Ayat
Terjemahan Per Kata
أَمَّنۡ
atau siapakah
خَلَقَ
telah menciptakan
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضَ
dan bumi
وَأَنزَلَ
dan menurunkan
لَكُم
bagi kalian
مِّنَ
dari
ٱلسَّمَآءِ
langit
مَآءٗ
air
فَأَنۢبَتۡنَا
dan Kami tumbuhkan
بِهِۦ
padanya
حَدَآئِقَ
kebun-kebun
ذَاتَ
yang mempunyai
بَهۡجَةٖ
pemandangan indah
مَّا
tidak
كَانَ
ada
لَكُمۡ
bagi kalian
أَن
bahwa
تُنۢبِتُواْ
kamu menumbuhkan
شَجَرَهَآۗ
pohon-pohonnya
أَءِلَٰهٞ
apakah ada tuhan
مَّعَ
bersama/disamping
ٱللَّهِۚ
Allah
بَلۡ
bahkan
هُمۡ
mereka
قَوۡمٞ
kaum
يَعۡدِلُونَ
mereka berpaling
أَمَّنۡ
atau siapakah
خَلَقَ
telah menciptakan
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضَ
dan bumi
وَأَنزَلَ
dan menurunkan
لَكُم
bagi kalian
مِّنَ
dari
ٱلسَّمَآءِ
langit
مَآءٗ
air
فَأَنۢبَتۡنَا
dan Kami tumbuhkan
بِهِۦ
padanya
حَدَآئِقَ
kebun-kebun
ذَاتَ
yang mempunyai
بَهۡجَةٖ
pemandangan indah
مَّا
tidak
كَانَ
ada
لَكُمۡ
bagi kalian
أَن
bahwa
تُنۢبِتُواْ
kamu menumbuhkan
شَجَرَهَآۗ
pohon-pohonnya
أَءِلَٰهٞ
apakah ada tuhan
مَّعَ
bersama/disamping
ٱللَّهِۚ
Allah
بَلۡ
bahkan
هُمۡ
mereka
قَوۡمٞ
kaum
يَعۡدِلُونَ
mereka berpaling
Terjemahan
Apakah (yang kamu sekutukan itu lebih baik ataukah) Zat yang menciptakan langit dan bumi serta yang menurunkan air dari langit untukmu, lalu Kami menumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah (yang) kamu tidak akan mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah ada tuhan (lain) bersama Allah? Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).
Tafsir
(Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air dari langit buat kalian, lalu Kami tumbuhkan) di dalam ungkapan ini terdapat Iltifat yakni sindiran dari Ghaibah kepada Mutakallim (dengan air itu kebun-kebun) lafal Hada-iq bentuk jamak dari lafal Hadiqatun artinya kebun yang dipagari (yang berpemandangan indah) tampak indah (yang kalian sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya?) karena kalian tidak akan mempunyai kemampuan dan kekuasaan untuk itu. (Apakah ada tuhan) a-ilahun dapat dibaca Tahqiq dan Tas-hil (di samping Allah) yang membantu-Nya untuk melakukan hal-hal tersebut? Maksudnya tidak ada tuhan lain di samping Dia. (Bahkan sebenarnya mereka adalah orang-orang yang menyimpang) yakni menyekutukan Allah dengan selain-Nya.
Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran). Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa hanya Dialah Yang Menciptakan, Yang Memberi Rezeki, dan Yang Mengatur, bukan selain Dia. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi. (An-Naml: 60) Yakni yang menciptakan semua langit yang sangat tinggi lagi sangat jernih itu dan segala sesuatu yang ada padanya berupa bintang-bintang yang bercahaya, bintang-bintang yang berkilauan, dan semua benda angkasa lainnya.
Dia pulalah yang menciptakan bumi ini dan segala sesuatu yang ada padanya berupa gunung-gunung, bukit-bukit, lembah-lembah, tanah-tanah yang terjal, padang sahara, tanah-tanah yang tandus, semua tanaman dan pepohonan, semua buah-buahan, lautan serta semua hewan dengan berbagai macam jenis, bentuk dan warnanya, juga makhluk lainnya. Firman Allah ﷻ: dan yang menurunkan air untukmu dari langit. (An-Naml: 60) Artinya Allah menjadikannya sebagai penyebab rezeki bagi hamba-hamba-Nya.
lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah. (An-Naml: 60) Yaitu kebun-kebun yang indah pemandangan dan bentuknya. yang kamu sekalian tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya. (An-Naml: 60) Kalian tidak mampu menumbuhkan pohon-pohon, dan sesungguhnya yang mampu menumbuhkannya hanyalah Tuhan Yang Maha Pencipta lagi Maha Pemberi rezeki. Hanya Dialah yang dapat melakukannya, bukan selain-Nya. Hal ini diakui pula oleh orang-orang musyrik, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain menceritakan jawaban mereka: Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab, 'Allah'." (Az-Zukhruf: 87).
Dan firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menurunkan air dari langit, lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya? Tentu mereka akan menjawab, "Allah". (Al-'Ankabut: 63) Dengan kata lain, orang-orang musyrik pun mengakui bahwa hanya Allah sematalah yang melakukan itu semuanya, tiada sekutu bagi-Nya, namun mereka menyembah selain Allah bersama-Nya, padahal mereka mengakui bahwa selain-Nya itu tidak dapat menciptakan dan tidak dapat pula memberi rezeki.
