Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Musa) berkata
رَبُّكُمۡ
Tuhan kalian
وَرَبُّ
dan Tuhan
ءَابَآئِكُمُ
bapak-bapak/nenek moyang kamu
ٱلۡأَوَّلِينَ
yang dahulu
قَالَ
(Musa) berkata
رَبُّكُمۡ
Tuhan kalian
وَرَبُّ
dan Tuhan
ءَابَآئِكُمُ
bapak-bapak/nenek moyang kamu
ٱلۡأَوَّلِينَ
yang dahulu
Terjemahan
Dia (Musa) berkata, “(Dia) Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu terdahulu.”
Tafsir
(Berkata pula) Musa, ("Rabb kalian dan Rabb nenek moyang kalian yang dahulu") jawaban Nabi Musa kali ini sekali pun isinya telah terkandung pada jawaban yang pertama tadi tetapi membuat Firaun naik pitam. Oleh sebab itu,.
Tafsir Surat Ash-Shu'ara': 23-28
Firaun bertanya, "Siapa Tuhan semesta alam itu? Musa menjawab, "Tuhan Pencipta langit dan bumi, dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah Tuhan kalian), jika kalian (orang-orang) mempercayai-Nya. Berkata Firaun kepada orang-orang sekelilingnya, "Apakah kalian tidak mendengarkan? Musa berkata (pula), "Tuhan kalian dan Tuhan nenek moyang kalian yang dahulu. Firaun berkata, "Sesungguhnya Rasul kalian yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila. Musa berkata, "Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya (itulah Tuhan kalian) jika kalian mempergunakan akal.
Allah ﷻ berfirman, menceritakan kekafiran Fir'aun, kedurhakaan, keingkaran, dan keterlewatbatasannya; yang hal ini tergambarkan melalui ucapannya yang disitir oleh firman-Nya: Siapakah Tuhan semesta alam itu? (Asy-Syu'ara': 23) Demikian itu karena ia mengatakan kepada kaumnya, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: aku tidak mengetahui tuhan bagi kalian selain aku. (Al-Qasas: 38) Dan firman Allah ﷻ: Maka Firaun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu), lalu mereka patuh kepadanya. (Az-Zukhruf: 54) Mereka mengingkari adanya Tuhan Yang Maha Pencipta, dan meyakini bahwa tiada tuhan bagi mereka selain Fir'aun. Setelah Musa berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku adalah utusan Tuhanku, Tuhan semesta alam." Maka Fir'aun bertanya kepada Musa, "Siapakah Tuhan yang kamu duga bahwa Dia adalah Tuhan semesta alam selainku?" Demikianlah menurut penafsiran ulama Salaf dan para imam Khalaf.
Sehingga As-Saddi mengatakan bahwa ayat ini sama maknanya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Berkata Firaun, "Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa? Musa berkata, "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk. (Taha: 49-50) Orang dari kalangan ahli logika dan lain-lainnya menduga bahwa pertanyaan, ini menyangkut jati diri. Sesungguhnya dia keliru. Karena sesungguhnya Fir'aun tidaklah mengakui keberadaan Tuhan Yang Maha Pencipta, yang karenanya dia menanyakan tentang jati diri-Nya.
Bahkan Fir'aun adalah orang yang sama sekali ingkar terhadap keberadaan-Nya, menurut pengertian lahiriah ayat, sekalipun semua hujah dan bukti telah ditegakkan terhadap dirinya. Pada saat itu Musa menjawab, setelah Fir'aun bertanya tentang Tuhan semesta alam: Musa menjawab, "Tuhan Pencipta langit dan bumi, dan apa-apa yang ada di antara keduanya (itulah Tuhan kalian). (Asy-Syu'ara': 24) Yakni Dia Pencipta kesemuanya, Yang memilikinya, Yang mengaturnya dan Yang menjadi Tuhannya, tiada sekutu bagi-Nya.
