Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَتۡ
ia berkata
يَٰٓأَيُّهَا
hai
ٱلۡمَلَؤُاْ
pembesar-pembesar
إِنِّيٓ
sesungguhnya aku
أُلۡقِيَ
dijatuhkan
إِلَيَّ
kepadaku
كِتَٰبٞ
surat
كَرِيمٌ
mulia/berharga
قَالَتۡ
ia berkata
يَٰٓأَيُّهَا
hai
ٱلۡمَلَؤُاْ
pembesar-pembesar
إِنِّيٓ
sesungguhnya aku
أُلۡقِيَ
dijatuhkan
إِلَيَّ
kepadaku
كِتَٰبٞ
surat
كَرِيمٌ
mulia/berharga
Terjemahan
Dia (Balqis) berkata, “Wahai para pembesar, sesungguhnya telah disampaikan kepadaku sebuah surat yang penting.”
Tafsir
Selanjutnya (Ia berkata) yakni ratu Balqis kepada pemuka pemuka kaumnya, ("Hai pembesar-pembesar! Sesungguhnya aku) dapat dibaca Al Mala-u Inni dan Al Mala-u winni, yakni bacaan secara Tahqiq dan Tas-hil (telah dijatuhkan kepadaku sebuah surah yang mulia) yakni surah yang berstempel.
Tafsir Surat An-Naml: 27-31
Berkata Sulaiman, "Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta. Pergilah dengan (membawa) suratku, ini, lalu jatuhkanlah kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan. Berkata ia (Balqis) "Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya, Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.
Allah ﷻ berfirman, menceritakan perkataan Nabi Sulaiman kepada burung hud-hud setelah hud-hud menceritakan kepadanya perihal penduduk negeri Saba dan raja mereka. Sulaiman berkata, "Akan kami lihat, apakah kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta. (An-Naml: 27) Yakni apakah berita darimu ini benar. ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta. (An-Naml: 27) dalam ucapanmu itu yang sengaja kamu kemukakan untuk menyelamatkan dirimu dari siksaan yang telah kuancamkan terhadap dirimu. "Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu jatuhkanlah kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan. (An-Naml: 28) Sulaiman a.s.
menulis surat, ditujukan kepada Ratu Balqis dan kaumnya, lalu menyerahkannya kepada hud-hud untuk membawanya. Menurut suatu pendapat, surat itu dibawa hud-hud di dalam sayapnya sebagaimana biasanya burung pengantar surat, menurut pendapat yang lain mengatakan dengan paruhnya, hud-hud terbang menuju ke negeri mereka, dan ia hinggap di istana Ratu Balqis, di tempat yang sepi yang biasa dipakai oleh Ratu Balqis kala menyendiri.
Lalu hud-hud melemparkan surat itu melalui celah yang ada di istananya, tepat berada di hadapan Ratu Balqis, setelah itu hud-hud menjauh sebagai sikap etika dan sekaligus berjaga-jaga. Ratu Balqis kebingungan menyaksikan pemandangan yang menakjubkan itu sehingga membuatnya terpana sejenak. Kemudian ia menuju ke tempat surat itu dijatuhkan, lalu mengambilnya dan membuka laknya serta membacanya. Ternyata yang tertulis di dalamnya adalah seperti berikut: Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya, "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri. (An-Naml: 30-31) Maka Ratu Balqis mengumpulkan semua menteri dan pembesar kerajaannya, lalu berkatalah ia kepada mereka. Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang mulia. (An-Naml: 29) Yakni mulia karena ia telah melihat keajaiban perkara surat itu, sebab burunglah yang mengantarkan surat itu kepadanya, lalu burung tersebut surut mundur darinya sebagai etika terhadap raja.
Hal seperti itu tidak akan mampu dilakukan oleh sembarang raja. Kemudian Balqis membacakan surat itu kepada mereka. Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya, "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri. (An-Naml: 30-31) Maka mereka mengetahui bahwa surat tersebut berasal dari Nabi Allah Sulaiman a.s. Dan bahwa mereka belum pernah menerima surat seperti itu, memakai gaya bahasa yang berpacamasastra tinggi, ringkas, dan padat, tetapi fasih; karena pengertiannya telah dapat ditangkap hanya dengan sedikit kalimat, tetapi indah.
