Ayat
Terjemahan Per Kata
أَمَّن
atau siapakah
يُجِيبُ
memperkenankan
ٱلۡمُضۡطَرَّ
orang dalam kesulitan
إِذَا
tatkala
دَعَاهُ
dia berdo'a kepada-Nya
وَيَكۡشِفُ
dan menghilangkan
ٱلسُّوٓءَ
kejelekan/kesusahan
وَيَجۡعَلُكُمۡ
dan menjadikan kamu
خُلَفَآءَ
khalifah
ٱلۡأَرۡضِۗ
di bumi
أَءِلَٰهٞ
apakah ada tuhan
مَّعَ
bersama/disamping
ٱللَّهِۚ
Allah
قَلِيلٗا
amat sedikit
مَّا
apa
تَذَكَّرُونَ
kamu mengingat
أَمَّن
atau siapakah
يُجِيبُ
memperkenankan
ٱلۡمُضۡطَرَّ
orang dalam kesulitan
إِذَا
tatkala
دَعَاهُ
dia berdo'a kepada-Nya
وَيَكۡشِفُ
dan menghilangkan
ٱلسُّوٓءَ
kejelekan/kesusahan
وَيَجۡعَلُكُمۡ
dan menjadikan kamu
خُلَفَآءَ
khalifah
ٱلۡأَرۡضِۗ
di bumi
أَءِلَٰهٞ
apakah ada tuhan
مَّعَ
bersama/disamping
ٱللَّهِۚ
Allah
قَلِيلٗا
amat sedikit
مَّا
apa
تَذَكَّرُونَ
kamu mengingat
Terjemahan
Apakah (yang kamu sekutukan itu lebih baik ataukah) Zat yang mengabulkan (doa) orang yang berada dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, menghilangkan kesusahan, dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah ada tuhan (lain) bersama Allah? Sedikit sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat.
Tafsir
(Atau siapakah yang memperkenankan doa orang yang dalam kesulitan) orang yang sengsara kemudian tertimpa kemudaratan (apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan) dari dirinya dan dari diri orang selainnya (dan yang menjadikan kalian sebagai khalifah di bumi) Idhafah dalam lafal Khulafa-al Ardhi mengandung makna Fi. Maksudnya. setiap generasi menjadi pengganti generasi sebelumnya. (Apakah di samping Allah ada tuhan yang lain? Amat sedikitlah kalian mengingati-Nya) mengambil pelajaran dari hal ini. Lafal Tadzakkaruna dapat pula dibaca Yadzdzakkaruna; kemudian huruf Ta di-idgham-kan kepada huruf Dzal. Dan huruf Ma di sini untuk menunjukkan makna sedikit sekali. bintang sebagai pemandunya di waktu tengah malam, dan, dengan tanda-tanda yang ada di daratan di waktu siang hari.
Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingatnya). Allah ﷻ mengingatkan bahwa hanya Dialah yang diseru di saat manusia tertimpa musibah, dan Dialah yang dimohon pertolongan-Nya di saat malapetaka turun menimpa, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. (Al-Isra': 67) dan bila kamu ditimpa oleh kemudaratan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. (An-Nahl: 53) Artinya tiada seorang pun yang dimintai pertolongan oleh orang yang tertimpa bahaya selain Dia.
Tiada pula yang dapat melenyapkan bahaya dari orang yang tertimpa bahaya kecuali hanya Dia semata. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, telah menceritakan kepada kami Khalid Al-Hazza, dari Abu Tamimah Al-Hujaimi, dari seorang lelaki dan kalangan Bani Balhajim yang telah menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, "Wahai Rasulullah, kepada siapakah engkau mendoa?" Rasulullah ﷺ menjawab: Aku berdoa kepada Allah semata Yang jika kamu tertimpa bahaya lalu kamu berdoa kepada-Nya, niscaya Dia akan melenyapkannya darimu; dan Dialah Yang jika kamu tersesat di padang sahara, lalu kamu berdoa (meminta pertolongan kepada-Nya), niscaya Dia menunjukkan kepadamu jalan pulang; dan Dialah Yang jika kamu tertimpa paceklik, lalu kamu berdoa (memohon pertolongan kepada-Nya), niscaya Dia akan menjadikan daerahmu subur.
Lalu ia berkata, "Kalau begitu, berilah saya petunjuk." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Jangan sekali-kali kamu mencaci seseorang, dan jangan sekali-kali pula kamu kikir berbuat kebaikan, sekalipun berupa senyuman yang kamu layangkan kepada saudaramu saat bersua dengannya, dan sekalipun berupa setimba air yang kamu tuangkan dari embermu kepada orang yang meminta air. Dan pakailah kain sebatas pertengahan betismu; jika kamu tidak mau, maka boleh sampai ke mata kaki. Dan janganlah kamu menjulurkan kainmu sampai ke tanah, karena perbuatan ini termasuk kesombongan, dan sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang bersifat sombong.
Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui jalur lain dengan menyebutkan nama sahabat yang menghubungkannya langsung kepada Rasulullah ﷺ Untuk itu Imam Ahmad mengatakan: -: ". telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Ubaidah Al-Hujaimi, dari ayahnya, dari Abu Tamimah Al-Hujaimi, dari Jabir ibnu Salim Al-Hujaimi yang menceritakan bahwa ia datang kepada Rasulullah ﷺ dengan menyandang selimut menutupi tubuhnya, sedangkan ujung kain selimut itu menyentuh kedua telapak kakinya, lalu ia bertanya, "Siapakah di antara kamu yang bernama Muhammad?" Maka Rasulullah ﷺ berisyarat menunjuk ke arah dirinya, dan ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya berasal dari daerah pedalaman, dan di kalangan kami banyak orang yang berwatak kasar, maka berilah saya pelajaran." Rasulullah ﷺ bersabda: Jangat, sekali-kali kamu meremehkan kebaikan barang sedikit pun, sekalipun berupa senyuman yang kamu layangkan kepada saudaramu saat bersua dengannya, dan sekalipun berupa air yang kamu tuangkan dari timbamu ke dalam wadah orang yang meminta minum.
