Ayat
Terjemahan Per Kata
وَأَدۡخِلۡ
dan masukkanlah
يَدَكَ
tanganmu
فِي
dalam
جَيۡبِكَ
sakumu
تَخۡرُجۡ
ia akan keluar
بَيۡضَآءَ
putih
مِنۡ
dari
غَيۡرِ
tidak
سُوٓءٖۖ
seburuk-buruk
فِي
dalam
تِسۡعِ
sembilan
ءَايَٰتٍ
ayat-ayat
إِلَىٰ
kepada
فِرۡعَوۡنَ
Fir'aun
وَقَوۡمِهِۦٓۚ
dan kaumnya
إِنَّهُمۡ
sesungguhnya mereka
كَانُواْ
adalah mereka
قَوۡمٗا
kaum
فَٰسِقِينَ
mereka fasik
وَأَدۡخِلۡ
dan masukkanlah
يَدَكَ
tanganmu
فِي
dalam
جَيۡبِكَ
sakumu
تَخۡرُجۡ
ia akan keluar
بَيۡضَآءَ
putih
مِنۡ
dari
غَيۡرِ
tidak
سُوٓءٖۖ
seburuk-buruk
فِي
dalam
تِسۡعِ
sembilan
ءَايَٰتٍ
ayat-ayat
إِلَىٰ
kepada
فِرۡعَوۡنَ
Fir'aun
وَقَوۡمِهِۦٓۚ
dan kaumnya
إِنَّهُمۡ
sesungguhnya mereka
كَانُواْ
adalah mereka
قَوۡمٗا
kaum
فَٰسِقِينَ
mereka fasik
Terjemahan
Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, ia akan keluar (dalam keadaan bercahaya) putih bukan karena cacat. (Kedua mukjizat ini) termasuk sembilan macam mukjizat (yang akan ditunjukkan) kepada Fir‘aun dan kaumnya. Sesungguhnya mereka benar-benar kaum yang fasik.”
Tafsir
(Dan masukkanlah tanganmu ke leher bajumu) yakni kerah bajumu (niscaya ia akan keluar) berbeda keadaannya dengan warna kulit tangan biasa (putih bukan karena penyakit) supak, dan memancarkan cahaya yang menyilaukan mata, hal itu sebagai mukjizat (termasuk sembilan buah mukjizat) yang kamu diutus untuk membawanya (yang akan dikemukakan kepada Firaun dan kaumnya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik").
Tafsir Surat An-Naml: 7-14
(Ingatlah) ketika Musa berkata kepada keluarganya, "Sesungguhnya aku melihat api. Aku kelak akan membawa kepada kalian khabar darinya, atau aku. membawa kepada kalian suluh api supaya kalian dapat berdiang. Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia, "Bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam.(Allah berfirman), "Hai Musa, sesungguhnya Akulah Allah, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana, dan lemparkanlah tongkatmu.
Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seperti seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. Hai Musa, janganlah kamu takut. Sesungguhnya orang yang dijadikan, rasul, tidak takut di hadapan-Ku; tetapi orang yang berlaku zalim, kemudian ditukarnya kezalimannya dengan kebaikan (Allah akan mengampuninya); maka sesungguhnya Aku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia akan keluar putih (bersinar) bukan karena penyakit. (Kedua mukjizat ini) termasuk sembilan buah mukjizat (yang akan dikemukakan) kepada Fir aun dan kaumnya.
Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. Maka tatkala mukjizat-mukjizat Kami yang jelas itu sampai kepada mereka, berkatalah mereka.Ini adalah sihir yang nyata. Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan. Allah ﷻ berfirman kepada Rasul-Nya seraya mengingatkan kepadanya perihal apa yang dialami oleh Musa a.s. saat dia diangkat menjadi kekasih Allah, diajak bicara langsung dan bermunajat dengan-Nya serta diberiNya mukjizat-mukjizat yang besar, lagi cemerlang dan dalil-dalil yang dapat mengalahkan musuh.
Allah mengutusnya kepada Fir'aun dan kaumnya, lalu mereka mengingkarinya dan kafir kepadanya serta bersikap angkuh, tidak mau mengikuti dan tidak mau taat kepada petunjuknya. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: (Ingatlah) ketika Musa berkata kepada keluarganya. (An-Naml: 7) Yakni ingatlah ketika Musa berjalan di malam hari bersama keluarganya, lalu sesat jalan, padahal malam itu sangat gelap. Lalu Musa menjumpai nyala api di lereng Bukit Tur, maka berkatalah ia kepada keluarganya: Sesungguhnya aku melihat api. Aku kelak akan membawa kepada kalian kabar darinya. (An-Naml: 7) tentang jalan yang harus kita tempuh.
atau aku membawa kepada kalian suluh api supaya kalian dapat berdiang. (An-Naml: 7) Yaitu untuk menghangatkan tubuh kalian. Dan memang dugaan Musa tepat, karena sesungguhnya ia kembali dari api itu dengari membawa berita yang sangat besar. Dia telah mengambil dari api itu cahaya hidayah yang amat besar, karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya: Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia, "Bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu dan orang-orang yang berada di sekitarnya. (An-Naml: 8) Yakni setelah Musa sampai ke tempat api itu, ia melihat pemandangan yang sangat menakjubkan lagi sangat hebat.
