Ayat
Terjemahan Per Kata
بَلِ
bahkan
ٱدَّـٰرَكَ
tidak sampai
عِلۡمُهُمۡ
pengetahuan mereka
فِي
dalam/tentang
ٱلۡأٓخِرَةِۚ
akhirat
بَلۡ
bahkan
هُمۡ
mereka
فِي
dalam
شَكّٖ
keraguan
مِّنۡهَاۖ
dari padanya
بَلۡ
bahkan
هُم
mereka
مِّنۡهَا
dari padanya
عَمُونَ
mereka buta
بَلِ
bahkan
ٱدَّـٰرَكَ
tidak sampai
عِلۡمُهُمۡ
pengetahuan mereka
فِي
dalam/tentang
ٱلۡأٓخِرَةِۚ
akhirat
بَلۡ
bahkan
هُمۡ
mereka
فِي
dalam
شَكّٖ
keraguan
مِّنۡهَاۖ
dari padanya
بَلۡ
bahkan
هُم
mereka
مِّنۡهَا
dari padanya
عَمُونَ
mereka buta
Terjemahan
Bahkan, pengetahuan mereka tentang akhirat akan diperoleh kemudian. Bahkan, mereka ragu-ragu tentang (akhirat) itu. Bahkan, mereka buta tentang itu.
Tafsir
(Apakah) lafal Bal di sini bermakna Hal, yakni apakah (sampai ke sana) lafal Iddaraka pada asalnya adalah Tadaraka, kemudian huruf Ta diganti menjadi Dal kemudian di-idgam-kan kepada Dal, lalu ditariklah Hamzali Washal, artinya sama dengan lafal Balagha, Lahiqa, atau Tataba'a dan Talahaqa, yaitu, sampai ke sana. Menurut qiraat yang lain dibaca Adraka menurut wazan Akrama, sehingga artinya menjadi, Apakah telah sampai ke sana (pengetahuan mereka tentang akhirat?) yakni mengenai hari akhirat, sehingga mereka menanyakan tentang kedatangannya. Pada kenyataannya tidaklah demikian (sebenarnya mereka ragu-ragu tentang akhirat itu, bahkan mereka buta daripadanya) 'Amuna berasal dari kata Umyul Qalbi yang artinya buta hatinya; pengertian ungkapan ini lebih mengena daripada kalimat sebelumnya. Pada asalnya lafal 'Amuna adalah 'Amiyuna, oleh karena harakat Dhammah atas Ya dianggap berat untuk diucapkan, maka harakat Dhammah-nya dipindahkan kepada Mim, hal ini dilakukan sesudah terlebih dahulu harakat Kasrah-nya dibuang, sehingga jadilah 'Amuna.
Tafsir Surat An-Naml: 65-66
Katakanlah, "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah, "dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (ke sana), malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu, lebih-lebih lagi mereka buta darinya. Allah ﷻ berfirman, memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk memberitahukan kepada semua makhluk, bahwa sesungguhnya tiada seorang pun baik yang di langit maupun yang di bumi mengetahui perkara gaib selain dari Allah ﷻ Kalimat Illallah (kecuali hanya Allah) merupakan istisna munqati', yang maksudnya ialah bahwa tiada seorang pun yang mengetahui perkara gaib selain dari Allah ﷻ semata, tiada sekutu bagi-Nya. Seperti yang diungkapkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia. (Al-An'am: 59), hingga akhir ayat.
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat, dan Dialah Yang menurunkan hujan. (Luqman: 34), hingga akhir surat. Ayat-ayat yang menerangkan tentang hal ini cukup banyak. Firman Allah ﷻ: dan mereka tidak mengetahui kapankah mereka akan dibangkitkan. (An-Naml: 65) Artinya, tiada seorang pun yang ada di langit maupun yang ada di bumi mengetahui waktunya hari kiamat. Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi.
Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba. (Al-A'raf: 187) Yakni amat berat pengetahuan hari kiamat itu bagi penduduk langit dan bumi. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Ja'd, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Ar-Razi, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa barang siapa yang menduga bahwa dia (Nabi ﷺ) mengetahui apa yang akan terjadi besok, maka sesungguhnya dia telah berdusta besar terhadap Allah, karena Allah ﷻ telah berfirman: Katakanlah, "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah. (An-Naml: 65) Qatadah telah mengatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menjadikan bintang-bintang ini untuk tiga kegunaan; Allah menjadikannya sebagai perhiasan langit, dan menjadikannya sebagai tanda yang bisa dipakai untuk penunjuk arah, dan menjadikannya sebagai alat perajam setan-setan.