Para ulama mengatakan bahwa tiada seorang pun yang menulis Bismillahir Rahmanir Rahim sebelum Sulaiman a.s. dalam suratnya. Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan hal ini telah meriwayatkan sebuah hadis di dalam kitab tafsirnya: ". bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Harun ibnul Fadl Abu Ya'la Al-Khayyat, telah menceritakan kepada kami Abu Yusuf, dari Salamah ibnu Saleh, dari Abdul Karim Abu Umayyah, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya yang telah menceritakan bahwa ketika ia sedang berjalan bersama Rasulullah ﷺ, beliau bersabda, "Sesungguhnya aku mengetahui suatu ayat yang belum pernah diturunkan kepada seorang nabi pun sebelumku setelah Sulaiman ibnu Daud." Saya bertanya, "Wahai Nabi Allah, ayat apakah itu?" Nabi ﷺ menjawab, "Aku akan memberitahukannya kepadamu sebelum aku keluar dari masjid." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi ﷺ langsung menuju ke pintu masjid dan melangkahkan sebelah kakinya ke luar masjid, sehingga perawi menduganya lupa.
Ternyata Nabi ﷺ berpaling ke arahnya, lalu membaca firman-Nya: Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya, "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (An-Naml: 30) Hadis berpredikat garib dan sanadnya daif (lemah). Maimun ibnu Mihran mengatakan bahwa dahulu Rasulullah ﷺ dalam suratnya selalu mengawalinya dengan kalimat, "Dengan menyebut nama-Mu, ya Allah", sebelum ayat ini diturunkan. Setelah ayat ini diturunkan, beliau mengawalinya dengan kalimat "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang ". Firman Allah ﷻ: Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri. (An-Naml: 31) Menurut Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, disebutkan bahwa janganlah kamu sekalian membangkang dan bersikap sombong terhadapku, tetapi datanglah kalian kepadaku dengan berserah diri.
Menurut Ibnu Abbas dalam keadaan menauhidkan Allah, sedangkan menurut lainnya dalam keadaan ikhlas. Sufyan Ibnu Uyaynah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah dalam keadaan taat (tunduk)."
Setelah surat Nabi Sulaiman sampai ke tangan Ratu Balqis dan ia memahami isi surat tersebut, dia, ratu itu, berkata kepada para pembesar kerajaan, ?Wahai para pembesar! Ada berita amat penting yang perlu kamu ketahui, sesungguhnya telah disampaikan kepadaku sebuah surat yang mulia karena mengandung ungkapan yang beretika, bijak, dan mengandung banyak hikmah."30-31. Ratu melanjutkan perkataannya, "Sesungguhnya surat itu dari seorang yang bernama Sulaiman yang isinya, 'Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.' Nabi Sulaiman meingingatkan kepada Balqis, 'Janganlah engkau berlaku sombong terhadapku sebagaimana yang dilakukan oleh para penguasa lain, dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.' dengan tidak memperlihatkan perlawanan.".
Setelah Ratu Balqis membaca surat Nabi Sulaiman yang disampaikan burung hud-hud itu, ia pun mengumpulkan pemuka-pemuka kaumnya dan mengadakan persidangan. Dalam persidangan itu, Ratu Balqis menyampaikan isi surat tersebut dan meminta pertimbangan kepada yang hadir, "Wahai pemimpin kaumku, aku telah menerima surat yang mulia dan berarti dikirimkan oleh seseorang yang mulia pula."
Dalam ayat ini diterangkan bahwa Ratu Balqis merundingkan dan memusyawarahkan isi surat Sulaiman dengan pemuka-pemuka kaumnya. Sekalipun yang melakukan permusyawaratan itu adalah Ratu Balqis dan pemuka-pemuka kaumnya yang belum beriman, tetapi tindakan Ratu Balqis itu disebut Allah dalam firman-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa prinsip musyawarah itu adalah prinsip yang diajarkan Allah kepada manusia dalam menghadapi persoalan-persoalan yang mereka alami dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, siapa pun yang melakukannya, maka tindakan itu adalah tindakan yang dipuji Allah.