Dia adalah Pencipta seluruh segala sesuatu, baik alam langit dan semua yang ada padanya seperti bintang-bintang yang tetap, yang beredar, dan yang bersinar maupun alam bawah beserta segala sesuatu yang ada padanya seperti lautan, padang pasir, gunung-gunung, pepohonan, hewan-hewan, tumbuh tumbuhan, dan buah-buahan serta yang ada di antara keduanya seperti udara dan burung-burungjuga segala sesuatu yang ada di udara; semuanya adalah hamba Allah, tunduk, dan patuh kepada-Nya.
jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya. (Asy-Syu'ara': 24) Maksudnya, jika kalian mempunyai hati berkeyakinan dan mata yang tajam. Maka pada saat itu Fir'aun berpaling ke arah orang-orang yang ada di sekitarnya yang terdiri dari pemuka-pemuka kaumnya dan para hulubalang pembantunya seraya berkata kepada mereka dengan nada sinis dan tidak percaya yang maksudnya ditujukan kepada Musa, sebagai jawaban dari ucapannya: Apakah kalian tidak mendengarkan? (Asy-Syu'ara': 25) Yakni apakah kalian tidak heran dengan orang ini yang menduga bahwa kalian mempunyai Tuhan selain aku? Maka Musa berkata kepada mereka: Tuhan kalian dan Tuhan nenek moyang kalian yang dahulu. (Asy-Syu'ara': 26) Yaitu yang telah menciptakan kalian dan nenek moyang kalian yang terdahulu sebelum Fir'aun ada.
Fir'aun berkata, "Sesungguhnya Rasul kalian yang diutus kepada kalian benar-benar orang gila. (Asy-Syu'ara': 27) Yakni tidak berakal dalam pengakuannya yang mengatakan bahwa ada tuhan lain selain aku. Musa berkata. (Asy-Syu'ara': 28) Musa berkata kepada orang-orang yang telah ditipu oleh Fir'aun melalui dakwaan palsunya itu, sebagaimana yang disebutkan oleh firman berikut: Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya (itulah Tuhan kalian) jika kalian mempergunakan akal. (Asy-Syu'ara': 28) Artinya Dialah yang menjadikan timur sebagai tempat terbitnya bintang-bintang, dan menjadikan barat sebagai tempat tenggelamnya bintang-bintang, baik yang tetap maupun yang beredar, sesuai dengan tatanan yang telah ditundukkan dan diatur oleh-Nya.
Dengan kata lain, jika tuhan yang kalian dakwakan sebagai tuhan kalian sebenarnya, hendaklah ia membalikkan tatanan tersebut dengan menjadikan arah timur menjadi barat dan barat menjadi timur. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan, "orang itu berkata, "Saya dapat menghidupkan dan mematikan.
Ibrahim berkata, "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat. (Al-Baqarah: 258), hingga akhir ayat. Karena itulah setelah Fir'aun merasa kalah dan tidak punya alasan lagi untuk mendebat, maka ia beralih menggunakan kekuasaan dan kekuatan serta pengaruhnya. Dia menduga bahwa cara tersebut bermanfaat bagi dirinya dan berpengaruh langsung terhadap Musa a.s., seperti yang disebutkan dalam firman selanjutnya."
Jawaban kedua, "Dia yakni Musa berkata kepada Fir'aun, 'Dia itu adalah Tuhanmu dan juga Tuhan nenek moyangmu terdahulu. ' Tuhanku itu satu, tidak ada yang lain. Dialah pencipta alam seluruh dan pencipta manusia dari dahulu sampai kini dan sampai kapanpun, termasuk Fir'aun dan kaumnya. 27. Fir'aun semakin geram dan marah. Dia yakni Fir'aun berkata kepada para pembesar itu dengan penuh kemarahan, 'Sungguh, Rasulmu yang diutus kepada kamu benar-benar orang gila. ' Dia mengatakan sesuatu yang tidak biasa aku dengar.