Api itu menyala di sebuah pohon yang hijau; semakin besar api itu menyala, maka semakin hijau pula pohon tersebut. Kemudian Musa mengangkat pandangannya ke atas, dan ternyata ia melihat bahwa cahaya api itu menembus langit. Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa cahaya itu bukanlah nyala api, melainkan cahaya yang berkilauan. Menurut riwayat lain dari Ibnu Abbas, itu adalah nur (cahaya) Tuhan semesta alam.
Maka Musa terpana melihat pemandangan yang disaksikannya itu. diserulah dia, "Bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu. (An-Naml: 8) Menurut Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah disucikan, sedangkan yang dimaksud dengan 'dan orang-orang yang berada di sekitarnya' ialah para malaikat. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, dan Qatadah. -[] .
". Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Daud At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dan Al-Mas'udi, dari Amr ibnu Murrah, bahwa ia pernah mendengar Abu Ubaidah menceritakan hadis berikut dari Abu Musa yang telah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya Allah tidak tidur, dan tidaklah pantas bagi-Nya tidur; Dia merendahkan dan meninggikan neraca; dilaporkan kepada-Nya amal malam hari sebelum siang hari, dan amal siang hari sebelum malam hari.
Menurut riwayat Al-Mas'udi ditambahkan seperti berikut: Hijab Allah adalah nur atau api. Seandainya Dia membukanya, niscaya kesucian Zat-Nya akan membakar segala sesuatu yang dicapai oleh penglihatan-Nya. Kemudian Abu Ubaidah membacakan firman-Nya: Bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. (An-Naml: 8) Asal hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui riwayat Amr ibnu Murrah.
Firman Allah ﷻ: Dan Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (An-Naml: 8) Yakni Yang memperbuat segala sesuatu yang dikehendaki-Nya, tiada sesuatu pun dari makhluk-Nya yang menyerupai-Nya, dan tiada yang dapat meliputi-Nya sesuatu pun dari makhluk-Nya. Dia Mahatinggi, Mahabesar, lagi Maha Membeda dari semua makhluk. Bumi dan langit tidak dapat memuat-Nya, bahkan Dialah Yang Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu lagi Mahasuci dari kemiripan dengan makhluk-makhluk-Nya.
Firman Allah ﷻ: (Allah berfirman), "Hai Musa, sesungguhnya Akulah Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (An-Naml: 9) Allah memberi tahu kepada Musa bahwa yang sedang berbicara kepadanya adalah Tuhannya, yaitu Allah Yang Mahaperkasa, Yang mengalahkan segala sesuatu, dan Yang menundukkannya di bawah kekuasaan-Nya, lagi Mahabijaksana dalam semua firman dan perbuatan-Nya. Kemudian Allah memerintahkan kepada Musa agar melemparkan tongkat yang ada di tangannya untuk menunjukkan kepadanya bahwa Dialah Allah Yang Memperbuat, lagi Yang Maha Berkehendak dan Mahakuasa atas segala sesuatu.
Setelah Musa melemparkan tongkatnya dari tangannya, tiba-tiba tongkat itu berubah menjadi ular yang sangat besar, tetapi gerakannya sangat cepat. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Maka tatkala Musa melihatnya bergerak-gerak seperti seekor ular yang gesit. (An-Naml: 10) Al-Jan adalah sejenis ular yang banyak bergerak dan cepat gerakannya. Di dalam sebuah hadis telah disebutkan bahwa Nabi ﷺ melarang membunuh ular-ular yang ada di rumah-rumah. (Demikian itu karena dikhawatirkan bukan ular sesungguhnya, melainkan jadi-jadian dari jin, pent). Setelah Musa a.s. menyaksikan pemandangan yang mengerikan itu: larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (An-Naml: 10) Yakni tidak menoleh ke belakang lagi karena kuatnya rasa takut yang mencekam dirinya. (Allah berfirman), "Hai Musa, janganlah kamu takut.