Maka barang siapa yang menganggap selain dari itu, berarti dia mengatakan sesuatu yang tidak ada sandarannya melainkan hanya pendapat sendiri; dia keliru besar dan menyia-nyiakan waktunya serta memaksakan diri terhadap apa yang tidak ada pengetahuan baginya tentang hal itu. Dan sesungguhnya ada sebagian orang yang bodoh tentang urusan Allah, mereka membuat-buat ilmu tenung melalui bintang-bintang ini dengan mengatakan bahwa barang siapa yang turun istirahat di malam hari dengan bintang anu, maka akibatnya akan anu; barang siapa yang bepergian dengan bintang anu, maka akan anu; dan barang siapa yang dilahirkan dengan bintang anu, maka anu.
Demi usiaku, tiada suatu bintang pun melainkan ada yang lahir di waktunya orang yang berkulit merah, hitam, berperawakan pendek, berperawakan jangkung; dan ada yang tampan rupa, ada pula yang buruk rupa. Lalu apakah kaitannya perbintangan ini dan hewan serta burung tersebut dengan sesuatu dari ilmu gaib? Allah telah memutuskan bahwa tiada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui hal yang gaib kecuali hanya Dia, dan mereka tidak mengetahui kapankah mereka akan dibangkitkan? Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Qatadah secara harfiyah.
Pendapat ini merupakan pendapat yang benar, kuat, lagi berbobot. Firman Allah ﷻ: Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (ke sana), malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu. (Al-Naml: 66) Artinya, pengetahuan mereka tidak mampu dan lemah untuk mengetahui waktu terjadinya hari kiamat. Sebagian ulama ada yang membacanya ", yang artinya "pengetahuan mereka sama tidak tahunya mengenai hal tersebut". Seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih Muslim, bahwa Rasulullah ﷺ dalam jawabannya terhadap Malaikat Jibril yang menanyakan kepadanya tentang waktu hari kiamat mengatakan: Tiadalah orang yang ditanya lebih mengetahui daripada orang yang bertanya.
Yakni keduanya sama-sama tidak mengetahui kapan hari kiamat terjadi, baik orang yang ditanya maupun si penanyanya. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (ke sana). (An-Naml: 66) Yaitu tidak dapat menjangkau, karena perkara terjadinya hari kiamat adalah hal yang gaib. Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (ke sana). (An-Naml: 66) Karena ketidaktahuan mereka terhadap Tuhannya, maka pengetahuan mereka tidak dapat menembus tentang hari akhirat (kiamat); ini merupakan pendapat yang lain.
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ata Al-Khurrasani dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (ke sana). (An-Naml: 66) Yakni di saat pengetahuan tidak ada manfaatnya lagi. Hal yang sama dikatakan oleh Ata Al-Khurrasani dan As-Saddi, bahwa pengetahuan mereka baru dapat terbuka kelak pada hari kiamat di saat tidak ada manfaatnya lagi bagi mereka hal tersebut. Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada Kami.
Tetapi orang-orang yang zalim pada hari ini (di dunia) berada dalam kesesatan yang nyata. (Maryam: 38 Sufyan telah meriwayatkan dari Amr ibnu Ubaid, dari Al-Hasan, bahwa ia pernah membaca firman-Nya: Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (ke sana). (An-Naml: 66) Lalu ia mengatakan bahwa pengetahuan mereka di dunia pudar ketika mereka menyaksikan hari akhirat (kiamat). Firman Allah ﷻ: malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu. (An-Naml: 66) Damir ini kembali kepada isim jenis, yang dimaksud ialah orang-orang kafir, sama seperti yang terdapat di dalam firman-Nya: Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris.
Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu (memenuhi) perjanjian. (Al-Kahfi: 48) Yaitu orang-orang yang kafir dari kalangan kalian. Hal yang sama disebutkan pula dalam ayat ini: malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu. (An-Naml: 66) Mereka meragukan keberadaan dan kejadiannya. lebih-lebih lagi mereka buta daripadanya. (An-Naml: 66) Yakni dalam kebutaan dan ketidaktahuan yang parah tentang hari kiamat dan keadaannya."
