Ayat
Terjemahan Per Kata
لَأُعَذِّبَنَّهُۥ
sungguh aku akan menyiksanya
عَذَابٗا
siksaan
شَدِيدًا
yang keras
أَوۡ
atau
لَأَاْذۡبَحَنَّهُۥٓ
sungguh aku akan menyembelihnya
أَوۡ
atau
لَيَأۡتِيَنِّي
benar-benar ia datang kepadaku
بِسُلۡطَٰنٖ
dengan alasan
مُّبِينٖ
nyata/terang
لَأُعَذِّبَنَّهُۥ
sungguh aku akan menyiksanya
عَذَابٗا
siksaan
شَدِيدًا
yang keras
أَوۡ
atau
لَأَاْذۡبَحَنَّهُۥٓ
sungguh aku akan menyembelihnya
أَوۡ
atau
لَيَأۡتِيَنِّي
benar-benar ia datang kepadaku
بِسُلۡطَٰنٖ
dengan alasan
مُّبِينٖ
nyata/terang
Terjemahan
Pasti akan kuhukum ia dengan hukuman yang berat atau kusembelih ia, kecuali jika ia datang kepadaku dengan alasan yang jelas.”
Tafsir
Nabi Sulaiman berkata, ("Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab) yakni hukuman (yang keras) yaitu akan dicabuti bulu-bulu sayap dan ekornya, kemudian akan dicampakkan di tempat yang amat panas, sehingga ia tidak dapat menghindarkan diri dari bahaya binatang melata dan serangga yang akan memakannya (atau aku benar-benar menyembelihnya) yaitu memotong lehernya (atau benar-benar dia datang kepadaku) dapat dibaca Laya'tiyanniy dan Laya'tiynaniy (dengan alasan yang terang") yang menjelaskan alasan ketidakhadirannya.
Tafsir Surat An-Naml: 20-21
Dan dia memeriksa burung-burung, lalu berkata, "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir? Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang. Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair serta selain keduanya telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan lain-lainnya, bahwa burung hud-hud adalah ahli dalam mencari air, ia secara khusus ditugaskan oleh Nabi Sulaiman untuk mencari sumber air bila berada di Padang Sahara.
Dengan kemampuan yang dimilikinya secara alami burung hud-hud dapat melihat cadangan air yang terdapat di dalam tanah; ia dapat melihatnya sebagaimana seseorang melihat sesuatu yang ada di permukaan tanah. Dan ia dapat mengetahui berapa jauh letak kedalaman sumber mata air itu dari permukaan tanah. Apabila burung hud-hud telah menunjukkan adanya sumber air, maka Nabi Sulaiman a.s.
memerintahkan kepada jin untuk menggali tempat itu hingga keluarlah air dari perut bumi. Pada suatu hari Nabi Sulaiman a.s. beristirahat di suatu padang pasir, lalu ia memeriksa barisan burung untuk mencari burung hud-hud, tetapi ia tidak melihatnya. lalu ia berkata, "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir?" (An-Naml: 20) Pada suatu hari Ibnu Abbas pernah menceritakan kisah ini di hadapan suatu kaum, yang di antara mereka terdapat seorang Khawarij yang dikenal dengan nama Nafi' ibnul Azraq; dia dikenal sebagai orang yang banyak menentang Ibnu Abbas.
Maka Nafi' berkata kepada Ibnu Abbas, "Hai Ibnu Abbas, hentikanlah kisahmu itu, hari ini kamu kalah." Ibnu Abbas bertanya, "Mengapa saya kalah?" Nafi' ibnul Azraq menjawab, "Sesungguhnya kamu telah mengatakan dalam kisahmu tentang burung hud-hud, bahwa ia dapat melihat sumber air yang ada di perut bumi. Dan sesungguhnya bisa saja seorang anak meletakkan biji di dalam perangkap, lalu menimbunnya dengan pasir.