Dalam ayat ini disebutkan bahwa surat Sulaiman yang dikirimkan kepada Ratu Balqis itu disebut kitabun karim (surat yang mulia). Hal ini menunjukkan bahwa surat Nabi Sulaiman itu adalah surat yang mulia dan berharga karena:
1. Surat itu ditulis dalam bahasa yang baik dan memakai stempel sebagai tanda surat resmi.
2. Surat itu berasal dari Sulaiman, sebagai seorang raja sekaligus nabi.
3. Surat tersebut dimulai dengan Bismillahir Rahmanir Rahim.
Menurut suatu riwayat, surat Sulaiman tersebut merupakan surat yang pertama kali dimulai dengan basmalah. Cara membuat surat seperti yang dilakukan Nabi Sulaiman ini adalah cara yang baik untuk dicontoh oleh setiap kaum Muslimin ketika membuat surat.
Ada beberapa hal yang terjadi berkat keistimewaan surat Sulaiman, di antaranya ialah:
1. Surat itu disampaikan burung hud-hud dalam waktu yang singkat kepada Ratu Saba'.
2. Kemampuan burung hud-hud menerima pesan dan menangkap pembicaraan dalam perundingan Ratu Saba' dengan pembesar-pembesarnya.
3. Surat itu dapat pula dimengerti dan dipahami oleh penduduk negeri Saba'.
4. Para utusan pemuka kaum Saba' dapat menyatakan pendapat mereka dengan bebas. Tidak ada sesuatu pun yang menghalangi mereka mengemukakan pendapat masing-masing. Dengan demikian, hasil perundingan itu adalah hasil yang sesuai dengan pikiran dan pendapat rakyat negeri Saba'.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ratu Balqis Menerima Surat Nabi Sulaiman
Rupanya setelah surat Nabi Sulaiman itu dibacakan kepada Ratu, di-panggilnyalah orang besar-besarnya dan diajaknya musyawarah dalam menghadapi perkara yang sulit dan politik yang tinggi itu. Isi surat menunjukkan kekuasaan yang besar dari seorang Raja besar pula. Ini surat nampaknya tidak mau tahu bahwa Ratu itu pun seorang Ratu yang besar. Isinya melarang menyombong atau meninggikan diri terhadapnya dan meminta supaya mereka semua Muslimin, yaitu tunduk.
Ibnu Abbas mentafsirkan Muslimin itu menurut maksudnya yang asal, yaitu mengakui bahwa Tuhan hanya Satu. Itulah Islam.
Sufyan bin Uyainah mentafsirkan: Taat setia atau tunduk!
Yang lain mentafsirkan: Ikhlas!
Ayat 29
Oleh sebab itu Ratu mempertimbangkan bahwa surat penting ini mesti dimusyawaratkan baik-baik. Lalu: “Dia berkata: “Wahai Pembesar-pembesar!" (pangkal ayat 29). Atau Menteri-menteri dan Orang Besar-besar Kerajaan: “Sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sepucuk surat yang mulia." (ujung ayat 29).
Sebelum Ratu menyebut siapa yang mengirimkan, beliau telah memberi isyarat terlebih dahulu bahwa surat itu adalah surat yang mulia, yaitu surat yang mesti dihargai tinggi, bukan sembarang surat. Supaya perhatian orang besar-besar itu lebih tertumpah untuk membicarakannya dan Ratu pun tidak memandang entengnya.
Kemudian itu barulah beliau sebutkan dari siapa surat itu:
Ayat 30
“Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman." (pangkal ayat 30). Dengan menyebutkan siapa yang mengirimkannya, perhatian orang besar-besar pun tentu lebih tertumpah. Niscaya sudah sampai juga kepada mereka berita tentang Raja Besar yang merangkap menjadi Nabi yang namanya Sulaiman dan nama ayahnya Daud, memerintah negeri-negeri di sebelah Utara itu. Setelah fikiran orang besar-besar mengetahui bahwa surat yang mulia itu datang dari Raja Sulaiman, dilanjutkan lagi oleh Ratu tentang sifat surat: “Dan sesungguhnya dia." Yaitu surat yang diterimanya itu; “Dengan nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang." (ujung ayat 30).