Karena sesungguhnya yang berhak disembah hanyalah Tuhan Yang Maha Pencipta dan Maha Pemberi rezeki. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya: Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? (An-Naml: 60) Yakni apakah ada tuhan lain yang disembah selain Allah? Padahal telah jelas bagi kalian dan juga bagi setiap orang yang berakal, bahwa hanya Allahlah Yang Menciptakan dan Yang Memberi rezeki (yang patut disembah). Di antara mufassirin ada yang mengatakan bahwa makna firman-Nya: Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? (An-Naml: 60) Yang menciptakan semuanya ini.
Pengertian pendapat ini ada kaitannya dengan makna yang pertama, karena hipotesis jawaban mereka ialah bahwa tiada seorang pun yang melakukan ini bersama-Nya, bahkan Dia sendirilah yang melakukannya. Lalu dikatakan kepada mereka, "Mengapa kalian menyembah selain Dia bersama-Nya, padahal hanya Dialah Yang Menciptakan, Yang Memberi rezeki dan Yang Mengatur semuanya?" Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? (An-Nahl: 17) Lafaz amman dalam ayat-ayat ini semuanya mengandung takwil, 'Apakah Tuhan yang mengerjakan semuanya ini sama dengan yang tidak dapat mengerjakan sesuatu pun darinya?".
Demikianlah makna konteks secara keseluruhan, sekalipun sebagian darinya tidak disebutkan, mengingat ada indikasi kuat yang menunjuk ke arah tersebut. Allah ﷻ telah berfirman dalam ayat sebelumnya: Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia? (An-Naml: 59) Kemudian dalam akhir ayat berikutnya disebutkan oleh firman-Nya: Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran). (An-Naml: 60) Yaitu mereka menjadikan bagi Allah tandingan dan persamaannya. Istifham atau kata tanya yang mempunyai pengertian sama dengan ayat ini disebutkan pula dalam ayat lain melalui firman-Nya: (Apakah kalian, hai orang-orang musyrik, yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedangkan ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? (Az-Zumar: 9) Maksudnya, apakah orang yang berperilaku seperti ini sama dengan orang yang tidak berperilaku demikian? Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Katakanlah, "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang menerima pelajaran. (Az-Zumar: 9) Dan firman Allah ﷻ: Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam, lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah.
Mereka itu dalam kesesalan yang nyata. (Az-Zumar: 22) Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)? (Ar-Ra'd: 33) Apakah Tuhan Yang Menyaksikan semua perbuatan makhluk-Nya, semua gerakan dan diam mereka, lagi mengetahui semua yang gaib baik yang besar maupun yang terkecilnya sama dengan yang tidak mengetahui, tidak mendengar dan tidak melihat, yakni berhala-berhala yang mereka sembah-sembah selain Allah itu? Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah. Katakanlah, "Sebutkanlah sifat-sifat mereka itu!". (Ar-Ra'd: 33) Demikian pula ayat-ayat ini semuanya mengandung makna yang sama, yakni perbandingan."
60. Setelah ayat-ayat yang lalu membicarakan tindakan Allah terhadap para pembangkang serta penyelamatan terhadapnya hamba-Nya yang taat, kini Allah mengajak untuk membandingkan antara ciptaan-Nya dan yang dilakukan oleh selain-Nya. Wahai Nabi Muhammad, katakan kepada mereka, 'Bukankah Dia yang telah menciptakan langit dan bumi tanpa contoh sebelumnya dan yang menurunkan air hujan dari langit yang sangat bermanfaat untukmu, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah' Kamu sekali-kali tidak akan mampu menumbuhkan pohon-pohonnya yang beraneka ragam dengan jenis, warna dan buah yang berlainan seandainya Allah tidak menurun-kan hujan dari langit. Jika demikian, apakah di samping Allah ada tuhan yang lain' Keserasian dalam ciptaan Allah menunjukkan bahwa tidak ada Tuhan lain yang menyertai Allah. Bahkan, sebenarnya mereka yang menyekutukan Allah adalah orang-orang yang menyimpang dari kebenar-an, sebab telah mempersamakan Allah dengan lainnya dalam ibadah dan keagungan. 61. Tanyakan kepada mereka, 'Bukankah Dia yang telah menjadikan bumi datar, mantap dan tidak bergoncang sehingga layak sebagai tempat berdiam, yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, yaitu antara gunung-gunung yang tertancap di bumi, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk mengokohkan nya, dan yang menjadikan suatu pemisah antara dua laut, yaitu laut yang asin dan sungai air tawar yang bermuara di laut, sehingga masing-masing tidak bercampur aduk' Apakah di samping Allah ada tuhan lain yang melakukan itu sehingga kamu persekutukan Dia dengannya' Sungguh tidak ada, bahkan sebenarnya kebanyakan mereka tidak mau memanfaatkan ilmu kebenaran yang sesungguhnya, seolah-olah mereka tidak mengetahui.
