Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقَالَتۡ
dan (ibu Musa) berkata
لِأُخۡتِهِۦ
kepada saudara perempuannya (Musa)
قُصِّيهِۖ
selidikilah/ikutilah dia
فَبَصُرَتۡ
maka ia melihat
بِهِۦ
dengannya (Musa)
عَن
dari
جُنُبٖ
jauh
وَهُمۡ
dan/sedang mereka
لَا
tidak
يَشۡعُرُونَ
mereka menyadari
وَقَالَتۡ
dan (ibu Musa) berkata
لِأُخۡتِهِۦ
kepada saudara perempuannya (Musa)
قُصِّيهِۖ
selidikilah/ikutilah dia
فَبَصُرَتۡ
maka ia melihat
بِهِۦ
dengannya (Musa)
عَن
dari
جُنُبٖ
jauh
وَهُمۡ
dan/sedang mereka
لَا
tidak
يَشۡعُرُونَ
mereka menyadari
Terjemahan
Dia (ibu Musa) berkata kepada saudara perempuan Musa, “Ikutilah jejaknya.” Kemudian, dia melihatnya dari kejauhan, sedangkan mereka (pengikut Firʻaun) tidak menyadarinya.
Tafsir
(Dan ibu Musa berkata kepada saudara perempuan Musa) bernama Maryam, ("Ikutilah dia") maksudnya ikutilah jejaknya sehingga kamu mengetahui bagaimana kesudahan beritanya. (Maka kelihatanlah olehnya Musa) dia mengawasinya (dari jauh) dari tempat yang jauh seraya menguntitnya (sedangkan mereka tidak mengetahui) bahwa dia adalah saudara perempuan dari bayi tersebut, dan bahwasanya keberadaannya itu adalah untuk mengikuti jejaknya.
Tafsir Surat Al-Qasas: 10-13
Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan, "Ikutilah dia. Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedangkan mereka tidak mengetahuinya, dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusuinya sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa yang perempuan, "Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahli bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya? Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
Allah ﷻ menceritakan perihal hati ibu Musa setelah anaknya terbawa hanyut oleh aliran Sungai Nil, bahwa hatinya menjadi kosong, yakni lupa daratan kepada semua perkara duniawi kecuali hanya ingat kepada Musa saja, bayinya yang tersayang. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abu Ubaidah, Ad-Dahhak, Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, dan lain-lainnya. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa. (Al-Qashash: 10) Yakni hampir saja ibu Musa karena terdorong oleh kerinduannya yang sangat dan kesedihan serta kekecewaannya yang mendalam benar-benar akan membuka rahasia dirinya, bahwa anaknya telah hilang, seandainya Allah tidak meneguhkan hatinya dan membuatnya bersikap sabar.
Allah ﷻ telah berfirman: seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan, "Ikutilah dia!" (Al-Qashash: 10-11) Ibu Musa memerintahkan kepada anak perempuannya yang telah dewasa dan dapat mengemban tugas yang akan dipercayakan kepadanya. Ibu Musa berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Ikutilah dia! (Al-Qashash: 11) Maksudnya, ikutilah jejaknya, pantaulah terus beritanya, dan carilah ia ke segenap penjuru kota. Maka saudara perempuan Musa berangkat untuk menunaikan tugas itu. Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh. (Al-Qashash: 11) Menurut Ibnu Abbas, arti Junubin ialah dari dekat.
Sedangkan menurut Mujahid artinya dari jauh, yakni saudara perempuan Musa mengamatinya dari kejauhan. Qatadah mengatakan bahwa saudara perempuan Musa melihatnya dengan pemandangan seakan-akan seseorang yang tidak tahu-menahu tentangnya. Setelah Musa a.s. berada di rumah Fir'aun dan disayangi oleh istri Fir'aun serta dibebaskan dari kekejaman Fir'aun oleh istrinya, Musa ditawarkan kepada wanita-wanita tukang menyusui yang ada di dalam istana.
Tetapi Musa tidak mau menerima air susu seorang pun dari mereka. Maka keluarga Raja Fir'aun keluar menuju ke pasar dengan harapan akan menjumpai seorang wanita yang layak untuk menyusuinya. Ketika saudara perempuan Musa melihatnya telah berada di tangan keluarga kerajaan Fir'aun, ia langsung mengenalinya, tetapi tidak menampakkan identitas dirinya. Mereka pun tidak menyadari bahwa sebenarnya dia adalah saudara perempuan bayi tersebut.