Bahkan sebenarnya pengetahuan mereka, yakni kaum musyrik, tentang akhirat tidak sampai ke sana. Bahkan mereka ragu-ragu tentangnya, yaitu akhirat. Bahkan mereka adalah orang-orang yang buta tentang kebenaran itu, karena tidak mau berusaha mencari alasan-alasan yang membenarkan adanya hari akhir. Hal itu disebabkan oleh mata hati mereka yang telah dirusak oleh kesesatan. 67. Dan keraguan serta kebutaan hati orang-orang yang kafir yang mengingkari hari kebangkitan itu mendorong mereka untuk berkata, 'Setelah jasad kita hancur lebur menjadi tanah dan begitu pula jasad nenek moyang kita yang sudah sekian lama meninggalkan dunia ini, apakah benar kita akan dikeluarkan dari kubur untuk hidup kembali sebagaimana sebelumnya'.
Pada ayat ini, Allah menerangkan kejahilan mereka tentang hari Kiamat. Terdapat dua pendapat dalam memahami ayat ini. Pertama, sesungguhnya pengetahuan mereka tentang akhirat itu tidak menyeluruh. Kedua, pengetahuan mereka tentang kiamat sangat sempurna, tetapi ketika tidak melihatnya dengan mata kepala di dunia, mereka mengingkarinya. Bukan saja mereka tidak percaya dan tidak mengetahui kapan akan terjadinya kiamat, malahan mereka sangat ragu-ragu yang akhirnya menjurus kepada keadaan buta sama sekali tentang hari Kiamat. Dalil apa pun yang ditunjukkan kepada mereka tentang akan datangnya hari Kiamat, tetap mereka tolak.
Soal keimanan terhadap akan datangnya kiamat itu sangat perlu dimiliki oleh setiap orang yang ingin mendidik dirinya supaya menjadi manusia yang jujur dan bertanggung jawab. Bilamana ia yakin akan mendapat pemeriksaan terhadap dirinya pada hari Kiamat, maka ia akan selalu mengekang hawa nafsunya dari setiap penyelewengan dan keangkaramurkaan. Negara dan seluruh warga negaranya tidak akan dirugikan oleh semua sikap dan tingkah lakunya. Semua kebijaksanaannya menjurus ke arah keamanan kesejahteraan dan kebahagiaan bersama. Agama merupakan unsur mutlak dalam pembangunan bangsa.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ilmu Yang Ghaib di Tangan Allah
Ayat 65
“Katakanlah" — Hai Utusan Kami -"Tidak ada seorang pun di semua langit dan bumi yang mengetahui yang ghaib, kecuali Allah." (pangkal ayat 65).
Apa yang akan kejadian besok? Apa malang dan mujur yang akan menimpa diri seseorang? Baik di langit atau di bumi, tidak seorang pun yang mengetahuinya. Hanya Allah saja yang tahu. Nabi pun tidak tahu: “Dan tidak pula ada mereka yang menyadari bila mereka akan dibangkitkan." (ujung ayat 65). Tidak pula ada yang tahu, baik di langit ataupun di bumi, baik manusia ataupun malaikat, bilakah akan terjadi hari kebangkitan, atau tegasnya hari kiamat itu. Orang yang telah meninggal pun tidak tahu bila masanya mereka akan dibangunkan kembali dari alam barzakh atau alam kubur.
Berdasar kepada ayat inilah sebuah Hadis yang dirawikan oleh Ibnu Abi Hatim dari isteri Nabi kita Siti Aisyah. Bahwa Aisyah membantah sekeras-kerasnya orang yang mengatakan bahwa Nabi kita Muhammad s.a.w. mengetahui apa yang akan berlaku beresok lusa.