Pada ayat ini, Allah melontarkan beberapa pertanyaan yang menggugah perhatian mereka terhadap keberadaan-Nya, dengan memperhatikan hal-hal penting yang ada di sekeliling mereka. Pertanyaan itu berkisar pada siapakah yang menciptakan langit, bumi, dan segala isi yang terdapat di dalamnya, dan yang menurunkan air hujan dari langit untuk manusia lalu dengan sebab air hujan tumbuhlah kebun-kebun yang indah, yang manusia sendiri sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya.
Ayat ini perlu mendapat perhatian terutama oleh mereka yang sering mengadakan perjalanan keliling sebagai wisatawan atau lainnya, ketika melihat pemandangan yang indah, seperti kebun raya, kebun binatang, aquarium, berbagai pameran hasil industri pertanian, pertekstilan, dan sebagainya. Mereka harus memandang keindahan alam yang di depan dan di sekelilingnya sebagai cermin yang menampakkan segala keindahan, keagungan, dan kesempurnaan Allah. Dengan mengamalkan cara yang demikian itu, maka ingatan manusia akan selalu tertuju kepada Allah. Dengan demikian, ketika manusia melihat setiap makhluk, pasti ia akan mengingat Khaliknya. Bila hal itu telah menjadi kebiasaan, maka ia akan merasakan ketauhidan yang murni, bersih dari segala unsur kemusyrikan. Maka pertanyaan tersebut patut dilanjutkan dengan pertanyaan kedua: "Apakah di samping Allah ada tuhan yang lain?" Tentu saja jawabannya adalah: "Tidak, sebab hanya Allah satu-satunya Tuhan yang berhak di sembah."
Sebenarnya orang-orang yang menyembah berhala itu adalah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Sebab, jika mereka ditanya, "Siapakah yang menurunkan air hujan dari langit yang kemudian menghidupkan dengan air itu bumi yang tadinya mati," mereka menjawab, "Allah" sesuai dengan firman-Nya:
Dan jika kamu bertanya kepada mereka, "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu dengan (air) itu dihidupkannya bumi yang sudah mati?" Pasti mereka akan menjawab, "Allah." (al-'Ankabut/29: 63)
Orang-orang penyembah berhala itu sebenarnya mengakui bahwa berhala mereka tidak dapat menurunkan air hujan yang menjadi penyebab kemakmuran bumi, tetapi mengapa mereka tetap juga menyembahnya. Jawaban mereka itu hanya karena mengikuti kebiasaan nenek moyang mereka, walaupun tidak sejalan dengan logika orang yang berpikiran sehat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Siapa Lagi Selain Allah?
Ayat 60
Sebagai sambutan dari pertanyaan yang sebelumnya, datang lagi per-2 tanyaan Tuhan: “Atau, siapakah yang mencipfakan semua fongit dan bumi?" (pangkal ayat 60). Siapa yang menciptakan langit yang berlapis tujuh itu? Langit yang indah tempat kita bernaung, dihiasi dengan bintang-bintang yang mengagumkan itu? Ada bintang beredar, ada bintang yang tetap dan ada falak, atau cakrawala, ruang angkasa yang tidak diketahui di mana ujungnya lagi? Bumi, yang dijadikan hamparan tempat manusia berdiam, yang segala sesuatunya penuh dengan wama dan keindahan. Dan segala sesuatunya menyimpan kekayaan yang tidak kunjung habis? Berimba lebar dan berpadang luas. Berair terjun, bersungai mengalir, berpohon besar, berkayu rindang, berhutan lebat, bergunung-ganang, berlaut danau, bersayur-mayur, berbuah ragam, ber-binatang, berserangga, berikan, berburung, berwarna berwarni. “Dan telah menurunkan kepada kamu air dari langit," maka dari air itulah pangkal hidup segala yang hidup, baik binatang atau tumbuh-tumbuhan dan suburlah alam.
“Lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun kebun yang indah permai," termasuklah di dalamnya sawah bendang. Termasuklah di dalamnya berbagai kebun besar di tanah-tanah yang luas, yang ditanami oleh manusia dengan secara teratur menurut ilmu pengetahuan tentang bumi, tanaman apa yang patut ditanam di atasnya. Sehingga kita lihatlah di padang-padang pasir kebun korma di Oase (Wadi, lembah) yang hijau subur. Terlihatlah kebun kelapa sawit, atau kebun getah atau kebun nenas yang dikirim orang dari satu benua ke lain benua melalui lautan yang besar, yang dinamai import dan export. Lalu ditegaskan supaya manusia jangan lupa; “Tidaklah ada upaya kamu buat menumbuhkan pohonnya." Manusia hanya menanamkan. Adapun yang menumbuhkan hanya semata-mata Allah. Suburnya padi bergantung kepada penanaman di musim hujan. Kalau tiba-tiba datang saja kemarau, atau misalnya perhitungan musim tidak tepat ketika bertanam, tidaklah padi itu akan tumbuh. Demikian juga segala tanaman yang lain. Ini pasti diinsafi oleh manusia. Sebab itu datanglah inti pertanyaan: “Adakah tuhan lain bersama Allah?"