Allah ﷻ berfirman: dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusuinya) sebelum itu. (Al-Qashash: 12) Yakni pencegahan secara naluri. Demikian itu karena kemuliaan Musa di sisi Allah dan demi memelihara Musa dari menyusui kepada selain tetek ibunya, juga karena Allah ﷻ telah menjadikan hal tersebut sebagai penyebab kembalinya dia kepada ibunya untuk menyusuinya secara alami. Ibunya bernama Aminah, yang sebelumnya selalu dicekam oleh rasa takut akan keselamatan bayinya itu. Setelah saudara perempuan Musa melihat mereka (keluarga Fir'aun) kebingungan mencari seorang wanita yang air susunya mau diterima oleh bayi yang mereka bawa. maka berkatalah saudara perempuan Musa, 'Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahli bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya? (Al-Qashash: 12) Ibnu Abbas mengatakan bahwa setelah saudara perempuan Musa mengatakan hal itu kepada mereka, maka mereka menangkapnya karena merasa curiga terhadapnya, lalu mereka menanyainya, "Apakah yang menyebabkan kamu mengetahui bahwa ahli bait itu pasti akan menyayangi bayi ini dan memperlakukannya dengan kasih sayang?" Saudara perempuan Musa menjawab, "Perlakuan baik mereka terhadap bayi ini dan kasih sayang mereka kepadanya ialah karena mereka menginginkan agar raja gembira, juga mengharapkan imbalan jasa darinya." Berkat alasannya itu saudara perempuan Musa dilepaskan oleh mereka.
Setelah ia mengatakan alasannya itu, selamatlah ia dari gangguan mereka, lalu mereka pergi bersamanya ke rumahnya. Setelah sampai di rumahnya mereka masuk dengan membawa Musa kepada ibunya. Ibu Musa menyerahkan teteknya kepada Musa, dan Musa langsung menghisapnya, yang mana hal tersebut membuat mereka sangat gembira. Kemudian dikirimlah seorang pembawa berita gembira kepada istri Fir'aun, lalu istri Fir'aun memanggil ibu Musa untuk menghadap kepadanya.
Setelah ibu Musa sampai di istana istri Raja Fir'aun, maka ia diperlakukan dengan baik dan dihormati serta diberinya hadiah yang berlimpah, sedangkan istri Fir'aun tidak mengetahui bahwa sebenarnya dia adalah ibu bayi itu yang sesungguhnya. Yang diketahui oleh istri Fir'aun hanyalah Musa cocok dengan teteknya. Kemudian Asiah istri Fir'aun meminta kepada Aminah ibu Musa untuk tinggal di istana sambil menyusui bayi itu, tetapi ibu Musa menolak dengan alasan bahwa sesungguhnya dia mempunyai suami dan banyak anak, ia tidak mampu tinggal di istana meninggalkan mereka.
Tetapi jika istri Fir'aun menyetujui, ia mau menyusuinya di rumahnya sendiri. Akhirnya istri Fir'aun menyetujui usulnya dan memberinya perbelanjaan, pakaian, hubungan yang akrab, perlakuan yang baik, dan hadiah yang berlimpah. Pada akhirnya ibu Musa pulang ke rumahnya dengan membawa anaknya dengan hati yang puas lagi disukai. Ternyata Allah telah menggantinya dengan rasa aman yang pada sebelumnya ia selalu dicekam oleh rasa takut, dan Allah memberinya kemuliaan dan kedudukan serta rezeki yang mengalir secara berlimpah.
Karena itulah di dalam sebuah hadis disebutkan: Perumpamaan orang yang beramal karena mengharapkan rida Allah dalam amal kebaikannya adalah seperti ibu Musa; ia menyusui anaknya dan menerima upahnya. Padahal jarak antara keadaan yang sulit dan keadaan yang menggembirakan hanyalah sehari semalam atau lebih dari itu, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Mahasuci Allah Yang di tangan (kekuasaan)Nyalah keputusan terakhir. Segala sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi.
Dialah Allah yang menjadikan bagi orang yang bertakwa kepada-Nya jalan kemudahan sesudah mengalami kesusahan, dan jalan keluar sesudah kesempitan. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya: Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar. (Al-Qashash: 13) Yaitu benar dalam janji-Nya yang menyatakan bahwa Dia akan mengembalikan Musa kepadanya dan akan menjadikannya sebagai seorang rasul.