Sesungguhnya orang yang dijadikan rasul, tidak akan takut di hadapan-Ku." (An-Naml: 10) Artinya, janganlah kamu takut menyaksikan apa yang kamu lihat ini, sesungguhnya Aku hendak memilihmu menjadi seorang rasul dan Aku akan menjadikanmu seorang nabi yang terkemuka. Firman Allah ﷻ: tetapi orang yang berlaku zalim, kemudian ditukarnya kezalimannya dengan kebaikan (Allah akan mengampuninya); maka sesungguhnya Aku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Naml: 11) Istisna dalam ayat ini munqati', di dalamnya terkandung berita gembira yang besar bagi manusia, karena disebutkan bahwa barang siapa yang mengerjakan suatu keburukan, lalu meninggalkannya dan bertobat serta kembali kepada Allah, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar. (Taha: 82) Dan firman Allah ﷻ: Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya. (An-Nisa: 110), hingga akhir ayat.
Ayat-ayat yang menunjukkan makna yang sama cukup banyak. Firman Allah ﷻ: Dan masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia akan ke luar putih (bersinar) bukan karena penyakit. (An-Naml: 12) Ini adalah mukjizat lainnya yang jelas yang menunjukkan kekuasaan Allah Yang melakukannya dan membuktikan kebenaran utusan yang diberikan kepadanya mukjizat ini. Allah memerintahkan kepada Musa a.s. agar memasukkan tangannya ke balik leher bajunya; dan bila Musa mengeluarkannya, maka tangannya berubah menjadi putih bersinar, seakan-akan kilat yang menyambar, sangat menyilaukan mata.
Firman Allah ﷻ: (Kedua mukjizat ini) termasuk sembilan buah mukjizat. (An-Naml: 12) Kedua mukjizat ini merupakan sebagian dari sembilan buah mukjizat lainnya yang Aku kuatkan kamu dengannya dan Aku jadikan sebagai bukti yang membenarkanmu kepada Fir'aun dan kaumnya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. (An-Naml: 12) Kesembilan mukjizat inilah yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata. (Al-Isra': 101) yang penafsirannya telah disebutkan di dalam surat tersebut. Firman Allah ﷻ: Maka tatkala mukjizat-mukjizat Kami yang jelas itu sampai kepada mereka, berkatalah mereka, "Ini adalah sihir yang nyata," (An-Naml: 13) Mereka bermaksud akan menentangnya dengan sihir mereka, tetapi mereka dapat dikalahkan dan kembali dalam keadaan hina.
Dan mereka mengingkarinya. (An-Naml: 14) Yakni pada lahiriah urusan mereka. padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya (An-Naml: 14) Dalam diri mereka mengetahui bahwa apa yang ditampilkan oleh Musa adalah perkara yang hak dari sisi Allah, tetapi mereka mengingkarinya dan bersikap angkuh terhadapnya. Karena kezaliman dan kesombongan (mereka). (An-Naml: 14) Maksudnya, dalam diri mereka telah tertanam watak zalim dan sombong, tidak mau mengikuti kebenaran. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan. (An-Naml: 14) Yakni perhatikanlah, Muhammad, bagaimanakah akibat dari nasib mereka itu karena Allah telah membinasakan mereka dengan menenggelamkan mereka semuanya hanya dalam waktu yang singkat.
Secara tidak langsung ayat ini mengatakan bahwa waspadalah, hai orang-orang yang mendustakan Muhammad dan mengingkari Al-Qur,'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, bahwa kalian pasti akan tertimpa azab seperti yang telah menimpa mereka. Terlebih lagi kalian, karena sesungguhnya Nabi Muhammad adalah nabi yang lebih mulia lagi lebih besar daripada Musa, dan bukti yang dikemukakannya lebih jelas dan lebih kuat daripada apa yang disampaikan oleh Musa.
Hal tersebut dapat disaksikan melalui apa yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya, berupa pembuktian-pembuktian yang dibarengi dengan kemuliaan akhlaknya serta berita gembira yang disampaikan oleh para nabi terdahulu dan janji serta ikrar yang diambil oleh Tuhannya darinya."
Allah ingin memperlihatkan bukti lain akan kemahakuasaan-Nya. Dan masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia, tanganmu itu, akan keluar menjadi putih bersinar berkilauan tanpa cacat. Nabi Musa pun menuruti perintah itu, dan terbukti benar apa yang dikatakan Allah. Kedua mukjizat ini termasuk sembilan macam mukjizat yang diperlihatkan kepada Fir'aun dan kaumnya. Kesembilan mukjizat itu ialah: tongkat dan tangan Nabi Musa, berkurangnya hasil tanaman, banjir, belalang, kutu, katak, dan darah. Tapi semua itu tidak berarti bagi mereka. Mereka benar-benar orang-orang yang fasik yang telah keluar dari aturan-aturan agama. 13. Banyaknya kemukjizatan Nabi Musa tidak menyebabkan mereka sadar akan kekeliruan mereka, malah mereka bertambah angkuh dan sombong. Maka ketika mukjizat-mukjizat Kami yang terang benderang dan tidak terbantahkan itu sampai kepada mereka, yaitu Fir'aun dan pengikutnya, mereka berkata dengan nada sinis dan mengejek, 'Ini sihir yang nyata. ' Mereka berkata demikian karena perilaku sihir sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka saat itu.