Setelah manusia merenungkan kejadian langit dan bumi itu, dan setelah manusia melihat bagaimana turunnya hujan membawa air untuk menyiram dan menyuburkan bumi sampai timbul kebun-kebun, sawah bendang dan taman-taman yang indah, pastilah sampai fikiran manusia kepada Maha Pen-cipta Karena tidaklah mungkin bahwa segala yang teratur ini'tidak ada yang mengaturnya. Pencipta itu pastilah Maha Kuasa, sebab yang diciptakannya ini sangatlah hebat, dahsyat dan agung. Dari bekas yang diciptakan timbullah kesan tentang Kebesaran Yang Menciptakan. Apabila direnungi dengan akal yang cerdas timbul pula kesimpulan, bahwa tidaklah mungkin Yang Mencipta Alam itu berbilang. Pastilah penguasanya ini SATU TANGAN. Di sinilah timbul dengan sendirinya pertanyaan sebagai terlukis dalam ayat-ayat ini: “Adakah tuhan lain bersama Allah?"
Pastilah jawabannya telah sedia dalam hasil fikiran yang mumi; “Tidak ada!"
Maka orang-orang yang mengingkari Keesaan Allah, yang mengakui bahwa ada pula tuhan lain bersama Allah, adalah orang yang tidak jujur. Orang yang mendustai fikirannya yang murni. Di akhir ayat dikatakan: “Bahkan mereka adalah kaum yang berpaling." (ujung ayat 60). Yang berpaling dari kebenaran, berpaling dari garis lurus logika fikiran, maka tersesatlah mereka itu dalam perjalanan.
Ayat 61
“Atau, siapakah yang menjadikan bumi itu tetap?" (pangkal ayat 61). Bumi dijadikan Allah TETAP, tiada bergoyang-goyang, sehingga manusia pun merasa tenteram di atasnya. Dapat manusia mendirikan rumah, belayar di lautan, berkendaraan dengan senang. Padahal kalau bumi itu senantiasa bergoyang-goyang niscaya tidaklah dapat manusia hidup di atas permukaannya."Dan menjadikan di celah-celahnya sungai-sungai." Susunan kata “khilala-ha", yang kita artikan celah-celahnya, sangatlah tepat untuk jalannya aliran sungai-sungai. Sebab air yang membentuk jadi sungai itu tidaklah dapat mengalir kalau bukan di tanah yang rendah Air yang ringan itu melalui peraturan sendiri untuk me uruni yang rendah, mengisi yang lekung, mengepung yang menghambat, dan dia mempunyai kekuatan. Dia tidak akan mendaki kepada yang tinggi, kecuali dengan berkumpul bersama-sama. Celah-celah bumi itulah yang dibuat oleh air menjadi tempat lalu untuk mengalir menuju ke laut. Itulah yang bernama sungai-sungai. Dan sungai-sungai itu sangat bertali-berkelindan dengan hidup manusia, dengan kebudayaannya, kemajuan hidupnya dan peradabannya. Oleh sebab itu tidaklah dapat dilepaskan kehidupan bangsa Mesir sejak zaman purbakala dengan sungai Nil. Bangsa Babilon dan Irak dengan Furat dan Dijlah (Tigris), bangsa Mesopotami dengan sungai Jordan. Bangsa Hindu dengan Indus dan Yangga, bangsa Eropa dengan Donauw dan Rhin dan Themes. Kerajaan Sriwijaya dengan Musi dan Lematang. Darmasraya dengan sungai Batanghari Kerajaan Pagaruyung dengan sungai Siak dan Kuantan.
“Dan menjadikan gunung-gunung untuk pasak baginya." Yaitu untuk menjadi pasak dari bumi itu Kalau tidak ada gunung-gunung sebagai pasak dari bumi, tidak juga akan tahan manusia hidup di permukaannya. Ingat sajalah ketika kita belayar di laut lepas, betapa besarnya angin ribut di laut, karena tidak ada yang menghambat. Maka dapat jugalah kita hubungkan dengan pangkal ayat, yaitu bahwa Allah menjadikan bumi itu tetap, tidak bergoyang. Satu di antara sebab yang amat penting dari tetapnya bumi, tidak goyang, ialah karena dia dipasak dengan gunung-gunung."Dan menjadikan di antara dua lautan ada batas." Maksudnya ialah di antara lautan tawar dengan lautan asin. Di tempat yang kita namai muara, terdapatlah batas Alamiy bikinan Allah di antara air tawar dengan air asin itu Selama masih dalam daerah sungai, airnya masih tawar dan manis, dapat diminum oleh manusia yang hidup di daratan itu. Tetapi di daerah yang telah disebut lautan, airnya telah asin. Lihatlah pertemuan air laut dengan air tawar di muara. Seumpama di Muara Batang Arau di Padang. Demikian besarnya ombak yang berdebur setiap hari bahkan setiap saat di muara itu, dan demikian pula besarnya sebuah sungai yang selalu mengalir dari hulu, namun di antara daerah tawar dengan daerah asin masih ada terus. Lantaran bukti yang jelas itu datanglah pertanyaan sekai lagi; “Adakah tuhan lain bersama Allah?" Melihat kenyataan itu, akal yang waras akan menjawab."Tidak ada!" Sebab, bila melihat kesempurnaan dan kesatuan peraturan atas segala yang ada, mustahillah akan “banyak tangan" yang mengaturnya.
