Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالُواْ
mereka berkata
ٱطَّيَّرۡنَا
kami mendapat celaka
بِكَ
disebabkan kamu
وَبِمَن
dan dengan orang-orang
مَّعَكَۚ
bersamamu
قَالَ
(Saleh) berkata
طَٰٓئِرُكُمۡ
kecelakaanmu
عِندَ
disisi
ٱللَّهِۖ
Allah
بَلۡ
bahkan/tetapi
أَنتُمۡ
kamu
قَوۡمٞ
kaum
تُفۡتَنُونَ
kamu diuji
قَالُواْ
mereka berkata
ٱطَّيَّرۡنَا
kami mendapat celaka
بِكَ
disebabkan kamu
وَبِمَن
dan dengan orang-orang
مَّعَكَۚ
bersamamu
قَالَ
(Saleh) berkata
طَٰٓئِرُكُمۡ
kecelakaanmu
عِندَ
disisi
ٱللَّهِۖ
Allah
بَلۡ
bahkan/tetapi
أَنتُمۡ
kamu
قَوۡمٞ
kaum
تُفۡتَنُونَ
kamu diuji
Terjemahan
Mereka menjawab, “Kami bernasib malang karena engkau dan orang-orang yang bersamamu.” Dia (Saleh) berkata, “Nasibmu (malang atau tidak ditetapkan) di sisi Allah (bukan karena kami). Kamu adalah kaum yang sedang diuji.”
Tafsir
(Mereka menjawab, "Kami mendapat kesialan) asalnya adalah Tathayyarna, kemudian huruf Ta diidgamkan kepada huruf Tha setelah diganti menjadi Tha, kemudian ditarik Hamzah Washal, sehingga menjadi Iththayyarna. Artinya, kami merasa sial (disebabkan kamu dan orang-orang yang besertamu") yakni orang-orang Mukmin yang besertamu. Mereka mengatakan demikian karena mereka tertimpa kemarau panjang dan paceklik. (Saleh berkata, "Nasib kalian) yakni kesialan kalian (adapada sisi Allah) Dia-lah yang telah mendatangkannya kepada kalian, bukan kami (tetapi kalian kaum yang diuji") maksudnya sedang dicoba dengan kebaikan dan keburukan.
Tafsir Surat An-Naml: 45-47
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus kepada (kaum) Samud saudara mereka Saleh (yang berseru), "Sembahlah Allah. Tetapi tiba-tiba mereka (jadi) dua golongan yang bermusuhan. Dia berkata, "Hai kaumku, mengapa kalian minta disegerakan keburukan sebelum (kalian minta) kebaikan? Hendaklah kalian meminta ampun kepada Allah, agar kalian mendapat rahmat. Mereka menjawab, "Kami mendapat nasib yang malang karena kamu dan orang-orang yang besertamu.Saleh berkata, "Nasib kalian ada pada sisi Allah, (bukan kami yang menjadi sebab), tetapi kalian kaum yang diuji. Allah ﷻ menceritakan tentang kaum Samud dan kisah mereka bersama nabi mereka (yaitu Saleh a.s.) saat Nabi Saleh menyeru mereka untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Tetapi tiba-tiba mereka (jadi) dua golongan yang bermusuhan. (An-Naml: 45) Mujahid mengatakan bahwa ada yang mukmin dan ada yang kafir, sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka, "Tahukah kalian bahwa Saleh diutus (menjadi rasul) oleh Tuhannya? Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Saleh diutus untuk menyampaikannya. Orang-orang yang menyombongkan diri berkata, "Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kalian imani. (Al-A?raf: 75-76) Adapun firman Allah ﷻ: Dia berkata, "Hai kaumku, mengapa kalian minta disegerakan keburukan sebelum (kalian minta) kebaikan? (An-Naml: 46) Maksudnya, mengapa kalian meminta agar disegerakan datangnya azab dan mengapa kalian tidak meminta dari Allah akan rahmat-Nya? Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: "Hendaklah kalian meminta ampun kepada Allah, agar kalian mendapat rahmat.'' Mereka menjawab, Kami mendapat nasib yang malang karena kamu, dan orang-orang yang besertamu. (An-Naml: 46-47) Yakni kami tidak melihat pada wajahmu dan wajah orang-orang yang mengikutimu suatu kebaikan pun.
