itu:
Ayat 27
“Berkata dia: “Sesungguhnya aku ingin hendak mengawinkan engkau dengan salah seorang anak perempuan ini." (pangkal ayat 27). Tidaklah jelas sejak semula, yang manakah di antara kedua anak perempuan itu yang disebutkan oleh orang tua itu, sebagaimana tidak disebut yang mana yang disuruhnya menjemput ke tempat Musa berlindung dahulu, yang besarkah atau yang kecilkah. Tidak disebutkan juga yang mana yang mengusulkan kepada ayahnya supaya Musa diupah menggembalakan kambing mereka, yang besarkah atau yang kecilkah. Ini pun demikian pula, tidak dikatakan yang besarkah atau yang kecilkah. Atau lain yang menjemput dahulu, lain pula yang punya usul dan lain pula yang dikawinkan. Karena maksud al-Qur'an bukan menentukan yang mana orangnya, karena itu tidak penting. Yang penting ialah bahwa Musa kawin dengan salah seorang dari kedua anak perempuan orang tua Madyan itu."Atas (janji) engkau bekerja delapan tahun dan jika engkau senang sampai sepuluh tahun, itu adalah terbit dari sisi engkau sendiri."Tegasnya ialah bahwa engkau aku nikahkah dengan salah seorang anakku ini, maharnya atau mas kawinnya bukanlah hartabenda melainkan tenaga engkau sendiri. Yaitu menggembalakan ternak kami delapan tahun sekurang-kurangnya. Tetapi kalau engkau hendak cukupkan sepuluh tahun dari kesukaanmu sendiri, saya akan senang sekali menerimanya."Dan tidaklah aku hendak memberati engkau."
Janji pembayaran mas-kawin dengan cara bilangan tahun ini sungguh bijaksana sekali. Sebab Musa adalah seorang yang tengah membuang diri ke Madyan. Kalau dia segera pulang ke Mesir jiwanya dalam bahaya. Kalau dia berdiam di Madyan sekian tahun, moga-moga ada perubahan-perubahan yang akan terjadi di Mesir dalam tahun-tahun yang dia lalui itu. Kalau terjadi perubahan dalam delapan tahun, dia boleh segera pulang. Kalau belum, dia boleh melanjutkan menggembala ternak dua tahun lagi. Lalu kata orang tua itu iagi, “Dan tidaklah aku hendak memberati engkau." Artinya moga-moga pekerjaan ini menyenangkan hatimu dan jangan engkau bimbang dengan daku, sebab aku majikan atau “induk semang"."Akan engkau dapati aku -insya Allah — termasuk orang yang baik-baik jua." (ujung ayat 27).
Ayat 28
“Dia berkata," (Musa menjawab), ‘Yang demikian itu adalah di antara aku dengan engkau." (pangkal ayat 28). Artinya bahwa Musa setuju dengan perjanjian yang dikemukakan oleh mertuanya tersebut. Dengan persetujuan itu terjadilah AQAD-NIKAH, yakni ijab dan qabul."Yang mana pun di antara kedua janji itu yang akan kupenuhi, maka tidaklah akan memberati atas diriku." Kalau hanya delapan tahun kesanggupanku, lepas jugalah hutangku, dan jika tidak aku cukupkan sepuluh tahun, mertua tidak akan kecil hati."Dan Allah adalah Saksi atas apa yang kita perkatakan ini." (ujung ayat 28).
Sejak itu berubah pulalah hidupnya, menjadi perubahan yang ketiga. Mulai menegakkan rumahtangga memikul tanggungjawab sebagai suami dan memikul tanggungjawab sebagai seorang yang menerima upah. Mulanya anak angkat istana yang dikasihi, setelah itu jadi orang pelarian yang sedang dikejar-kejar, sekarang berubah menjadi penggembala dan penerima upah, tinggal di negeri yang jauh, menambah pengalaman hidup yang serba pahit. Dalam mengiringkan kambing-kambing ternak di padang pasir yang luas, melihat patuhnya kambing dihalau mulailah Musa memikirkan zaman depan yang jauh, yang tengah dihadapi.