“Namun yang terlebih banyak mereka adalah tidak tahu." (ujung ayat 61). Mengapa terlebih banyak mereka yang tidak tahu? Ialah karena mereka tidak mempergunakan penyelidikan, tidak mempergunakan renungan fikiran yang mendalam. Karena pengetahuan timbul adalah karena kesukaan penyelidik dan memperhatikan.
Ayat 62
‘Atau, siapakah yang memperkenankan permohonan orang yang terdesak, apabila memohon kepadaNya? Dan yang melepaskan dari kesulitan?" (pangkal ayat 62). Pangkal ayat ini pun berupa pertanyaan, tetapi berisikan penjelasan, bahwasanya tidak ada yang sanggup memberikan pertolongan kepada orang yang sedang terdesak, tertekan oleh suatu kesulitan, selain Allah jua.
Maka apabila manusia sudah sangat terdesak, sekalipun pintu sudah tertutup, sekalian pengharapan seakan-akan telah putus, gelap semata-mata kiri dan kanan, maka apabila dipusatkan segala harapan dan ditumpukan pengharapan kepada Allah semata-mata, niscaya Allah akan melepaskan daripada kesulitan itu. Inilah yang disyfirkan oleh seorang penyair:
Apabila engkau terjatuh ke dalam suatu kesulitan atau kesengsaraan, maka serulah Allah Yang Mulia dan katakanlah, “Cepatlah, ya Tuhan," niscaya kesengsaraanmu akan dihilangkan dengan segera; sehingga habis sirna. Berapa banyak, berapa banyak orang yang telah tenggelam Dia bangkitkan.
Al-Hafiz Ibnu Asakir pernah menceriterakan tentang seseorang yang di-ceriterakan pula oleh Abu Bakar bin Daud ad-Dainuri, yang terkenal dipanggilkan orang dengan Adduqqi ash-Shufi. Orang itu menceriterakan tentang pengalamannya, bahwa dia mempersewakan kuda kendaraan dari kota Damaskus ke negeri Zabdani. Pada suatu hari seorang menyewa kudanya. Lalu dia berjalan menuruti jalan yang tidak bisa dilalui selama ini. Orang itu berkata: “Ambil jalan jurusan ini saja, sebab jalan ini lebih dekat."
“Saya tidak biasa menempuh jalan ini," katanya kepada penyewa itu.
“Ke mari lebih dekat!" katanya.
Lalu kami meneruskan perjalanan ke suatu daerah yang kian lama kian sukar dilalui. D i,-sana didapati suatu jurang yang dalam dan aku dapati pula di sana banyak bangkai orang. Lalu si penyewa itu berkata: “Engkau peyanglah kepala bagal ini, aku akan turun!" Dia pun turun, lalu digulungnya lengan bajunya dan dia bersiap-siap. Tiba-tiba dikeluarkannya sebilah pisau besar tajam dan dikejarnya aku Aku pun segera lari. Tetapi dia menuruti aku juga dari belakang. Maka berhentilah aku dan aku serukan kepadanya: “Ambillah bagal itu untukmu dan ambillah segala pelananya dan janganlah aku engkau peng-apa-apakan."
Dia menjawab: “Bagal ini memang untuk aku, tetapi engkau mesti aku bunuh!"
Aku beri peringatan kepadanya bahwa dengan membunuhku dia akan berbuat dosa besar dan kalau ketahuan, dia mesti dihukum, namun dia tidak juga perduli. Akhirnya aku bersedia menyerah hendak diapakannya sekalipun, asal saja diberinya aku peluang sembahyang dua rakaat.
“Baiklah," katanya, “Tetapi cepat!"
Setelah aku bertakbir kelulah lidahku karena takut, tidak berketentuan bacaan yang akan aku baca, sehingga satu huruf pun tidak keluar dari mulutku, sedang dia mendesak juga sambil berkata, “Cepatlah!"
“Tiba-tiba meluncur sajalah dari lidahku membaca ayat “Am-man yujibul muth-thar-ra idza da-'ahu" ini (atau, siapakah yang memperkenankan permohonan orang yang terdesak apabila memohon kepadanyAl. Belum sampai habis ayat itu aku baca, tiba-tiba muncul sajalah dari balik lembah itu seseorang mengendarai seekor kuda yang amat tangkas memeyang sebuah tombak panjang. Lalu dengan cepat sekali ditombakkannya tombak itu kepada si penyewa yang telah jadi perampok ganas itu, tepat mengenai jantungnya, tembus ke belakang, sehingga tersungkur mati seketika itu juga. Maka aku dekatilah Pahlawan Penolong yang tidak aku kenal itu dan aku tanyakan: “Demi Allah, sudilah memberitahukan kepadaku, siapa tuan?"
Dia menjawab “Aku diutus oleh yang engkau seru, yang memperkenankan orang yang terdesak apabila berseru kepadaNya, dan yang menghilangkan segala kesusahan."