Mereka adalah orang-orang yang amat celaka, sehingga tidak sekali-kali ada seseorang dari mereka yang tertimpa keburukan, melainkan mengatakan bahwa ini akibat kesialan yang dibawa oleh Saleh dan para pengikutnya. Mujahid mengatakan, kaum Samud menganggap Nabi Saleh dan para pengikutnya sebagai pembawa kesialan. Yang dimaksud dengan kesialan ini sama dengan apa yang diceritakan oleh Allah ﷻ dalam kisah kaum Fir'aun, yaitu: Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata, "Ini adalah karena (usaha) kami.Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. (Al-A'raf: 131), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah ﷻ: Dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, "Ini adalah dari sisi Allah. Dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana, mereka mengatakan, "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad). Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah. (An-Nisa: 78) Yakni berdasarkan ketetapan dan takdir-Nya. Dan firman Allah ﷻ yang menceritakan tentang penduduk suatu kota ketika kedatangan utusan-utusan Allah: Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami bernasib malang karena kalian, sesungguhnya jika kalian tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kalian dan kalian pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami. Utusan-utusan itu menjawab, "Kemalangan kalian itu adalah karena kalian sendiri. (Yasin: 18-19), hingga akhir ayat.
Dan dalam ayat surat ini disebutkan perkataan mereka melalui firman-Nya: Kami mendapat nasib yang malang karena kamu dan orang-orang yang besertamu. Saleh berkata, "Nasib kalian ada pada sisi Allah, (bukan kami yang menjadi sebab). (An-Naml: 47) Maksudnya Allah-lah yang melakukan hal itu kepada kalian. tetapi kalian kaum yang diuji. (An-Naml: 47) Qatadah mengatakan, kalian diuji melalui ketaatan dan kedurhakaan. Makna lahiriah firman-Nya, "Tuftanun" artinya kalian sedang dibinasakan secara berangsur-angsur melalui kesesatan yang kalian kerjakan."
Mendengar nasihat Nabi Saleh tersebut, mereka menjawab, 'Kami mendapat nasib yang malang seperti perpecahan di antara kami, kepahitan hidup, gagal panen, dan lain sebagainya, disebabkan oleh kamu dan orang-orang yang bersamamu. Sebelum kamu datang menyeru kepada kami, kami tidak menemukan nasib seperti ini. "Dia, Saleh, berkata, 'Nasibmu, baik itu nasib baik atau buruk adalah ada pada Allah sesuai dengan ketetapan-Nya, bukan kami yang menjadi sebab, tetapi kamu adalah kaum yang sedang diuji. ' Apakah setelah kedatangan Nabi Saleh, kamu beriman kepadanya atau tidak, Jika beriman, kamu akan mendapat pahala dan jika kafir kamu akan mendapatkan siksaan. 48. Pada ayat-ayat berikut ini diceritakan tentang negeri kaum 'amud yang senantiasa bermaksiat. Negeri tersebut ialah al-Hijr, yang terletak di selatan Madinah. Dan di kota itu ada sembilan orang laki-laki yang dari waktu ke waktu selalu berbuat kerusakan di bumi, yaitu segala macam kemaksiatan. mereka tidak melakukan perbaikan terhadap diri mereka sendiri dengan beriman dan bertakwa.
Kaum Samud yang ingkar itu menjawab seruan Nabi Saleh dengan mengatakan bahwa mereka merasa sial dengan seruan Nabi Saleh dan orang-orang yang beriman kepadanya. Semenjak Nabi Saleh menyeru mereka agar meninggalkan tuhan-tuhan mereka dan hanya menyembah Tuhan Yang Maha Esa, mereka telah ditimpa pelbagai malapetaka, seperti tidak turunnya hujan yang menyebabkan kekeringan dan lain-lain. Mereka percaya akan terus ditimpa bencana karena kemarahan tuhan-tuhan mereka akibat perbuatan Nabi Saleh itu. Tanda-tanda kesialan dan kedatangan bencana itu tampak pada setiap kali mereka melempar dan mengejuti burung, yang memberi tanda ramalan nasib mereka, burung itu memperlihatkan tanda-tanda yang tidak baik kepada mereka.