Dan jika ada seseorang mencacimu dengan kekurangan yang diketahuinya ada pada dirimu, maka janganlah kamu balas mencacinya dengan kekurangan yang kamu ketahui ada pada dirinya. Maka sesungguhnya kamu akan beroleh pahala, sedangkan dia akan beroleh dosa. Dan janganlah kamu menjulurkan kainmu ke tanah, karena sesungguhnya perbuatan itu termasuk kesombongan, dan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang bersifat sombong.
Dan jangan sekali-kali kamu mencaci seseorang. Ia mengatakan sejak saat itu ia tidak berani lagi mencaci seorang pun, bahkan kambing dan untanya pun tidak berani ia caci. Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur, dan di antaranya ada jalur yang kuat ada pada keduanya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Abdah ibnu Nuh, dari Umar ibnul Hajj'aj dari Ubaidillah ibnu Abu Saleh yang mengatakan bahwa Tawus datang kepadanya untuk menjenguk dirinya.
Lalu ia berkata kepada Tawus, "Hai Abu Abdur Rahman, doakanlah kepada Allah untukku." Tawus menjawab, "Berdoalah untuk dirimu sendiri, karena sesungguhnya Dia memperkenankan doa orang yang sedang tertimpa musibah." Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa di dalam kitab-kitab terdahulu ia menjumpai firman Allah ﷻ yang menyebutkan, "Demi Keagungan-Ku, sesungguhnya barang siapa yang berlindung kepadaKu, maka seandainya seluruh langit dan para penghuninya juga seluruh bumi beserta penghuninya berbuat makar (tipu daya) terhadap dirinya sesungguhnya Aku akan membuatkan baginya jalan selamat dari makar itu.
Barang siapa yang tidak berlindung (meminta pertolongan) kepadaKu, sesungguhnya Aku akan mengguncangkan tanah yang ada di bawah telapak kakinya lalu Aku lemparkan dia ke udara dan menyerahkan dia kepada dirinya." Al-Hafiz ibnu Asakir dalam biografi seorang lelaki yang menjadi guru Abu Bakar Muhammad ibnu Daud Ad-Dainuri yang dikenal dengan nama Ad-Duqqi seorang sufi. Muhammad ibnu Daud menceritakan bahwa lelaki itu pernah menyewa hewan begalnya untuk suatu perjalanan dari Dimasyq ke Zabdani.
Dan di suatu hari ada seorang lelaki ikut menumpang. Mereka berdua melewati jalan biasa; dan ketika sampai di tengah perjalanan, ada jalan yang sudah tidak terpakai lagi. Lalu lelaki yang menumpang berkata kepadanya, "Ambillah jalan ini, karena sesungguhnya ini adalah jalan pintas." Ia berkata, "Apakah tidak ada pilihan lain bagiku?" Lelaki itu berkata, "Tidak, bahkan jalan inilah yang terdekat ke tujuan kita." Akhirnya kami terpaksa menempuhnya dan sampailah kami di suatu tempat yang terjal, padanya terdapat jurang yang dalam, sedangkan di dalam jurang itu banyak mayat.
Kemudian lelaki itu berkata kepadaku (si perawi), "Tolong tahanlah laju begal ini, karena aku akan turun." Lelaki itu turun dan menyingsingkan lengan bajunya, lalu mencabut pisaunya dengan tujuan akan membunuhku, maka aku lari dari hadapannya, tetapi ia mengejarku. Lalu saya meminta belas kasihan kepadanya dengan menyebut nama Allah, dan saya katakan kepadanya, "Ambillah begal ini berikut semua muatan yang ada padanya (biarkanlah aku selamat, jangan kau bunuh)." Lelaki itu menjawab, "Sesungguhnya aku hanya menginginkan nyawamu." Aku pertakuti dia dengan siksaan Allah (jika membunuhku), tetapi ia bersikeras ingin membunuhku dan tidak mau menerima nasihatku, akhirnya aku menyerahkan diri padanya seraya berkata, "Aku mau menyerah asal kamu berikan sedikit waktu bagiku untuk salat dua rakaat." Ia menjawab, "Segeralah kamu lakukan." Aku berdiri dan melakukan salat, tetapi Al-Qur'an yang telah kuhafal tidak ada yang kuingat lagi, tiada satu huruf pun darinya yang terlintas dalam pikiranku (karena dalam keadaan takut) sehingga aku hanya berdiri kebingungan, sedangkan orang yang akan membunuhku mengatakan "Cepat sedikit." Dan Allah menggerakkan lisanku untuk mengucapkan firman-Nya: Atau siapakah yang memperkenankan doa orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan. (An-Naml: 62).
Tiba-tiba aku melihat seorang pengendara kuda datang dari mulut lembah kami berada, sedangkan di tangannya terpegang sebuah tombak, lalu ia lemparkan tombak itu ke arah lelaki yang akan membunuhku, dan tombak tersebut tepat mengenai jantung lelaki itu. Akhirnya dia terjungkal mati seketika itu juga. Lalu aku bergantung pada penunggang kuda itu seraya bertanya, "Demi Allah, siapakah engkau ini?" Penunggang kuda menjawab, "Aku adalah utusan Tuhan yang memperkenankan doa orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya".
Lalu aku mengambil hewan begalku berikut semua muatannya dan pulang dengan selamat. Di dalam biografi Fatimah binti Hasan alias Umrau Ahmad Al-Ajaliyyah disebutkan, ia telah menceritakan bahwa pada suatu hari orang-orang kafir berhasil memukul mundur pasukan kaum muslim dalam suatu peperangan. Maka berhentilah seekor kuda yang baik bersama pengendaranya, pengendaranya adalah salah seorang hartawan dan termasuk orang yang baik-baik.