Maka sejak saat itu terpenuhilah apa yang diharapkannya dengan kembalinya Musa ke dalam pangkuannya, dengan keyakinan bahwa Musa kelak akan menjadi seorang rasul. Dengan demikian, maka dalam mendidik Musa ia memperlakukannya sesuai dengan apa yang layak baginya. Firman Allah ﷻ: tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (Al-Qashash: 13) tentang hikmah-hikmah Allah yang terkandung di dalam semua perbuatanNya dan akibat-akibatnya yang terpuji, baik di dunia maupun di akhirat.
Karena adakalanya suatu urusan itu tidak disukai oleh diri kita, padahal akibatnya terpuji, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu; dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. (Al-Baqarah: 216) (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak (An-Nisa: 19)"
Dan setelah hatinya mulai tenang dia yakni ibunya Musa berkata kepada saudara perempuan Musa, 'Ikutilah dan carilah berita tentang apa yang terjadi pada dia yakni Musa, dengan cara menelusuri jejak perjalanannya sejak mula dihanyutkan. ' Maka perintah ibunya dia laksanakan, dan akhirnya kelihatan olehnya Musa dari jauh, sedang mereka yakni Fir'aun dan tentaranya tidak menyadari bahwa ada seseorang yang memperhatikan anak yang dipungut itu dari kejauhan. 12. Selanjutnya, dikisahkan bagaimana Musa kembali ke pangkuan ibunya. Allah berfirman ; dan kami cegah dia yakni Musa, dengan cara membuatnya enggan menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusuinya sebelum itu yakni sebelum Musa dikembalikan kepada ibunya untuk disusui. Kelurga Fir'aun pun merasa cemas. Maka berkatalah dia yakni saudara perempuan Musa, 'Maukah aku tujukkan kepadamu, keluarga yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik padanya ' Saudara perempuan Musa menyarankan agar ia disusui oleh perempuan yang tidak lain adalah ibunya sendiri.
Walaupun ibu Musa telah melaksanakan apa yang diilhamkan Allah kepadanya, namun hatinya belum tenteram. Oleh sebab itu, ia menyuruh anak perempuannya (kakak Musa) mencari-cari berita tentang Musa. Lalu kakak Musa pergi mengikuti peti yang berisi Musa. Akhirnya dia melihat dari kejauhan peti itu telah memasuki kawasan Fir'aun dan disela-matkan keluarganya. Meskipun peristiwa ini disaksikan orang banyak, tetapi mereka tidak menyadari kehadiran Musa di antara mereka.
Di istana orang-orang sibuk mencari siapa yang cocok menyusukan anak itu, karena ia menolak setiap wanita yang hendak menyusukannya. Setelah saudara Musa mengetahui hal ini, dia pun memberanikan diri tampil ke muka dan mengatakan bahwa ia mengetahui seorang wanita yang sehat dan banyak air susunya. Mungkin anak itu mau disusukan oleh wanita tersebut. Wanita itu dari keluarga baik-baik dan anak itu pasti akan dijaga dengan penuh perhatian dan penuh rasa kasih sayang.
Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas bahwa setelah saudara Musa mengucapkan kata-kata itu, lalu ibu Musa dibawa ke istana, mereka memandang kepadanya dengan rasa curiga dan mengemukakan pertanyaan, "Dari mana engkau tahu bahwa wanita itu akan menjaganya dengan baik dan akan menumpahkan kasih sayang terhadapnya?" Saudara Musa menjawab, "Tentu saja ia akan berbuat demikian karena mengharapkan kesenangan hati raja Fir'aun dan mengharapkan pemberian yang banyak darinya." Dengan jawaban ini hilanglah kecurigaan mereka.
Musa kemudian dibawa kembali ke rumah ibunya. Sesampainya di rumah, ibunya meletakkan Musa di pangkuannya untuk disusukan. Dengan segera mulut Musa menangkap puting susu ibunya. Mereka yang hadir sangat gembira melihat hal itu dan dikirimlah utusan permaisuri raja untuk memberitakan hal itu. Permaisuri memanggil ibu Musa dan memberinya hadiah dan pemberian yang banyak serta meminta kepadanya supaya ia bersedia tinggal di istana untuk merawat dan mengasuh Musa. Ibu Musa menolak tawaran itu dengan halus dan mengatakan kepada permaisuri bahwa dia mempunyai suami dan anak-anak dan tidak sampai hati meninggalkan mereka. Dia memohon agar permaisuri mengizinkannya membawa Musa ke rumahnya. Permaisuri tidak merasa keberatan atas usul itu dan mengizinkan Musa dibawa ke rumah ibunya. Permaisuri memberinya perongkosan yang cukup. Di samping itu, permaisuri juga memberinya hadiah berupa uang, pakaian, dan lain sebagainya. Akhirnya kembalilah ibu Musa ke rumah membawa anak kandungnya dengan hati yang senang dan gembira.
