Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَتۡ
ia berkata
يَٰٓأَيُّهَا
hai
ٱلۡمَلَؤُاْ
pembesar-pembesar
أَفۡتُونِي
berilah fatwa kepadaku
فِيٓ
dalam
أَمۡرِي
urusanku
مَا
tidak ada
كُنتُ
aku
قَاطِعَةً
keputusan (memutuskan)
أَمۡرًا
perkara
حَتَّىٰ
sehingga/sebelum
تَشۡهَدُونِ
kamu menyaksikan aku
قَالَتۡ
ia berkata
يَٰٓأَيُّهَا
hai
ٱلۡمَلَؤُاْ
pembesar-pembesar
أَفۡتُونِي
berilah fatwa kepadaku
فِيٓ
dalam
أَمۡرِي
urusanku
مَا
tidak ada
كُنتُ
aku
قَاطِعَةً
keputusan (memutuskan)
أَمۡرًا
perkara
حَتَّىٰ
sehingga/sebelum
تَشۡهَدُونِ
kamu menyaksikan aku
Terjemahan
Dia (Balqis) berkata, “Wahai para pembesar, berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini). Aku tidak pernah memutuskan suatu urusan sebelum kamu hadir (dalam majelisku).”
Tafsir
(Berkata dia, "Hai para pembesar! Berilah aku pertimbangan) dapat dibaca Al Mala-u Aftuni dan Al Mala-uwaftuni, maksudnya, kemukakanlah saran kamu sekalian kepadaku (dalam urusanku ini, aku tidak pernah memutuskan suatu persoalan) karena aku belum pernah memutuskannya (sebelum kalian berada dalam majelisku") sebelum kalian semua hadir di majelisku ini.
Tafsir Surat An-Naml: 32-35
Berkata dia (Balqis), "Hai para pembesar, berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini), aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam majelis(ku). Mereka menjawab, "Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan. Dia berkata, "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan hina penduduknya yang mulia; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat. Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang dibawa kembali oleh utusan-utusan itu.
Setelah Balqis membacakan surat Nabi Sulaiman kepada para pembesar kerajaannyavmaka ia meminta saran dari mereka tentang apa yang harus ia lakukan. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Hai para pembesar, berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini), aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam majelis(ku). (An-Naml: 32) Yakni sebelum kalian hadir dan mengemukakan saran dan pendapat kalian kepadaku. Mereka menjawab, "Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan)." (An-Naml: 33) Mereka menyebutkan kepada ratunya tentang bilangan pasukan mereka dan peralatan senjatanya serta kekuatan mereka, kemudian menyerahkan keputusan mereka kepadanya setelah menjelaskan hal tersebut, seraya mengatakan: dan keputusan berada di tanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan. (An-Naml: 33) Yaitu tidak ada hambatan bagi kami dan tidak ada keberatan bila engkau berniat akan memeranginya.
Sesudah itu segala sesuatunya kami serahkan kepada pendapatmu, kami akan mengerjakan dan menaatinya. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka menyerahkan keputusan mereka kepada ratu mereka. Setelah mereka mengemukakan pendapatnya, ratu mereka lebih luas wawasannya daripada mereka dan lebih mengetahui perihal Sulaiman daripada mereka. Bahwa Sulaiman adalah seorang raja yang mempunyai bala tentara yang sangat banyak. Selain itu makhluk jin, manusia, dan semua burung tunduk kepadanya.
Ia sendiri telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri melalui surat yang diantarkan oleh burung hud-hud perkara yang sangat menakjubkan dan sangat aneh. Karena itu ia berkata kepada mereka, "Sesungguhnya aku merasa khawatir akan mengalami kekalahan bila memeranginya, lalu ia balik membalas serangan kita dengan bala tentaranya untuk membinasakan kita dan menghancurkan negeri kita." Karena itulah ia mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya: Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya. (An-Naml: 34) Ibnu Abbas mengatakan, bahwa makna yang dimaksud ialah apabila raja-raja memasuki suatu negeri dengan paksa, niscaya mereka akan merusaknya.
dan menjadikan hina penduduknya yang mulia. (An-Naml: 34) Ibnu Abbas mengatakan, bahwa Balqis berkata seperti yang disitir oleh firman-Nya: Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan hina penduduknya yang mulia. (An-Naml: 34) kemudian Allah ﷻ berfirman: dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat. (An-Naml: 34) Kemudian Balqis mengambil keputusan cenderung kepada perdamaian, gencatan senjata, dan diplomasi. Untuk itu ia mengatakan: Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan itu. (An-Nami: 35) Yakni aku akan mengirimkan hadiah yang layak untuk raja seperti dia.