Pada ayat ini, Allah menunjukkan kekuasaan-Nya yang lain, setelah menunjukkan kekuasaan-Nya mengubah benda mati yang berada di tangan Musa menjadi makhluk hidup berupa ular. Kemudian Musa diperintahkan untuk memasukkan tangannya ke ketiak, melalui belahan leher bajunya. Ketika dikeluarkan, tangan itu mengeluarkan cahaya berwarna putih cemerlang. Ini merupakan mukjizat kedua Musa.
Dua macam mukjizat Musa ini merupakan bagian dari sembilan mukjizat yang diberikan Allah kepadanya. Mukjizat ini menjadi bukti kepada Fir'aun dan kaumnya bahwa Musa adalah utusan Allah untuk mengajak ke jalan yang benar dan diridai-Nya. Jumlah mukjizat Musa yang sembilan itu ditegaskan Allah dalam firman-Nya:
Dan sungguh, Kami telah memberikan kepada Musa sembilan mukjizat yang nyata. (al-Isra'/17: 101).
Musa diutus Allah dengan bermacam-macam kejadian yang luar biasa untuk menghadapi Fir'aun dan kaumnya yang fasik, melampaui batas fitrah manusia. Bahkan Fir'aun mengaku dirinya sebagai Tuhan dan dibenarkan pengakuannya ini oleh kaumnya. Hal ini disebutkan Allah dalam firman-Nya:
(Seraya) berkata, "Akulah tuhanmu yang paling tinggi." (an-Nazi'at/79: 24).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Musa Menerima Risalah
Pada ayat 6 telah diterangkan oleh Tuhan, bahwa Nabi Muhammad menerima wahyu al-Qur'an ini langsung datang dari Allah, Tuhan Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui. Sungguhpun begitu terang, begitu jelas langsung dari Tuhan, namun rintangan begitu besar juga datang dari kaumnya. Maka Nabi Muhammad tidak usahlah heran tentang hal itu. Karena Nabi Musa yang dahulu dari dia itu pun menerima wahyu langsung dari Tuhan Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui jua, namun rintangan yang dideritanya pun tidak kurang hebatnya.
Ayat 7
“Dan (ingatlah) seketika berkata Musa kepada keluarganya." (pangkal ayat 7). Yaitu dalam perjalanan pulangnya ke negeri Mesir, setelah mengasingkan dirinya di negeri Madyan sepuluh tahun lamanya. Dia berjalan siang dan malam menempuh padang Sahara tandus itu. Tiba-tiba kelihatan olehnya api di lereng bukit, maka gembiralah hatinya melihat api itu, karena itu adalah tanda bukti bahwa tempat itu pun didiami manusia juga. Maka katanya kepada keluarganya itu: “Sesungguhnya aku tela h melihat api. “
Artinya yang kita pilih ini pun kurang lengkap. Karena di sini bersua satu
kalimat Anastu ( … ), yang berarti melihat dalam keadaan gembira Bukan semata-mata melihat saja. Maka boleh juga diartikan: “Aku amat gembira melihat api itu!" Padahal kalau diartikan demikian, jika dipindahkan kembali ke dalam bahasa Arab, sudah berbeda pula dengan susunan kata yang terdapat dalam ayat."Aku akan membawa kepadamu khabar berita daripadanya." Maksudnya ialah bahwa aku akan segera pergi ke tempat api yang kelihatan itu, hendak mengetahui dan melihatnya dari dekat, mungkin di sana ada manusia. Kalau sudah terang nanti saya akan segera pulang dan memberi khabar kepada kamu semuanya."Atau akari aku bawakan kepada kamu se-cecah petikan api itu, supaya kamu dapat berdiang." (ujung ayat 7).
Beliau ingin hendak pergi ke tempat api bernyala itu mencari berita. Kalau di sana ternyata ada orang yang dapat menumpang bermalam agak semalam untuk istirahat, keluarga beliau itu akan dijemputnya semua dan dibawa ke sana. Tetapi kalau yang ada itu hanya api saja, dan orangnya tidak ada, maka sececah daripada api itu, misalnya sebuah puntung kayu atau yang lain yang bernyala dengan api itu akan dibawanya turun ke bawah supaya keluarganya dapat berdiang untuk menangkis kedinginan.