Musa melihat Fir'aun dengan kaumnya belum juga puas atas jawabannya, sehingga mereka belum mau mengakui dan mempercayai bahwa yang mengutus Musa itu, Tuhan seru sekalian alam. Musa lalu menambah penjelasannya dengan harapan semoga dengan penjelasan tambahan ini, mereka menyadari dan menginsyafi pendirian mereka yang sesat itu.
Musa mengatakan bahwa Tuhan yang mengutusnya ialah Tuhan Fir'aun dan nenek moyangnya dahulu. Musa mengalihkan pandangan mereka kepada hal penting, yaitu bahwa Tuhan yang sebenarnya ialah Tuhan yang menciptakan mereka, nenek moyang mereka, dan Fir'aun. Dengan kejadian tersebut, mereka akan berpikir bahwa mereka dan alam ini ada karena ada Pencipta dan ada yang mengaturnya, kuasa berbuat menurut kehendak-Nya. Tuhan alam semesta itulah yang mengaturnya, yaitu Tuhan yang hakiki dan tetap ada, sekali pun semua makhluk-Nya sudah tidak ada lagi dan Dia Qadim tidak bermula. Dia juga Tuhan yang mengutus Musa.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Di Antara Peribadi Bertauhid Dengan Keangkuhan
Ayat 23
Di ayat 18 di atas Fir'aun telah membangkit-bangkit jasanya kepada Musa. Disebut-sebutnya jasanya mengasuh dan mendidik Musa dalam istananya, sehingga dia hidup menjadi “orang istana" bertahun-tahun. Dia menyangka dengan membangkit yang demikian akan patah jiwa perjuangan Musa. Karena memang banyak terjadi, sekeras-keras seseorang memperjuangkan pendiriannya, jiwanya akan lemah kalau dibangkit-bangkitkan kepadanya segi-segi kelemahannya. Akan berhentilah Musa melanjutkan perjuangannya, kalau jiwanya bukan jiwa seorang Rasul, jika lawannya membangkit-bangkit jasa kepadanya. Seakan-akan Fir'aun berkata: “Patutlah engkau sadar akan diri, hai Musa. Engkau berhadapan sekarang dengan orang yang pernah memberi makan dan pakaianmu, setelah memungutmu hanyut dalam sungai."
Tetapi jawab Musa adalah sangat lucu: “Saya tuan pungut, dan kata tuan dianugerahi nikmat ialah dalam rangka tuan hendak menyapu bersih segala anak-anak laki-laki Bani Israil yang tuan perbudak. Saya datang sekarang ini ialah hendak melepaskan mereka dari belenggu perbudakan itu."
Jawaban yang sejitu itu sekali-kali tidaklah disangka-sangka oleh Fir'aun. Sebab itu dialihkannyalah pertanyaan kepada pokok pendirian Musa. Dia telah tidak berhasil hendak menjatuhkan peribadi Musa dengan membangkit-bangkit, sebab itu dicobanya menembus kepada pokok ajaran Musa itu sendiri. Dia tadi menyebut dirinya sebagai Utusan dari Tuhan Pemimpin seluruh Alam. Dia bertanya: “Apa itu" Rabbul ‘Alamin. Dia bertanya “Siapa itu" Rabbul ‘Alamin, karena dia tidak mau mengakui apa pula “siapa-siapa" yang maha kuasa selain dia. Dia bertanya dengan penuh ejekan: “Apa itu Tuhan?"
Ayat 24
Seorang yang berjiwa kecil mungkin akan marah mendengar pertanyaan yang demikian, terhadap Tuhan yang diyakininya. Tetapi Musa dengan tenang memberikan jawaban jitu yang membuat Fir'aun itu sendiri menjadi kecil, tidak berarti apa-apa. Dia menjawab: “Dialah Tuhan pemimpin semua langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya. Jika kamu mau meyakinkan."