Dan aku akan menunggu jawabannya sesudah itu, barangkali saja dia menerima hadiahku itu dan membiarkan kita, atau dia akan menetapkan Upeti atas kita yang kita serahkan kepadanya setiap tahunnya, sebagai pegangan buat kita terhadapnya dan dia membiarkan kita serta tidak memerangi kita. Qatadah mengatakan bahwa alangkah cerdiknya Ratu Balqis di masa ia telah masuk Islam dan juga sewaktu masih musyriknya.
Ia mengetahui bahwa hadiah itu dapat melunakkan hati orang. Ibnu Abbas mengatakan, demikian pula yang lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa Balqis mengatakan kepada kaumnya, "Jika Sulaiman mau menerima hadiah kita, berarti dia adalah seorang raja, kalian boleh memeranginya. Dan jika dia menolaknya, berarti dia seorang nabi, maka ikutilah dia oleh kalian.""
Mengingat penting dan seriusnya persoalan ini, dia, Balqis, berkata kepada para pembesar itu, untuk meminta pertimbangan, 'Wahai para pembesar! Berilah aku pertimbangan dari kalian dalam perkaraku ini. Apa yang harus aku perbuat' Walaupun aku sebagai pemimpin tunggal bagi kamu, Aku tidak pernah memutuskan suatu perkara sebelum kamu hadir dalam majelis-ku untuk bermusyawarah bagaimana sebaiknya menyikapi surat Sulaiman ini. "33. Mendengar permintaan Ratu Balqis, mereka, para pemuka itu, menjawab sebagai bentuk loyalitas mereka yang tinggi terhadap Sang Ratu, 'Baginda Ratu! 'Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa untuk berperang, tetapi meskipun demikian, keputusan terakhir berada di tanganmu, wahai paduka yang mulia! Maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan. ' kami akan turuti apa yang engkau perintahkan kepada kami. ".
Ayat ini menerangkan tentang pelaksanaan prinsip-prinsip musyawarah di negeri Saba'. Sekalipun Ratu Balqis telah mempunyai pendapat sendiri dalam menanggapi isi surat Sulaiman, tetapi ia masih memusyawarahkannya dengan para pembesarnya. Ia berkata kepada mereka, "Wahai para pemimpin rakyatku yang bijaksana, kemukakanlah pendapat dan tanggapan kalian terhadap isi surat Sulaiman yang telah disampaikannya kepadaku. Aku tak akan melaksanakan suatu keputusan, kecuali yang telah kita sepakati bersama.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ratu Balqis Menerima Surat Nabi Sulaiman
Rupanya setelah surat Nabi Sulaiman itu dibacakan kepada Ratu, di-panggilnyalah orang besar-besarnya dan diajaknya musyawarah dalam menghadapi perkara yang sulit dan politik yang tinggi itu. Isi surat menunjukkan kekuasaan yang besar dari seorang Raja besar pula. Ini surat nampaknya tidak mau tahu bahwa Ratu itu pun seorang Ratu yang besar. Isinya melarang menyombong atau meninggikan diri terhadapnya dan meminta supaya mereka semua Muslimin, yaitu tunduk.
Ibnu Abbas mentafsirkan Muslimin itu menurut maksudnya yang asal, yaitu mengakui bahwa Tuhan hanya Satu. Itulah Islam.
Sufyan bin Uyainah mentafsirkan: Taat setia atau tunduk!
Yang lain mentafsirkan: Ikhlas!
Ayat 29
Oleh sebab itu Ratu mempertimbangkan bahwa surat penting ini mesti dimusyawaratkan baik-baik. Lalu: “Dia berkata: “Wahai Pembesar-pembesar!" (pangkal ayat 29). Atau Menteri-menteri dan Orang Besar-besar Kerajaan: “Sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sepucuk surat yang mulia." (ujung ayat 29).
Sebelum Ratu menyebut siapa yang mengirimkan, beliau telah memberi isyarat terlebih dahulu bahwa surat itu adalah surat yang mulia, yaitu surat yang mesti dihargai tinggi, bukan sembarang surat. Supaya perhatian orang besar-besar itu lebih tertumpah untuk membicarakannya dan Ratu pun tidak memandang entengnya.