Keluarga yang telah turut mengharap dan gembira melihat api itu tidaklah membantah kehendak beliau. Beliau pun segeralah mendaki ke atas bukit itu.
Ayat 8
“Maka tatkala dia datang kepadanya." (pangkal ayat 8). Yaitu setelah beliau sampai ke tempat api itu. “Diserukanlah dia." Didengarnyalah suara menegur dia: “Bahwa diberkatilah orang yang berada dekat api dan orang yang berada di sekitarnya." Orang yang berada dekat api ialah Nabi Musa sendiri dan yang berada di sekitarnya ialah keluarganya, isteri dan anak-anaknya dan para pengiringnya yang telah berkhemah di kaki bukit itu; semuanya dianugerahi berkat dan perlindungan. “Dan Maha Sucilah Allah, Tuhan Sarwa Sekalian Alam." (ujung ayat 8).
Dari seruan itu dapatlah Musa memahamkan bahwa kedatangannya ke atas bukit yang mulia itu mendapat sambutan yang mesra. Dia diberkati dan kaum keluarganya yang menunggu di bawah pun diberkati. Kemudian, yang berseru itu menyebut pula pujian kesucian terhadap Allah Tuhan Sarwa Sekalian Alam, Pencipta langit dan bumi, yang mengatur sekalian makhluk dan penabur kasih-sayang dan cinta mesra kepada seluruh insan. Maka hati Musa yang senang melihat api di lereng bukit, sesampai ke atas bukit dan ke dekat api itu pun menjadi bertambah senang dan bahagia.
Terasa dalam khayal kita sekarang bahwa Musa telah merasa bahagia mendengar sambutan yang penuh kasih mesra dan berkat yang dilimpahkan itu. Tetapi di dalam hatinya masih terasa agaknya suatu pertanyaan, dari manakah datangnya suara ini dan siapakah gerangan yang empunyai suara. Lalu kedengaran pulalah sambungan seruan:
Ayat 9
“Hai Musa!" (pangkal ayat 9). Dengan ini namanya mulai dipanggil dan perhatiannya mulai dipusatkan. “Sesungguhnya Aku adalah Allah, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (ujung ayat 9).
Di situlah agaknya baru Musa insaf dengan siapa dia berhadapan dan api apa yang dihadapinya. Musa waktu itu berhadapan dengan Tuhan sendiri, Tuhan Sarwa Sekalian Alam, pencipta langit dan bumi dan cakrawala seluruhnya. Musa yang kecil, manusia yang seakan-akan tidak ada jika dibandingkan dengan Al-Kaoun (… ), yang ada seluruhnya di saat itu dinaikkan derajatnya, diangkat dia ke atas, ke dekat Tuhannya. Seakan-akan Tuhan membimbing tangannya membawanya naik. Dan api tadi? Apa arti api yang dicari? Padahal yang ditemui adalah sumber dari segala api. Di situ dia mendengar suara bahwa dia diberkati, bahwa keluarganya diberkati, artinya bahwa kepadanya akan dipikulkan tugas yang besar dan dahsyat, yakni meratakan jalan Tuhan atau Sabilillah di permukaan bumi ini.
Di situ Allah menyatakan siapa dirinya dan apa sifatnya. Dia adalah Yang Maha Perkasa, bahwa tidak ada satu kekuataan pun di alam ini yang dapat menyanggah kehendakNya. Bahkan tidak ada kekuatan, kecuali Dia yang empunya dan dari Dia datangnya. Tidak ada perkasa, kalau bukan kurnia dari Dia, dan Dia Maha Bijaksana menentukan sesuatu pada tempatnya, mendatangkan sesuatu pada waktunya, memutuskan sesuatu menurut kehendak-Nya. Diterangkannya secara berhadapan kepada Musa bahwa yang dicarinya selama ini telah dapat, kegelisahan jiwanya telah terobat. Kalau hatinya senang melihat api bernyala, sekarang yang ditemuinya lebih dahsyat dari api itu sepdiri. Bahkan api itu tidak ada arti apa-apa lagi sekarang, sebab dia telah bertemu dengan sumber api itu sendiri.
Di saat seperti itu seakan-akan tenggelamlah Musa' ke dalam Hadhrat Rububiyah; MAJDZUB tertarik, diseret oleh kekuasaan besi berani tarikan Ilahi, sehingga lupa segala. Lupa akan dirinya, yang teringat hanya: ALLAH, MAHA PERKASA, MAHA BIJAKSANA!