Mereka menjawab demikian karena kebodohan dan kepercayaan mereka kepada takhayul dan lain-lain. Sebagaimana orang-orang primitif yang percaya pada kekuatan-kekuatan gaib yang terdapat pada benda-benda di alam ini, di samping kekuatan gaib yang ada pada Allah sendiri, demikian pula halnya kaum Samud. Salah satu kepercayaan dan adat kebiasaan kaum Samud ialah apabila mereka dalam perjalanan jauh menemui burung-burung dari kanan ke arah kiri, mereka gembira. Hal yang demikian mengisyaratkan bahwa mereka boleh meneruskan perjalanan. Sebaliknya jika burung itu terbang dan lari dari kiri menuju ke arah kanan, hal itu menandakan bahwa ada musibah jika mereka tetap melakukan perjalanan jauh.
Nabi Saleh menjawab pernyataan kaumnya itu dengan mengatakan bahwa sesungguhnya apa saja yang menimpa mereka, apakah baik atau buruk, bahagia atau sengsara, adalah ketentuan Allah dan itulah qadha dan qadarnya. Tiada seorang pun yang dapat mengubah qadha dan qadar Allah itu. Jika Dia menghendaki, Dia akan memberikan rezeki. Jika Dia menghendaki, mereka tidak akan diberi-Nya rezeki sedikit pun. Ia beserta pengikut-pengikutnya tidak kuasa sedikit pun mendatangkan kesialan atau keberuntungan kepada mereka.
Kemudian Nabi Saleh menerangkan bahwa kesialan itu merupakan ujian dari Tuhan kepada mereka, apakah mereka mau mengikuti seruannya dan tidak lagi mengerjakan perbuatan-perbuatan terlarang yang biasa dikerjakan, atau tidak mau mengikutinya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Nabi Shalih dan Kaum Tsamud
Kalau sekarang Nabi Muhammad s.a.w. berhadapan dengan kaumnya sendiri, kaum Quraisy, maka Nabi Shalih pun dahulu telah berhadapan pula dengan kaumnya sendin, kaum Tsamud.
Ayat 45
“Dan telah Kami utus kepada Tsamud saudara mereka Shalih." (pangkal ayat 45). Jelaslah di sini bahwa Shalih itu bukan orang lain bagi Tsamud. Dia adalah saudara mereka sendiri. Allah selalu mengutus seorang Rasul di dalam kalangan kaumnya sendiri. Tuhan tidak mendatangkan orang lain buat membawa petunjuk bagi suatu kaum. Bahkan Nabi Muhammad s.a.w. sendiri, yang diutus membawa Rahmat bagi seluruh alam, (Surat 21 al-Anbiya' ayat 107) namun yang didatangi mula-mula ialah kaumnya jua, kaum Quraisy khususnya dan Arab umumnya.
Kaum inilah kelaknya yang akan jadi penyambung tenaga Nabi s.a.w. menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Dan inti seruan yang dibawa oleh Shalih itu ialah: “Bahwa sembahlah Allah!" Jangan dipersekutukan yang lain dengan Dia. Esalah Dia dalam KetuhananNya dan KebesaranNya; dan itulah yang jadi inti seruan dari seluruh Rasul Allah: “Akan tetapi mereka telah jadi dua golongan yang bermusuh-musuhan." (ujung ayat 45).