Kemudian itu barulah beliau sebutkan dari siapa surat itu:
Ayat 30
“Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman." (pangkal ayat 30). Dengan menyebutkan siapa yang mengirimkannya, perhatian orang besar-besar pun tentu lebih tertumpah. Niscaya sudah sampai juga kepada mereka berita tentang Raja Besar yang merangkap menjadi Nabi yang namanya Sulaiman dan nama ayahnya Daud, memerintah negeri-negeri di sebelah Utara itu. Setelah fikiran orang besar-besar mengetahui bahwa surat yang mulia itu datang dari Raja Sulaiman, dilanjutkan lagi oleh Ratu tentang sifat surat: “Dan sesungguhnya dia." Yaitu surat yang diterimanya itu; “Dengan nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang." (ujung ayat 30).
Dalam cara Ratu menerangkan terlebih dahulu.dari hal surat yang Baginda terima itu:
1. Surat yang mulia.
2. Dari Raja Sulaiman yang besar.
3. Memakai nama Allah Yang Maha Besar, Maha Penyayang.
Kita pun dapat memahamkan bagaimana cerdik, cendekianya Ratu tersebut. Maksudnya tentulah agar orang besar-besarnya di dalam masyarakat mempertimbangkan hendak membalas surat itu jangan ceroboh. Kemudian Baginda menerangkan isi surat:
Ayat 31
“Janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku." (pangkal ayat 31). Atau menurut ahli harfiahnya: “Janganlah kamu meninggi di atasku!" Janganlah aku dipandang enteng: “Dan datanglah kamu sekalian kepadaku dalam keadaan menyerah." (ujung ayat 31).
Isi surat ini memang hebat. Kalau selama ini Ratu merasa bahwa dia seorang Ratu yang besar dan banyak raja-raja kecil di bawahnya, sekarang dia menerima surat yang menyatakan bahwa yang mengirim surat itu melarang dia merasa diri lebih tinggi atau kerajaan lebih besar. Dalam cara menguraikan isi surat sekali lagi kita melihat bahwa perempuan ini memang pantas jadi Ratu karena bijaksananya. Disebutnya terlebih dahulu kemuliaan surat itu dan siapa yang mengirim dan dimulai dengan nama Allah. Kemudian itu baru disebutnya isi surat.
Dengan cara demikian Ratu telah mengatur siasat agar jangan sampai orang besar-besar terburu marah atau ceroboh mengambil keputusan. Selelah sifat surat, siapa yang mengirim surat, bagaimana aturan surat dan apa isi surat diterangkan secara terperinci barulah Ratu menyatakan maksudnya, mengapa mereka beliau panggil berkumpul di hari itu.
Ayat 32
“Dia berkata: Wahai Pembesar sekalian! Berilah aku fatwa pada perkaraku ini." (pangkal ayat 32). Pangkal kata itu pun sudah menunjukkan sikap dan wibawa seorang Raja. Beliau hanya meminta fatwa atau nasihat. Baginda Ratu selalu sadar bahwa masalah ini adalah perkaranya sendiri Keputusan terakhir tetap di dalam tangannya. “Tidaklah aku memutuskan suatu pekerjaan sebelum kamu menyaksikan." (ujung ayat 32). Artinya, tidaklah aku memutuskan suatu keputusan melainkan dengan kehadiran kamu sekalian dan hasil musya-warat dengan kamu sekalian. Saya tidak pernah bertindak sesuka sendiri.
Ayat 33
“Mereka berkata: Kita semua adalah mempunyai kekuatan dan mempunyai persiapan perang yang tangkas." (pangkal ayat 33).
Di sini terdapat kalimat NAHNU yang di dalam bahasa Indonesia (Melayu) mempunyai dua arti. Pertama KAMI, kedua KITA. Kalau NAHNU diartikan KAMI, maka orang yang diajak bercakap (Mukhathab) tidak termasuk dalam lingkungan KAMI itu. Tetapi kalau dipakai arti KITA, maka orang yang diajak bercakap pun termasuklah dalam lingkungan pembicaraan. Padahal NAHNU dalam bahasa Arab tidak mempunyai arti pemisahan yang sejelas itu.
Di sini kita pakai kata KITA. Orang besar-besar melaporkan kepada Ratu bahwa kita, atau Negara kita ada mempunyai kekuatan dan persiapan yang tangkas, atau dipakai juga kata-kata lain, yaitu tangguh! Tegasnya ialah bahwa persiapan kita buat berperang cukup, kita waspada dan tidak usah Ratu khuatir. Dan sembah mereka lagi: “Dan pekerjaan ini terserah kepada engkau." Kami semuanya akan patuh melaksanakan perintah Jika diperintah berperang, kami bersedia berperang."Pertimbangkanlah apakah yang akan engkau perintahkan." (ujung ayat 33).