Ayat 10
Barulah dia tersentak dari seretan itu setelah didengarnya pula seruan: “Dan lemparkanlah tongkat engkau itu." (pangkal ayat 10). Tongkat yang sejak dia menggembalakan kambing sepuluh tahun lamanya boleh dikatakan tidak lepas-lepas lagi dari dalam genggamannya. Bahkan mungkin jauh lebih dahulu dari itu, yaitu sejak dia mengembara seorang diri di padang belantara berhari-hari lamanya seorang diri meninggalkan Mesir menuju Madyan. Itulah yang disuruh dia melemparkan."Maka tatkala dia melihatnya bergerak-gerak seakan-akan seekor ular, larilah dia berbalik belakang dan tidaklah dia menoleh lagi." Itulah bimbingan pertama yang diberikan Tuhan kepadanya buat menambah yakinnya bahwa dia sekarang berhadapan dengan Tuhan sendiri. Kayu mati entah terambil dari dahan-dahan kayu padang pasir yang tegap, yang biasa diambil orang akan tongkat yang selama ini selalu dalam genggamannya, disuruh lemparkan ke tanah. Setelah dilemparkan, tiba-tiba dia bergerak, menggeleong-geleong, membelit-belit menyerupai seekor ular! Baru sekali itu dialaminya, bagaimana tidakkan terkejut. Sampai dia berpaling, sampai dia lari dan tidak menoleh lagi. Sungguh-sungguh dia terkejut.
Memang begitulah seorang Nabi bila mulai dia diangkat menjadi Rasul. Dalam penyangkatan yang pertama itu, jiwanya langsung dilatih. Sesudah tabah kelak, barulah wahyu beruntun turun. Bukankah Muhammad sendiri seketika ayat pertama mulai akan diturunkan, diperlihatkan Jibril kepadanya tinggi besar memenuhi ufuk, lalu mendekat mengecilkan diri dan menyuruhnya membaca. Karena mengakui tidak pandai membaca, Nabi Muhammad s.a.w. dipagut dan dipeluknya, sampai pingsan.
Melihat keadaannya yang demikian, di hari ujian pertama, dia dipanggil kembali oleh Tuhan: “Hai Musa! Janganlah engkau takut! Sesungguhnya Aku, tidaklah takut berdekat dengan daku orang-orang yang akan dijadikan Rasul." (ujung ayat 10).
Sabda Tuhan yang demikian adalah memberikan isyarat kepada Musa bahwa seorang hamba Allah yang telah dipanggil Tuhan mendekatinya, pastilah akan mendapat ujian semacam itu pada mulanya. Dan itu tidak apa-apa. Karena itu banyaklah semata-mata perkembangan daripada kenaikan martabat jiwa. Bertambah tinggi martabat jiwa, bertambah banyak bertemu yang ganjil, maka bertambah biasalah diri menghadapinya, sehingga keballah jiwa itu dan pantas menerima gelar Rasul Allah!
Tetapi ucapan Tuhan selanjutnya lebih mendalam lagi:
Ayat 11
“Kecuali orang yang pernah zalim, kemudian dia menukar dengan kebajikan sesudah kejahatan." (pangkal ayat 11). Menurut penafsiran dari az-Zamakhsyari, demikian juga ar-Razi juga oleh Abus-Su'ud, ayat ini adalah sebagai bujukan Tuhan kepada Musa. Sebab sejak tangannya terlanjur meninju orang sampai mati di Mesir, yang menyebabkan orang itu mati seketika, yang kalau ditilik secara penyelidikan zaman sekarang mungkin sekali orang itu sakit jantung, maka Nabi Musa ditekan oleh perasaan bersalah. Dia ditekan oleh perasaan itu sejak dia melihat mayat orang itu terkapar di Hari Pertama. Pada Surat 28, al-Qashash, dalam Juzu' 20 kelak, di ayat 15 dan ayat 16 dilukiskan rasa menyesal Musa itu. Dia berkata sesudah dilihatnya orang itu mati kena tinjunya:
“Dia berkata: “Ini adalah dari perbuatan syaitan, sesungguhnya dia (syaitan) itu adalah musuh yang sangat menyesatkan." Dia berkata: “Ya Tuhanku! Sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku!"