Sayang sekali mereka telah jadi terpecah dua sejak da'wah Nabi Allah disampaikan kepada mereka. Yaitu golongan yang sudi menerima seruan itu dan golongan yang ingkar dan menolak. Di dalam Surat 7, al-A'raf ayat 75 dijelaskan lagi corak masing-masing dari kedua golongan itu. Yang menolak seruan Nabi Shalih disebut Allazinas-takbaru (…), yaitu golongan yang angkuh membesarkan diri, sombong dan memandang enteng saja kepada Rasul Allah. Yang kedua ialah golongan yang Allazinas-tudh'ifu (…) yakni golongan yang dianggap lemah oleh sisombong dan angkuh tadi. Demikian jugalah halnya dengan kaum Nabi Muhammad s.a.w. sendiri, kaum Quraisy setelah Nabi Muhammad menyampaikan da'wahnya. Ada satu golongan'yang menyombong, angkuh membesarkan diri, yang dipimpin oleh AbU Jahal dan pemuka-pemuka Quraisy yang lain dan yang kedua yang dipandang oleh mereka sebagai golongan yang lemah ialah yang dipimpin oleh Abu Bakar as-Shiddiq. Apatah lagi dalam golongan yang mengikut Nabi Muhammad ini terdapat orang-orang yang benar-benar lemah karena lemah ekonominya dan kedudukannya dalam masyarakat Jahiliyah itu. Sebagai Bilal, Abdullah bin Mas'ud, ‘Ammar bin Yasir dan ibunya, Abu Zar dan lain-lain.
Ayat 46
Ketika Nabi Shalih menyampaikan da'wahnya, dengan sombong dan angkuh kaumnya yang angkuh dan membesarkan diri itu pernah berkata bahwa kalau memang ada azab dan siksaan Tuhan itu, bawalah ke mari sekarang juga! Mendengar sambutan yang sombong itu: “Berkata dia: Hai kaumku mengapalah kamu meminta kesegeraan keburukan sebelum kebaikan?" (pangkal ayat 46).
Karena angkuh dan sombong membesarkan diri, mereka tantang Nabi Allah. Mereka minta bawa ke mari azab itu sekarang juga! Nabi Allah memberi mereka seruan dengan lemah-lembutnya, janganlah berbudi serendah itu; mengapa azab yang kalian minta, mengapa bukan kebaikan yang kalian harapkan! Padahal manusia yang sihat akal budinya tidaklah mereka mau menentang Tuhan dengan kasar demikian: “Alangkah baiknya kamu memohonkan ampun kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat?" (ujung ayat 46).
Seruan Nabi Shalih yang seperti ini adalah menunjukkan keluhuran budi dan kebesaran jiwa seorang Rasul Allah. Dituntunnya kaumnya agar jangan menentang Tuhan minta agar azab itu didatangkan sekarang juga, tetapi mohonkanlah ampun dari dosa dan kesalahan dan perbaikilah perangai, ubahlah haluan hidup kepada yang baik. Nabi Shalih memberikan janji yang nyata, bahwa jika mereka bertaubat dan kembali ke jalan yang benar dalam memohonkan ampun kepada Tuhan itu, niscaya dosa akan diampuni dan kehidupan akan diberi Rahmat.
Ayat 47
Seruan'yang begitu halus telah disambut lagi dengan kasar oleh kaumnya itu: “Mereka itu berkata: Kami menyanggap kesialan tersebab engkau dan orang-orang yang beserta engkau." (pangkal ayat 47). Itulah sambutan yang kasar sekali dan budi yang terlalu rendah. Yaitu mereka menjawab bahwa jika hidup mereka susah, atau mereka mendapat bahaya, yang membawa sial itu ialah Shalih dan orang-orang yang beriman kepadanya itu. Yaitu orang-orang yang mereka anggap lemah dan hina. Sama juga dengan tuduhan Fir'aun kepada Musa bilamana peringatan Tuhan telah datang kepada mereka. (Lihat Surat 7, al-A'raf ayat 131)."Berkata dia: “Kesialan kamu itu ada di sisi Allah." Artinya bukanlah kami yang membawa sial buat kamu, tetapi Allah sendiri yang sedang mendatangkan peringatannya kepada kamu."Tetapi kamu adalah kaum yang sedang diuji," (ujung ayat 47).