Qatadah pernah berkata tentang orang yang mempercayai apa yang dinamakan Ilmu Bintang atau Astrologi. Kata beliau: “Allah menjadikan bintang-bintang di langit itu hanya untuk tiga faedah. (1) Allah menjadikan bintang-bintang akan perhiasan langit; (2) Allah menjadikannya untuk memberi petunjuk dalam perjalanan, dan Allah menjadikan bintang-bintang (3) untuk menghumban melempari syaitan-syaitan. Maka barangsiapa yang mempergunakan bintang-bintang untuk selain dari itu, sesungguhnya dia telah disesatkan oleh pendapatnya sendiri, menjadi salah langkahnya dan buruklah nasibnya dan memaksa-maksakan suatu hal yang samasekali tidak ada dasar ilmiahnya. Orang-orang yang jahil dan tidak mengetahui Ilmu Allah telah membuat semacam ilmu nujum, ilmu tukang tenung. Barangsiapa yang melakukan perkawinan di waktu bintang begini, akibatnya ialah begitu. Barangsiapa yang bepergian (musafir) di waktu bintang anu, akibatnya ialah begini. Barangsiapa yang lahir ke dunia pada waktu bintang anu, akibat hidupnya ialah demikian. Demi umurku! Bintang di langit tetap ada ganti berganti kelihatan, namun manusia lahir juga ke dunia. Ada yang merah, ada yang hitam, ada yang pendek, ada yang panjang, ada yang cantik, ada yang jelek. Namun bintang-bintang itu, atau binatang itu, atau burung itu, tidak satu jua pun yang mengetahui yang ghaib. Allah telah menentukan bahwa tidak ada yang mengetahui akan yang ghaib, baik di langit atau di bumi, melainkan Allah sendiri, dan tidak ada orang yang tahu bila hari akan kiamat." Demikianlah perkataan berharga dari Qatadah, dirawikan oleh Ibnu Abi Hatim.
Ayat 66
“Bahkan, tidaklah sampai pengetahun mereka tentang akhirat." (pangkal ayat 66). Allah telah menyampaikan dengan perantaraan Rasul-rasul bahwa sesudah hidup yang sekarang ini, akan ada lagi hidup, yang dinamai Hari Akhirat. Dia termasuk tiang dari Iman kita. Tetapi tidak ada manusia atau makhluk mana pun yang sampai pengetahuannya kepada akhirat itu bila masa akan terjadinya. Jibril sendiri pun seketika bertanya kepada Rasulullah, menurut riwayat dari Hadis yang shahih, bila akan terjadi hari kiamat atau saat itu. Nabi kita telah menjawab dengan bijaksana sekali. Kata beliau:
“Tidaklah yang ditanyai lebih tahu tentang hal itu dari yang bertanya."
Selanjutnya orang yang kafir ragu tentang akan terjadinya hari kiamat itu; “Bahkan mereka dalam keadaan ragu-ragu padanya."
Mungkin menurut pertimbangan akal saja orang bisa percaya bahwa dunia ini akhir kelaknya akan kiamat, sebagaimana tiap-tiap dip manusia pun pasti mati. Tetapi tentang bahwa manusia kelak akan dibangkitkan kembali, atau dihidupkar kembali sesudah mati beribu-ribu tahun, sesudah tulang hancur jadi tanah, atau orang-orang yang mayatnya dibakar dan abunya telah dihanyutkan ke laut, mereka itu ragu dalam hati, mungkinkah yang telah hancur itu akan dihidupkan kembali.
Syak dan ragu-ragu itu akan terus-menerus di dalam hidup kalau tidak ada kepercayaan kepada adanya Tuhan. Tidak pula percaya kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang diutus Tuhan itu dan wahyu-wahyu suci yang mereka sampaikan kepada manusia. Dan keraguan akan adanya Hari Kiamat itu akan hilang kalau percaya akan Tuhan, dan percaya pula bahwa Nabi-nabi yang menurut riwayat 124,000 banyaknya, dan yang menjadi Rasul di antara mereka itu sekitar 300 orang, mustahil akan bersepakat membuat dusta. Tetapi kaiau kepercayaan itu samasekali tidak ada, dan tetap juga dalam ragu-ragu tentang adanya hari kiamat, apatah jadinya? Lanjutan ayat tegas sekali: “Bahkan mereka pun buta daripadanya." (ujung ayat 66).
Tegasnya ialah bahwa akibat daripada ragu-ragu akan adanya hari kiamat, yang mempunyai ciri yang khas dari kekafiran, tidak lain ialah buta. Jalan buntu. Jalan yang tidak ada ujung. Hidup yang kehilangan hari esok. Atau jalan yang tidak mempunyai pengharapan. Itulah buta hidup, meskipun mata nyalang. Karena jiwa sendiri yang kehilangan penglihatan. Bila telah buta sejak dari dunia, sampai ke akhirat nanti tentu akan buta juga:
‘Barangsiapa yang ada di sini dalam keadaan buta, niscaya di akhirat dia pun akan buta juga, dan akan sangat sesatlah jalannya." (Surat 17, al-Isra':72)
Ayat 67
“Dan berkata orang-orang yang kafir itu: “Apakah setelah kita menjadi tanah dan nenek-moyang kita, apakah kita semuanya akan dikeluarkan?" (ayat 67). Inilah macam pertanyaan dari orang-orang yang ragu itu. Sebab turun ayat tentu orang-orang Quraisy. sebab ayat ini diturunkan di Makkah. Tetapi sampai' saat kita ini pun, dan sampai kelak kemudian hari masih akan ada orang yang bertanya lantaran ragunya, apakah setelah kita hancur dalam kubur, apabila tulang telah berserak-serak, kadang-kadang telah jadi abu karena mati terbakar dan dibakar, sebagai kebiasaan pemeluk agama Hindu yang mayatnya dibakar atau orartg-orang yang meminta sendiri agar mayatnya dibakar, atau telah berkeping-keping dimakan ikan hiyu dalam laut, semuanya itu akan dikeluarkan kelak dari dalam kuburnya, atau akan dihidupkan kembali? Begitu juga nenek kita, nenek dari nenek yang dahulu, moyang turun-temurun yang kuburnya pun kita tidak tahu lagi; apakah semuanya itu akan dihidupkan kembali?