Dalam cara Ratu menerangkan terlebih dahulu.dari hal surat yang Baginda terima itu:
1. Surat yang mulia.
2. Dari Raja Sulaiman yang besar.
3. Memakai nama Allah Yang Maha Besar, Maha Penyayang.
Kita pun dapat memahamkan bagaimana cerdik, cendekianya Ratu tersebut. Maksudnya tentulah agar orang besar-besarnya di dalam masyarakat mempertimbangkan hendak membalas surat itu jangan ceroboh. Kemudian Baginda menerangkan isi surat:
Ayat 31
“Janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku." (pangkal ayat 31). Atau menurut ahli harfiahnya: “Janganlah kamu meninggi di atasku!" Janganlah aku dipandang enteng: “Dan datanglah kamu sekalian kepadaku dalam keadaan menyerah." (ujung ayat 31).
Isi surat ini memang hebat. Kalau selama ini Ratu merasa bahwa dia seorang Ratu yang besar dan banyak raja-raja kecil di bawahnya, sekarang dia menerima surat yang menyatakan bahwa yang mengirim surat itu melarang dia merasa diri lebih tinggi atau kerajaan lebih besar. Dalam cara menguraikan isi surat sekali lagi kita melihat bahwa perempuan ini memang pantas jadi Ratu karena bijaksananya. Disebutnya terlebih dahulu kemuliaan surat itu dan siapa yang mengirim dan dimulai dengan nama Allah. Kemudian itu baru disebutnya isi surat.
Dengan cara demikian Ratu telah mengatur siasat agar jangan sampai orang besar-besar terburu marah atau ceroboh mengambil keputusan. Selelah sifat surat, siapa yang mengirim surat, bagaimana aturan surat dan apa isi surat diterangkan secara terperinci barulah Ratu menyatakan maksudnya, mengapa mereka beliau panggil berkumpul di hari itu.
Ayat 32
“Dia berkata: Wahai Pembesar sekalian! Berilah aku fatwa pada perkaraku ini." (pangkal ayat 32). Pangkal kata itu pun sudah menunjukkan sikap dan wibawa seorang Raja. Beliau hanya meminta fatwa atau nasihat. Baginda Ratu selalu sadar bahwa masalah ini adalah perkaranya sendiri Keputusan terakhir tetap di dalam tangannya. “Tidaklah aku memutuskan suatu pekerjaan sebelum kamu menyaksikan." (ujung ayat 32). Artinya, tidaklah aku memutuskan suatu keputusan melainkan dengan kehadiran kamu sekalian dan hasil musya-warat dengan kamu sekalian. Saya tidak pernah bertindak sesuka sendiri.
Ayat 33
“Mereka berkata: Kita semua adalah mempunyai kekuatan dan mempunyai persiapan perang yang tangkas." (pangkal ayat 33).
Di sini terdapat kalimat NAHNU yang di dalam bahasa Indonesia (Melayu) mempunyai dua arti. Pertama KAMI, kedua KITA. Kalau NAHNU diartikan KAMI, maka orang yang diajak bercakap (Mukhathab) tidak termasuk dalam lingkungan KAMI itu. Tetapi kalau dipakai arti KITA, maka orang yang diajak bercakap pun termasuklah dalam lingkungan pembicaraan. Padahal NAHNU dalam bahasa Arab tidak mempunyai arti pemisahan yang sejelas itu.
Di sini kita pakai kata KITA. Orang besar-besar melaporkan kepada Ratu bahwa kita, atau Negara kita ada mempunyai kekuatan dan persiapan yang tangkas, atau dipakai juga kata-kata lain, yaitu tangguh! Tegasnya ialah bahwa persiapan kita buat berperang cukup, kita waspada dan tidak usah Ratu khuatir. Dan sembah mereka lagi: “Dan pekerjaan ini terserah kepada engkau." Kami semuanya akan patuh melaksanakan perintah Jika diperintah berperang, kami bersedia berperang."Pertimbangkanlah apakah yang akan engkau perintahkan." (ujung ayat 33).
Susunan kata seperti ini pun menunjukkan kebijaksanaan orang besar-besar kerajaan Saba' itu terhadap ratu mereka. Mereka menginsafi bahwa Ratu mempunyai hak mutlak. Mereka tidak hendak menghasut ataupun menghalangi apa pun yang dimaksud oleh Ratu, asal saja keputusan yang kelak akan dikeluarkan Ratu timbul daripada pertimbangan yang sudah masak!