Kemudian burung hud-hud itu datang untuk mengambil biji makanannya itu, maka masuklah ia ke dalam perangkap yang dipasang oleh anak kecil itu, sehingga ia dapat ditangkap olehnya." Ibnu Abbas berkata, "Mengapa orang ini tidak saja mengatakan bahwa dia telah menyangkal Ibnu Abbas dan membuatnya tidak dapat menjawab?" Kemudian Ibnu Abbas mengatakan, "Celakalah kamu, sesungguhnya apabila takdir telah memastikannya (tertangkap), penglihatan menjadi tidak berfungsi dan rasa waspada pun hilang." Maka Nafi' berkata kepada Ibnu Abbas, "Demi Allah, aku tidak akan membantahmu mengenai sesuatu dari Al-Qur'an selamanya." Al-Hafiz ibnu Asakir di dalam biografi Abu Abdullah Al-Barazi dari kampung Barazah yang terletak di pinggiran kota Dimasyq dia adalah seorang yang saleh dan selalu puasa Senin Kamis, dan matanya buta sebelah, umurnya mencapai delapan puluh tahun menyebutkan kisah berikut.
Ibnu Asakir meriwayatkan kisah ini berikut sanadnya sampai pada Abu Sulaiman ibnu Yazid. Bahwa Abu Sulaiman pernah bertanya kepada Abu Abdullah Al-Barazi tentang kebutaan sebelah matanya, tetapi Abu Abdullah tidak mau menyebutkan penyebab kebutaannya. Abu Sulaiman tidak putus asa, ia mendesaknya selama berbulan-bulan, dan akhirnya Abu Abdullah mau menceritakan hal tersebut kepadanya, seperti berikut: Bahwa pernah ada dua orang lelaki dari kalangan penduduk Khurrasan singgah di rumahku selama seminggu di kampung Barazah.
Lalu keduanya menanyakan kepadaku tentang tempat suatu lembah, maka kuantarkan keduanya ke lembah tersebut. Setelah sampai di lembah itu keduanya mengeluarkan pedupaan dan menyalakan dupa yang cukup banyak sehingga asap dupa itu memenuhi lembah tersebut. Kemudian keduanya komat-kamit membaca jampi-jampi, maka berdatanganlah ular dari segala penjuru kepada keduanya, tetapi kedua orang itu tidak memperhatikan salah seekor pun darinya.
Hingga datanglah seekor ular sebesar lengan dengan kedua mata yang bersinar berkilauan seperti mata uang dinar. Keduanya sangat gembira melihat ular tersebut dan berkata, "Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakan perjalanan kami semenjak satu tahun yang silam." Lalu keduanya memecahkan pedupaan itu dan menangkap ular tersebut, kemudian keduanya memasukkan jarum untuk mencetak mata ke dalam mata ular tersebut, sesudah itu keduanya mencelaki mata mereka dengan jarum celak itu.
Aku meminta kepada keduanya agar mencelaki mataku dengan jarum tersebut, tetapi keduanya menolak. Aku terus mendesaknya, dan kukatakan kepadanya, "Kamu berdua harus mencelaki mataku," dan aku mengancam akan melaporkan keduanya kepada penguasa. Akhirnya keduanya mau mencelaki mataku dengan jarum pencelak mereka. Mereka berdua mencelaki mata kananku saja. Setelah jarum pencelak mata itu menyentuh mataku dan aku memandang ke tanah yang ada di bawahku, ternyata semua yang ada di bawah tanah terlihat olehku bagaikan melihat sesuatu di balik kaca.
Kemudian keduanya berkata kepadaku, "Marilah kita berjalan sebentar," lalu aku berjalan bersama keduanya, sedangkan keduanya asyik mengobrol. Hingga manakala kami telah berada jauh dari perkampungan, keduanya menangkapku dan mengikatku. Salah seorang di antara keduanya memasukkan tangannya ke mata kananku dan mencongkelnya, lalu membuang mataku, dan keduanya berlalu meninggalkan diriku. Aku masih tetap dalam keadaan terikat, hingga lewatlah seseorang di tempat aku berada dan ia melepaskan ikatanku.
Demikianlah kisah yang di alami oleh mata kananku ini. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Amr Al-Gassani, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Maisarah Al-Minqari, dari Al-Hasan yang telah mengatakan bahwa nama burung hud-hud Nabi Sulaiman adalah 'Anbar.