Si empunya kuda mengatakan, "Celakalah kamu. Mengapa kamu, sesungguhnya aku persiapkan kamu hanyalah untuk menghadapi hari seperti ini?" Ternyata si kuda dapat menjawab, "Bagaimana aku tidak mogok, sedangkan kamu sendiri menyerahkan makananku kepada para perawat kuda, lalu mereka berbuat aniaya terhadapku, mereka tidak memberiku makan kecuali hanya sedikit." Si empunya kuda berkata seraya berjanji, "Sesudah hari ini aku berjanji dengan nama Allah, bahwa aku tidak akan memberimu makan kecuali di dalam ruang makanku (yakni bersamanya)." Maka dengan serta merta kuda itu kabur dengan cepat membawa lari empunya yang mengendarainya, sehingga ia selamat.
Sejak saat itu si empunya tidak lagi memberinya makan kecuali di dalam ruang makannya (yakni bersama-sama dengan dia). Kejadian yang dialaminya itu tenar di kalangan banyak orang sehingga banyak orang yang datang berkunjung kepadanya untuk mendengar langsung kisah tersebut, sehingga kisahnya sampai ke telinga Raja Romawi. Maka ia berkata, "Suatu negeri yang terdapat lelaki seperti dia tidak akan mengalami kekalahan." Maka Raja Romawi membuat suatu tipu muslihat untuk membawa lelaki itu ke negerinya.
Untuk itu ia mengirimkan seorang lelaki yang telah murtad dari Islamnya dan telah bergabung bersamanya. Ketika lelaki murtad itu sampai di tempat lelaki tersebut, ia menampakkan bahwa dirinya telah bertekad untuk masuk Islam kembali dan tidak akan kafir lagi. Ia berpura-pura benar dalam Islamnya sehingga beroleh kepercayaan dari lelaki yang diawasinya itu. Pada suatu hari keduanya berjalan-jalan di tepi pantai, sedangkan lelaki murtad itu telah berjanji dengan seseorang dari pihak Raja Romawi untuk membantunya guna menangkap lelaki tersebut.
Setelah keduanya berhasil mengikatnya dan membuatnya tak berdaya, lelaki yang ditangkapnya itu menengadahkan pandangannya ke langit seraya berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya keduanya telah menipu saya, maka tolonglah saya dari keduanya menurut apa yang Engkau kehendaki." Maka pada saat itu juga muncullah dua ekor binatang buas, lalu kedua binatang buas itu menerkam kedua orang tersebut dan membawa pergi keduanya, sedangkan lelaki itu pulang ke rumahnya dengan selamat.
Firman Allah Swt: dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi. (An-Naml: 62) Yaitu untuk mengganti generasi yang telah berlalu sebelum mereka, dan menjadi generasi pengganti mereka, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain. (Al-An'am: 133) Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat. (Al-An'am: 165) Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". (Al-Baqarah: 30) Yakni suatu kaum yang sebagian dari mereka mengganti sebagian yang lain yang telah tiada, seperti yang telah dijelaskan di atas.
Hal yang sama telah diungkapkan pula dalam surat ini melalui firman-Nya: dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi. (An-Naml: 62) Yaitu suatu umat sesudah umat yang lain dan suatu generasi sesudah generasi yang lain, dan suatu kaum sesudah kaum yang lain. Seandainya Allah menghendaki, bisa saja Dia menjadikan mereka semua dalam waktu yang sama, dan tidak menjadikan sebagian dari mereka sebagai keturunan dari sebagian yang lain.
Bahkan seandainya Dia menghendaki, tentulah Dia menciptakan mereka semuanya sekaligus sebagaimana Dia menciptakan Adam dari tanah. Dan seandainya Allah menghendaki, Dia dapat menjadikan sebagian dari mereka keturunan sebagian yang lain, tetapi tidak mematikan seorang pun dari mereka agar kematian mereka bersamaan sekaligus; dan tentulah bumi ini akan penuh sesak dengan mereka, sebagaimana penghidupan dan mata pencaharian mereka akan menjadi sempit pula; sebagian dari mereka membahayakan sebagian yang lainnya.
Akan tetapi, hikmah dan takdir Allah telah menetapkan penciptaan mereka dari satu diri, kemudian membuat mereka banyak dalam jumlah yang tak terhitung, lalu menyebarkan mereka di bumi ini dan menjadikan mereka generasi demi generasi dan umat demi umat, sehingga masa keberadaan mereka habis begitu pula semua makhluk lainnya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah ﷻ dan sebagaimana yang telah dihitung dan dijumlahkan secermat-cermatnya oleh-Nya. Kemudian Allah menjadikan hari kiamat, lalu setiap orang yang beramal ditunaikan balasan amal perbuatannya, bila hari kiamat telah terjadi. Karena itulah disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: Amat sedikitlah kamu mengingatnya. (An-Naml: 62)"
Tanyakan pula kepada mereka, 'Bukankah Dia Allah yang memperkenankan doa orang yang terpaksa, yakni berada dalam kesulitan yang mencekam apabila dia berdoa kepada-Nya' Dan bukankah Dia Yang Kuasa menghilangkan kesusahan yang menimpa siapa pun dan Yang Kuasa menjadikan kamu wahai manusia sebagai khalifah, penerus gene-rasi sebelum kamu di bumi' Apakah ada yang mampu melakukan hal serupa itu' Pasti tidak ada. Jika demikian, apakah di samping Allah ada tuhan yang lain' Sedikit sekali nikmat Allah yang kamu ingat. 63. Tanyakan pula kepada mereka, wahai Rasul, 'Bukankah Dia Allah yang memberi petunjuk kepada kamu dalam perjalanan di tengah kegelapan di daratan dan lautan melalui bintang-bintang, atau arah angin, atau tanda-tanda lainnya' Dan bukankah Dia yang mendatangkan aneka angin sebagai kabar gembira sebelum kedatangan hujan sebagai rahmat-Nya yang akan menghidupkan tanah dan tumbuhan' Apakah di samping Allah ada tuhan lain yang membuat itu sehingga kamu menyembah dan memohon kepada selain-Nya' Mahatinggi dan Mahasuci Allah terhadap apa yang mereka persekutukan.