Allah telah menghilangkan semua kegelisahan dan kekhawatiran ibu Musa dan menggantinya dengan ketenteraman, kemuliaan, dan rezeki yang melimpah dan mengembalikan Musa untuk tinggal bersama ibunya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ceritera Musa Dengan Ibunya
Setelah anak itu lahir, sangatlah cemas hati ibunya, akan dikemanakan anak ini. Sebab hampir setiap hari pihak pemerintahan Fir'aun menyuruh “Badan Keamanan" mengadakan pemeriksaan dan penyelidikan ke rumah-rumah orang. Perempuan-perempuan Bani Israil yang sedang bunting tidak lepas dari pengawasan, ditanyakan berapa bulan dia telah bunting, kira-kira berapa waktu lagi anaknya akan lahir. Karena kalau anak itu lahir laki-laki, dan ketahuan, jelaslah anak itu akan dibunuh di saat itu juga di hadapan pekik lengking dan ratap ibunya. Jika perempuan dibiarkan saja. Dengan kumia Tuhan kandungan Ibu Musa tidak mengesan Perutnya tidak kelihatan membesar. Sebab itu ketika dia lahir tidaklah sempat diketahui oleh mata-mata Fir'aun. Bagi Ibu Musa di hari-hari pertama anak lagi masih belum ada bahaya. Tetapi lama-lama tentu akan ketahuan juga. Kian sehari dia kian cemas.
Dalam puncak kecemasan itu datanglah petunjuk Tuhan:
Ayat 7
“Dan telah Kami wahyukan kepada ibu Musa: Susukanlah dia!" (pangkal ayat 7). Pangkal ayat ini menunjukkan bahwa Ibu Musa telah sempat lebih dahulu menyusukan anaknya. Tetapi teranglah dia selalu dalam kecemasan. Dikira-kirakan pemeriksaan dari pihak Fir'aun akan datang, anak itu disembunyikan. Maka datanglah wahyu terlebih dahulu menyuruh kepadanya supaya anak itu disusukan sampai kenyang. Di dalam Surat 20. Thaha, ayat 29 dijelaskan juga rangkaian wahyu itu, yaitu supaya si Ibu menyediakan sebuah peti, lalu masukkan anak itu ke dalamnya: “Dan apabila kau takut terhadapnya." yaitu takut sewaktu-waktu akan datang juga tukang periksa Fir'aun membunuhnya: “Maka jatuhkanlah dia ke dalam sungai." Sungai yang dimaksud di sini sungai Nil, yang mengalir di tengah-tengah negeri Mesir itu; “Dan janganlah kau takut."bahwa anakmu itu akan dapat dibunuhnya; “Dan janganlah kau berdukacita, “ karena terpaksa berpisah-pisah dengan anakmu yang sangat kau cintai itu, “Karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepada kau, dan dia akan Kami jadikan salah seorang yang diutus." (ujung ayat 7).
Di ujung ayat ini Allah menimbulkan dua pengharapan besar pada hati Ibu Musa. Pengharapan pertama ialah bahwa anak itu akan segera kembali ketangannya. Kedua ialah bahwa kelak anak itu akan menjadi salah seorang manusia yang diutus Tuhan, menjadi Nabi dan menjadi Rasul Allah ke dunia ini, untuk mengajar, menunjuk mengajari, terutama Bani Israil yang selama ini hidup dalam tindasan Fir'aun. Berita gembira pertama khusus untuk Ibu Musa sendiri. Berita gembira kedua adalah untuk Bani Israil.