Muhammad ibnu lshaq mengatakan bahwa apabila Nabi Sulaiman berangkat menuju ke tempat majelisnya dan telah sampai di tempat majelisnya, maka ia memeriksa semua burung. Menurut empunya kisah, setiap harinya Nabi Sulaiman selalu didatangi oleh semua jenis burung (yang memberikan penghormatan kepadanya). Pada suatu hari saat ia memeriksa semua burung, semuanya ada kecuali burung hud-hud. lalu ia berkata, "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir?" (An-Naml: 20) Yakni apakah penglihatanku yang keliru, ataukah memang burung hud-hud absen dan tidak hadir? Firman Allah ﷻ: Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras. (An-Naml: 21) Menurut Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah mencabuti bulunya.
Menurut Abdullah ibnu Syaddad, Nabi Sulaiman akan menghukumnya dengan mencabuti bulunya, lalu menjemurnya di terik matahari. Hal yang sama telah dikatakan oleh bukan hanya seorang ulama Salaf, bahwa Sulaiman a.s. akan mencabuti bulunya, lalu membiarkannya tergeletak hingga dimakan oleh semut kecil dan semut besar. Firman Allah ﷻ: atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang. (An-Naml: 21) Yaitu dengan mengemukakan alasan yang dapat diterima.
Sufyan ibnu Uyaynah dan Abdullah ibnu Syaddad mengatakan bahwa ketika hud-hud datang burung lainnya bertanya, "Mengapa kamu terlambat, padahal Sulaiman telah bernazar akan mengalirkan darahmu." Hud-hud bertanya, "Apakah dia menyebutkan pengecualian?" Burung-burung semuanya menjawab, "Ya," seraya menceritakan kepadanya sabda Sulaiman yang disitir oleh firman-Nya: Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang. (An-Naml: 21) Hud-hud berkata, "Kalau begitu, selamatlah aku." Mujahid mengatakan bahwa sesungguhnya yang menyebabkan hud-hud diselamatkan oleh Allah dari siksaan Sulaiman adalah berkat bakti hud-hud kepada induknya."
Melihat ketidak hadiran burung Hudhud di antara prajuritnya, Nabi Sulaiman selaku pemimpin tertinggi atas bala tentaranya, mulai marah dan mengancamnya seraya berkata, "Jika dia datang pasti akan kuhukum ia dengan hukuman yang berat sesuai dengan kesalahannya, atau pasti akan kusembelih ia, kecuali jika ia datang kepadaku dengan alasan yang jelas yang bisa aku terima. "22. Maka tidak lama kemudian datanglah burung Hudhud yang dicari cari, dan langsung menghadap Nabi Sulaiman. Lalu setelah ia di tanya oleh Nabi Sulaiman tentang keberadannya, dengan spontan ia berkata, dengan nada bangga 'Aku telah mengetahui sesuatu yang belum engkau ketahui wahai baginda Nabi Sulaiman. Aku datang kepadamu dari negeri yang jauh yaitu negeri Saba' di Yaman dengan membawa suatu berita yang yang penting dan meyakinkan dan perlu engkau ketahui. ".
Ayat ini menerangkan ancaman Nabi Sulaiman kepada burung hud-hud yang pergi tanpa pamit. Ia berkata, "Seandainya burung hud-hud kembali nanti, tanpa mengemukakan alasan yang kuat atas kepergiannya dengan tidak minta izin itu, maka aku akan menyiksanya dengan mencabut bulu-bulunya, sehingga ia tidak dapat terbang lagi atau akan kusembelih. Salah satu dari dua hukuman itu akan aku laksanakan terhadapnya, agar dapat menjadi pelajaran bagi yang lain yang bertindak seperti burung hud-hud itu."
Dari ayat ini dipahami bahwa jika burung hud-hud itu dapat mengemukakan alasan-alasan kepergiannya tanpa pamit dan alasan-alasan itu dapat diyakini kebenarannya, maka Sulaiman tidak akan melaksanakan hukuman yang telah diancamkan itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Nabi Sulaiman Dan Burung Hud-hud
Burung Hud-hud dalam bahasa Melayu (IndonesiAl bernama burung Takur. Paruhnya tajam sekali, sehingga dia dapat menembus batang kelapa dengan paruhnya tersebut, untuk dijadikannya sarang tempat berlindung. Kepalanya bergombak. Kalau dia sedang bekerja menembus pohon dengan paruhnya yang tajam itu, gombaknya itu tegak sebagaimana tegaknya bulu leher ayam jantan ketika berlaga. Dan dia pun mempunyai bunyi satu, satu, bukan panjang-panjang sebagai bunyi murai atau mentilau. Yang memberi-tahukan bahwa burung itulah yang bernama Hud-hud dalam al-Qur'an kepada saya, penulis Tafsir ini, ialah ayah dan guru penulis sendiri, ketika saya masih kecil, kami berjalan dari Muara Pauh ke Kampung Tengah kami melihat burung takur itu sedang mematuk pohon kelapa. Sambil menunjuk beliau berkata: “Burung takur inilah yang namanya tersebut dalam al-Qur'an: “Hud-hud!"