Pada ayat ini, Allah mengemukakan pertanyaan yang ketiga dalam rangka menyingkapkan tabir kesesatan penyembah berhala. Kedua pertanyaan sebelumnya mengenai bidang materi, sedang pertanyaan ketiga ini menyangkut kerohanian. Pertanyaan ini berkisar pada siapakah yang mengabulkan permohonan orang yang berada dalam kesulitan, apabila ia berdoa kepada-Nya. Seperti penumpang sebuah kapal di tengah laut yang sedang diserang badai angin topan yang dahsyat, yang hampir tenggelam, kemudian ia berdoa memohon keselamatan kepada Allah. Apakah berhala yang dapat menyelamatkannya dari bahaya maut, ataukah Allah sendiri? Lalu siapakah yang menjadikan manusia sebagai seorang khalifah di muka bumi? Adakah tuhan selain Allah yang dapat mengemudikan dan mengatur segala sesuatu di muka bumi ini? Hanya sedikit sekali manusia yang mau mengingat-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Siapa Lagi Selain Allah?
Ayat 60
Sebagai sambutan dari pertanyaan yang sebelumnya, datang lagi per-2 tanyaan Tuhan: “Atau, siapakah yang mencipfakan semua fongit dan bumi?" (pangkal ayat 60). Siapa yang menciptakan langit yang berlapis tujuh itu? Langit yang indah tempat kita bernaung, dihiasi dengan bintang-bintang yang mengagumkan itu? Ada bintang beredar, ada bintang yang tetap dan ada falak, atau cakrawala, ruang angkasa yang tidak diketahui di mana ujungnya lagi? Bumi, yang dijadikan hamparan tempat manusia berdiam, yang segala sesuatunya penuh dengan wama dan keindahan. Dan segala sesuatunya menyimpan kekayaan yang tidak kunjung habis? Berimba lebar dan berpadang luas. Berair terjun, bersungai mengalir, berpohon besar, berkayu rindang, berhutan lebat, bergunung-ganang, berlaut danau, bersayur-mayur, berbuah ragam, ber-binatang, berserangga, berikan, berburung, berwarna berwarni. “Dan telah menurunkan kepada kamu air dari langit," maka dari air itulah pangkal hidup segala yang hidup, baik binatang atau tumbuh-tumbuhan dan suburlah alam.
“Lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun kebun yang indah permai," termasuklah di dalamnya sawah bendang. Termasuklah di dalamnya berbagai kebun besar di tanah-tanah yang luas, yang ditanami oleh manusia dengan secara teratur menurut ilmu pengetahuan tentang bumi, tanaman apa yang patut ditanam di atasnya. Sehingga kita lihatlah di padang-padang pasir kebun korma di Oase (Wadi, lembah) yang hijau subur. Terlihatlah kebun kelapa sawit, atau kebun getah atau kebun nenas yang dikirim orang dari satu benua ke lain benua melalui lautan yang besar, yang dinamai import dan export. Lalu ditegaskan supaya manusia jangan lupa; “Tidaklah ada upaya kamu buat menumbuhkan pohonnya." Manusia hanya menanamkan. Adapun yang menumbuhkan hanya semata-mata Allah. Suburnya padi bergantung kepada penanaman di musim hujan. Kalau tiba-tiba datang saja kemarau, atau misalnya perhitungan musim tidak tepat ketika bertanam, tidaklah padi itu akan tumbuh. Demikian juga segala tanaman yang lain. Ini pasti diinsafi oleh manusia. Sebab itu datanglah inti pertanyaan: “Adakah tuhan lain bersama Allah?"
Setelah manusia merenungkan kejadian langit dan bumi itu, dan setelah manusia melihat bagaimana turunnya hujan membawa air untuk menyiram dan menyuburkan bumi sampai timbul kebun-kebun, sawah bendang dan taman-taman yang indah, pastilah sampai fikiran manusia kepada Maha Pen-cipta Karena tidaklah mungkin bahwa segala yang teratur ini'tidak ada yang mengaturnya. Pencipta itu pastilah Maha Kuasa, sebab yang diciptakannya ini sangatlah hebat, dahsyat dan agung. Dari bekas yang diciptakan timbullah kesan tentang Kebesaran Yang Menciptakan. Apabila direnungi dengan akal yang cerdas timbul pula kesimpulan, bahwa tidaklah mungkin Yang Mencipta Alam itu berbilang. Pastilah penguasanya ini SATU TANGAN. Di sinilah timbul dengan sendirinya pertanyaan sebagai terlukis dalam ayat-ayat ini: “Adakah tuhan lain bersama Allah?"
Pastilah jawabannya telah sedia dalam hasil fikiran yang mumi; “Tidak ada!"
Maka orang-orang yang mengingkari Keesaan Allah, yang mengakui bahwa ada pula tuhan lain bersama Allah, adalah orang yang tidak jujur. Orang yang mendustai fikirannya yang murni. Di akhir ayat dikatakan: “Bahkan mereka adalah kaum yang berpaling." (ujung ayat 60). Yang berpaling dari kebenaran, berpaling dari garis lurus logika fikiran, maka tersesatlah mereka itu dalam perjalanan.