Sedang saya tercenyang-cenyang dia pun pergi. Tidak berapa saat kemudian tempat itu aku tinggalkan dengan mengendarai bagalku dan menghela bagal yang aku persewakan itu
Al-lmam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan sebuah Hadis, dengan sanad-nya, yang diterima dari seorang sahabat Nabi bangsa Badwi yang bernama Jabir bin Salim al-Hujaimi. Dia datang dari desa menemui Rasulullah s.a.w. lalu bertanya: “Siapakah di antara yang hadir ini yang bernama Muhammad Rasulullah?" Lalu Rasulullah menyanggukkan kepala memberi isyarat bahwa dialah itu
Lalu dia berkata: “Ya Rasul Allah! Saya ini orang Badwi, sebab itu saya agak kasar, maafkan saya dan berilah saya nasihat" Maka bersabdalah Rasulullah s.a.w. menyampaikan nasihatnya sebagaimana yang diminta oleh Badwi itu:
“Janganlah engkau remehkan perbuatan yang baik itu sedikit pun, walaupun sekedar bermuka manis kepada saudaramu jika bertemu, dan walaupun akan engkau kosongkan isi air timbamu Jika orang datang minta air karena kehausan. Dan jika ada orang mencerca-makimu karena dia mengetahui ada kesalahanmu, maka janganlah engkau membalas dengan mencerca-makinya pula dalam hal kesalahannya yang engkau ketahui. Dengan bersikap demikian engkau mendapat pahalanya dan dia ditimpa dosanya Dan janganlah engkau rimbihkan ujung kain sarungnya sampai terjela ke tanah; sebab yang demikian adalah tanda kesombongan. Sedang Allah tidaklah suka kepada orang yang sombong Dan sekali-kali janganlah engkau menyumpah-nyumpah, memaki-maki. “
“Kemudian itu berkatalah Jabir bin Salim al-Hujaimi, “Sejak mendengor nasihat beliau s.a.u), itu, tidaklah saya pernah lagi memaki-maki, menyumpah-nyumpah kepada seorang pun, dan tidak kepada kambing, bahkan tidak kepada unta."
(Riwayat Abu Daud dan an-Nasa'i; dan ada lagi Hadis riwayat yang lain yang serupa isinya dengan ini).
“Dan yang menjadikan kamu khalifah-khalifah bumi?" Khalifah artinya ialah pengganti. Di dalam al-Qur'an beberapa kali disebut kalimah khalifah. yang berarti pengganti. 2 kali disebut Khalifah yang berarti seorang pengganti. Ayat pertama ialah Surat 2 al-Baqarah ayat 30. yang menerangkan tentang Allah hendak menjadikan Khalifah di muka bumi yang dinyatakannya kepada Malaikat. Yang kedua ialah ayat 26 dari Surat 38, Shad tentang Allah menentukan Nabi Daud a.s. menjadi Khalifah di muka bumi, dan Allah memerintahkan kepada beliau agar menghukum di antara manusia dengan benar, dan jangan mengikuti kehendak hawanafsu, karena jika hawanafsu diturutkan. akan sesatlah manusia dari jalan Allah.
Bertemu pula kalimat KHALA-IF (…), yaitu di Surat 6, al-An'am ayat 165, Surat 10, Yunus ayat 14 dan ayat 73, di Surat 35 Fathir ayat 39. Yang artinya ialah menyatakan bahwa angkatan-angkatan yang datang kemudian menggantikan angkatan yang telah lalu.
Bertemu lagi kalimat dengan pengertian jama' (banyak) sebagai khala-if juga, yaitu KHULAFA-A (…). Kalimat demikian bertemu dalam Surat 7 al-A'raf 69 dan at-A'raf 74 dan ayat yang tengah kita tafsirkan ini, yaitu di Surbt 27 an-Naml (semut) ayat 62.
Maka dapatlah kita jelaskan bahwa kalimat khalifah ialah satu (mufrad), seorang, yang jadi khalifah. Di Surat Shad 26 itu yang ditunjuk ialah Daud. Dan yang terdapat di Surat al-feaqarah ayat 30 satu juga yang dimaksud, baik peribadi seorang makhluk Allah yang bernama Adam, nenek-moyang dari manusia. Atau satu jenis dari makhluk Allah yaitu INSAN; Manusia.
Maka di dalam ayat-ayat yang menyebut Khulafa-a samalah maksudnya. Terutama pada ayat yang tengah kita tafsirkan ini. Aliahlah “Yang menjadikan kamu khalifah-khalifah bumi", yaitu turunan demi turunan, generasi demi generasi.
Ibnu Katsir menafsirkan demikian: “Dan yang menjadikan kamu khalifah-khalifah bumi," artinya ummat sesudah ummat, turunan sesudah turunan, kaum sesudah kaum. Kalau Dia menghendaki, boleh saja dijadikan sekaligus, tidak dijadikan turunan demi turunan, atau sebagai kejadian Adam saja dari tanah. Dan kalau Dia kehendaki bisa saja yang setengah adalah keturunan dari yang setengah, tetapi tidak dimatikannya yang mula-mula lebih dahulu, melainkan sekaligus semuanya kelak dimatikannya. Kalau ditakdirkannya begitu niscaya sempitlah muka bumi ini, dan menjadi sukar mencari rezeki sehingga sempitlah kehidupan, sampai yang setengah memberi mudharat kepada yang setengah Tetapi hikmatNya yang tertinggi mengatur lebih bijaksana; dengan kudrajnya semua berasal dari nafsin-wahidatin, diri yang satu, kemudian dia berkembang biak, bertebaran di muka bumi, yang pergi beransur pergi, yang datang beransur datang, turunan sesudah turunan, suatu generasi sesudah suatu generasi, namun duma tetap ramai, sampai masing-masing datang janjinya yang telah ditentukan sebagaimana yang ditentukan Tuhan, dan semuanya tidak ada yang luput dari perhitungan Tuhan, sampai akhir kelaknya kiamat pun datang dan tiap-tiap orang menemuilah hasil perhitungan Allah atas amal yang dikerjakannya selama hidupnya.