Ayat 68
Mereka tidak mau percaya tentang Hari Kebangkitan itu. Lalu mereka tegaskan lagi bantahan mereka: “Sesungguhnya kami telah diancam dengan ini." (pangkal ayat 68). Mereka anggap kata-kata yang disampaikan Nabi ini hanya semata-mata ancaman, atau kasarnya “gertak sambal" saja. Ancaman menakut-nakuti saja."Kami dan nenek-moyang kami sebelum ini." Ancaman ini berlaku kepada kami sekarang ini. Nenek-moyang kami yang dahulu kala pun telah diancam dengan ancaman seperti ini."Ini tidak lain hanyalah dongeng-dongeng orang purbakala." (ujung ayat 68).
Mereka tidak mau percaya. Mereka katakan ini hanyalah dongeng-dongeng purbakala yang oleh Nabi-nabi yang dahulu telah disampaikan kepada nenek-moyang mereka. Memang Nabi Ismail bin Ibrahim telah menyampaikan ini juga, Nabi Shalih dan Hud dan Syu'aib, dan Nabi Alqamah telah menyampaikan ini juga, sehingga telah diterima turun-temurun dari nenek-moyang turun ke cucu. Tetapi karena kiamat itu belum juga kejadian, mereka anggap saja bahwa ini hanya dongeng untuk menakut-nakuti.
Alasan-alasan yang dikemukakan orang zaman itu buat mendustakan kebangkitan di hari kiamat itu sama juga dengan yang dikemukakan sekarang. Bagaimana akan bisa terjadi, tulang yang telah berserak akan dikumpul dan disusun kembali, lalu diberi berdaging, berurat dan bernyawa.
Mengapa cuma itu yang mereka fikirkan, lalu mereka bingung. Tidakkah mereka fikirkan, tubuh yang sekarang ini dari mana datangnya? Bagaimana, dari seorang laki-laki tidur dengan seorang perempuan lalu lahir seorang manusia? Bagaimana pergabungan dua tetes mani bisa dapat nyawa? Dan dari mana asal-usul mani itu? Ahli-ahli gizi memperkatakan tentang hormon, kalori, vitamin dan sebagainya. Kemudian setelah cukup bulannya anak itu pun lahir. Dia beransur besar.
Coba kita pertemukan saja di antara tiga fakta; Permulaannya: pergabungan dua tetes mani yang bersatu menjadi nuthfah diguiigakan dalam rahim (peranakan) seorang perempuan.
Pertengahannya: Seorang kanak-kanak yang memekik melancar dari dalam perut ibu.
Kesudahannya: Mayat seorang tua yang terbujur di tempat tidur menunggu akan dihantarkan ke pekuburan.
Apakah yang dilalui, apakah yang terjadi dan apakah yang berkumpul, sampai nuthfah itu bergerak jadi orang, lalu lahir ke dunia. Lalu menjadi seorang manusia yang bergerak dan berfikir. Zat-zat apa yang digabungkan untuk membina anak yang merangkak-rangkak itu sampai dia jadi orang dewasa, besar dan tegap. Cahaya matahari, cahaya ultra violet yang menyinari pagi, zat-zat yang tertinggal pada dirinya setelah dia habis makan. Ingatannya yang kuat dari mana datang? Fikirannya yang cerdas dari mana tiba?
Bolehkah kita ambil tiga buah foto dari masa yang dilalui dari seorang manusia sebagai yang kita katakan itu. Semasa dua tetes mani mulai bergabung, sesudah itu semasa seorang anak mulai lahir ke dunia dan masih merah memekik-mekik melengking-lengking. Dan yang terakhir foto dari orang itu juga setelah jenazahnya terbujur di hari tua.