Ayat 61
“Atau, siapakah yang menjadikan bumi itu tetap?" (pangkal ayat 61). Bumi dijadikan Allah TETAP, tiada bergoyang-goyang, sehingga manusia pun merasa tenteram di atasnya. Dapat manusia mendirikan rumah, belayar di lautan, berkendaraan dengan senang. Padahal kalau bumi itu senantiasa bergoyang-goyang niscaya tidaklah dapat manusia hidup di atas permukaannya."Dan menjadikan di celah-celahnya sungai-sungai." Susunan kata “khilala-ha", yang kita artikan celah-celahnya, sangatlah tepat untuk jalannya aliran sungai-sungai. Sebab air yang membentuk jadi sungai itu tidaklah dapat mengalir kalau bukan di tanah yang rendah Air yang ringan itu melalui peraturan sendiri untuk me uruni yang rendah, mengisi yang lekung, mengepung yang menghambat, dan dia mempunyai kekuatan. Dia tidak akan mendaki kepada yang tinggi, kecuali dengan berkumpul bersama-sama. Celah-celah bumi itulah yang dibuat oleh air menjadi tempat lalu untuk mengalir menuju ke laut. Itulah yang bernama sungai-sungai. Dan sungai-sungai itu sangat bertali-berkelindan dengan hidup manusia, dengan kebudayaannya, kemajuan hidupnya dan peradabannya. Oleh sebab itu tidaklah dapat dilepaskan kehidupan bangsa Mesir sejak zaman purbakala dengan sungai Nil. Bangsa Babilon dan Irak dengan Furat dan Dijlah (Tigris), bangsa Mesopotami dengan sungai Jordan. Bangsa Hindu dengan Indus dan Yangga, bangsa Eropa dengan Donauw dan Rhin dan Themes. Kerajaan Sriwijaya dengan Musi dan Lematang. Darmasraya dengan sungai Batanghari Kerajaan Pagaruyung dengan sungai Siak dan Kuantan.
“Dan menjadikan gunung-gunung untuk pasak baginya." Yaitu untuk menjadi pasak dari bumi itu Kalau tidak ada gunung-gunung sebagai pasak dari bumi, tidak juga akan tahan manusia hidup di permukaannya. Ingat sajalah ketika kita belayar di laut lepas, betapa besarnya angin ribut di laut, karena tidak ada yang menghambat. Maka dapat jugalah kita hubungkan dengan pangkal ayat, yaitu bahwa Allah menjadikan bumi itu tetap, tidak bergoyang. Satu di antara sebab yang amat penting dari tetapnya bumi, tidak goyang, ialah karena dia dipasak dengan gunung-gunung."Dan menjadikan di antara dua lautan ada batas." Maksudnya ialah di antara lautan tawar dengan lautan asin. Di tempat yang kita namai muara, terdapatlah batas Alamiy bikinan Allah di antara air tawar dengan air asin itu Selama masih dalam daerah sungai, airnya masih tawar dan manis, dapat diminum oleh manusia yang hidup di daratan itu. Tetapi di daerah yang telah disebut lautan, airnya telah asin. Lihatlah pertemuan air laut dengan air tawar di muara. Seumpama di Muara Batang Arau di Padang. Demikian besarnya ombak yang berdebur setiap hari bahkan setiap saat di muara itu, dan demikian pula besarnya sebuah sungai yang selalu mengalir dari hulu, namun di antara daerah tawar dengan daerah asin masih ada terus. Lantaran bukti yang jelas itu datanglah pertanyaan sekai lagi; “Adakah tuhan lain bersama Allah?" Melihat kenyataan itu, akal yang waras akan menjawab."Tidak ada!" Sebab, bila melihat kesempurnaan dan kesatuan peraturan atas segala yang ada, mustahillah akan “banyak tangan" yang mengaturnya.
“Namun yang terlebih banyak mereka adalah tidak tahu." (ujung ayat 61). Mengapa terlebih banyak mereka yang tidak tahu? Ialah karena mereka tidak mempergunakan penyelidikan, tidak mempergunakan renungan fikiran yang mendalam. Karena pengetahuan timbul adalah karena kesukaan penyelidik dan memperhatikan.
Ayat 62
‘Atau, siapakah yang memperkenankan permohonan orang yang terdesak, apabila memohon kepadaNya? Dan yang melepaskan dari kesulitan?" (pangkal ayat 62). Pangkal ayat ini pun berupa pertanyaan, tetapi berisikan penjelasan, bahwasanya tidak ada yang sanggup memberikan pertolongan kepada orang yang sedang terdesak, tertekan oleh suatu kesulitan, selain Allah jua.
Maka apabila manusia sudah sangat terdesak, sekalipun pintu sudah tertutup, sekalian pengharapan seakan-akan telah putus, gelap semata-mata kiri dan kanan, maka apabila dipusatkan segala harapan dan ditumpukan pengharapan kepada Allah semata-mata, niscaya Allah akan melepaskan daripada kesulitan itu. Inilah yang disyfirkan oleh seorang penyair:
Apabila engkau terjatuh ke dalam suatu kesulitan atau kesengsaraan, maka serulah Allah Yang Mulia dan katakanlah, “Cepatlah, ya Tuhan," niscaya kesengsaraanmu akan dihilangkan dengan segera; sehingga habis sirna. Berapa banyak, berapa banyak orang yang telah tenggelam Dia bangkitkan.
Al-Hafiz Ibnu Asakir pernah menceriterakan tentang seseorang yang di-ceriterakan pula oleh Abu Bakar bin Daud ad-Dainuri, yang terkenal dipanggilkan orang dengan Adduqqi ash-Shufi. Orang itu menceriterakan tentang pengalamannya, bahwa dia mempersewakan kuda kendaraan dari kota Damaskus ke negeri Zabdani. Pada suatu hari seorang menyewa kudanya. Lalu dia berjalan menuruti jalan yang tidak bisa dilalui selama ini. Orang itu berkata: “Ambil jalan jurusan ini saja, sebab jalan ini lebih dekat."
“Saya tidak biasa menempuh jalan ini," katanya kepada penyewa itu.
“Ke mari lebih dekat!" katanya.
Lalu kami meneruskan perjalanan ke suatu daerah yang kian lama kian sukar dilalui. D i,-sana didapati suatu jurang yang dalam dan aku dapati pula di sana banyak bangkai orang. Lalu si penyewa itu berkata: “Engkau peyanglah kepala bagal ini, aku akan turun!" Dia pun turun, lalu digulungnya lengan bajunya dan dia bersiap-siap. Tiba-tiba dikeluarkannya sebilah pisau besar tajam dan dikejarnya aku Aku pun segera lari. Tetapi dia menuruti aku juga dari belakang. Maka berhentilah aku dan aku serukan kepadanya: “Ambillah bagal itu untukmu dan ambillah segala pelananya dan janganlah aku engkau peng-apa-apakan."