Ada ceritera orang mengatakan bahwa mata burung takur ini terang dan tajam sekali. Dia dapat mengetahui ada air tersimpan dalam bumi, walaupun kelihatan di luar itu kering. Sebab itu beberapa ahli tafsir mengatakan bahwa Sulaiman sangat memerlukan burung takur itu dalam perjalanan untuk memberi petunjuk di mana ada air. Kalau ada air, mudahlah Nabi Sulaiman menyuruh Jin untuk menggalinya.
Ayat 20
“Dan dia periksai burung-burung." (pangkal ayat 20). Artinya bahwa Nabi-Raja Sulaiman melakukan pemeriksaan kepada bala tentara Baginda dari Angkatan burung-burung. Secara modennya ialah mengadakan inspeksi, pemeriksaan jika ada suatu kekurangan atau ada yang teratur menurut semestinya. Rupanya di antara perajurit burung itu ada tentara penting yang tidak kelihatan, yaitu burung hud-hud, takur."Lalu dia berkata: “Mengapa aku tidak melihat burung takur?" Ke mana dia? Aku tidak melihat dia di antara kamu burung-burung yang lain? “Apakah dia termasuk yang tidak hadir?" (ujung ayat 20). Apa sebab dia tidak hadir? Sakitkah dia? Atau dia telah memencilkan diri dari barisan, lalu ditangkap dan dimakan binatang buas? Atau diburu oleh orang yang tidak mengetahui bahwa dia adalah perajuritku?
Ayat 21
“Sungguh akan aku siksa dia dengan siksaan yang sangat berat." (pangkal ayat 21). Kalau dia meninggalkan barisan dengan tidak seizin atasannya."Atau sungguh akan aku sembelih dia." Yaitu dihukum mati kalau dia melakukan kelalaian yang merugikan."Atau dia segera datang kepadaku dengan keterangan yang jelas." (ujung ayat 21).
Artinya kalau sekiranya dia datang kepadaku segera membawa keterangan yang jelas dari sebab kepergiannya meninggalkan barisan, sehingga alasan yang jelas itu dapat aku terima, niscaya dia akan aku maafkan.
Ayat 22
“Maka berhentilah dia sejenak di tempat yang tidak begitu jauh." (pangkal ayat 22). Artinya bahwa seketika Baginda mengadakan inspeksi, si burung takur berdiri di tempat yang agak jauh. Sedang Baginda marah-marah karena dia tidak kelihatan, dia belum mau mendekat. Setelah murka Baginda sudah reda, barulah dia tampil ke muka. Apatah lagi dalam kemurkaan Baginda terkandung juga kata pengharapan, yaitu kalau dia segera datang dengan keterangan yang jelas. Dengan memberanikan diri: “Lalu dia berkata: “Aku telah mengerti sesuatu ha/ yang engkau tidak mengerti." Artinya ialah bahwa dia hilang tidak kelihatan oleh Baginda ialah karena dia selesai menyelidiki suatu hal yang amat penting, sehingga dia telah mengerti soal itu, sedang Baginda belum tahu dan dengan demikian dia tidak kelihatan bukanlah karena berlalai-lalai atau bermain-main."Dan aku datang kepada engkau dari negeri Saba' dengan berita yang yakin." (ujung ayat 22).