Diruntuhnyalah mithos menuhankan Fir'aun. Tuhan, Rabbul ‘Alamin; yang di atas namaNya Musa datang dan perintahNya yang diperjuangkan oleh Musa, ialah Tuhan Yang Maha Besar. Tuhan seluruh langit yang melindungi kepalamu. Tuhan yang menciptakan bintang-bintang yang berkelap-kelip di cakrawala. Tuhan dari bulan yang bercahaya gilang-gemilang di halaman langit, Tuhan yang menciptakan matahari yang setiap hari kamu ambil faedah cahayanya; dan Tuhan dari bumi dengan seluruh isinya, airnya, apinya, tanah-nya, dan anginnya, dan Tuhan dari segala yang hidup dan ujud di atas datarannya.
Hal ini akan dapat kamu rasakan sendiri jika kamu mau mempergunakan fikiran yang sihat, jika kamu mau merenungkan, sehingga menimbulkan keyakinan.
Dengan ucapan “in kuntum muuqimin", jika kamu mau meyakinkan. Musa tidak saja menghadapi Fir'aun lagi, tetapi sudah mulai mengajak orang-orang yang mengelilingi Fir'aun supaya mempergunakan fikirannya. Sebab selama ini, baik mereka, apatah lagi Fir'aun, tidaklah sempat mempergunakan akal sihat buat berfikir, supaya mendapat pendirian yang pasti dan yang yakin.
Mereka tidak sempat berfikir sebab kehidupan mereka hanya diselimuti oleh semboyan-semboyan kosong. Sehingga perkara-perkara yang pada hakikatnya tidak diyakini, menjadi semacam keyakinan karena selalu diulang-ulang.
Ayat 25
Meskipun yang berhadapan adalah di antara Musa dengan Fir'aun, namun orang yang mengelilingi Fir'aun sudah menjadi rebutan propaganda. Musa menyuruh mereka mulai mempergunakan fikiran supaya mendapat suatu yang meyakinkan. Tetapi Fir'aun pun tidak kalah pintarnya, sebagai seorang Tirani Absolut,* berkuasa penuh sekehendak hati, sehingga mulai saja Musa mengajak mereka memikirkan siapa Penguasa yang sebenarnya dari langit dan bumi, Fir'aun langsung mengadakan sanggahan dalam susunan kalimat yang sekarang bisa kita sebut “interupsi", “Tidakkah kamu dengar apa yang dikatakannya itu?" (ayat 25).
Tidakkah kamu dengar dan fikirkan bahwa perkataan itu sangat berbahaya? Sudah menjadi kepercayaan turun-temurun bahwa Yang Maha Kuasa dalam alam ini hanya satu saja, yaitu Fir'aun. Dan adalah sebagai penjelmaan dari Dewa Matahari yang bernama Ra. Dia pengatur segala yang ada di bumi ini, dia yang menentukan kenyang dan lapar, tuah keramatnya yang menentukan kesuburan bumi dan meluapnya air sungai Nil. Itulah mithos yang telah dipusakai dari nenek-moyang. Segala sesuatu adalah ketentuan dari beliau dan untuk beliau. Fikiran rakyat tidak boleh diselewengkan keluar dari garis itu, dan tidak boleh ada pemikiran dan keyakinan lain. Sekarang ada saja ajaran baru yang mengatakan bahwa ada pula Tuhan yang menguasai seluruh langit dan bumi dan segala yang ada di antara langit dan bumi, sehingga Fir'aun sendiri hanya satu manusia kecil saja dalam lingkungan kekuasaan besar itu. Ini adalah berbahaya: “Tidakkah kamu dengarkan itu?" Ini adalah permulaan perlawanan di antara dua keyakinan hidup.