Maka keluarlah peritmbangan Ratu:
Ayat 34
“Dia berkata: Sesungguhnya raja-raja apabila mereka masuk ke dalam suatu negeri." (pangkal ayat 34) Yaitu masuk secara menaklukkan, jika pertahanan negeri yang ditaklukkan itu telah patah atau tidak melawan sejak semula: “Akan dirusakkannyalah negeri itu." Suatu negeri aman tenteram ialah karena susunan pemerintahannya teratur. Tetapi kalau kekuasaan lain telah masuk dengan secara kegagahan, aturan itu akan diubahnya, maka timbullah kerusakan."Dan akan dijadikannya penduduknya yang mulia menjadi hina." Inilah ilmu kenegaraan yang tepat sekali diajarkan oleh Ratu Baiqis dan diturunkan oleh Tuhan sebagai Wahyu kepada Nabi Muhammad s. a.w. dan jadi penunjuk jalan bagi kita ummat Muhammad sampai selama-lamanya. Yaitu apabila satu kekuasaan asing telah masuk menaklukkan suatu negeri, maka orang yang mulia dalam negeri itu akan dibuatnya jadi hina.
Kalau negeri itu melawan, mempertahankan kemerdekaannya dengan gagah perkasa, tetapi kalah, maka pemimpin-pemimpin perlawanan itu akan jadi tawanan. Tawanan adalah hina.
Mungkin kekuasaan akan dikembalikan kepada mereka kembali, tetapi bukanlah kekuasaan yang seperti dahulu lagi, melainkan tinggal “gelar" saja. Sama dengan raja-raja dan sultan-sultan di tanahair kita yang dfperlindungi" oleh penjajah asing, Belanda atau Inggeris. Raja-raja dan sultan-sultan itu masih “merdeka" memakai pakaian-pakaian kebesaran, merdeka memakai gelar-gelaran yang panjang-panjang, namun yang mereka peringatkan tidak boleh bertentangan dengan apa yang ditentukan oleh bangsa yang menjajahnya dan meminjaminya kebesaran itu.
Yang lebih hina lagi ialah cecunguk-cecunguk, orang-orang hina-dina yang tidak pernah merasakan kemegahan, lalu diberi sedikit kekuasaan oleh bangsa penakluk itu. Mereka ini pun lebih hina dan menjadi kebencian orang banyak. Karena mereka inilah yang lebih kejam dari musuh itu sendiri, menjual bangsanya dan memberitahukan rahasia negerinya kepada musuh.
Penulis Tafsir ini dapat menyaksikan kehinaan itu ketika tentara Jepang masuk ke Medan di tahun 1942."Tuan-tuan Besar" Belanda dan serdadu-serdadunya menjadi orang yang hina dalam tawanan, dibawa dengan truck-truck gerobak ke tempat-tempat kerja paksa. Lalu muncul orang orang yang patut disebut “kutu balai" (kutu pasar) disuruh-suruh oleh Jepang melaksanakan perintahnya mencari simpanan Belanda, di lengannya diikatkan kain putih memakai letter “F"; yang berarti “Fuyiwara Kikan".
Lalu Ratu Balqis bertitah selanjutnya: “Dan demikian pulalah yang akan mereka lakukan." (ujung ayat 34).
Tegasnya, kalau Raja Sulaiman itu masuk ke negeri kita dengan kekerasan, sebagaimana dibayangkannya dalam suratnya itu, dia pun sudah nyata akan berbuat begitu pula.
Ayat 35
Sebelum orang besar-besar menunjukkan tanggapan atas kesan Ratu yang “seram" itu, baik yang berani berperang ataupun yang ragu-ragu, Ratu telah meneruskan titahnya: “Dan sesungguhnya aku hendak mengirimkan kepada mereka suatu hadiah." (pangkal ayat 35). Artinya, akan segera aku kirim kepadanya suatu tanda mata yang layak untuk seorang Raja Besar. Nanti akan saya lihat bagaimana kesan penerimaannya atas hadiah itu. Karena sudah kebiasaan bagi manusia yang berbudi jika dia menerima hadiah yang layak, hadiah itu akan mempengaruhi sikapnya. Kalau tadinya ada rasa permusuhan, mungkin akan bertukar jadi persahabatan atau penghargaan yang baik. Mungkin setelah menerima hadiah itu berubah fikirannya. tidak jadi kita ditaklukkannya dan tidak jadi kita berperang dengan dia. Atau ditukarnya sikap; yaitu karena disangkanya bahwa kita ini lemah, dikirimnya saja utusan buat menentukan berapa kita membayar upeti kepadanya setiap tahun. Dengan demikian maka peperangan pun terhindar dan kita hidup di dalam damai.