Susunan kata seperti ini pun menunjukkan kebijaksanaan orang besar-besar kerajaan Saba' itu terhadap ratu mereka. Mereka menginsafi bahwa Ratu mempunyai hak mutlak. Mereka tidak hendak menghasut ataupun menghalangi apa pun yang dimaksud oleh Ratu, asal saja keputusan yang kelak akan dikeluarkan Ratu timbul daripada pertimbangan yang sudah masak!
Maka keluarlah peritmbangan Ratu:
Ayat 34
“Dia berkata: Sesungguhnya raja-raja apabila mereka masuk ke dalam suatu negeri." (pangkal ayat 34) Yaitu masuk secara menaklukkan, jika pertahanan negeri yang ditaklukkan itu telah patah atau tidak melawan sejak semula: “Akan dirusakkannyalah negeri itu." Suatu negeri aman tenteram ialah karena susunan pemerintahannya teratur. Tetapi kalau kekuasaan lain telah masuk dengan secara kegagahan, aturan itu akan diubahnya, maka timbullah kerusakan."Dan akan dijadikannya penduduknya yang mulia menjadi hina." Inilah ilmu kenegaraan yang tepat sekali diajarkan oleh Ratu Baiqis dan diturunkan oleh Tuhan sebagai Wahyu kepada Nabi Muhammad s. a.w. dan jadi penunjuk jalan bagi kita ummat Muhammad sampai selama-lamanya. Yaitu apabila satu kekuasaan asing telah masuk menaklukkan suatu negeri, maka orang yang mulia dalam negeri itu akan dibuatnya jadi hina.
Kalau negeri itu melawan, mempertahankan kemerdekaannya dengan gagah perkasa, tetapi kalah, maka pemimpin-pemimpin perlawanan itu akan jadi tawanan. Tawanan adalah hina.
Mungkin kekuasaan akan dikembalikan kepada mereka kembali, tetapi bukanlah kekuasaan yang seperti dahulu lagi, melainkan tinggal “gelar" saja. Sama dengan raja-raja dan sultan-sultan di tanahair kita yang dfperlindungi" oleh penjajah asing, Belanda atau Inggeris. Raja-raja dan sultan-sultan itu masih “merdeka" memakai pakaian-pakaian kebesaran, merdeka memakai gelar-gelaran yang panjang-panjang, namun yang mereka peringatkan tidak boleh bertentangan dengan apa yang ditentukan oleh bangsa yang menjajahnya dan meminjaminya kebesaran itu.
Yang lebih hina lagi ialah cecunguk-cecunguk, orang-orang hina-dina yang tidak pernah merasakan kemegahan, lalu diberi sedikit kekuasaan oleh bangsa penakluk itu. Mereka ini pun lebih hina dan menjadi kebencian orang banyak. Karena mereka inilah yang lebih kejam dari musuh itu sendiri, menjual bangsanya dan memberitahukan rahasia negerinya kepada musuh.
Penulis Tafsir ini dapat menyaksikan kehinaan itu ketika tentara Jepang masuk ke Medan di tahun 1942."Tuan-tuan Besar" Belanda dan serdadu-serdadunya menjadi orang yang hina dalam tawanan, dibawa dengan truck-truck gerobak ke tempat-tempat kerja paksa. Lalu muncul orang orang yang patut disebut “kutu balai" (kutu pasar) disuruh-suruh oleh Jepang melaksanakan perintahnya mencari simpanan Belanda, di lengannya diikatkan kain putih memakai letter “F"; yang berarti “Fuyiwara Kikan".
Lalu Ratu Balqis bertitah selanjutnya: “Dan demikian pulalah yang akan mereka lakukan." (ujung ayat 34).
Tegasnya, kalau Raja Sulaiman itu masuk ke negeri kita dengan kekerasan, sebagaimana dibayangkannya dalam suratnya itu, dia pun sudah nyata akan berbuat begitu pula.