Maka hanyutlah anak itu di dalam peti, dibawa hanyut oleh air Sungai Nil yang selalu mengalir. Hanyut dan hanyut lagi, sampailah ke dalam wilayah pekarangan istana Fir'aun, tempat puteri dan dayang-dayangnya biasa mandi-mandi. Menurut yang diberitakan oleh ar-Razi, Fir'aun sendiri bersama isten-nya yang bemama Asiah binti Muzahim yang cantik dan budiman itu pun sedang duduk beristirahat di dalam taman mderaloka istana itu. Anak perempuan berkecimpung mandi, dayang-dayang inang pengasuh pun turut bergembira dengan puteri raja. Lalu kelihatan satu peti hanyut. Semua bersorak-sorak gembira dan ingin tahu apa isinya. Beberapa dayang diperintahkan mendekati peti itu dan mengatakan apa isinya kepada Tuan Puteri Inang-inang pengasuh lantas mendekati. Segera mereka lihat isinya, seorang anak kecil tidur enak, mungil menarik hati. Mula dilihat kasih telah timbul. Peti itu segera diangkat ke hadapan Tuan Puteri. Hati Tuan Puteri terbuka melihat dan segera mereka berkemas mempersembahkan hal itu kepada Fir'aun dan Permaisuri yang sedang duduk bersenang-senang. Tidak ada seorang pun yang melihat anak itu yang tidak timbul rasa kasih-sayang melihat cakap rupanya, mungil dan menarik.
Ayat 8
“Maka dipungutlah dia oleh keluarga Fir'aun." (pangkal ayat 8). Dibawalah anak itu dengan segala kegembiraan bersama dengan petinya sekali ke dalam istana. Apatah lagi Permaisuri Raja Fir'aun, yang di dalam kitab-kitab tafsir selalu disebut namanya Asiah binti Muzahim, seorang perempuan yang sangat baik budi, tempat rakyat berlindung, tempat si miskin mengadu. Meskipun bagaimana kemegahan suaminya, namun dia sendiri tidaklah menjadi tinggi hati lantaran itu. Musa telah diangkat ke dalam istana; “Yang kelak akan jadi musuh dan membawa kesedihan bagi mereka." Artinya, tidaklah seorang juga yang tahu bahwa bahaya yang telah lama ditakuti dan dicemaskan dan sangat diawasi jangan sampai terjadi itu, sekarang telah mereka rangkul dan mereka gendong, mereka cium dan mereka sayangi; “Sesungguhnya Fir'aun dan Haman dan balatentara keduanya adalah orang-orang yang salah." (ujung ayat 8),
Kesalahan mereka yang terbesar ialah karena mereka hendak melawan kehendak Allah. Padahal sebagai pemeyang kekuasaan, hendaklah mereka tunduk kepada Allah. Sebab kekuasaan yang mereka dapat itu, tidak lain hanyalah pinjaman saja dari Allah. Kalau mereka tantang Allah, tentu mereka juga yang akan kalah, dengan tidak mereka sadari.
Ayat 9
“Dan berkatalah isteri Fir'aun: “(Dia) biji mata untukku dan untuk engkau." (pangkal ayat 9). Anak ini cantik sekali, mungil, lucu. Perasaan kita akan jadi kasar, kaku dan menjemukan karena tidak ada hiburan Anak kecil yang masih suci seperti ini adalah obat jerih, buah hati dan biji mata. Dia membuat kita gembira. Buat kita berdua, bukan buat aku saja. Seorang Raja yang hanya dikelilingi oleh pegawai-pegawai yang datang menyembah memuja, mesti dihaluskan perasaannya dengan adanya anak kecil yang masih suci seperti itu."Jangan engkau bunuh dia." Sambung isterinya pula Karena mungkin dilihatnya pada wajah Fir'aun rasa ragu-ragu setelah kian lama direnunginya wajah anak kecil itu Mungkin anak ini dihanyutkan oleh salah seorang perempuan Bani Israil, karena takut akan dibunuh. Keragu-raguan yang terlukis pada wajah suaminya inilah yang dibujuk oleh si isteri supaya dihilangkan. Lalu katanya pula, “Mudah-mudahan akan ada manfaatnya untuk kita." Asal kita didik dia baik-baik dengan didikan istana, dicarikan guru yang pandai akan mengajar, dilatih dia dengan adat-istiadat raja-raja, mungkin ada manfaatnya kemudian hari untuk membela kita."Atau kita ambil dia jadi anak." Kalau telah diangkat jadi anak, martabatnya pun tentu lebih tinggi, pendidikannya pun tentu lebih mulia. Besar kemungkinan bahwa ketika itu Fir'aun tersebut belum mempunyai anak laki-laki. Tetapi akhir ayat menyatakan pula; “Dan mereka tidaklah menyadari." (ujung ayat 9). Yaitu tidak seorang pun di waktu itu yang menyadari “takdir" atau “rencana" yang telah disusun oleh Tuhan sendiri.