Dengan ini jelaslah apa arti dari khalifah. Yaitu bahwa kita yang datang di belakang ini adalah khalifah, pengganti, dari generasi yang dahulu dari kita. Seorang diri manusia lahir ke dunia. Kelahiran adalah kepastian dari mati. Tetapi datang itu tiap peribadi bergeler dan mati pun bergeler pula, namun perikemanusiaan tidak mati, sampai kiamat datang. Perikemanusiaan itulah yang diwariskan, dipusakakan oleh yang dahulu kepada yang datang kemudian.
Untuk itu sekali lagi datang pertanyaan; “Adakah tuhan lain bersama Allah?" Pasti tidak ada tuhan lain bersama Allah. Karena Allah itu adalah Yang Permulaan tidak berpangkal dan Yang Penghabisan tidak berujung, meliputi sekalian generasi, dan tidak mungkin Maha Kekuasaan sebesar itu disyarikati oleh yang lain. Tetapi: “Sedikit saja kamu yang ingat." (ujung ayat 62). Sedikit yang ingat, karena kebanyakan kamu menghabiskan umurmu di dunia hanya semata-mata untuk makan, sampai kamu tidak memperhatikan nilai dari kehidupan itu.
Ayat 63
“Atau, siapakah yang memberi petunjukmu pada gelap-gulita daratan dan lautan?" (pangkal ayat 63). Kita tahu bahwa dunia ini mempunyai jurusan yang pokoknya empat, yaitu Timur dan Barat, Utara dan Selatan. Dan dapat pula menjadi delapan. Ditambah dengan Tenggara, Timur Laut, Barat Daya dan Barat Laut, Dalam perjalanan hendak mencapai suatu tempat, kita mesti tahu di jurusan mana terletak tempat yang akan kita tinjau itu. Kalau tidak tentu kita akan sesat jalan. Sebab jalan kepada yang dituju bukan datar semata-mata. Kadang bergunung, berlurah, beriaut. Sekarang Tuhan menanyakan kepada kita, kalau misalnya di dalam perjalanan malam hari yang gelap-gulita, baik di daratan atau di lautan, siapa yang memberi kita pertunjuk jurusan Barat dan Timur, Utara dan Selatan itu, kalau bukan Tuhan? Bintang-bintang di langit menjadi penunjuk jalan bagi pengembara di padang pasir, atau pelayar jauh di lautan.
Tersebut di dalam Surat 16, an-Nahi (Lebah) ayat 16:
“Dan beberapa tanda-tanda; dan dengan bintang-bintang mereka mendapat perturijuk"
Alamat-alamat itu bermacam-macam. Misalnya apabila di Selat Sunda kita melihat pula Sebuku, tandanya kita di dekat Lampung. Apabila kelihatan Gunung Bungkuk, alamat kita telah sampai di pantai Bengkulu. Apabila orang di zaman dahulu belayar dari pelabuhan Selinda menuju Pagai, yang akan kelihatan lebih dahulu ialah pulau Sinyaru. Maka masuklah itu dalam pantun:
Hilang Sinyaru tampak Pagai,
Hilang dilamun-lamun ombak;
Hilang nan Bungsu, hilang sangsai,
Hilang di mata orang nan banyak.
Dia dua kalimat pengantar itulah dikatakan bahwa apabila mereka telah belayar menuju pulau Pagai (Mentawai) di pertengahan pelayaran akan bertemulah pulau Sinyaru. Kemudian itu terlepaslah Sinyaru, sampai hilang dari mata. Hilang di dalam lamunan ombak. Apabila Sinyaru telah mulai hilang, niscaya akan kelihatan Pulau Pagai Alamat bahwa pelayaran telah dekat sampai kepada yang dituju. Oleh sebab itu banyaklah alamat itu terdapat di daratan dan di lautan. Gunung-gunung dan bukit-bukit, semenanjung, bahkan juga kayu besar di puncak suatu lereng bukit. Dan di lautan siang hari ialah pulau-pulau dan daratan. Dan apabila kapal sudah sangat jauh di laut, sehingga daratan tidak kelihatan lagi, bintang di langitlah yang dijadikan pedoman menentukan Barat dan Timur, Barat Daya dan Timur Laut.
Dan samasekali itu adalah alamat atau petunjuk yang disediakan Allah bagi manusia. Kemudian Allah pun memberikan ilham kepada manusia sehingga dapat mengetahui kompas atau pedoman yang menunjuk selalu ke Utara, sehingga dengan demikian tetaplah diketahui pula di mana Selatan dan Barat dan Timur. ‘Dan siapakah yang mengirim angin, membawa kegembiraan di hadapan rahmatNya?" Bertalian dengan alamat petunjuk dalam pengembaraan di daratan dan pelayaran di lautan itu, lanjutan pertanyaan sampai kepada hembusan angin di lautan atau di daratan sekalipun. Semasa orang memakai kapal layar dahulu kala, pelayaran kapal sangat bergantung kepada angin. Kalau kapal kematian angin pelayaran bisa terhalang. Kalau angin terlalu besar, tiang bisa patah dan kapal bisa tenggelam. Maka angin yang sangat diharapkan dalam pelayaran ialah angin yang membawa kegembiraan. Hembusannya kencang, tetapi bukan badai dan bukan taufan. Di waktu itu kapal belayar laksana pucuk dilancarkan. Itulah yang bisa disebut oleh orang pelayar dengan “Angin Selatan jolong jadi"; udaranya pun mantap dan menyegarkan.
