Ayat
Terjemahan Per Kata
ثُمَّ
kemudian
أَغۡرَقۡنَا
Kami tenggelamkan
ٱلۡأٓخَرِينَ
yang lain
ثُمَّ
kemudian
أَغۡرَقۡنَا
Kami tenggelamkan
ٱلۡأٓخَرِينَ
yang lain
Terjemahan
Kemudian, Kami tenggelamkan kelompok yang lain.
Tafsir
(Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu) yakni Firaun dan kaumnya, dengan menutup kembali lautan ketika mereka telah masuk ke dalamnya, sedangkan Bani Israel telah selamat keluar semuanya dari laut.
Tafsir Surat Ash-Shu'ara': 60-68
Maka Firaun dan bala tentaranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul. Musa menjawab, "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Lalu Kami wahyukan kepada Musa "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu. Maka terbelahlah lautan itu, dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.
Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat) tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. Sebagian ulama tafsir yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa Fir'aun keluar dengan diiringi oleh iringan yang besar terdiri dari.
sejumlah besar orang-orang kerajaannya, yaitu para ahli musyawarahnya, para patih, para hulubalang, para pembesar kerajaan, dan bala tentaranya. Adapun mengenai kisah yang disebutkan oleh kebanyakan kisah Israiliyat yang menyebutkan bahwa Fir'aun berangkat dengan membawa sejuta enam ratus pasukan berkudanya; yang seratus ribunya antara lain terdiri dari kuda yang hitam, maka kisah ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya.
Ka'bul Ahbar mengatakan bahwa di antara pasukan itu terdapat pasukan yang berkuda hitam, jumlah mereka delapan ratus ribu orang; pendapat ini pun masih perlu dipertimbangkan kebenarannya. Yang jelas kisah tersebut hanyalah kisah Israiliyat yang dilebih-lebihkan. Allah ﷻ Yang Maha Mengetahui kebenarannya. Apa yang dapat dijadikan pegangan adalah kisah yang diberitakan oleh Al-Qur'an. Al-Qur'an tidak menyebutkan bilangan mereka karena tidak ada faedahnya, yang jelas mereka keluar seluruhnya (mengejar Musa dan Bani Israil). Maka Firaun dan bala tentaranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. (Asy-Syu'ara': 60) Yakni Fir'aun dan pasukannya berhasil mengejar mereka (dan mereka kelihatan) di waktu matahari terbit.
Maka setelah kedua golongan itu saling melihat. (Asy-Syu'ara': 61) Maksudnya, masing-masing dari kedua golongan itu dapat melihat yang lainnya. berkatalah pengikut-pengikut Musa, "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul. (Asy-Syu'ara': 61) Demikian itu karena perjalanan mereka sampai di tepi pantai laut, yaitu Laut Merah. Di hadapan mereka terbentang laut yang luas, sedangkan di belakang mereka kelihatan Fir'aun dan bala tentaranya mengejar mereka. Karena itulah mereka mengatakan: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul.
Musa menjawab, "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku. (Asy-Syu'ara': 61 -62) Yakni tiada sesuatu pun dari hal yang kalian khawatirkan akan menimpa kalian, karena sesungguhnya Allah ﷻ Dialah yang telah memerintahkanku untuk berjalan ke arah ini bersama kalian, sedangkan Dia tidak akan mengingkari janji-(Nya). Saat itu Harun a.s. berada di barisan paling depan bersama Yusya' ibnu Nun, dan orang-orang yang beriman dari kalangan keluarga Fir'aun serta Musa berada di barisan tengah.
Sebagian kalangan ulama tafsir yang bukan hanya seorang menyebutkan bahwa saat itu kaum Bani Israil berhenti, mereka tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya. Lalu Yusya' ibnu Nun atau orang-orang yang beriman dari kalangan keluarga Fir'aun berkata kepada Musa a.s., "Hai Nabi Allah, apakah Tuhanmu memerintahkanmu berjalan ke tempat ini?" Musa menjawab, "Ya." Maka Fir'aun dan pasukannya bertambah dekat, dan jaraknya hanya tinggal sedikit sampai kepada mereka.