Sebetulnya Tuhan lebih tahu bahwa membunuh itu tidak disengajanya dan bukan maksudnya seketika meninju. Sebab itu sejak saat itu jua Tuhan telah memberinya ampun, karena Tuhan itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Sebagaimana tersebut pada ujung ayat 16 Surat al-Qashash itu. Tetapi ketika itu Musa belum jadi Nabi. Sebab itu belum diberitahukan kepadanya dengan wahyu pada hari itu bahwa dia telah diberi ampun. Oleh sebab itu dapatlah kita fahamkan juga bahwa rasa bersalah itu jualah yang menjadi salah satu sebab dia tidak berani mendekati Tuhan. Dia berpaling lari dan tidak menoleh lagi. Lalu di saat itu juga Tuhan menyampaikan dengan wahyu ampunan yang telah lama Dia berikan. Tuhan tahu bahwa Nabi Musa itu dahulu telah pernah berbuat zalim, berbuat salah dengan memukul orang, yang tiba-tiba menyebabkan orang itu mati. Tetapi Tuhan pun tahu bahwa perbuatannya yang salah dahulu itu telah diikutinya dengan berbagai perbuatan yang baik, di antaranya menggembalakan kambing mertuanya selama sepuluh tahun, jadi suami yang baik, dan kepala keluarga yang bertanggungjawab. Tidak ada terdengar bahwa dia melakukan perbuatan yang tercela sesudah itu. Sebab itu maka Tuhan bersabda seterusnya bahwa kesalahannya itu telah diberi ampun."Maka sesungguhnya Aku adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (ujung ayat 11).
Berkata lbnu Katsir dalam Tafsirnya: “Ayat ini adalah satu berita gembira buat seluruh manusia. Yaitu bahwa orang yang pernah berbuat salah, kemudian dia bebaskan diri dari kesalahan itu, lalu kembali kepada jalan yang benar dan taubat, maka Allah Ta'ala akan memberinya taubat."
Nabi kita Muhammad s.a.w. pun selalu menyampaikan keterangan yang demikian. Tidak akan ada orang yang terlepas dari kesalahan, karena dorongan hawanafsu, karena kelalaian, karena belum berpengalaman. Tetapi kalau segera insaf dan kembali ke jalan yang benar, Tuhan akan memberi ampun. Malahan mungkin akan menempuh jalan yang lebih baik sesudahnya.
Dengan sabda Tuhan yang demikian Musa pun merasa terbebaslah dari tekanan batin. Lalu Tuhan menemskan sabdaNya:
Ayat 12
“Dan masukkanlah tangan engkau ke dalam baju engkau." (pangkal ayat 12). Perintah Tuhan ini segera dilaksanakan Musa. Sebelum tangannya dimasukkannya ke dalam bajunya: “Lalu keluarlah dia dalam keadaan putih tetapi bukan penyakit." Yaitu setelah Musa mengeluarkan tangannya itu kembali, bersinarlah cahaya gilang-gemilang dari tangannya itu. Cahaya indah, bukan penyakit. Bukan penyakit balak dan sopak. Hingga jika misalnya tempatnya berdiri itu gelap, dari tangannya itulah akan keluar cahaya menerangi tempat sekelilingnya. Dan jika dibuat demikian siang hari, dia akan bercahaya di pertengahan siang laksana lampu listrik yang memancarkan cahaya sendiri. Ini adalah termasuk: “Dalam sembilan ayat-ayat kepada Firaun dan kaumnya." Sembilan ayat-ayat atau Mu'jizat itu ialah:
1. Tongkat yang dapat menjelma jadi ular.
2. Tangan yang dapat memancarkan sinar terang.
3. Kemarau yang bertahun-tahun.
4. Sangat susutnya penghasilan Negara.
5. Banjir besar Sungai Nil.
6. Belalang memusnahkan tanaman yang sedang muda.
7. Kutu-kutu dan agas-agas dan lalar yang sangat mengyanggu dan membawa penyakit, terutama penyakit mata.
8. Katak-katak (kodok) keluar dari dalam Sungai Nil, membanjir sangat banyak sehingga mengyanggu dan menjijikkan.
9. Warna Sungai Nil menjelma jadi merah darah!
Tetapi yang dua pertama, tongkat jadi ular dan tangan memancarkan sinar terang adalah puncak.
“Sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang durhaka." (ujung ayat 12). Melanggar segala peraturan, menolak segala kebenaran, jika ada perintah dilanggarnya, jika ada larangan, maka larangan itu benarlah yang dikerjakannya. Jika Tuhan memberitahu bahwa mereka semua adalah hamba Allah, mereka berkata Fir'aun itulah yang Tuhan.
Ayat 13
“Maka tatkala telah datang kepada mereka ayat-ayat Kami dalam keadaan jelas." (pangkal ayat 13). Tongkat jelas menjelma jadi ular, tangan jelas memancarkan sinar yang indah, dan air sungai Nil sudah berubah jadi darah dan segala tanda-tanda yang lain itu telah yakin kelihatan oleh mata mereka, dan sudah mereka rasakan sendiri akibat dari segala ayat-ayat atau mu'ji2at itu, sebagai kekurangan penghasilan bumi, menjangkitnya berbagai penyakit karena agas dan bermacam lalat, rangit dan langau serta segala macam kutu telah mengeputungi negeri, katak dan kodok berjalaran di mana-mana, bukanlah mereka surut kepada kebenaran, bukanlah mereka hendak menyelidiki kebenaran yang dibawa Musa, melainkan: “Mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata." (ujung ayat 12).