Dalam jawaban ini si burung takur atau burung pelatuk telah memberikan dua jawaban yang tegas. Dalam jawaban itu telah terbayang bahwa dia merasa tidak bersalah, bukan meninggalkan kewajiban atau mundur dari suatu tugas dengan tidak meminta izin, melainkan melakukan tugas berat yang dapat diper-tanggungjawabkan. Jawab yang pertama berisi keyakinan bahwa hal rahasia yang diketahuinya ini belum diketahui oleh Baginda Nabi-Raja Sulaiman. Sebab itu berani dia mengatakan bahwa dia lebih tahu dari beliau dalam hal itu. Kedua dia katakan bahwa dia kembali dari perjalanan jauh, yaitu ke negeri Saba' yang terletak di Selatan Jazirah Arab. Sedang Kerajaan Nabi Sulaiman terletak di sebelah Utara. Berita yang dibawanya ini bukan berita dari orang ke orang, melainkan hasil penyelidikannya sendiri. Sebab itu dikatakannya berita “yakin".
Ayat 23
“Aku dapati seorang perempuan menjadi raja mereka." (pangkal ayat 23). Ini pun lanjutan dari berita yakin itu, yang Raja tidak tahu. Seorang perempuan jadi raja dari negeri Saba' tersebut, padahal di negeri-negeri lain hanya laki-laki yang jadi raja. Lalu diteruskannya pula menerangkan keistimewaan dan kebesaran atau kekayaan negeri itu: “Dan dia dikurniai dari tiap-tiap sesuatu." Artinya bahwa negeri Saba' yang diperintah oleh raja perempuan itu adalah sebuah negeri yang kaya-raya. Apa saja yang diingini oleh raja perempuan itu dapat saja disediakan.
Di dalam Surat 34, yang memakai nama negeri itu (Surat Saba') ayat 15, diterangkan kekayaan negeri itu, yang terutama ialah kesuburan tanahnya, mengeluarkan hasil bumi yang berganda lipat. Sampai kepada masa kita sekarang ini, bumi Arab sebelah Yaman itu jualah yang terhitung Tanah Arab yang subur dapat ditanami banyak. Dan ceritera-ceritera lama menerangkan bahwa orang di sana sanggup mengadakan bendungan untuk membendung air hujan akan jadi persediaan minuman dan penyubur bumi. Ahli penyelidik riwayat dan sejarah kuno mengatakan bahwa Kerajaan Saba' dan Tubba' memeyang peranan penting pula dalam pelayaran di Laut Merah, penyambung perniagaan ke dunia sebetah Timur, sampai ke India dan China, menuju pulau-pulau kita ini melalui Selat Melaka. Lain dari kekayaan itu: “Dan dia mempunyai suatu singgasana yang besar." (ujung ayat 23).
Macam-macamlah ceritera di dalam kitab-kitab tafsir tentang bagaimana besarnya singgasana Ratu Saba' itu, yang disebut Balqis namanya, dan dikatakan bahwa singgasana itu terbuat daripada emas bertatahkan ratna mutu manikam, batu permata yang mahal-mahal, dan dikatakan pula bahwa besar singgasana itu tigapuluh hasta.
Dikatakan pula bahwa Ratu Saba' itu Balqis namanya dan Syarahiil nama ayahnya, tetapi ibunya bukan bangsa manusia, melainkan jin perempuan. Dikatakan pula bahwa di bawah perintahnya terdapat seratus ribu Qiil, yang berarti Kepala Perang, dan satu Kepala Perang itu membawahi seratus ribu perajurit. Sebab itu maka tentaranya berjumlah 100,000 x 100,000.
Sedang di zaman kita sekarang ini satu devisi tentara hanya paling banyak 20.000 orang! Sebab itu kalau kita saring ceritera begini untuk mengetahui bagaimana cara orang menjalin ceritera di zaman dahulu, bukanlah berarti bahwa kita langsung percaya saja. Apatah lagi akan menerima saja berita bahwa ibu Ratu Balqis itu bukan manusia, melainkan seorang jin perempuan.
Yang akan dekat dapat diterima ialah riwayat dari Qatadah, bahwa ahli musyawarat ratu itu adalah 312 orang banyaknya. Setiap seorang membawahi orang. Letak negerinya ialah di Ma'rib tiga mil jauhnya dari Shanaa.