Ayat 26
Dalam kalangan orang besar-besar Fir'aun ragu di antara ajakan Musa supaya berfikir, dengan peringatan Fir'aun supaya mendengarkan dengan hati-hati, sebab hal ini berarti meruntuhkan “ideologi negara" sampai ke dasar-dasarnya dengan segera pula, Musa menambah keterangannya yang lebih menggetarkan hati Fir'aun dan pengikut-pengikutnya lagi: “Tuhan kamu dan Tuhan dari nenek-moyangmu yang dahulu-dahulu." (ayat 26)
Fir'aun telah mempusakai kerajaan dari ayahnya dan neneknya dan datuknya. Di mana-mana telah didirikan batu-batu peringatan, bahkan Pyramid-pyramid buat memuja roh mereka, dewa-dewa yang besar dan pelindung bumi. Tiba-tiba Musa mengatakan bahwa Tuhan Rabbul ‘Alamin itu adalah Tuhanmu sekalian, bukan Tuhan saja, tetapi Tuhan yang menciptakan juga nenek-moyang yang mewariskan kerajaan ini kepadamu. Mereka lahir ke dunia bukan atas kehendak mereka dan mereka pun telah mati karena pang-gilan datang. Kamu-kamu yang ada sekarang ini pun lahir bukan atas kehen dakmu, melainkan atas kehendakNya, dan kamu pun akan mati jika panggilan datang kelak.
Dengan perkataan Musa yang pertama bahwa Tuhan Rabbul ‘Alamin itu adalah pencipta dari seluruh alam yang kelihatan oleh mata sekarang ini, Musa menekankan perhatian kepada ruang, dan dengan perkataan beliau yang kedua, menyebut Tuhan dari nenek-moyang yang dahulunya. Musa menunjukkan pula kepada suatu yang mengenai waktu. Dan kepercayaan-kepercayaan yang salah tentang kemegahan diri ini haruslah dibongkar habis, dan manusia hendaklah kembali kepada kedudukannya yang sebenarnya sebagai makhluk.
Seakan-akan kelihatanlah dalam khayal kita betapa kegoncangan yang meliputi majlis pada waktu itu. Ada orang yang berani mengatakan bahwa Fir'aun dan nenek-moyang Fir'aun di bawah kekuasaan dari Pencipta Tertinggi seluruh alam. Ini adalah satu bahaya dan satu pembongkaran manusia yang tidak boleh diketahui oleh rakyat jelata. Karena kalau diketahuinya, maka wibawa hukum Fir'aun akan hilang di mata masyarakat. Pembawa cita baru itu adalah seorang gila. Tidak ada pendapat dan fikiran lain yang boleh bertumbuh dalam bumi Mesir. Fir'aunlah penguasa tertinggi. Fir'aunlah Tuhan satu-satunya. Segala pendapat yang menyeleweng dari ini adalah satu perbuatan gila.
Sebab itu dengan tegas Fir'aun berkata:
Ayat 27
“Sesungguhnya Utusan kamu yang diutus kepada komit ini adalah seorang yang gila." (ayat 27).
Kata-kata ini penuh ejekan pula: “Rasul kalian" itu, sebab Nabi Musa mengatakan dirinya Rasul Allah. Maka Fir'aun mengatakan dengan penuh ejekan bahwa kalian boleh percaya, saya tidak!
Ayat 28
Kalau titah baginya telah keluar bahwa “Rasul kalian" itu adalah gila, niscaya segala orang besar-besar yang duduk dalam majlis sudah mesti mengatakan bahwa dia gila. Dan niscaya pula akan lekaslah disiarkan bahwa dia gila. Satu di antara dua mesti terjadi atas diri orang yang dicap gila itu. Pertama, kalau dia masih bebas dalam masyarakat, tidaklah ada orang yang akan sudi mendengar katanya, sebab titah baginda telah keluar bahwa dia gila. Kedua, kalau orang gila ini kian lama kian mengyanggu, niscaya patutlah dia disingkir-kan keluar dari masyarakat orang-orang yang sihat. Tetapi Fir'aun yang terlalu menyandarkan diri kepada kekuasaan mutlak belum juga mengerti bahwa dia berhadapan bukan dengan manusia biasa, dia berhadapan dengan seorang Utusan Tuhan, Rasul Allah. Sebab mulai saja keluar titah bahwa dia sungguh-sungguh gila, dia telah menyambung bicaranya pula, dengan tidak memper-dulikan usaha-usaha untuk menggoncangkan risalat dan seruan yang dibawanya. Dia langsung meneruskan pembicaraannya yang diyanggu: “Dia pun adalah Tuhan dari Masyrik dan Maghrib dan segafa yang ada di antara keduanya. Jika kamu suka mempergunakan akal." (ayat 28)
Sebagaimana diketahui dalam sejarah, ada kepercayaan bahwa Fir'aun adalah penjelmaan daripada Dewa atau Tuhan Matahari, yang bernama Ra. Tanah Mesir yang dikuasainya dibagi kepada dua bahagian, bahagian Timur dan bahagian Barat, atau bahagian Hulu dan bahagian Hilir. Kekuasaan Fir'aun adalah meliputi Timur dan Barat, sejauh-jauh mata memandang ke ufuk Timur, bagindalah yang maha kuasa. Sejauh-jauh mata memandang ke ufuk Barat, adalah di bawah patung -panji kuasa beliau.