Pada saat itulah Allah memerintahkan kepada nabi-Nya (yaitu Musa a.s.) agar memukul laut dengan tongkatnya. Maka Musa memukul laut itu dengan tongkatnya seraya berkata, "Terbelahlah kamu dengan seizin Allah!" Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kamLAl-Walid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Hamzah ibnu Yusuf, dari Abdullah ibnu Salam, bahwa setelah Musa sampai di tepi laut, berkatalah ia, "Wahai Tuhan yang telah ada sebelum segala sesuatu ada, wahai Tuhan Yang menciptakan segala sesuatu, wahai Tuhan Yang Kekal sesudah segala sesuatu (tiada), jadikanlah jalan keluar bagi kami." Maka Allah memerintahkan kepadanya melalui firman-Nya: Pukullah lautan itu dengan tongkatmu! (Asy-Syu'ara': 63) Qatadah mengatakan bahwa pada malam itu Allah memerintahkan kepada laut tersebut (seraya berfirman), "Apabila Musa memukulmu dengan tongkatnya, maka dengarkanlah ucapannya dan taatilah perintahnya." Maka pada malam itu laut tersebut bergetar semalaman, tanpa mengetahui dari sisi mana Musa akan memukulnya.
Setelah Musa sampai ke tepi pantai, berkatalah kepadanya pelayannya (yaitu Yusya' ibnu Nun), "Wahai Nabi Allah, apakah yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu?" Musa menjawab, "Tuhan telah memerintahkan kepadaku agar memukul laut dengan tongkatku ini." Yusya' ibnu Nun berkata, "Kalau begitu, cepat pukullah." Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Allah memerintahkan kepada laut menurut riwayat yang sampai kepadaku bahwasanya apabila Musa memukulmu dengan tongkatnya, maka terbelahlah kamu untuknya.
Maka semalaman laut itu bergetar, dan sebagian darinya memukul sebagian yang lain karena takut kepada Allah ﷻ serta menunggu apa yang diperintahkan oleh Allah ﷻ Allah mewahyukan kepada Musa melalui firman-Nya: Pukullah lautan itu dengan tongkatmu! (Asy-Syu'ara': 63) Maka Musa memukulnya dengan tongkatnya yang berisikan kekuasaan dari Allah'yang telah diberikan kepadanya, dan laut itu terbelah. Menurut kisah yang diceritakan oleh bukan hanya seorang, Musa datang ke laut dan memanggilnya dengan nama kunyah, seraya berkata, "Terbelahlah kamu, hai Abu Khalid, dengan seizin Allah!" Firman Allah ﷻ: Maka terbelahlah lautan itu, dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. (Asy-Syu'ara': 63) Yakni seperti bukit yang besar-besar.
Demikianlah menurut Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b, Ad-Dahhak, Qatadah, dan lain-lainnya. Menurut Ata Al-Khurrasani, yang dimaksud dengan At-Taud ialah celah yang ada di antara dua bukit. Ibnu Abbas mengatakan bahwa laut itu membentuk dua belas jalan, masing-masing jalan untuk tiap kabilah. As-Saddi menambahkan bahwa pada tiap jalan terdapat lubang-lubang sehingga sebagian dari mereka dapat melihat sebagian yang lainnya, sedangkan air laut berdiri tegak seperti halnya tembok.
Allah juga mengirimkan angin ke dasar laut, lalu meniupnya sehingga dasar laut kering seperti permukaan bumi. Allah ﷻ berfirman: maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam). (Taha:77) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. (Asy-Syu 'ar3': 64) artinya 'di sanalah'. Ibnu Abbas, Ata Al-Khurrasani, Qatadah, dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Azlafna, yakni Kami dekatkan Fir'aun dan bala tentaranya ke laut.
Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. (Asy-Syu'ara': 65-66) Yaitu Kami selamatkan Musa dan Bani Israil serta orang-orang yang mengikuti mereka, seagama dengan mereka; tiada seorang pun dari mereka yang binasa. Fir'aun berikut bala tentaranya ditenggelamkan sehingga tidak ada seorang pun dari mereka melainkan binasa (mati tenggelam). Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Syababah, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abu Ishaq, dari Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimun, dari Abdullah ibnu Mas'ud, bahwa ketika Musa membawa serta Bani Israil pergi di malam hari, beritanya sampai kepada Fir'aun, lalu Fir'aun memerintahkan agar disembelihkan seekor kambing.
Kambing itu disembelih, dan Fir'aun berkata, Tidak, demi Tuhan, sebelum kambing ini selesai dikuliti harus dikumpulkan kepadaku enam ratus ribu orang Qibti." Musa berangkat hingga sampailah di tepi laut, lalu Musa berkata kepada laut, "Terbelahlah kamu.!" Maka laut berkata kepadanya, "Sesungguhnya engkau, hai Musa, terlalu berlebihan. Apakah aku pernah terbelah untuk seseorang dari anak Adam, lalu aku membelah diriku untukmu?" Ibnu Mas'ud melanjutkan kisahnya, bahwa saat itu Musa ditemani oleh seorang lelaki yang mengendarai kuda, lalu lelaki itu berkata kepada Musa, "Ke manakah engkau diperintahkan, hai Nabi Allah?" Musa menjawab, "Tiada lain aku diperintahkan ke arah ini (laut)." Maka ia memacu kudanya ke laut, lalu kudanya itu berenang dan menepi.
Lalu lelaki itu berkata, "Kemanakah engkau diperintahkan, hai Nabi Allah?" Musa menjawab, "Tiada lain aku diperintahkan ke arah ini." Lelaki itu berkata, "Demi Allah, engkau tidak berdusta dan laut pun tidak berdusta." Kemudian lelaki itu memasukkan kudanya ke laut. Kudanya itu berenang, lalu menepi lagi. Lelaki itu kembali bertanya, "Ke arah manakah engkau diperintahkan, hai Nabi Allah?" Musa menjawab, "Aku hanya diperintahkan menuju ke arah (laut) ini." Lelaki itu berkata, "Demi Allah, Musa tidak dusta dan laut pun tidak dusta." Lalu ia memasukkan keduanya ke laut untuk kedua kalinya.
Kudanya itu berenang dan menepi lagi. Lelaki itu bertanya lagi, "Ke arah manakah engkau diperintahkan, hai Nabi Allah?" Musa menjawab, "Aku hanya diperintahkan menuju ke arah (laut) ini." Lelaki itu berkata, "Demi Allah, Musa tidak dusta dan laut pun tidak dusta." Ibnu Mas'ud melanjutkan kisahnya, bahwa saat itu Allah memerintahkan kepada Musa untuk memukulkan tongkatnya ke laut, lalu Musa memukul laut itu dengan tongkatnya.
Maka terbelahlah laut tersebut membentuk dua belas jalan, masing-masing jalan buat tiap kabilah Bani Israil; mereka dapat saling berpandangan di antara sesamanya. Setelah semua pengikut Musa keluar dari laut itu dan Fir'aun beserta bala tentaranya masuk semuanya ke dalam laut itu, maka laut tersebut menutup kembali dan menenggelamkan mereka. Di dalam riwayat Israil, dari Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimun, dari Abdullah disebutkan bahwa ketika orang yang terakhir dari pengikut Musa keluar dari laut itu, dan Fir'aun beserta semua pengikutnya masuk ke laut, maka laut tersebut mengatup kembali menenggelamkan mereka.