Pengisi jasmaninya di saat-saat yang dilaluinya itu entah dari mana saja; dari sari tanah di sawah pada beras yang dimakan, dari dasar laut yang dihisap oleh ikan dan kerang, dari bau kembang yang dihisapnya sendiri ketika dihembuskan angin sepoi. Bahkan dari anasir empat yang terkenal, dari air. dari hawa, dari tanah dan dari api. Dari zat besi yang dibawa dalam sayur, dari saringan rumput hijau yang dimamah oleh kerbau. Semuanya melalui makanan, semuanya melalui minuman, dari hawa panas ikan digoreng, dari cahaya matahari ketika jendela terbuka pagi. Semua berkumpul ke dalam kerangka tubuh ini. Semua berkumpul menjadi satu ke dalam badan ini, jadi manusia, sejak mulai dikandung, sampai lahir dan menghisap susu ibu, sampai rezeki telah berhenti dan jasad telah terbujur. Dan tidak seorang jua pun yang dapat mengetahui bagaimana proses yang ditempuh oleh segala anasir, segala zat halus yang berkumpul jadi badan itu, yang kemudiannya ditimbun dalam tanah, hingga kemudian tinggal tulang, atau tulang pun akhirnya patah, remuk dan hancur, atau dibakar habis sekalipun.
Tidak diketahui ke mana abu itu perginya, bagaimana bekas badan itu jadinya. Sebagaimana tidak pun diketahui bagaimana asal mulanya maka badan tubuh ini maka ada.
Kita belum tahu bahwa diri ini akan dibangkitkan kembali, karena kita tidak tahu jalannya, lalu ada orang yang jadi ragu. Padahal kejadian diri manusia sendiri, sebagaimana yang kita uraikan itu sama saja dengan pengembalian badan ke atasnya, jadi tanah, sesudah mati. Sama-sama tidak ada orang yang tahu dari mana dan bagaimana. Padahal dia kita saksikan.
Kalau keadaan yang nyata ini ganjil dan ghaib bagi kita, lalu kita percaya mengapa kita tidak akan percaya bahwa Allah Yang Maha Kuasa itu masih sanggup lagi melanjutkan hidup makhlukNya itu menurut proses yang lain pula, yang sama gelapnya bagi kita dengan keadaan yang kita saksikan sekarang?
Melihat kemajuan ilmu pengetahuan alam di zaman sekarang, pengetahuan yang dinamai exact, dari hasil-hasil riset yang mendalam tentang'tenaga atom misalnya, maka ilmu pengetahuan moden sudah lebih maju dan lebih condong kepada percaya. Kemajuan ilmu pengetahuan itu jugalah yang menyatakan mungkin saja, menurut ilmiah bahwa manusia itu bisa dihidupkan kembali oleh Allah menurut kudrat idaratnya. Yang mengatakan tidak masuk akal bukan lagi orang yang berilmu, melainkan sisa-sisa dan keingkaran zaman lama.
Ayat 69
“Katakanlah: “Mengembaralah di muka bumi, lalu pandanglah betapa akibat dari orang-orang yang berbuat dosa." (ayat 69), Anjuran supaya mereka mengembara, lalu meninjau bagaimana akibat yang menimpa orang yang berbuat dosa, ialah untuk dijadikan perbandingan betapa akibatnya orang yang mendustakan hari Kiamat itu. Kebanyakan orang berbuat dosa ialah karena tidak percaya bahwa dosanya akan diberi ganjaran di kemudian hari. Bila dia merasa kuat, dilakukannyalah aniaya kepada yang lemah. Bila dia kaya-raya, dia lupa membela dan menolong orang yang miskin. Dia berbuat sesuka hati karena menyangka bahwa perbuatannya tidak akan ada balasan. Oleh karena itu maka kacaulah masyarakat, hilanglah keamanan. Orang merasa tidak terjamin hidupnya. Yang kuat menindas yang lemah. Akhirnya kebinasaan menimpa negeri itu. Azab Tuhan datang, walaupun hari belum kiamat.