Musa datang membawa penegasan bahwasanya wilayah Timur itu adalah lebih jauh daripada hanya sepanjang ufuk mata memandang dalam negara wilayah Fir'aun Demikian juga ke sebelah Barat. Banyak lagi negeri-negeri lain di luar batas kuasa baginda terletak di sebelah Timur dan banyak lagi negeri-negeri sebelah Barat yang tidak masuk dalam jangkauan tangan kekuasaan baginda. Dan kalau benar Fir'aun menguasai tempat terbit dan tempat terbenam matahari, haruslah dia berkuasa menahan jalannya matahari itu, apatah lagi kalau dikatakan bahwa dia adalah penjelmaan dari Dewa Surya, Sang Ra. Di ujung perkataannya dia hadapkan lagi, bukan semata-mata kepada Fir'aun tetapi kepada orang-orang yang mengelilingi Fir'aun, menyuruh mereka mempergunakan akalnya.
Sungguh, seruan Nabi Musa buat mempergunakan akal ini adalah suatu ajakan filosofis yang amat mendalam. Manusia merasa berhutang budi kepada alam sekelilingnya. Dari zaman dahulu mereka memuja sesuatu yang ghaib, yang mereka rasai bahwa nikmat dari yang ghaib itu meliputi dirinya. Mereka melihat matahari membawa cahaya, mereka sembah matahari. Mereka melihat bintang beredar menurut peredaran musim, lalu mereka puja bintang-bintang. Mereka mempunyai naluri buat mengagungkan sesama manusia karena kuat-kuasanya, lalu mereka Tuhankan manusia. Kemudian ajaran-jaran itu mereka tumbuhkan menjadi semacam agama, lalu dijadikan tradisi, sehingga berfikir untuk selanjutnya tidak sempit lagi. Demi kalau akal fikiran ini dipergunakan dengan seksama, akan bertemulah manusia dengan Satu Kebenaran (Alhaq-qu): “Tidak ada Tuhan selain Allah."
Ayat 29
Fir'aun takut benar kepada ajakan berfikir seperti ini. Kedudukannya sebagai Maharaja diraja, Tuhan atas dewa, pelindung kesuburan, pemberi anugerah Itepada manusia, semuanya akan runtuh kalau difikirkan."Jangan berfikir." Habis perkara. Kelanjutan daripada dialog-dialog dengan Musa yang ternyata seorang yang berpendirian teguh ini wajib distop. Maka keluarlah titahnya: “Jikalau engkau mengambil lagi suatu Tuhan selain daripadaku, saya masukkanlah engkau ke dalam golongan isi penjara." (ayat 29)
Di sinilah Fir'aun menunjukkan hal yang selalu menjadi pertengkaran para ahli Filsafat kenegaraan sejak zaman purbakala, sejak zaman Lao Tze dan Khung Fu Tze di Tiongkok, Socrates, Plato dan Aristoteles di Yunani. Dan ini pula yang pernah menjadi pertukaran fikiran di antara Sayid Jamaluddin Afghani dengan Herbert Spencer, di akhir abad kesembilanbelas. Yaitu imbangan di antara kekuatan dengan kebenaran.