Ayat 35
Sebelum orang besar-besar menunjukkan tanggapan atas kesan Ratu yang “seram" itu, baik yang berani berperang ataupun yang ragu-ragu, Ratu telah meneruskan titahnya: “Dan sesungguhnya aku hendak mengirimkan kepada mereka suatu hadiah." (pangkal ayat 35). Artinya, akan segera aku kirim kepadanya suatu tanda mata yang layak untuk seorang Raja Besar. Nanti akan saya lihat bagaimana kesan penerimaannya atas hadiah itu. Karena sudah kebiasaan bagi manusia yang berbudi jika dia menerima hadiah yang layak, hadiah itu akan mempengaruhi sikapnya. Kalau tadinya ada rasa permusuhan, mungkin akan bertukar jadi persahabatan atau penghargaan yang baik. Mungkin setelah menerima hadiah itu berubah fikirannya. tidak jadi kita ditaklukkannya dan tidak jadi kita berperang dengan dia. Atau ditukarnya sikap; yaitu karena disangkanya bahwa kita ini lemah, dikirimnya saja utusan buat menentukan berapa kita membayar upeti kepadanya setiap tahun. Dengan demikian maka peperangan pun terhindar dan kita hidup di dalam damai.
Dan titahnya lagi: “Dan akan menunggu dengan apakah akan kembali orang-orang yang diutus." (ujung ayat 35).
Menurut Tafsir Ibnu Abbas: “Ratu Balqis berkata kepada orang besar-besarnya itu: “Kalau hadiahku itu diterimanya, tandanya dia hanya seorang Raja; kita perangi dia. Tetapi kalau hadiah itu ditoiaknya, tandanya dia seorang Nabi; kita ikuti dia!"
Hasil itulah yang ditunggu oleh Ratu dari kembalinya utusan kelak.
Ayat 36
“Maka tatkala datang (utusan itu) kepada Sulaiman." (pangkal ayat 36). Membawa hadiah yang dikirimkan dengan serba kebesaran oleh Ratu Balqis itu."Berkatalah dia: “Apakah kamu hendak membantu aku dengan harta?" Pertanyaan itu menunjukkan bahwa Sulaiman tidaklah menerima suka hadiah itu. Tentulah hadiah tersebut barang-barang yang mahal, yang layak dari seorang Ratu kepada seorang Raja. Dan macam-macamlah ceritera dongeng Israiliyat tentang ragam hadiah itu, yang tidak ada faedahnya kita salin dalam tafsir kita ini. Karena bagaimanapun besarnya hadiah, bagaimanapun mahal atau ganjilnya, semuanya tidaklah menarik hati Sulaiman. Sulaiman tidak memerlukan hadiah itu. Sulaiman tidak akan merasa terbujuk dengan hadiah itu. Dia berkata seterusnya: “Maka apa yang telah diberikan kepadaku oleh Allah lebih baik daripada apa yang telah Dia berikan kepadamu." Hadiah yang kamu bawakan kepadaku itu tidak ada artinya bagiku. Aku lebih kaya daripada kamu dari pemberian Allah. Pemberian Allah yang diberikan kepadaku, jauh lebih mulia daripada yang diberikan Allah kepadamu."Tetapi kamu dengan hadiahmu itu merasa bangga." (ujung ayat 36). Karena kamu menyangka bahwa harta yang kamu hadiahkan kepadaku itu sudah sangat bagus, lalu kamu membangga. Padahal aku mempunyai lebih bagus daripada itu.
Ayat 37
Lalu Sulaiman menyampaikan titahnya kepada utusan Balqis tersebut: “Kembalilah kepada mereka." (pangkal ayat 37). Yaitu kepada Balqis dan orang besar-besar yang telah mengutus kamu kepadaku ke mari! Pulanglah! Dan bawalah hadiah ini kembali. Katakan kepada mereka: “Sungguh kami akan datang kepada mereka dengan bala tentara yang tidak tertangkis oleh mereka." Karena rupanya belum juga jelas bagi mereka selama ini apa yang kami maksud! Yaitu menyeru mereka supaya meninggalkan'penyembahan kepada matahari dan hanya kepada Tuhan Allah Yang Maha Kuasa. Kami akan datang!
“Dan sungguh kami akan mengeluarkan mereka dari negeri itu." Artinya, bahwa mereka pasti akan dikalahkan, karena tentara kami kuat. Setelah kalah mereka akan dihalau keluar dari negeri Saba' dan digiring sebagai tawanan ke negeri kami, sebagai alamat kemenangan kami. Mereka akan dihalau “Dalam keadaan hina." Tidak lagi sebagai Ratu ataupun orang besar. Tidak lagi sebagai Menteri atau Kepala Perang: “Dan mereka pun menjadi kecil." (ujung ayat 37). Menjadi orang hina dan kecil tidak berharga lagi. Itulah ancaman yang disampaikan Sulaiman dengan perantaraan utusan yang disuruhnya membawa barang hadiah-hadiah itu pulang kembali. Ancaman berisi kata dua: “Atau datang menyerah menyatakan tunduk, atau negerinya dimasuki dan mereka semua ditawan dan dihinakan!"