Menurut penafsiran dari Ibnu Katsir bahwa kamu adalah kaum yang sedang diuji, ialah bahwa Allah sedang melakukan istidrajNya kepada kamu. Yaitu bahwa dalam kesombongan, keangkuhan dan merasa diri selalu benar itu, kamu sedang diuji. Kalau kamu tidak juga sadar, kamu akan dibawa hanyut oleh kesombonganmu itu. Sebagaimana banyaknya orang yang diuji dengan kekayaan, pangkat, kemegahan dan kekuasaan yang ada dalam tangannya.
Ketika menafsirkan ini, di tempat yang sepi, dalam tahanan terpencil, teringatlah penafsir yang dhaif ini akan nasibnya dan nasib kawan-kawannya seketika manusia-manusia sedang di puncak kekuasaan dan kemegahan. Dibuatlah berbagai macam fitnah dan kebohongan, dijadikan alasan buat menyisihkan kami dari masyarakat ramai. Dikatakan bahwa segala krisis yang terjadi dalam negara kami, bahwa kebobrokan, kekacauan, rakyat yang menderita karena nasibnya tiada diurus, kepada kamilah ditimpakan segala ke-salahan. Sampai menjadi buah Pameo orang pada waktu itu tentang sirene berbunyi:
Pada suatu hari kedengaran sirene mobil datang dari Selatan, dairi jurusan Istana Bogor. Isinya ialah Presiden sendiri! Mobil Presiden didahului oleh pengawal yang membunyikan sirene, pemberitahuan kepada kendaraan yang lalu-lintas wajib berhenti dan mobil Presiden tidak boleh dihalangi.
Dari sebelah Timur kedengaran lagi bunyi sirene lain. Iring-iringan berjalan kencang lebih dahulu dengan sirene menjerit-jerit. Kendaraan lain wajib berhenti dan kendaraan yang didahului dengan sirene itu mesti jalan terus. Mobil Perdana Menteri!
Tiba-tiba dari jurusan Barat, kedengaran pula bunyi sirene melengking-lengking, memekik-mekik. Kendaraan yang lain pun berhenti pula. Mobil bersirene ini mesti jalan terus, tidak boleh terhalang-halang. Sebab dia mobil Ambulance membawa orang luka parah karena tabrakan. Dia mesti sampai segera ke Rumah Sakit.
Dari sebelah Utara kedengaran pula bunyi sirene. Lebih hebat bunyinya dan dahsyat, dan lebih cepat dan kencang jalannya dari yang tiga bermula. Dia pun tidak boleh terhalang. Kendaraan atau mobil-mobil lain pun mesti berhenti. Sebab dia adalah mobil Branzweer bercat merah, penolong kebakaran.
Karena keempat-empatnya tidak boleh distop, dan semua tidak ada yang mau mengalah; saya Presiden, saya Perdana Menteri, saya mem.bawa orang luka parah ke rumah sakit, saya mobil pemadam kebakaran; di suatu simpang empat, keempatnya beradu! Moncong keempat kendaraan itu sama-sama penyek: Dan orang pun datang bekerumun. Polisi lalu-lintas segera datang memeriksa. Siapa yang bersalah? Keempatnya tidak ada yang bersalah! Tetapi mesti dicari “kambing hitam" untuk menimpakan kesalahan.
Seorang Polisi menyeluduk ke bawah mobil-mobil yang ringsek itu sebentar, orang-orang pun menunggu keputusan dari hasil penyelidikannya: Siapa yang bersalah?
Polisi itu dengan lantang menjawab: “Masyumi yang salah!"
Begitulah yang tergambar ketika membaca omelan yang sombong dari kaum Tsamud, kaumnya Nabi Shalih itu. Mereka tidak mau mengakui bahwa mereka pernah bersalah. Mereka selalu benar!