Ayat 70
“Dan janganlah engkau berdukacita terhadap mereka." (pangkal ayat 70). Sebagai seorang Nabi yang sangat dikasihi kaumnya, sangatlah rasa dukacita Rasulullah s.a.w. memikirkan nasib kaumnya yang mendustakan kebenaran itu, yang menyambut' peringatan Rasul tentang hari kiamat, bahwa itu hanya semata-mata dongeng purbakala. Sedih beliau memikirkan betapa nasib ummat Nabi-nabi yang dahulu yang mendustakan Nabi-nabi Allah. Tetapi dalam ayat ini Nabi s.a.w. dibujuk oleh Tuhan, tak usahlah dia berdukacita memikirkan mereka; “Dan janganlah merasa sempit dari sebab tipudaga mereka." (ujung ayat 70).
Dukacita melihat perangai kaum itu kadang-kadang naik menjadi sebab akan sempit dada, atau dalam bahasa sehari-hari “jengkel" atau “kecewa". Karena kaum itu melakukan tipudaya, melakukan makar. Perbuatan berbelat-belit, rencana-rencana yang tidak jujur, yang akan membawa celaka bagi diri mereka sendiri. Dengan ayat ini Nabi s.a.w. dilunakkan hatinya oleh Tuhan, disuruh bersabar dan membiarkan saja sementara. Karena segala tipudaya dan makar itu tidaklah akan berhasil. Sebab rencana itu tidak akan dibantu oleh Tuhan. Bahkan Nabi s.a.w.lah yang akan berhasil dl dalam perjuangan menegakkan agama ini.
Ayat 71
“Dan mereka berkata: “Bilakah akan datang janji itu?" (pangkal ayat 71). Yaitu janji Allah bahwa mereka akan beroleh bahagia jika garis yang ditentukan Tuhan dipatuhi dan mereka akan mendapat celaka besar jika kebenaran ini masih ditantang. Mereka minta tunjukkan dan buktikan; “Jika memang kamu tergolong orang-orang yang benar." (ujung ayat 71). Mereka menggantungkan kepercayaan mereka akan kebenaran Nabi kepada cepatnya janji itu dipenuhi Tuhan. Alangkah sombongnya! Padahal kalau janji itu dipenuhi segera, mereka pulalah yang akan terlebih dahulu musnah dihancurkan oleh azab.
Ayat 72
Maka disuruhlah oleh Tuhan akan RasulNya supaya menjawab tantangan itu dengan peringatan: “Katakanlah" Hai Utusan Kami: “Mungkin telah hampir datang kepada kamu sebahagian dari apa yang kamu minta segerakan itu"(ayat 72). Dikatakan dalam ayat ini dengan secara isyarat saja, bahwa apa yang kamu tantang dan kamu tuntut supaya didatangkan itu, dengan tidak kamu sadari, mungkin sudah dekat. Belum semua, baru sebahagian. Yang sebahagian itu pun tidak akan dapat kamu tangkis dan tidak akan dapat kamu elakkan.
‘Peringatan itu bukan saja mengenai diri orang musyrikin yang menantang Nabi, melainkan untuk seluruh manusia. Janganlah menantang menanyai bila apa yang dijanjikan itu akan datang. Kerapkali dengan tidak disadari bahaya itu sudah ada*di hadapan mata. Alangkah lemahnya manusia, baik secara peri-badi, ataupun secara bersama-sama Sedang duduk senang-senang, tiba-tiba jantung berhenti bergerak, langsung mati. Tadinya tidak menyangka. Sedang bergembira-ria dalam satu kampung, tiba-tiba orang memekik-mekik berlarian, karena ada rumah terbakar. Ada orang sedang bersenang-senang, tiba-tiba banjir besar datang, atau gempa bumi, atau angin ribut.
Ayat 73
“Dan sesungguhnya Tuhan engkau, benar-benar mempunyai kumia atas manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak bersyukur" (ayat 73). Memang demikianlah kumia Tuhan kepada kita manusia ini. Kumia yang tidak berkeputusan, siang dan malam, petang dan pagi. Matahari terbit dan terbenam dengan teratur, bulan bercahaya dengan seksama tidak berkacau. hujan turun, air mengalir, bumi subur. Edaran alam berjalan sebagai biasa. Hidup kita manusia senantiasa dijamin oleh Tuhan dan dipelihara. Oleh karena sempurna dan berkekalan kurnia Allah, kita pun lupa bahwa nikmat itu ada. Setelah sekali-kali Tuhan menunjukkan kuasanya, barulah manusia bergoncang dan gelisah. Dalam ayat ini dikatakan bahwa kebanyakan di antara manusia tidaklah bersyukur, tidaklah berterimakasih. Kebanyakan manusia masih saja mengeluh mengingat kekurangan. Loba dan tamak dan perasaan tiada puas dengan yang telah ada menyebabkan kehidupan kebanyakan manusia itu lebih banyak berangan-angan.