Dalam hal ini nampak pula kelemahan Fir'aun dan kelemahan pula daripada setengah penguasa negara. Yaitu bahwa bagaimana keras sikapnya, sombongnya dan merasa dirinya gagah dan perkasa, sangat ditakuti, namun hatinya menjadi lemah bilamana mendapat rayuan perempuan.
Kosonglah Hati Ibu Musa
Setelah di dalam ayat-ayat 7 sampai 9 Tuhan menguraikan kisah hanyutnya anak itu sampai ke dalam taman tempat Fir'aun bersukaria, kembalilah Tuhan meriwayatkan bagaimana keadaan Ibu Musa setelah melepaskan anaknya.
Ayat 10
“Jadi kosonglah hati Ibu Musa." (pangkal ayat 10). Kosong hati karena kebingungan. Tidak tahu apa yang mesti dikerjakan. Anak kandung yang sangat dicinta, terpaksa dilepaskan, dihanyutkan, karena begitu perintah ghaib yang didengar Entah dari mana datang suara itu, tetapi jelas! Menyuruh supaya anak itu dihanyutkan ke dalam Sungai Nil sesudah dimasukkan ke dalam peti. Sekarang anak itu telah dihanyut Maka timbullah waswas dalam hati, timbul gelisah sehingga; “Nyarisloh dia menyatakan rahasia tentang Musa." Yaitu dari saking bingung fikirannya setelah tercerai dengan puteranya, nyarislah dia membuat sikap yang akan menyebabkan rahasia terbuka. Misalnya menangis meiulung-lulung, sebagaimana kebiasaan orang perempuan. Yang kalau kiranya orang lain melihat dia menangis, tentu orang akan bertanya, tentu orang akan menyelidiki apa sebab dia menangis sekeras itu: “Kalau bukan Kami teguhkan hatinya." Artinya, bahwa Aliahlah yang telah menyelamatkannya dari kegelisahan itu. Diberi Tuhan dia kekuatan menahan hati dan bertenang fikiran, sehingga rahasia itu tidak diketahui orang; “Supaya ia termasuk orang-orang yang beriman." (ujung ayat 10). Karena kalau seseorang telah dapat mengendalikan diri, tidak lekas menggelora karena didorong oleh perasaan duka atau suka, itulah alamat bahwa orang itu akan dapat memelihara Imannya. Sebab dia sudah percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi selalu ada hubungannya dengan kehendak Allah. Maka orang yang beriman, tidaklah resah gelisah karena susah dan tidak pula gembira ria lupa daratan jika sedang diliputi yang menyukakan hati.
Ayat 11
“Dan dia pun berkata kepada saudara perempuannya." (pangkal ayat 11). Yaitu bahwa Ibu Musa lalu berkata kepada kakak perempuan dari Musa: “Ikutilah dia!" Maka dengan ketenangan yang dianugerahkan Allah kepadanya itu, hatinya tidak kosong lagi. Dia sudah dapat menentukan sikap. Yaitu segera disuruhnya anaknya yang perempuan mengikuti anak yang dihanyutkan dalam peti itu dari pinggir sungai Nil yang besar itu, supaya dapat diketahui ke mana gerangan hanyutnya, di mana tersadainya, siapa yang menampung dan se-bagainya."Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh." Ditapakinya rupanya sejak peti itu hanyut, sampai terdampar dan diperebutkan oleh dayang-dayang istana dan Tuan Puteri di dalam taman inderaloka Fir'aun. sampai orang berkerumun melihatnya dan tertarik dengan wajah anak yang mungil itu dan sampai dibawa ke hadapan Fir'aun dan Permaisuri. Kakaknya itu selalu memperhatikan dengan sedikit menjauh-jauh;."Sedang mereka" -yaitu dayang-dayang, Tuan Puteri, atau Fir'aun dan Permaisuri -"tidaklah menyadari." (ujung ayat 11). Tidaklah mereka sadar, tidak seorang pun yang tahu bahwa perempuan muda atau gadis luaran yang melihat-lihat itu adalah kakak kandung dari anak yang telah mereka pungut dari dalam sungai itu.
Ini dijelaskan oleh Tuhan, untuk manusia yang menerima gishshah ini dapat menonton bagaimana “takdir" Ilahi itu “mempermainkan" Fir'aun dan orang-orang yang dikelilinginya.