Ayat 48
“Dan ada dalam kota itu sembilan orang keluarga yang membuat onar di muka bumi." (pangkal ayat 48). Dalam ayat ini disebut bahwa yang menjadi “biang keladi" dari golongan yang menyombong itu adalah sembilan orang banyaknya. Itulah tukang-tukang hasut yang kerjanya hanya mengacau, memfitnah, membuat-buat berita bohong. Mereka yang sembilan itulah yang mempunyai fikiran membunuh Unta Perjanjian Allah bahkan bermaksud pula hendak membunuh Nabi Allah Shalih sendiri: “Dan tidak mereka hendak berbuat perbaikan." (ujung ayat 48). Kalau ada kawannya yang terdengar akan tertarik oleh seruan Nabi Shalih, merekalah yang menghujah dan menghalanginya. Jika ada maksud yang baik, merekalah yang menghambatnya.
Besar kemungkinan makanya disebut sembilan orang, yaitu karena pemuka-pemuka Quraisy yang dengan keras menentang Nabi Muhammad s.a.w. adalah sekitar sembilan orang pula, atau lebih sedikit. Yaitu Utbah dan Syaibah anak Rabi'ah, Abui Bakhtari bin Hisyam, Hakim bin Hazzaam, Naufal bin Khuwailid, al-Harits bin ‘Amir, Thu'aimah bin ‘Adyi, Nadhar bin ai-Harits, Zam'ah bin al-Aswad, Abu Jahal bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf. Semua orang-orang ini mati tersungkur dalam Perang Badar.
Ayat 49
“Berkata mereka." (Yaitu pengacau-pengacau yang sembilan orang itu)."Bersumpahlah kamu sekalian dengan nama Allah, bahwa sesungguhnya akan kita serang dia tiba-tiba dan keluarganya." (pangkal ayat 49). Dengan ajakan orang yang sembilan itu mereka berjanji hendak berbuat suatu kejahatan, yaitu membunuh Nabi Shalih, sesudah mereka bunuh Unta Peijanjian Allah itu.
Maksud mereka ialah hendak mencederai Nabi Shalih. pada malam hari sedang beliau terlengah daripada menjaga dirinya sendiri. Misalnya apabila dia kembali dari menemui pengikut-pengikutnya. Maksud mereka bukan Nabi Shalih saja yang hendak dibunuh, bahkan turut juga beberapa orang keluarga beliau, atau anak isteri beliau: “Kemudian mari kita katakan saja kepada walinya yang lain: Kita tidaklah pernah menyaksikan kematian keluarganya." Artinya, kalau pihak keluarganya yang masih tinggal hidup bertanya kepada kita tentang sebab-sebab kematian Nabi Shalih itu, katakan saja bahwa kita tidak tahu-menahu: “Dan sesungguhnya kita adalah orang-orang yang benar." (ujung ayat 49). Bahwa kita akan katakan kepada keluarganya itu bahwa kita berkata benar, bahwa kita tidak tahu-menahu, kita tidak berdusta, kita adalah jujur.
Ayat 50
“Dan mereka telah merencanakan suatu makar, dan Kami pun merencanakan suatu makar pula." (pangkal ayat 50). Artinya, bahwa mereka telah mengatur suatu siasat yang buruk sekali, untuk menganiaya Nabi Shalih, tetapi Tuhan pun mengatur pula siasat sendiri untuk memelihara dan membela Rasul-Nya. Tentu saja lebih cerdiklah Tuhan mengatur siasatNya. Sebab Tuhan melihat apa yang tidak mereka lihat: “Tetapi mereka itu tidaklah sadar." (ujung ayat 50).
Tuhan mengetahui siasat buruk mereka, namun mereka sedikit pun tidak mengetahui siasat yang diatur Tuhan.