Dia menjawab: “Bagal ini memang untuk aku, tetapi engkau mesti aku bunuh!"
Aku beri peringatan kepadanya bahwa dengan membunuhku dia akan berbuat dosa besar dan kalau ketahuan, dia mesti dihukum, namun dia tidak juga perduli. Akhirnya aku bersedia menyerah hendak diapakannya sekalipun, asal saja diberinya aku peluang sembahyang dua rakaat.
“Baiklah," katanya, “Tetapi cepat!"
Setelah aku bertakbir kelulah lidahku karena takut, tidak berketentuan bacaan yang akan aku baca, sehingga satu huruf pun tidak keluar dari mulutku, sedang dia mendesak juga sambil berkata, “Cepatlah!"
“Tiba-tiba meluncur sajalah dari lidahku membaca ayat “Am-man yujibul muth-thar-ra idza da-'ahu" ini (atau, siapakah yang memperkenankan permohonan orang yang terdesak apabila memohon kepadanyAl. Belum sampai habis ayat itu aku baca, tiba-tiba muncul sajalah dari balik lembah itu seseorang mengendarai seekor kuda yang amat tangkas memeyang sebuah tombak panjang. Lalu dengan cepat sekali ditombakkannya tombak itu kepada si penyewa yang telah jadi perampok ganas itu, tepat mengenai jantungnya, tembus ke belakang, sehingga tersungkur mati seketika itu juga. Maka aku dekatilah Pahlawan Penolong yang tidak aku kenal itu dan aku tanyakan: “Demi Allah, sudilah memberitahukan kepadaku, siapa tuan?"
Dia menjawab “Aku diutus oleh yang engkau seru, yang memperkenankan orang yang terdesak apabila berseru kepadaNya, dan yang menghilangkan segala kesusahan."
Sedang saya tercenyang-cenyang dia pun pergi. Tidak berapa saat kemudian tempat itu aku tinggalkan dengan mengendarai bagalku dan menghela bagal yang aku persewakan itu
Al-lmam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan sebuah Hadis, dengan sanad-nya, yang diterima dari seorang sahabat Nabi bangsa Badwi yang bernama Jabir bin Salim al-Hujaimi. Dia datang dari desa menemui Rasulullah s.a.w. lalu bertanya: “Siapakah di antara yang hadir ini yang bernama Muhammad Rasulullah?" Lalu Rasulullah menyanggukkan kepala memberi isyarat bahwa dialah itu
Lalu dia berkata: “Ya Rasul Allah! Saya ini orang Badwi, sebab itu saya agak kasar, maafkan saya dan berilah saya nasihat" Maka bersabdalah Rasulullah s.a.w. menyampaikan nasihatnya sebagaimana yang diminta oleh Badwi itu:
“Janganlah engkau remehkan perbuatan yang baik itu sedikit pun, walaupun sekedar bermuka manis kepada saudaramu jika bertemu, dan walaupun akan engkau kosongkan isi air timbamu Jika orang datang minta air karena kehausan. Dan jika ada orang mencerca-makimu karena dia mengetahui ada kesalahanmu, maka janganlah engkau membalas dengan mencerca-makinya pula dalam hal kesalahannya yang engkau ketahui. Dengan bersikap demikian engkau mendapat pahalanya dan dia ditimpa dosanya Dan janganlah engkau rimbihkan ujung kain sarungnya sampai terjela ke tanah; sebab yang demikian adalah tanda kesombongan. Sedang Allah tidaklah suka kepada orang yang sombong Dan sekali-kali janganlah engkau menyumpah-nyumpah, memaki-maki. “
“Kemudian itu berkatalah Jabir bin Salim al-Hujaimi, “Sejak mendengor nasihat beliau s.a.u), itu, tidaklah saya pernah lagi memaki-maki, menyumpah-nyumpah kepada seorang pun, dan tidak kepada kambing, bahkan tidak kepada unta."
(Riwayat Abu Daud dan an-Nasa'i; dan ada lagi Hadis riwayat yang lain yang serupa isinya dengan ini).
“Dan yang menjadikan kamu khalifah-khalifah bumi?" Khalifah artinya ialah pengganti. Di dalam al-Qur'an beberapa kali disebut kalimah khalifah. yang berarti pengganti. 2 kali disebut Khalifah yang berarti seorang pengganti. Ayat pertama ialah Surat 2 al-Baqarah ayat 30. yang menerangkan tentang Allah hendak menjadikan Khalifah di muka bumi yang dinyatakannya kepada Malaikat. Yang kedua ialah ayat 26 dari Surat 38, Shad tentang Allah menentukan Nabi Daud a.s. menjadi Khalifah di muka bumi, dan Allah memerintahkan kepada beliau agar menghukum di antara manusia dengan benar, dan jangan mengikuti kehendak hawanafsu, karena jika hawanafsu diturutkan. akan sesatlah manusia dari jalan Allah.
Bertemu pula kalimat KHALA-IF (…), yaitu di Surat 6, al-An'am ayat 165, Surat 10, Yunus ayat 14 dan ayat 73, di Surat 35 Fathir ayat 39. Yang artinya ialah menyatakan bahwa angkatan-angkatan yang datang kemudian menggantikan angkatan yang telah lalu.
Bertemu lagi kalimat dengan pengertian jama' (banyak) sebagai khala-if juga, yaitu KHULAFA-A (…). Kalimat demikian bertemu dalam Surat 7 al-A'raf 69 dan at-A'raf 74 dan ayat yang tengah kita tafsirkan ini, yaitu di Surbt 27 an-Naml (semut) ayat 62.
Maka dapatlah kita jelaskan bahwa kalimat khalifah ialah satu (mufrad), seorang, yang jadi khalifah. Di Surat Shad 26 itu yang ditunjuk ialah Daud. Dan yang terdapat di Surat al-feaqarah ayat 30 satu juga yang dimaksud, baik peribadi seorang makhluk Allah yang bernama Adam, nenek-moyang dari manusia. Atau satu jenis dari makhluk Allah yaitu INSAN; Manusia.