Anak itu telah dibawa ke dalam istana. Istana telah berkerumun melihatnya. Cantik sekali, mungil sekali. Boleh jadi “Nurun-nubuwwah" (Cahaya kenabian) pun menambah sinarnya wajah budak kecil itu, sehingga siapa pun yang melihatnya niscaya jatuh kasih. Bahkan kebencian Fir'aun karena politik, kian lama kian kalah oleh kasihnya karena kemanusiaan. Apatah lagi karena pengaruh permaisurinya.
Tetapi anak ini masih terlalu kecil. Usianya nampaknya baru beberapa han, belum menjelang berbulan. Tibalah waktunya dia haus, lalu menangis minta menyusu. Tetapi siapa yang akan menyusukan. Di dalam istana sendiri tidak ada yang baru beranak yang dapat menyusukan. Untuk itu anak ini perlu dibawa keluar istana, mencari orang yang akan diberi upah buat menyusukan.
Ayat 12
Tetapi heran, tiap akan disusukan oleh siapa saja pun tukang menyusukan, dia tidak mau menyusu. Dia tidak mau mendekatkan bibirnya ke muncas susu orang itu. Dayang-dayang dan inang pengasuh istana sudah pada cemas. Di waktu itulah muncul kakak kandung Musa tadi, yang dengan tidak putus harap berdiri menunggu di luar istana. Dilihatnya adiknya digendong orang, melengking menangis meminta susu Tak ada yang dapat menyusukan: “Dan Kami halangi Musa daripada menyusu kepada perempuan penyusukan yang lain sebelum itu." (pangkal ayat 12). Dia bertambah lapar, tetapi kepada yang lain, yang mana saja pun dia tidak mau menyusu. Orang bertambah bingung. Sedang di tempat mereka bingung itu ada kakak kandungnya yang diperintahkan ibunya menurutkannya itu."Lalu berkatalah dia: “Sudikah kamu aku tunjukkan kepadamu ahli rumah yang akan mengasuhnya untuk kamu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?" (ujung ayat 12).
Berkata Ibnu Abbas: “Mula-mulanya agak curiga juga orang-orang lantaran usul dari perempuan muda yang tidak dikenal ini, mengapa dia berkata demikian, Sehingga mereka bertanya: “Apa benarkah yang menarik perhatianmu sampai engkau katakan bahwa ada ahli rumah yang sudi mengasuhnya dan memeliharanya dengan baik? Apa hubungan ahli bait itu dengan soal ini?
Bijak juga perempuan itu menjawab. Dia berkata: “Tentu saja ahli rumah yang sudi memelihara itu ialah karena ingin berkhidmat kepada Raja, supaya baginda bergembira dan hati beliau senang dan perbuatannya itu bermanfaat bagi raja."
Hal ini segera dilaporkan ke istana. Fir'aun dan Permaisuri mengizinkan menuruti petunjuk perempuan itu, tegasnya kakak perempuan Musa itu. Maka pergilah budak-budak itu bersama-sama membawa anak kecil itu ke rumah ibunya sendiri dengan tidak mereka sadari, ditemani oleh kakaknya. Kedatangan mereka disambut baik. Sebaik anak itu diserahkan ke dalam pangkuan ibunya, dan ibunya membuka dadanya memberikan susunya, terus dicucutnya dengan lahapnya, sehingga segala mereka itu bersukacita dan segera melaporkan hal itu kepada Fir'aun dan isterinya. Dengan gembira pula istana menerima berita ini dan dipanggil Ibu Musa disuruh segera datang ke istana. Permaisuri memohon dengan sungguh-sungguh supaya “perempuan itu" sudi menyusukan anaknya. Dan Permaisuri memohon agar perempuan itu sudi pula tingga! di istana sekali. Tetapi Ibu Musa menjawab bahwa dia tidak dapat berpindah tinggAl di istana, sebab dia bersuami dan dia beranak-anak pula. Tetapi dia berjanji akan mengasuh dan membesarkan “anak" itu dengan setia, sebagai mengasuh anak sendiri jika dia diizinkan membawanya pula, dan sewaktu-waktu akan membawanya menghadap ke istana. Oleh karena cemas bahwa anak itu tidak akan mau menyusu dengan perempuan lain, permohonan “Perempuan itu" dikabulkan, dan dibawalah Musa oleh ibunya sendiri pulang ke rumahnya.