Dan titahnya lagi: “Dan akan menunggu dengan apakah akan kembali orang-orang yang diutus." (ujung ayat 35).
Menurut Tafsir Ibnu Abbas: “Ratu Balqis berkata kepada orang besar-besarnya itu: “Kalau hadiahku itu diterimanya, tandanya dia hanya seorang Raja; kita perangi dia. Tetapi kalau hadiah itu ditoiaknya, tandanya dia seorang Nabi; kita ikuti dia!"
Hasil itulah yang ditunggu oleh Ratu dari kembalinya utusan kelak.
Ayat 36
“Maka tatkala datang (utusan itu) kepada Sulaiman." (pangkal ayat 36). Membawa hadiah yang dikirimkan dengan serba kebesaran oleh Ratu Balqis itu."Berkatalah dia: “Apakah kamu hendak membantu aku dengan harta?" Pertanyaan itu menunjukkan bahwa Sulaiman tidaklah menerima suka hadiah itu. Tentulah hadiah tersebut barang-barang yang mahal, yang layak dari seorang Ratu kepada seorang Raja. Dan macam-macamlah ceritera dongeng Israiliyat tentang ragam hadiah itu, yang tidak ada faedahnya kita salin dalam tafsir kita ini. Karena bagaimanapun besarnya hadiah, bagaimanapun mahal atau ganjilnya, semuanya tidaklah menarik hati Sulaiman. Sulaiman tidak memerlukan hadiah itu. Sulaiman tidak akan merasa terbujuk dengan hadiah itu. Dia berkata seterusnya: “Maka apa yang telah diberikan kepadaku oleh Allah lebih baik daripada apa yang telah Dia berikan kepadamu." Hadiah yang kamu bawakan kepadaku itu tidak ada artinya bagiku. Aku lebih kaya daripada kamu dari pemberian Allah. Pemberian Allah yang diberikan kepadaku, jauh lebih mulia daripada yang diberikan Allah kepadamu."Tetapi kamu dengan hadiahmu itu merasa bangga." (ujung ayat 36). Karena kamu menyangka bahwa harta yang kamu hadiahkan kepadaku itu sudah sangat bagus, lalu kamu membangga. Padahal aku mempunyai lebih bagus daripada itu.
Ayat 37
Lalu Sulaiman menyampaikan titahnya kepada utusan Balqis tersebut: “Kembalilah kepada mereka." (pangkal ayat 37). Yaitu kepada Balqis dan orang besar-besar yang telah mengutus kamu kepadaku ke mari! Pulanglah! Dan bawalah hadiah ini kembali. Katakan kepada mereka: “Sungguh kami akan datang kepada mereka dengan bala tentara yang tidak tertangkis oleh mereka." Karena rupanya belum juga jelas bagi mereka selama ini apa yang kami maksud! Yaitu menyeru mereka supaya meninggalkan'penyembahan kepada matahari dan hanya kepada Tuhan Allah Yang Maha Kuasa. Kami akan datang!
“Dan sungguh kami akan mengeluarkan mereka dari negeri itu." Artinya, bahwa mereka pasti akan dikalahkan, karena tentara kami kuat. Setelah kalah mereka akan dihalau keluar dari negeri Saba' dan digiring sebagai tawanan ke negeri kami, sebagai alamat kemenangan kami. Mereka akan dihalau “Dalam keadaan hina." Tidak lagi sebagai Ratu ataupun orang besar. Tidak lagi sebagai Menteri atau Kepala Perang: “Dan mereka pun menjadi kecil." (ujung ayat 37). Menjadi orang hina dan kecil tidak berharga lagi. Itulah ancaman yang disampaikan Sulaiman dengan perantaraan utusan yang disuruhnya membawa barang hadiah-hadiah itu pulang kembali. Ancaman berisi kata dua: “Atau datang menyerah menyatakan tunduk, atau negerinya dimasuki dan mereka semua ditawan dan dihinakan!"