Belum ada suatu pemandangan orang tenggelam sebanyak itu selain hari itu, Fir'aun la'natullah pun ikut tenggelam. Kemudian Allah ﷻ berfirman: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat). (Asy-Syu'ara': 67) Yakni di dalam kisah ini dan keajaiban yang terkandung di dalamnya, serta pertolongan dan kemenangan bagi hamba-hamba Allah yang mukmin, benar-benar terkandung dalil dan hujah yang pasti serta hikmah yang agung. tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. (Asy-Syu'ara': 67-68)"
Kemudian Kami tenggelamkan golongan yang lain yaitu Fir'aun dan bala tentaranya, sebagai balasan atas kesombongan dan kekafiran mereka. 67. Sungguh, pada yang demikian itu, yaitu binasanya orang yang durhaka dan selamatnya orang yang beriman, terdapat suatu tanda kekuasaan Allah yang demikian besar, tetapi kebanyakan mereka tidak beriman.
Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa setelah Fir'aun melihat Bani Israil dari dekat berjalan mengarungi lautan itu, ia dan tentaranya pun mengikuti jejak mereka dan memasuki lautan. Ketika Fir'aun dan tentaranya berada di tengah-tengah laut, sedang Musa dan Bani Israil sudah sampai di seberang lautan dan semuanya selamat sampai di darat, air laut pun bertaut kembali seperti biasa. Dengan demikian, Fir'aun yang sedang meniti jalan yang sama terjebak air dan tenggelam bersama tentaranya, sehingga tidak ada seorang pun yang selamat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Pengungisan Besar-besaran
Maksud risalat yang diterima Musa daripada Tuhan ialah membawa Bani Isratl keluar dari dalam negeri Mesir, agar kembal, ke tanah yang telah dijanjikan buat mereka. Di zaman itu, Bani Israil sebagai keturunan Nabi Ibrahim adalah ditentukan Tuhan sebagai penerima wans ajaran Nabi Ibrahim tentano Tauhid: “Tiada Tuhan selain Allah".
Waris pusaka ajaran itu telah diterima dan dipelihara turun-temurun oleh anak cucu Nabi Ibrahim, sejak Ishak dan Ismail, sampai kepada Ya'kub dan Yusuf.
Dan seketika Yusuf telah mencapai kedudukan yang tinggi menjadi “Raja Muda" atau “Perdana Menteri" Kerajaan Fir'aun di Mesir, karena kesanggupannya memperbaiki ekonomi negeri itu, dibawanyalah ayah dan kesebelas saudaranya berpindah ke Mesir. Seketika Yusuf masih menjadi orang besar dalam negeri Mesir, kehidupan saudara-saudaranya masih terjamin baik. Dan bila Yusuf dan saudara-saudaranya tidak ada lagi, tinggallah keturunan-keturunan mereka dari duabelas suku. Nasib mereka kian lama kian menurun, sebab tidak ada lagi orang-orang besar Bani Israil yang naik menjabat jabatan yang tinggi-tinggi. Setinggi-tinggi jabatan mereka hanyalah menjadi pengawal istana atau pemikul beban-beban yang berat. Kian lama mereka menjadi kaum kelas dua dalam masyarakat Mesir, menjadi kuli, menjadi seperti budak Namun mereka tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan yang mereka terima dari nenek-moyangnya. Sudah beratus tahun tinggal dalam negeri itu, turunan demi turunan, namun pada umumnya tidak ada di antara mereka yang mau menukar agamanya, untuk memandang bahwa Fir'aun adalah Tuhan pula di samping Allah. Pemeluk agama yang taat, akan tetap bangga dengan agama yang dipeluknya, walaupun dia dipandang hina atau bangsa kelas dua. Hal itu kita alami sendiri seketika kita diperintah oleh bangsa Belanda atau bangsa Jepang di negeri kita ini. Kecuali orang-orang yang telah mendapat didikan oleh penjajah, tidak ada orang Islam yang terjajah itu yang merasa bahwa agama bangsa yang menjajah itu lebih baik daripada agama Islam. Si penjajah itu terus disebutkan “kafir", walaupun kita di waktu itu diinjak dan ditindas oleh Belanda, dan oleh Jepang. Demikianlah halnya di Mesir pada waktu itu.
Bani Israil yang diperbudak dan dipandang hina, lagi menumpang dalam negeri orang lain, telah ditindas dengan berbagai ragam tindasan, namun mereka tidaklah ada niatan hendak merubah agamanya dengan agama bangsa-bangsa tempat dia menumpang. Dalam hidup yang melarat mereka masih tetap merasa mulia.