Maka jika kita persambungkan di antara ayat ini dengan ayat yang sebelumnya, menjadi lebih parah lagiiah nasib manusia. Ketika kurnia Tuhan berlimpah-limpah mereka bersyukur. Mereka lupa akan kekuasaan Tuhan. Malahan ada yang menantang, mana janji Tuhan itu! Keluarkanlah sekarang kalau ada! Padahal bagi Tuhan mudah saja merubah keadaan. Dalam langit lazuardi hijau dan udara tenang saja, bisa saja dalam beberapa menit keadaan berubah, badai pun turun.
Ayat 74
“Dan sesungguhnya Tuhan engkau benar-benar mengetahui apa yang terkandung dalam dada mereka" (pangkal ayat 74). Artinya, bahwa kepada Tuhan tidaklah dapat manusia berahasia. Apa yang dikandung dalam dada itu Tuhan tahu. Detak-detik hati manusia, ke mana condong, apa yang dituju dalam hati, walaupun diselimuti maksud buruk dengan sikap lain, namun Allah tahu juga. Janganlah mencoba bermain “komidi" dengan Allah, karena dengan demikian yang engkau “komidikan" hanya dirimu sendiri jua. “Dan yang mereka nyatakan" (ujung ayat 74). Sedangkan yang tersembunyi dalam dada Allah tahu, apatah lagi yang dinyatakan dalam sikap hidup, dalam tutur kata, dalam gerak langkah, dalam sepak terjang. Bahkan kadang-kadang Allah memberikan pula ilhamNya kepada orang yang beriman, sehingga dengan bim-bingan Allah orang yang beriman itu dapat pula mengetahui isi hati seseorang dari sikap dan tingkah lakunya. Bukan karena orang itu mengetahui yang ghaib, melainkan sikap dan laku perangai orang yang dilihatnya itu tidak ghaib lagi. Kadang-kadang tingkah laku, kerdip mata, buang kata, tidaklah dapat merahasiakan karakter buruk baik seseorang.
Ayat 75
“Dan tidaklah ada sesuatu yang ghaib di langit dan di bumi." (pangkal ayat 75). Yaitu yang ghaib di langit dan di bumi pada pengetahuan manusia. Baik yang ghaib dari tangkapan pancaindera, atau ghaib dalam fikiran manusia karena tidak terpecahkan oleh fikiran. Misalnya berapa banyak bintang di langit; adalah ghaib bagi manusia. Berapa banyak pasir di pantai bumi; adalah ghaib bagi perhitungan manusia. Berapa yang sebenarnya umur seseorang manusia, bahkan berapa yang sebenarnya umur bumi ini; semuanya ghaib bagi manusia. Atau sebagaimana telah kita katakan terdahulu di atas tadi, bagaimana rahasia maka segumpal kumpulan mani seorang laki-laki dengan seorang perempuan, dapat menjelma jadi manusia, diberi nyawa dan akal; itu pun ghaib bagi manusia. Namun semuanya itu bagi Tuhan Allah tidak ghaib."Melainkan telah ada dalam kitab yang nyata." (ujung ayat 75).
Semuanya itu ada catatannya bagi Tuhan. Ada perhitungannya. Ada daftarnya, di dalam kitab yang bernama Al-Luhul Mahfuzh, suatu papan tulis yang terpelihara.
Apabila kita melihat “administrasi" yang teratur dari satu usaha besar, kita akan mengambil kesimpulan bahwa usaha ini dipimpin oleh seorang pemimpin yang amat teliti. Maka ketelitian itu pastilah pada Alam Raya ciptaan Allah ini. Percayalah kita bahwa yang ghaib bagi kita tidak ghaib bagi Allah. Semuanya teratur dengan lengkap, mempunyai peraturan sendiri. Kadang-kadang, dan sekali-sekali dan agak sejemput kecil, dibukakan Tuhan bagi kita manusia rahasia ghaib Alam itu, sehingga berbesar hatilah kita menerimanya. Misalnya rahasia listrik, rahasia tenaga atom, rahasia kekayaan alam terpendam dalam bumi dan lain-lain. Dan semuanya itu barulah sekelumit kecil, belum ada artinya dengan keghaiban yang masih banyak tersimpan dalam Perbendaharaan Tuhan.