Maka di dalam ayat-ayat yang menyebut Khulafa-a samalah maksudnya. Terutama pada ayat yang tengah kita tafsirkan ini. Aliahlah “Yang menjadikan kamu khalifah-khalifah bumi", yaitu turunan demi turunan, generasi demi generasi.
Ibnu Katsir menafsirkan demikian: “Dan yang menjadikan kamu khalifah-khalifah bumi," artinya ummat sesudah ummat, turunan sesudah turunan, kaum sesudah kaum. Kalau Dia menghendaki, boleh saja dijadikan sekaligus, tidak dijadikan turunan demi turunan, atau sebagai kejadian Adam saja dari tanah. Dan kalau Dia kehendaki bisa saja yang setengah adalah keturunan dari yang setengah, tetapi tidak dimatikannya yang mula-mula lebih dahulu, melainkan sekaligus semuanya kelak dimatikannya. Kalau ditakdirkannya begitu niscaya sempitlah muka bumi ini, dan menjadi sukar mencari rezeki sehingga sempitlah kehidupan, sampai yang setengah memberi mudharat kepada yang setengah Tetapi hikmatNya yang tertinggi mengatur lebih bijaksana; dengan kudrajnya semua berasal dari nafsin-wahidatin, diri yang satu, kemudian dia berkembang biak, bertebaran di muka bumi, yang pergi beransur pergi, yang datang beransur datang, turunan sesudah turunan, suatu generasi sesudah suatu generasi, namun duma tetap ramai, sampai masing-masing datang janjinya yang telah ditentukan sebagaimana yang ditentukan Tuhan, dan semuanya tidak ada yang luput dari perhitungan Tuhan, sampai akhir kelaknya kiamat pun datang dan tiap-tiap orang menemuilah hasil perhitungan Allah atas amal yang dikerjakannya selama hidupnya.
Dengan ini jelaslah apa arti dari khalifah. Yaitu bahwa kita yang datang di belakang ini adalah khalifah, pengganti, dari generasi yang dahulu dari kita. Seorang diri manusia lahir ke dunia. Kelahiran adalah kepastian dari mati. Tetapi datang itu tiap peribadi bergeler dan mati pun bergeler pula, namun perikemanusiaan tidak mati, sampai kiamat datang. Perikemanusiaan itulah yang diwariskan, dipusakakan oleh yang dahulu kepada yang datang kemudian.
Untuk itu sekali lagi datang pertanyaan; “Adakah tuhan lain bersama Allah?" Pasti tidak ada tuhan lain bersama Allah. Karena Allah itu adalah Yang Permulaan tidak berpangkal dan Yang Penghabisan tidak berujung, meliputi sekalian generasi, dan tidak mungkin Maha Kekuasaan sebesar itu disyarikati oleh yang lain. Tetapi: “Sedikit saja kamu yang ingat." (ujung ayat 62). Sedikit yang ingat, karena kebanyakan kamu menghabiskan umurmu di dunia hanya semata-mata untuk makan, sampai kamu tidak memperhatikan nilai dari kehidupan itu.
Ayat 63
“Atau, siapakah yang memberi petunjukmu pada gelap-gulita daratan dan lautan?" (pangkal ayat 63). Kita tahu bahwa dunia ini mempunyai jurusan yang pokoknya empat, yaitu Timur dan Barat, Utara dan Selatan. Dan dapat pula menjadi delapan. Ditambah dengan Tenggara, Timur Laut, Barat Daya dan Barat Laut, Dalam perjalanan hendak mencapai suatu tempat, kita mesti tahu di jurusan mana terletak tempat yang akan kita tinjau itu. Kalau tidak tentu kita akan sesat jalan. Sebab jalan kepada yang dituju bukan datar semata-mata. Kadang bergunung, berlurah, beriaut. Sekarang Tuhan menanyakan kepada kita, kalau misalnya di dalam perjalanan malam hari yang gelap-gulita, baik di daratan atau di lautan, siapa yang memberi kita pertunjuk jurusan Barat dan Timur, Utara dan Selatan itu, kalau bukan Tuhan? Bintang-bintang di langit menjadi penunjuk jalan bagi pengembara di padang pasir, atau pelayar jauh di lautan.
Tersebut di dalam Surat 16, an-Nahi (Lebah) ayat 16:
“Dan beberapa tanda-tanda; dan dengan bintang-bintang mereka mendapat perturijuk"
Alamat-alamat itu bermacam-macam. Misalnya apabila di Selat Sunda kita melihat pula Sebuku, tandanya kita di dekat Lampung. Apabila kelihatan Gunung Bungkuk, alamat kita telah sampai di pantai Bengkulu. Apabila orang di zaman dahulu belayar dari pelabuhan Selinda menuju Pagai, yang akan kelihatan lebih dahulu ialah pulau Sinyaru. Maka masuklah itu dalam pantun:
Hilang Sinyaru tampak Pagai,
Hilang dilamun-lamun ombak;
Hilang nan Bungsu, hilang sangsai,
Hilang di mata orang nan banyak.
Dia dua kalimat pengantar itulah dikatakan bahwa apabila mereka telah belayar menuju pulau Pagai (Mentawai) di pertengahan pelayaran akan bertemulah pulau Sinyaru. Kemudian itu terlepaslah Sinyaru, sampai hilang dari mata. Hilang di dalam lamunan ombak. Apabila Sinyaru telah mulai hilang, niscaya akan kelihatan Pulau Pagai Alamat bahwa pelayaran telah dekat sampai kepada yang dituju. Oleh sebab itu banyaklah alamat itu terdapat di daratan dan di lautan. Gunung-gunung dan bukit-bukit, semenanjung, bahkan juga kayu besar di puncak suatu lereng bukit. Dan di lautan siang hari ialah pulau-pulau dan daratan. Dan apabila kapal sudah sangat jauh di laut, sehingga daratan tidak kelihatan lagi, bintang di langitlah yang dijadikan pedoman menentukan Barat dan Timur, Barat Daya dan Timur Laut.