Tersebutlah dalam suatu riwayat dari Abdurrahman Ibnu Abi Hatim, bahwa tatkala Unta Perjanjian Allah itu telah mereka bunuh dan mereka makan dagingnya dengan gembira bersama-sama, Nabi Shalih memberi ingat bahwa masa mereka buat hidup hanya tinggal tiga hari lagi. Setelah sampai bilangan tiga hari, azab siksaan Tuhan akan datang menimpa mereka. Setelah bercakap demikian Nabi Shalih pergi beribadat ke sebuah mesjid di Hijr. Di dekat mesjid terpencil itu ada sebuah gua. Maka pergilah orang-orang jahat itu bersembunyi ke dalam gua tersebut hendak mengintip Nabi Shalih. Kata mereka: “Kalau dia mengatakan bahwa setelah tiga hati azab siksaan Tuhan akan menimpa kita, maka sebelum hari yang ketiga hendaklah kita dahului membunuh Shalih. Malam-malam kita serang dia sedang sembahyang di mesjidnya itu." Tetapi setelah mereka hendak memulai tindakan membunuh Nabi Shalih itu, tiba-tiba runtuhlah batu-batu besar dari puncak gua, mereka habis mati dittmpanya. Dan tiga hari di belakang memang datanglah azab Allah itu tiga hari berturut-turut, dan mereka-mereka yang kafir itu habis dimusnahkan azab. Nabi Shalih dan orang-orang yang beriman dipeliharakan oleh Tuhan.
Ayat 51
“Maka perhatikanlah betapa jadinya akibat dari makar mereka itu." (pangkal ayat 51). Semuanya musnah, semuanya hancur. Negerinya menjadi tumpukan puing. Orang-orangnya bergelimpangan di tengah jalan, setelah menderita azab siksaan kuning muka di hari pertama, merah di hari kedua dan hitam di hari ketiga, dan sorenya mati ranap mendengar bunyi pekik (jerit).
“Sesungguhnya Kami telah menghancur-leburkan mereka dan kaum mereka seluruhnya" (ujung ayat 51). Tidak ada sisanya lagi.
Ayat 52
“Maka itulah dia rumah-rumah mereka dalam keadaan runtuh dari sebab apa yang telah mereka zalimkan." (pangkal ayat 52). Bekas-bekas dari runtuhan rumah-rumah Kaum Tsamud itu masih didapat oleh orang Quraisy di tepi jalan yang mereka lalui jika mereka hendak berniaga ke negeri Syam. Bahkan daerah itu masih bertemu bekasnya dan masih memakai nama Madain Shalih (Kota-kota Shalih), gunung-gunung batu yang dipahat dijadikan rumah tempat tinggal: “Sesungguhnya pada hal yang demikian itu adalah untuk jadi ayat bagi kaum yang mengetahui." (ujung ayat 52). Artinya, bahwa bagi orang yang mengerti sejarah kaum Tsamud dan kaum al-Hijr itu dapatlah difahamkan bagaimana apa arti tempat itu jika dia melalui tempat itu. Adapun bagi orang yang tidak ada pengetahuan, tempat-tempat itu tidak akan ada artinya baginya.
Ayat 53
“Dan telah Kami selamatkan orang-orang yang beriman." (pangkal ayat 53). Orang-orang yang beriman diselamatkan oleh Allah dari marabahaya, hati mereka tidak tergoncang, sebab mereka ada pendirian, yaitu kepercayaan kepada Tuhan: “Dan adalah mereka itu orang-orang yang bertakwa." (ujung ayat 53). Oleh karena mereka mempunyai dua pokok pendirian hidup, pertama Iman kedua Takwa, mereka selamat dari bahaya. Mereka tidak kena bahaya pemusnahan yang didatangkan Tuhan. Oleh sebab itu sampai kepada zaman dan masa mana saja, orang yang beriman dan bertakwa tidaklah merasa bahwa diri mereka terlibat bahaya. Mereka tidak takut menghadapi ancaman bahaya dan mereka pun berdukacita jika bahaya itu datang. Sebab hidup bagi mereka adalah pengabdian kepada Allah dan mati bagi mereka adalah bertemu dengan Allah.
Jadi bertemulah akibat dari dua golongan yang bermusuhan sebagai tersebut dalam ayat 45 tadi. Yang benman selamat melanjutkan agama tuntunan Nabinya, dan yang sombong, tinggi hati dan angkuh, mendapat bagiannya yang sepadan, yaitu a2ab Allah. Kehinaan di dunia dan azab siksaan yang tidak terbada-bada pedihnya di Akhirat.