Setengahnya berkata: Kebenaranlah yang utama, dan kebenaran itu dengan sendirinya ialah kekuatan. Setengahnya berpendirian bahwa yang sebenar-benarnya Kebenaran itu ialah Kekuatan. Dia benar sebab dia kuat. Inilah pendirian Fir'aun. Tidak boleh difikirkan bahwa ada Tuhan lain, selain dia.
Barangsiapa yang mengatakan ada Tuhan selain Fir'aun, dia mesti dijebloskan ke dalam penjara. Sebab yang ditangkap itu lemah, dia masuk penjara. Sebab Fir'aun kuat, maka pendapat orang tadi tidak dapat keluar lagi.
Ayat 30
Musa pun mengerti kenyataan yang demikian, sebab berpuluh tahun dia sendiri telah mengalaminya, sebab dia dibesarkan dalam istana. Tetapi, sebagai Utusan Tuhan dia mempunyai lagi persediaan lain, yang telah diterimanya langsung dari Tuhan tatkala dia akan diutus ke Mesir, lalu dia berkata: “Bagaimana kalau aku datangkan sesuatu pembuktian yang nyata." (ayat 30).
Fir'aun rupanya masih memberikan kesempatan, lalu dia berkata:
Ayat 31
“Cobalah datangkan pembuktian itu jika sungguh-sungguh engkau seorang yang benar" (ayat 31).
Mengapa dia berikan kesempatan itu? Dia merasa dirinya kuat. Apalah kiranya bukti yang akan dikemukakan Musa? Taruhlah bukti itu hebat dahsyat sehingga menakutkan orang, dia sanggup menyuruh tangkap Musa, masukkan penjara, habis perkara. Akan macam mana benarlah pembuktian itu, aku akan lihat!
Ayat 32
Tidak menunggu lama lagi, sebagai Fir'aun menyuruh kemukakan bukti itu, Musa pun melemparkan tongkatnya di atas lantai istana yang merah itu. Baru saja dilemparkan, dia pun menjelma menjadi ular. Benar-benar seekor ular besar yang mengerikan, (ayat 32)
Ayat 33
“Lalu ditariknya pula tangannya, tiba-tiba memancarlah sinar gemilang putih dari tangan itu nyata bagi sekalian yang melihat." (ayat 33).
Tongkat itu sungguh-sungguh jadi ular, bukan ular main-mainan, dan bukan ular sunglap. Tangannya itu sungguh-sungguh menimbulkan cahaya, sehingga bersinarlah dia menerangi sekeliling istana yang agak muram itu. Dan ini adalah mu'jizat, artinya membuat orang lemah buat memikirkannya. Di negeri Mesir pada waktu itu banyak tukang-tukang sihir. Mereka pun dapat membuat hal-hal yang ganjil, Tali pun bisa menyerupai ular, tetapi tidak benar-benar menjadi ular. Dia hanyalah semata-mata sugesti dari yang melakukan kepada yang menontonnya. Di Mesir pun banyak tukang-tukang sihir tetapi belum seorang jua pun yang sanggup menyangkat tangannya ke udara, lalu timbul cahaya dari dalam tangan itu, sinar-seminar, bergemerlapan.
Semuanya yang hadir nyaris terpesona, tetapi Fir'aun tidak membolehkan pengaruh itu masuk ke dalam seluruh anggota penyokong kekuasaannya. Lalu dia berkata kepada orang-orang besar yang di sekelilingnya itu.
Ayat 34
“Ini sungguh-sungguh adalah ahli sihir yang amat pandai." (ayat 34).
Diperingatkannya bahaya orang ini kepada mereka, bahwa dengan sihirnya yang amat hebat itu, tongkatnya langsung jadi ular dan tangannya diangkatnya memancarkan sinar, adalah dengan satu maksud tertentu yaitu:
Ayat 35
“Hendak mengeluarkan kamu dari bumimu dengan sihirnya itu." (ayat 35).