Ayat 24
Lalu burung takur itu melanjutkan beritanya: “Aku dapati dia dan kaumnya bersujud kepada matahari." (pangkal ayat 24). Inilah yang jadi inti benta. Yaitu bahwa ratu itu bersama kaumnya bukanlah memeluk Tauhid, melainkan menyembah matahari. “Lain dari kepada Allah." Untuk melebih-jelaskannya lagi dan untuk lebih banyak perhatian Baginda, diterangkannya bahwa meskipun ada juga kepercayaan mereka kepada Allah namun yang mereka utamakan ialah menyembah matahari. Atau mungkin juga matahari itulah yang mereka anggap Allah."Dan syaitan telah menghiaskan bagi mereka amal mereka." Artinya, oleh karena telah dibujuk-bujuk, dirayu, yang buruk dikatakan bagus oleh syaitan, mereka pun memandang bahwa amalan mereka menyembah matahari itu adalah amalan yang baik dan benar.
Bujukan atau rayuan halus dari syaitan itu ialah suatu rayuan untuk menyanggap benar perbuatan yang salah, yang kadang-kadang dimasukkan syaitan kepada orang yang pergi memohonkan sesuatu dengan perantaraan kubur-kubur yang dianggapnya keramat. Orang itu dipropagandai oleh syaitan dengan katanya: “Perbuatan kita pergi meminta dan memohon kepada kubur itu tidaklah salah dan tidaklah merusak kepada akidah. Karena kita tetap mengakui bahwa Allah itu Maha Esa, tiada bersyarikat dengan yang lain. Dan kubur itu tidaklah bersyarikat dengan Allah. Cuma oleh karena “beliau" yang berkubur di sana adalah seorang Wali Allah, sedang kita ini manusia yang kotor, tentu kita tidak boleh langsung begitu saja memohon kepada Allah. Allah tidak mengenai kita! Siapalah kita yang banyak dosa ini! Tetapi karena beliau yang berkubur itu dekat dengan Allah, Wali dari Allah, niscaya akan lekaslah permohonan kita terkabul dengan perantaraan dia. Apa ubahnya dengan menghadap Presiden atau Raja! Niscaya akan lekas berhasil kalau ada “beking", yaitu orang yang membantu kita untuk lekas diurus.
Seorang yang dapat diperbodoh syaitan itu terangguk-angguk menerima rayuan syaitan yang demikian, sampai dengan tidak sadar derajat Allah telah disamakannya saja dengan birokrasi kantor-kantor, pakai pesuruh dan orang perantaraan segala.
Begitu pulalah yang dihiaskan syaitan sampai orang menyembah matahari.
Di Pulau Sumatera ada sungai besar bernama Batanghari Di Kuburajo (Minangkabau) masih didapati batu bersurat yang dikatakan orang berasal dari tempat raja bersemayam di zaman dahulukala. Di tengah-tengah batu sandaran yang diukir dan disurat itu terdapat gambaran matahari. Kalimat HARI itu sendiri nampaknya suatu waktu berarti sendiri. Syaitan menghiaskan bahwa kalau tidak ada matahari tidaklah mungkin ada kehidupan dalam alam ini. Sebab itu patutlah dia dipuja dan disembah. Karena jasanya amat banyak kepada manusia. Bujukan dan rayuan dan apa yang dihiaskan oleh syaitan itu menutup jalan bagi manusia untuk sampai kepada hakikat yang sebenarnya. Adapun hakikat yang sebenarnya ialah ALLAH! Di dalam laporan burung takur kepada Nabi Sulaiman itu disebutkannya juga akibat dari apa yang dihiaskan oleh syaitan itu, yaitu: “Sehingga tertutuplah bagi mereka jalan (yang benar)." Tertutup jalan buat sampai kepada hakikat yang sebenarnya, yaitu langsung menuju kepada Tuhan, yang disebut SABILILLAH atau SH1RATHAL MUSTAQIM (jalan yang lurus) atau AD-DINUL QAWIIM (Agama yang teguh). Maka terkatung-katunglah mereka di tengah jalan, tidak sampai kepada yang dituju dan mati dalam kesesatan."Maka mereka itu tidaklah mendapat petunjuk “ (ujung ayat 24),
Oleh karena sejak semuia sudah syaitan yang menghias kepada fikiran mereka bahwa yang buruk itu adalah baik, dan yang membawa mudharat itulah yang membawa manfaat, meraba-rabaiah mereka di dalam hidup, tidak ada tuntunan yang benar. Pemerintahan yang mereka dirikan tidak berdiri di atas dasar yang teguh.