Tetapi karena kedudukan yang lemah, baik dalam hal Iqtishad (ekonomi), atau dalam hal kemasyarakatan, apatah lagi dalam hal politik, penderitaan batin yang mereka tanggungkan beratus tahun tidak mendapat jalan keluar. Mereka menginginkan agar Tuhan, yang mereka sebut Yehovah (Allah) mem-bangkitkan seorang pemimpin, atau seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membawa mereka keluar dari negeri itu, berpindah ke suatu tempat yang di sana mereka bebas melakukan keyakinan agama yang mereka anut.
Dan Musa pun datanglah. Dialah pemimpin besar yang mereka tunggu-tunggu itu. Ketika berhadapan dengan Fir'aun tegas-tegas dia menyatakan kehendaknya agar kaumnya diizinkan keluar dari. Mesir, berpindah ke tanah yang telah dijanjikan buat mereka, di bumi Kanaan.
Itulah yang diperjuangkan oleh Musa di hadapan Fir'aun. Dia tidak mengadakan Da'wah kepada Fir'aun sendiri supaya memeluk agama Tauhid yang dia bawa dan dia pusakai dari nenek-moyangnya. Dia hanya minta kaumnya dibebaskan pindah atau pulang ke negeri asal mereka, di seberang laut Qu)zum.
Di zaman moden ini gerakan pindah karena agama itu terdapat perumpamaannya pada cita-cita Pujangga Islam !qbal mendirikan Pakistan.
Timbulnya seorang pemimpin dari golongan rakyat yang diperbudak selama ini, sungguhlah suatu tantangan besar bagi Fir'aun. Niscaya Fir'aun memandang Musa hanya seorang kecil, seorang yang dia besarkan dalam istananya sendiri.
Seorang yang dahulu lari sebab takut ditangkap karena bersalah membunuh seorang dari kaum keluarga Fir'aun. Lantaran itulah maka penerimaan yang pertama dari Fir'aun terhadap Musa memandang enteng saja. Tetapi seorang Rasul Allah yang bertugas maha berat itu tidaklah dapat dijauhkan dengan cara yang demikian, lalu Musa mempertunjukkan Kebesarannya dengan Mu'jizat yang diberikan Tuhan kepadanya. Setelah Musa mengalahkan sihir tukang-tukang sihir yang amat dahsyat itu, yakinlah sudah Fir'aun bahwa Musa bukanlah sembarang orang. Bani Israil yang selama ini diperbudak sudah mempunyai pemimpin. Dan dia mempunyai rencana tegas, yaitu meminta kepada Fir'aun supaya Bani lsrai) dibebaskan dari perbudakannya dan dibiarkan betangkat meninggalkan Mesir, untuk pergi ke tempat yang di sana mereka bebas melakukan ibadat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kalau kita fikir sepintas lalu, apatah salahnya kalau Fir'aun mengabulkan permintaan itu. Bukankah tuntutan Musa ttu adil adanya?
Difikirkan dari sudut tempat berdiri Fir'aun. tidaklah mungkin Bani Israil diizinkan keluar dari Mesir. Kekuasaan, kemegahan dan kebesaran Fir'aun dengan kliek dan regimnya tidak dapat berdiri kalau di bawahnya tidak ada masyarakat yang diperbudak. Bani Israil adalah kaum yang dipandang hina, sebab mereka bukan asli orang Mesir, tetapi orang yang dipandang hina itu tidak boleh keluar dari Mesir. Sebab “tenaga" mereka amat diperlukan. Kalau mereka keluar, niscaya tidak ada budak lagi. Kerja-kerja besar terhenti. Siapa memikul yang berat, menyangkat batu, untuk membangun Istana dan Pyramid?