Fir'aun sekarang melihat bahwa bahaya yang dihadapinya lebih hebat daripada yang dikiranya semula. Musa rupanya bukanlah semata-mata seorang bayi Bani Israil yang hanyut dalam sungai, dipungut anak dan dibesarkan, lalu jadi anak nakal membunuh orang dan lari, lalu datang kembali dengan serba kesombongan, seakan-akan membawa fikiran-fikiran baru. Bukan semata-mata seorang keras kepala yang bercita-cita yang tidak masuk akal dan ugal-ugalan, yang dengan tuduhan gila dimasukkan saja ke penjara akan bungkem-lah mulutnyp. Ini adalah seorang amat berbahaya yang harus dihadapi dengan hati-hati. Kerajaan pusaka nenek-moyang baginda akan hancur berantankan kalau orang inj dibiarkan.
Fir'aun telah insaf akan hal ini. Oleh karena soal ini adalah soal besar, dia merasa bahwa dia tidak dapat lagi memutuskan sendiri. Segala usahanya telah dicobanya, tetapi setelah Musa mempertunjukkan kedua hal yang ganjil itu, lekas-lekaslah dia mengajak musyawarat orang besar-besarnya.
“Apa yang belum kamu perintahkan?"
“Sekarang apa kehendakmu?"
Seorang Tirani memang demikian. Kalau dia telah terdesak dia akan segera meminta fikiran dari orang besar-besarnya. Maka orang besar-besar yang tadinya nyaris tertarik oleh anjuran Musa supaya mempergunakan fikiran sendiri, terutama setelah amat kagum melihat kedua kejadian itu, sehingga mulai bingung, dengan segera dikejutkan oleh titah Raja: “Apa kehendakmu?" „
Mereka diingatkan kembali akan tugasnya sebagai orang besar-besar Kerajaan. Mereka tidak dapat lagi ragu-ragu, mereka telah diajak musyawarat mengatasi bahaya besar. Kalau cita-cita Musa ini berhasil, mereka semua tidak akan berguna lagi, mereka semuanya akan diusir, disapu bersih, pangkat-pangkat kebesaran yang dianugerahkan Raja kepada mereka jika orang ini menang, tidak ada faedahnya lagi. Orang-orang Bani Israil yang selamanya menjadi budak itulah yang akan naik menjadi tuan, dan kamu semua akan habis terusir dan dicopot daripada kedudukanmu yang empuk.
Demi mendengar ajakan sungguh-sungguh Fir'aun itu, mereka pun mendapatkan pendiriannya kembali, dan mereka mulai insaf bahwa bahaya besar mengancam kedudukan mereka. Lalu mereka berkata:
Ayat 36
“Beri tangguhlah dia dan saudaranya itu dan utuslah orang ke setiap kota besar mengumpulkan orang." (ayat 36).
Ayat 37
“Supaya mereka bawa setiap ahli sihir yang pandai-pandai." (ayat 37).
Mereka masih merasa bahwa apa yang dipertunjukkan oleh Musa ini adalah sihir yang amat ulung. Mereka percaya bahwa dalam kota-kota besar di negeri Mesir, Mesir Hilir dan Mesir Hulu, sampai ke batas Libya dan Nubia, yang di bawah kuasa baginda masih banyak ahli-ahli sihir yang pandai dan yang handal, yang akan dapat mengatasi “sihir" Musa ini. Kita kalahkan sihirnya itu dengan sihir kita.
Dengan mengeluarkan pendapat demikian kepada rajanya, orang besar-besar itu sudah merasa puas dengan diri sendiri. Keputusan yang diambil hanya semata berdasar kepada khayal. Nampaknya dengan melihat intisari yang terkandung dalam ayat, Fir'aun sendiri pun dalam hati kecilnya telah mengakui bahwa perkara yang dibawa Musa ini adalah perkara amat besar yang akan menentukan tetap tegak atau hancur runtuh, dan baginya tidak ada sandaran lain lagi buat menetapkan keputusan, hanyalah memikulkan tanggungjawab kepada orang besar-besarnya yang kalau gagal pula kelak, mereka itulah yang bersalah, bukan dia.