Demikianlah selalu pemerintahan yang didirikan atas kezaliman sejak zaman Fir'aun, sejak sebelum Fir'aun atau sesudah Fir'aun sampai hari Kiamat agaknya. Bagaimanapun terang kesalahan pada diri mereka yang berkuasa, namun kesalahan itu pasti akan ditimpakan kepada pihak yang mereka anggap musuh. Air sungai Nil bertukar jadi warna darah; Musa yang salah! Katak dan kodok berkeliaran keliling negeri; Musa yang salah! Nyamuk, lalat, agas, kutu-kutu dan segala macam karuk-karuk, hingga banyak penyakit; Musa yang salah! Hasil bumi berkurang; Musa yang salah! Kemarau terlalu lama; Musa yang salah! Semuanya karena sihir Musa!
Tepat apa yang disabdakan Tuhan di dalam Surat 7, al-A'raf ayaf 131 demikian bunyinya:
“Maka pabila datang kepada mereka suatu kebaikan, mereka berkata: “Ini adalah karena kami!" Dan jika menimpa kepada mereka suatu kesusahan, mereka menimpakan kesialan kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kesialan mereka itu tidak lain adalah ketetapan dari Allah sendiri. Akan tetapi yang terbanyak di antara mereka tidaklah mau tahu."
Inilah salah satu perbentengan kezaliman dalam dunia. Siapa yang mencoba menyalahkan yang salah dalam pemerintahan yang zalim dianggap musuh.
Sebab itu maka setiap pejuang yang tidak mempunyai dasar cita-cita yang mumi tidaklah akan tahan dan terhentilah dia di tengah jalan.
Ayat 14
“Dan mereka ingkari akan dia." (pangkal ayat 14). Mereka tolak dan tidak mau percaya, tidak mau menerima bukti-bukti dan ayat-ayat dan mu'jizat yang dikemukakan itu. Atau diamkan saja, atau dilawan meskipun gagal. Sebagaimana percobaan Fir'aun mengadu tukang-tukang sihir dengan Nabi Musa dan tukang-tukang sihir itu sampai kalah dan tunduk lalu menyatakan diri masuk Islam. Mereka semua dihukum dengan hukuman berat dan Fir'aun tidak juga mau menerima seruan Musa. “Dan mereka meyakinkan diri mereka dalam keadaan zalim dan sombong." Pendirian mereka, sebagaimana ketak diterangkan di dalam Surat al-Qashash dan Surat-surat yang lain ialah bahwa Allah tidak ada, yang Tuhan ialah Fir'aun. Agama Musa tidak ada arti. Yang benar adalah peraturan Fir'aun. Dan ini mesti diyakini, mesti dipeyang teguh, walaupun apa yang akan terjadi. Siapa yang melanggar yang ditentukan itu, bisa ditangkap atau dibunuh dengan tidak perlu dipertimbangkan lagi; satu hukuman yang zalim. Untuk mempertahankan pendirian itu mereka mesti bersikap sombong, supaya orang takut membantahnya
Perhatikanlah! Dalam ayat ini bertemu kalimat (Wastaiqanat-ha anfusuhum) yang berarti mereka meyakinkan diri sendiri. Bukan me'yakini, melainkan meyakinkan. Atau meyakin-yakinkan. Hati sanubari mereka tidaklah yakin akan kebenaran pendirian yang mereka anut, tetapi mereka memaksa diri meyakin-yakinkan, Karena keyakinan mereka yang sebenarnya ialah bahwa pendirian itu ialah tidak yakin! Kadang-kadang matilah pendirian yang telah disusun itu setelah mati penciptanya, atau runtuh setelah runtuh pemerintahannya, atau hanya kuat selama senjata yang mempertahankannya masih kuat. Di akhir ayat bersabdalah Tuhan: “Maka cobalah pandang betapa jadinya akibat dari orang-orang yang berbuat binasa." (ujung ayat 14). Akibatnya ialah jadi bumerang yang akan berbalik membinasakan diri mereka sendiri.
Inilah perirfgatan terhadap kepada Nabi Muhammad s.a.w, dalam menghadapi perjuangannya yang selalu ditentang oleh Kaum Quraisy. Bahwasanya Kaum Quraisy itu pada akhirnya pasti akan gagal juga, sebagaimana telah gagalnya Fir'aun dalam menghambat perjalanan Nabi Musa a.s.