Berbagai ayat kebesaran Tuhan telah dipertunjukkan oleh Musa selain dari tongkat dan tangan bercahaya itu guna menguatkan tuntutannya. Namun Fir'aun tidak bisa dan tidak mau melepas mereka pergi. Jalan satu-satunya hanyalah dengan bertindak sendiri. Keluar dari Mesir!
Ayat 52
“Maka Kami wahyukan kepada Musa, berjalan malamlah engkau dengan hamba-hambaKu. Sesungguhnya kamu akan diikuti dari belakang." (ayat 52).
Memang, Fir'aun tidak akan memberikan keizinan mereka keluar meninggalkan Mesir, hal itu akan buntu terus, walaupun akan berpuluh lagi Musa memperlihatkan Mu'jizatnya Maka dimulailah menggembleng semangat Bani Israil. Di suatu malam yang ditentukan, mereka akan keluar dari Mesir. Akan pindah dengan Wahyu Tuhan. Resiko dari kepindahan itu telah dijelaskan oleh Tuhan, yaitu bahwa mereka akan diikuti dari belakang, dan akan dihalau kembali ke Mesir apabila mereka telah tertumbuk dengan lautan. Mereka tidak mempunyai kapal-kapal buat menyeberang, sebab itu kalau mereka dapat dikejar, mereka akan kembali ke Mesir untuk memikul penghinaan yang lebih hebat.
Ayat 53
Khabar berita bahwa Bani Israil akan meninggalkan Mesir sudah diketahui. Tetapi Fir'aun menaksir bahwa perpindahan itu tidak akan berlangsung. Tidak ada jalan lain yang dapat mereka tempuh, kecuali dengan menyeberangi Lautan Qulzum, dan kapal tidak ada. Oleh sebab itu setelah santer berita Bani Israil terdengar di mana-mana, Fir'aun pun mengutus utusan-utusannya ke kota-kota, untuk mengumpulkan balatentara yang bersedia mengejar orang-orang itu apabila keluar dari kota, dan menghalau mereka, laksana menghalau kambing-kambing kembali ke kandangnya, (ayat 53).
Ayat 54
Dan dibuatlah propaganda di dalam mengumpulkan tentara yang akan mencegat itu, bahwa tidaklah seluruh Bani Israil akan keluar, hanyalah segelintir kecil saja, satu golongan pengacau yang telah dihasut oleh dua pengacau besar, Musa dan Harun, (ayat 54).
Ayat 55
Golongan pengacau ketenteraman umum ini telah membuat kita menjadi marah, (ayat 55).
Ayat 56
Dan kita semuanya sudah cukup waspada menghadapi segala kemungkinan, (ayat 56).
Maka pada suatu malam di waktu penduduk negeri Mesir lena dalam kemegahannya dan orang besar-besar tenggelam dalam kenikmatan yang tidak mengenal hari esok, di bawah pimpinan Musa dan Harun, Bani Israil telah meninggalkan Mesir, menuju tepi laut Qulzum, menyangkut segala barang yang dapat diangkut. Padahal, apalah yang akan dapat diangkut, selain dari keyakinan akan hidup, di bawah pimpinan seorang pemimpin keras hati, Musa. Dibantu oleh saudaranya Harun.
Benarlah pimpinan tertinggi kerajaan Fir'aun sudah waspada. Orang-orang melarat itu telah berangkat, dasarnya hanya berjalan kaki. Kendaraan hanya keledai dan unta, tetapi tidak semua mempunyainya. Oleh sebab itu perjalanan itu amat lambat. Fir'aun dan kaumnya menaksir sekira-kira mereka telah sampai di tepi laut dan tidak dapat melanjutkan perjalanan lagi, waktu itulah kelak tentara berkuda Fir'aun, di bawah pimpinan Fir'aun sendiri datang menyambut kemurkaannya kepada “budak-budak" yang tidak tahu diri itu.
Setelah mereka rasa tepat taksiran itu, mereka pun keluarlah laksana ombak dan gelombang layaknya mengejar Bani Israil.
Ayat 57
Mereka tinggalkan segenap kemegahan, taman-taman indah dan mata-mata air yang jernih. (ayat 57)
Ayat 58
Mereka tinggalkan kekayaan dan kedudukan yang mulia, (ayat 58).