Di darat pun demikian juga. Melalui padang-padang pasir Sahara yang luas, baik di Afrika Utara atau di Jazirah Arab, atau di gurun pasir Gobi di Cina, kafilah-kafilah yang sedang mengembara pun tidak berani berangkat melalui ‘ padang Sahara kalau angin sedang keras. Pasir yang tengah berpindah bisa ‘ menimbuni kafilah itu atau membuat mata musafir tertutup oleh pasir. Bahkan telah pernah penulis tafsir ini menyaksikan betapa ngeri rasanya mobil melalui jalan-jalan raya moden pada bulan April 3968 di antara Kuwait dengan Riyadh ‘ dan Riyadh dengan Thaif bertepatan dengan angin sedang keras. Pasir-pasir itu kelihatan sebagai menjalar seperti ulat, sehingga ngeri kita melihatnya. Oleh ‘s sebab itu maka kalimat-kalimat yang terkandung dalam ayat ini menyatakan bahwa ada angin sepoi yang membawa Rahmat, bahtera bertunda jauh, pelayaran selamat tidak kurang suatu apa, perjalanan kafilah di daratan pun selamat pula. Dari mana datangnya angin yang demikian, atas kehendak siapa dia berhembus, kalau bukan atas kehendak Allah? Pertanyaan pun datang ‘ sekali lagi: “Adakah tuhan lain bersama Allah?" Tidak ada! Kekuasaan mutlak menghembuskan angin atau meredakannya, atau membuatnya menjadi angin punting beliung yang berhembus dahsyat hanya pada Allah. Sebab itu maka: “Maha Tinggilah Allah daripada apa yang mereka sekutukan itu." (ujung ayat 63). Maka bersihlah Islam daripada kepercayaan kaum yang mempersekutukan yang lain dengan Allah. Tidaklah ada dalam Islam kepercayaan bahwa udara i itu ada tuhan atau dewanya sendiri, yaitu indra, dan angin ada dewanya sendiri ) yang bernama bayu dan sebagainya. Bulat kekuasaan adalah pada Allah, Maha Kuasa, Maha Esa, tiada bersyarikat yang lain dengan Dia, sehingga apabila seorang manusia hendak menyeru, langsunglah kepadaNya.
Ayat 64
“Atau, siapakah yang memulai penciptaan kemudian mengulanginya?" (pangkal ayat 64). Memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, tidak ada yang dapat berbuat demikian hanya Allah dengan segala kudrat iradatNya. Tanah yang tadinya hidup, karena kekurangan air bisa mati. Tetapi kalau air datang kembali dengan teratur, dia pun akan hidup kembali. Rumput-rumput dapat sangat subur di musim hujan dan hangus terbakar dan licin tandas kalau kemarau telah datang. Kelak bila musim hujan datang kembali, dia pun hidup kembali. Biji mangga yang kering yang kita kira telah mati, hidup kembali setelah dia ditanamkan ke atas permukaan bumi. Nanti setelah dia berbuah dan daging buah itu dimakan, tinggal bijinya, biji itu akan kelihatan mati. Namun dia bisa hidup pula. Banyaklah keajaiban di permukaan bumi ini dijadikan Tuhan; cuma karena telah biasa dilihat, tidak kita perhatikan lagi. Padahal keajaibannya tidaklah habis-habis kalau kita perhatikan."Dan siapakah yang memberimu rezeki dari langit dan bumi?" Dari langit turunlah air, dan dari bumi datanglah sambutan dengan kesuburan; tumbuhlah segala keperluan hidup, sejak dari makanan dan pakaian, sampai kepada binatang ternak. Semuanya rezeki yang diberikan Allah. Dan dari dalam bumi itu sendiri dapatlah dikeluarkan berbagai logam, berbagai alat keperluan hidup, terutama minyak dan bensin yang menjadi penggerak hidup dunia di zaman sekarang. Menurut hasil penyelidikan sarjana, kekayaan minyak dan bensin itu telah terpendam di bawah perut bumi sejak jutaan tahun yang telah lalu, untuk dipakai oleh manusia zaman sekarang Belum pula rezeki yang terpendam di dasar laut."Adakah tuhan lain bersama Allah?" Yang dapat memberikan jaminan sebanyak itu untuk manusia turunan demi turunan?
“Katakanlah!" Hai Utusan Kami, “Kemukakanlah alasan kamu." Kemukakanlah bukti yang terang, yang dapat diterima akal sihat, “Jika kamu orang-orang yang benar." (ujung ayat 64). Mereka tidak akan dapat mengemukakan alasan itu, karena memang tidak ada alasan yang dapat dikemukakan.