Ayat 13
“Maka Kami kembalikanlah dia kepada ibunya" (pangkal ayat 13). Sehingga kesedihan hati sang ibu berpisah dengan puteranya tidaklah sampai sehari semalam; “Supaya senanglah hatinya dan jangan dia berdukacita lagi." Dan dapatlah dia hidup lebih makmur daripada apa yang dia kira-kirakan semula; menyusukan anak sendiri dan mengasuhnya sampai besar dengan perbelanjaan tanggungan istana dan selalu dapat kiriman tambahan, pakaian dan budi baik Permaisuri yang lain-lain, suatu hal yang memang takdir ketentuan Allah yang amat indah. Sebab dengan menjadi pengasuh dan menyusukan “anak raja" itu Ibu Musa sekeluarga pun dipandang terhormat pula oleh penduduk negeri.
Ibnu Katsir di dalam Tafsirnya menyalinkan sebuah Hadis; bersabda Rasulullah s.a.w.:
“Perumpamaan orang yang beramal dan berhitung dalam usaha kebajikan, adalah seumpama Ibu Musa; dia menyusukan puteranya sendiri, tetapi dia diberi upah."
Dan berkata Ibnu Katsir selanjutnya: “Maka Maha Sucilah Dia, yang di tanganNya terpeyang segala sesuatu. Apa yang Dia kehendaki itulah yang jadi, dan yang tidak Dia kehendaki tidaklah jadi. Yang menjadikan untuk tiap-tiap orang yang bertakwa jalan keluar dari kesukaran dan kelapangan sesudah kesempitan,
“Dan supaya tahulah dia bahtva janji Allah adalah benar." Sebab Allah telah berjanji ketika menurunkan wahyu kepadanya menyuruh masukkan anak itu ke dalam peti dan hanyutkan di sungai, yang luas sungai itu laksana laut juga, bahwa dia akan dikembalikan juga kepadanya kelak. Maka kembalilah Musa, dan tidaklah Musa berpisah dari ibunya selama berpisahnya Ya'kub dengan Yusuf sampai bertahun-tahun; “Namun kebanyakan mereka tidaklah mengetahui." (ujung ayat 13).
Yang dimaksud dengan kalimat kebanyakan mereka di ujung ayat ini tidak lagi Fir'aun dengan kaumnya, melainkan kebanyakan manusia. Banyaklah manusia yang tidak mengerti Hikmat Ilahi di dalam mendatangkan suatu pengalaman yang pahit bagi manusia, bahwa kepahitan di permulaan itu pada akhirnya akan membawa akibat yang manis. Oleh karena mereka tidak tahu, atau tidak mau tahu, maka tidaklah mereka sabar menerima cobaan, bahkan mereka jadi gelisah. Padahal hendaklah dia tahu bahwa keadaan itu selalu berjalan, laksana bumi yang selalu berputar sekeliling matahari, demikian jugalah segala keadaan itu berkembang. Yang awal berakhir, yang bulat berputar, tiada yang tetap selain Allah itu sendiri. Maka kalau dia tidak sabar, salah satu daripada dua kerugian akan dirasakannya. Pertama dia binasa, dia tewas, karena tidak sabar dan karena tidak tahan. Maka tidaklah sempat dia merasakan ujung yang manis dari permulaan yang pahit itu. Kedua panjang juga usianya sehingga dia merasakan ujung yang manis daripada pangkal yang pahit. Maka kalau ada Iman dalam dirinya, matulah dia kepada Allah karena kecil jiwanya. Entah pernahlah dia mengomel atau merasa kecil hati dan kecewa menerima permulaan yang buruk itu kepada Tuhan.
Itulah sebabnya maka di ayat 10 tadi dijelaskan juga perasaan Ibu Musa sebagai manusia, yaitu bahwa hatinya pemah berasa kosong, bahkan sampai nyaris terbuka rahasia tentang Musa telah lahir. Yaitu kalau dia tidak dapat menahan hati, lalu misalnya dia menangis-nangis meratap-ratap: “Hanyut anakku! Hilang anakku!" Dan sebagainya. Tetapi Tuhan menolong dia, hatinya diteguhkan Tuhan sehingga rahasianya tidak terbuka. Oleh sebab itu jadikanlah perbandingan kejadian ini bagi kita. Jika kita ditimpa suatu percobaan pahit, pertama percayalah asal kita sabar bahwa kepahitan ini akan berakhir dengan yang sangat manis, tangis akan berakhir dengan senyum bahagia. Kedua mohonlah kepada Tuhan agar hati ditenang dan disabarkan. Karena bagaimanapun kecilnya urusan, jalan yang lebih baik ialah bertawakkal kepada Tuhan jua.