Mereka merasa bahwa penghalauan kembali Bani Israil itu pasti berhasil. Mereka tidak insaf bahwa keadaan tidaklah sebagaimana yang mereka taksir itu. Keadaan kelak akan berbalik dan kegedangan serta kebesaran akan bergilir.
Ayat 59
Kemegahan itu kelak akan diwariskan Tuhan kepada Bani Israil. (ayat 59).
Ayat 60
Lalu Fir'aun dan kaumnya mengikuti mereka dari belakang di kala matahari mulai terbit, (ayat 60).
Niscaya tidaklah akan sukar mengejar orang-orang yang berjalan beribu-ribu beriring-iring dengan membawa beban berat-berat, jika yang mengejar itu mengendarai kuda yang kencang larinya. Meskipun mereka telah berjalan sejak permulaan malam. Akhirnya terkejarlah mereka, sehingga ketika para pengungsi itu telah dekat ke tepi laut, pengejar-pengejar itu telah dekat sekali kepada mereka, dan sudah kelihatan rupa mereka dengan pakaian kebesaran mereka yang berkilauan karena cahaya matahari pagi, sebagai tersebut dalam ayat 61.
Ayat 61
Niscaya ribut dan cemaslah para pengikut Musa, banyak di antara mereka yang telah kehilangan akal dan berkata kepada Musa; “Sesungguhnya kita ini akan dapat mereka kejar." (ayat 61)
Ayat 62
Tetapi seorang Utusan Tuhan adalah bekerja dengan tuntunan Wahyu. Mereka merasa bahwa diri mereka hanya alat belaka dari Kekuasaan Tuhan Yang Maha Tinggi. Di saat yang sangat gawat itulah Musa menyatakan keyakinan kepada pengikut-pengikutnya itu, jangan khuatir. Sekali-kali mereka tidak akan dapat mengepung, menawan atau menghalau kita kembali ke Mesir. Karena bersama aku ini adalah Tuhanku. Dia pasti menunjuki aku jalan, (ayat 62).
Ayat 63
Itulah penegasan dari satu penegasan Iman yang kamil. Ini seorang Nabi, Utusan Tuhan dan pemimpin. Keyakinannya itu terbukti, karena tidak berapa saat kemudian, di saat Fir'aun dan tentaranya telah sangat dekat, dan Bani Israil sudah sangat cemas, Wahyu Tuhan pun turun, supaya Musa memukulkan tongkatrtya kepada laut. Maka laut pun belah dualah, dan masing-masing belahan itu berdiri laksana gunung yang tinggi layaknya, (ayat 63).
Ayat 64
Ada berita lain dalam Kitab Perjanjian Lama, bahwa seketika itu juga datanglah angin samun mengandung api yang amat panas, mendinding di antara Fir'aun dan tentaranya dengan Bani Israil yang telah dekat itu, sehingga kuda-kuda yang sedang dihalau kencang itu tidak dapat maju setapak juga, me-lainkan mundur ke belakang. Walaupun sudah sangat berdekatan, (ayat 64).
Ayat 65
Sedang jalan itu terbuka, Musa segera mengerahkan kaumnya yang beribu-ribu itu lalu di atas Lautan Qulzum yang telah mempunyai jalan raya lebar itu, meskipun kiri-kanannya laut telah membeku merupakan gunung yang menakutkan. Samasekali dengan langkah yang tidak ada keraguan sedikit jua pun dapatlah mereka mencapai pantai seberang. Benua Asia yang mereka tuju dengan selamat, (ayat 65). Setelah mereka sampai semuanya dengan selamat di seberang, angin samun yang panas, yang tadinya menghambat Fir'aun dan kaumnya buat mengejar, reda dan berhenti. Dengan komando yang garang Fir'aun mengerahkan kaumnya menghalau mencambuk kuda-kuda mereka untuk mengejar Bani Israil, dan mengejar kedua Utusan Tuhan itu, Musa dan Harun, dengan melalui “jalan" laut yang telah disediakan Tuhan buat hambaNya yang telah diizinkannya itu, Fir'aun tidak merasa ragu mengejarnya, karena dia memikirkan bahwa jalan itu telah terbuka dengan wajar buat dia dan kaumnya pula, sebab itu hanyalah pasang surut saja, tidak ada hubungannya dengan kekuasaan ‘Tuhannya si Musa dan Harun".