Dan samasekali itu adalah alamat atau petunjuk yang disediakan Allah bagi manusia. Kemudian Allah pun memberikan ilham kepada manusia sehingga dapat mengetahui kompas atau pedoman yang menunjuk selalu ke Utara, sehingga dengan demikian tetaplah diketahui pula di mana Selatan dan Barat dan Timur. ‘Dan siapakah yang mengirim angin, membawa kegembiraan di hadapan rahmatNya?" Bertalian dengan alamat petunjuk dalam pengembaraan di daratan dan pelayaran di lautan itu, lanjutan pertanyaan sampai kepada hembusan angin di lautan atau di daratan sekalipun. Semasa orang memakai kapal layar dahulu kala, pelayaran kapal sangat bergantung kepada angin. Kalau kapal kematian angin pelayaran bisa terhalang. Kalau angin terlalu besar, tiang bisa patah dan kapal bisa tenggelam. Maka angin yang sangat diharapkan dalam pelayaran ialah angin yang membawa kegembiraan. Hembusannya kencang, tetapi bukan badai dan bukan taufan. Di waktu itu kapal belayar laksana pucuk dilancarkan. Itulah yang bisa disebut oleh orang pelayar dengan “Angin Selatan jolong jadi"; udaranya pun mantap dan menyegarkan.
Di darat pun demikian juga. Melalui padang-padang pasir Sahara yang luas, baik di Afrika Utara atau di Jazirah Arab, atau di gurun pasir Gobi di Cina, kafilah-kafilah yang sedang mengembara pun tidak berani berangkat melalui ‘ padang Sahara kalau angin sedang keras. Pasir yang tengah berpindah bisa ‘ menimbuni kafilah itu atau membuat mata musafir tertutup oleh pasir. Bahkan telah pernah penulis tafsir ini menyaksikan betapa ngeri rasanya mobil melalui jalan-jalan raya moden pada bulan April 3968 di antara Kuwait dengan Riyadh ‘ dan Riyadh dengan Thaif bertepatan dengan angin sedang keras. Pasir-pasir itu kelihatan sebagai menjalar seperti ulat, sehingga ngeri kita melihatnya. Oleh ‘s sebab itu maka kalimat-kalimat yang terkandung dalam ayat ini menyatakan bahwa ada angin sepoi yang membawa Rahmat, bahtera bertunda jauh, pelayaran selamat tidak kurang suatu apa, perjalanan kafilah di daratan pun selamat pula. Dari mana datangnya angin yang demikian, atas kehendak siapa dia berhembus, kalau bukan atas kehendak Allah? Pertanyaan pun datang ‘ sekali lagi: “Adakah tuhan lain bersama Allah?" Tidak ada! Kekuasaan mutlak menghembuskan angin atau meredakannya, atau membuatnya menjadi angin punting beliung yang berhembus dahsyat hanya pada Allah. Sebab itu maka: “Maha Tinggilah Allah daripada apa yang mereka sekutukan itu." (ujung ayat 63). Maka bersihlah Islam daripada kepercayaan kaum yang mempersekutukan yang lain dengan Allah. Tidaklah ada dalam Islam kepercayaan bahwa udara i itu ada tuhan atau dewanya sendiri, yaitu indra, dan angin ada dewanya sendiri ) yang bernama bayu dan sebagainya. Bulat kekuasaan adalah pada Allah, Maha Kuasa, Maha Esa, tiada bersyarikat yang lain dengan Dia, sehingga apabila seorang manusia hendak menyeru, langsunglah kepadaNya.
Ayat 64
“Atau, siapakah yang memulai penciptaan kemudian mengulanginya?" (pangkal ayat 64). Memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, tidak ada yang dapat berbuat demikian hanya Allah dengan segala kudrat iradatNya. Tanah yang tadinya hidup, karena kekurangan air bisa mati. Tetapi kalau air datang kembali dengan teratur, dia pun akan hidup kembali. Rumput-rumput dapat sangat subur di musim hujan dan hangus terbakar dan licin tandas kalau kemarau telah datang. Kelak bila musim hujan datang kembali, dia pun hidup kembali. Biji mangga yang kering yang kita kira telah mati, hidup kembali setelah dia ditanamkan ke atas permukaan bumi. Nanti setelah dia berbuah dan daging buah itu dimakan, tinggal bijinya, biji itu akan kelihatan mati. Namun dia bisa hidup pula. Banyaklah keajaiban di permukaan bumi ini dijadikan Tuhan; cuma karena telah biasa dilihat, tidak kita perhatikan lagi. Padahal keajaibannya tidaklah habis-habis kalau kita perhatikan."Dan siapakah yang memberimu rezeki dari langit dan bumi?" Dari langit turunlah air, dan dari bumi datanglah sambutan dengan kesuburan; tumbuhlah segala keperluan hidup, sejak dari makanan dan pakaian, sampai kepada binatang ternak. Semuanya rezeki yang diberikan Allah. Dan dari dalam bumi itu sendiri dapatlah dikeluarkan berbagai logam, berbagai alat keperluan hidup, terutama minyak dan bensin yang menjadi penggerak hidup dunia di zaman sekarang. Menurut hasil penyelidikan sarjana, kekayaan minyak dan bensin itu telah terpendam di bawah perut bumi sejak jutaan tahun yang telah lalu, untuk dipakai oleh manusia zaman sekarang Belum pula rezeki yang terpendam di dasar laut."Adakah tuhan lain bersama Allah?" Yang dapat memberikan jaminan sebanyak itu untuk manusia turunan demi turunan?
“Katakanlah!" Hai Utusan Kami, “Kemukakanlah alasan kamu." Kemukakanlah bukti yang terang, yang dapat diterima akal sihat, “Jika kamu orang-orang yang benar." (ujung ayat 64). Mereka tidak akan dapat mengemukakan alasan itu, karena memang tidak ada alasan yang dapat dikemukakan.