Ayat 25
“(Yaitu) bahwa tidak bersujud kepada Allah." (pangkal ayat 25). Itulah yang menjadi pokok asal dari kesesatan. Padahal yang menjadikan matahari yang mereka sembah dan sujudi itu ialah Allah sendiri. Mengapa tidak langsung saja bersujud kepada Aliah? “Yang memunculkan simpanan di langit dan bumi." Di langit ada banyak sekali rahasia.Ilahi yang tersimpan. Di antaranya ialah petunjuk-petunjuk yang langsung akan diberikan kepada barangsiapa yang selalu mendekatkan dirinya kepada Allah, lalu diberi petunjuk, diberi Ilham dan kepada Rasul-rasul diberikan Wahyu. Di langit di dalam Perbendaharaan Tuhan ada yang bernama “Luh Mahfuzh"; di sana tersimpan rahasia yang akan diberikan kepada barangsiapa yang Allah kehendaki. Di bumi ini pun banyak sekali tersimpan kekayaan, terpendam di dalam perut bumi.
Kadang-kadang berjuta tahun baru dapat dikeluarkan. Selain dari emas dan perak, suasa, besi dan timah, terdapat juga kekayaan berbagai macam minyak yang dalam abad ke20 sesudah Isa Almasih ini baru diketahui orang."Dan Dia tahu apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan." (ujung ayat 25). Apa yang tersimpan di hati Dia tahu, apa yang diucapkan dan keluar Dia pun tahu. Adakah sesuai yang di mulut dengan yang di hati. Dia lebih tahu. Tidak usah main sembunyi-sembunyian dengan Allah.
Ayat 26
“Allah! Tiada Tuhan melainkan Dia." (pangkal ayat 26). Tidak yang lain jadi Tuhan. Tidak matahari, tidak bulan dan tidak seluruh alam ini. Karena seluruh alam ini hanya makhluk belaka diciptakan oleh Tuhan, dari tidak ada kemudian itu ada, setelah itu nanti akan lenyap."Tuhan dari ‘Arasy Yang Agung." (ujung ayat 26). ‘Arasy Allah, meliputi seluruh alam, tidaklah dapat dibandingkan singgasana Ratu Saba' atau raja dan raja mana saja pun dengan ‘Arasy Allah itu."Meliputi kursiNya atas seluruh langit dan bumi."
Ayat 27
Setelah selesai berita yang dibawa oleh burung takur itu: “Dia berkata: “Akan kami tengok." (pangkal ayat 27). Artinya, akan kami selidiki atau akan kami perhatikan dengan seksama: ‘Apakah benar engkau atau adakah engkau dari golongan orang-orang pendusta." (ujung ayat 27).
Cara sambutan seorang raja nampak benar dalam kata-kata ini. Perkataan itu meskipun sangat penting, meskipun dikatakan berita yang meyakinkan, Raja-Nabi Sulaiman tidak langsung menyambut saja. Beliau akan memeriksa terlebih dahulu kebenaran berita itu, benarkah berita si burung atau dia termasuk orang-orang pendusta.
Dengan secara halus pun dapat kita merasakan bahwa kata-kata si burung pada permulaan laporan, bahwa dia lebih mengetahui apa yang Seri Baginda tidak tahu belum mendapat sambutan yang menggembirakan dari beliau. Beliau akan “mencek" kebenarannya terlebih dahulu. Dia belum boleh ber-gembira.
Ayat 28
Lalu Baginda perintahkan: “Pergilah bawa suratku ini dan jatuhkan dia kepada mereka." (pangkal ayat 28). Inilah ujian pertama tentang benar atau dustanya perkataan si burung. Dia mesti terbang kembali ke negeri itu membawa surat Baginda. Burung sebagai pengantar surat ini telah berlaku beberapa abad kemudian, sampai kepada zaman kita sekarang ini. Burung dara (merpati) banyak yang diasuh dan dididik untuk itu."Kemudian berpalinglah dari mereka." Yaitu segera terbang ke tempat yang aman di dalam istana itu juga supaya engkau jangan sampai tertangkap oleh mereka: “Lalu lihat apa yang mereka perbuat!" (ujung ayat 28). Artinya, hendaklah engkau perhatikan bagaimana sambutan mereka, bagaimana sikap yang akan mereka ambil berkenaan dengan surat itu.