Ayat 66
Tiba-tiba sesampai di tengah lautan, air lautan yang telah menggunung tadi mencair kembali. Amatlah hebatnya pertautan kembali dari dua unggunan air membeku, sehingga kecillah manusia-manusia gagah perkasa yang tidak tahu diri itu di dalam gulungan air. Alangkah dahsyatnya! Mereka berpakaian lengkap, bersenjata, berbaju zirah, berkuda berpelana, beribu-ribu pula banyaknya di bawah pimpinan Fir'aun sendiri tenggelam karam ke dasar laut. Dan laut pun tenang kembali, seperti tak terjadi apa-apa. (ayat 66).
Sejarah yang ngeri dan dahsyat, tentang tenggelamnya seorang Raja besar yang selama ini sombong dan angkuh dengan kebesarannya, dan tidak mau tahu bahwa ada lagi kekuasaan Maha Tinggi yang mengatasi segala kekuasaan, terlukislah sudah dalam sejarah turun-temurun, dibawakan oleh Bani Israil, oleh ummat-ummat Nabi-nabi yang datang sesudah itu, terlukis di dalam Kitab Taurat dan Kitab Injil, terlukis pula selanjutnya dalam Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w.
Ayat 67
Di dalam ayat 67 Tuhan menegaskan: “Sesungguhnya demikian itulah Itmda Kebesaran Kami (Ayat Kami), tetapi banyaklah di antara mereka yang tidak mau percaya."
Siapakah yang tidak mau percaya itu? Ialah manusia-manusia yang hidupnya tidak mempunyai dasar kepercayaan akan adanya kuasa ghaib, manusia-manusia yang memandang segala sesuatu hanya dari segi kebendaan. Yang tidak mau percaya bahwa alam ini mempunyai peraturan tertinggi, undang-undang tertentu yang tidak boleh dilanggar. Maka selalulah akan terjadi, sampai hari kiamat, pertentangan atau berhadap-hadapan, berkonfrontasi, di antara yang hak dengan yang batil, di antara kepercayaan di antara yang ghaib dengan hanya semata-mata bergantung kepada benda Selalulah kelihatan seakan-akan pada mulanya menang teruslah yang batil. Bertambah dia menang, bertambah dia sombong. Demi apabila dia telah sampai di puncak, atau (klimaks) kesombongan itu, di saat itulah kejatuhannya yang kadang-kadang tidak disangka-sangka oleh manusia.
Ayat 68
Maka berkatalah Tuhan di ayat 68: “Dan sesungguhnya Tuhan engkau itu adalah Maha Kuasa dan Maha Penyayang." “Maha Perkasa" dan “Maha Pemurah". Artinya siapa yang melanggar garis yang ditentukan Tuhan, dia mesti ditelan oleh disiplin Keperkasaan Tuhan, akan tetapi barangsiapa yang insaf, lalu dia memilih jalan yang benar, jangan hendak mencoba mendabik dada menyangkat kepala merasa diri pun berkuasa, niscaya dia akan mendapat anugerah kerahiman dan kemurahan Tuhan.
Belah laut sebagai Mu'jizat Musa sudah jelas dalam al-Qur'an dan Kitab Suci Tuhan yang lain. Dan hal ini tidaklah mustahil dalam pertimbangan akal. Ada beberapa kemungkinan. Misalnya di waktu itu pasang sangat surut, sehingga lautan itu dapat dilalui, dan tidak beberapa saat kemudian pasang pun naik. Namun dia adalah alamat yang nyata dari kekuasaan Tuhan, bagi membantu seorang Nabi-Nya.