Ayat
Terjemahan Per Kata
مَآ
tidak
أَغۡنَىٰ
mencukupi/berguna
عَنۡهُم
dari mereka
مَّا
apa
كَانُواْ
yang mereka adalah
يُمَتَّعُونَ
mereka menikmati
مَآ
tidak
أَغۡنَىٰ
mencukupi/berguna
عَنۡهُم
dari mereka
مَّا
apa
كَانُواْ
yang mereka adalah
يُمَتَّعُونَ
mereka menikmati
Terjemahan
Niscaya kenikmatan yang mereka rasakan tidak berguna baginya.
Tafsir
(Apakah) huruf Maa di sini bermakna Istifham yakni kata tanya, maksudnya, apakah (dapat menjamin mereka apa yang mereka selalu menikmatinya?") untuk menolak azab dari diri mereka atau meringankannya; maksudnya tidak berguna.
Tafsir Surat Ash-Shu'ara': 200-209
Demikianlah Kami masukkan Al-Qur'an ke dalam hati orang-orang yang durhaka. Mereka tidak beriman kepada-Nya, hingga mereka melihat azab yang pedih. Maka datanglah azab kepada mereka dengan mendadak, sedangkan mereka tidak menyadarinya, lalu mereka berkata, "Apakah kami dapat diberi tangguh? Maka apakah mereka meminta supaya disegerakan azab Kami? Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun.
Kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya. Dan Kami tidak membinasakan sesuatu negeri pun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberi peringatan; untuk menjadi peringatan. Dan Kami sekali-kali tidak berlaku zalim. Allah ﷻ berfirman, bahwa demikian pula Kami sisipkan perasaan dusta, kekafiran, keingkaran dan pembangkangan (terhadap perkara hak). Yakni Kami masukkan hal tersebut ke dalam hati orang-orang yang berdosa (durhaka). Mereka tidak beriman kepadanya. (Asy-Syu'ara': 201) Maksudnya, tidak beriman kepada perkara yang hak.
hingga mereka melihat azab yang pedih. (Asy-Syu'ara': 201) Yaitu di hari yang tiada bermanfaat bagi orang-orang yang zalim alasan mereka, dan bagi mereka laknat dan tempat tinggal yang paling buruk (neraka). maka datanglah azab kepada mereka dengan mendadak. (Asy-Syu'ara': 202) Artinya, azab Allah menimpa mereka dengan sekonyong-konyong. sedang mereka tidak menyadarinya, lalu mereka berkata, "Apakah kami dapat diberi tangguh?" (Asy-Syu'ara': 202-203) Yakni ketika mereka menyaksikan datangnya azab, mereka berharap seandainya saja mereka diberi masa tangguh barang sedikit waktu agar dapat mengerjakan ketaatan kepada Allah menurut dugaan mereka.
Seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat yang lain: Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka. (Ibrahim: 44) sampai dengan firman-Nya: bahwa sekali-kali kalian tidak akan binasa. (Ibrahim: 44) Semua orang zalim, orang durhaka, dan orang kafir bila menyaksikan hukuman yang menimpanya merasakan penyesalan yang berat. Seperti yang disebutkan dalam kisah Fir'aun ketika Nabi Musa a.s. berdoa untuk kebinasaannya, yang disitir oleh firman-Nya: Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia. (Yunus: 88) sampai dengan firman-Nya: Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua. (Yunus: 89) Doa tersebut berpengaruh terhadap diri Fir'aun.
Akhirnya ia tidak beriman hingga melihat azab yang pedih, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: hingga bila Firaun itu telah hampir tenggelam, berkatalah, dia, "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil. (Yunus: 90) sampai dengan firman-Nya: dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (Yunus: 91) Dan firman Allah ﷻ: Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata, "Kami beriman hanya kepada Allah saja. (Al-Mu-min: 84), hingga akhir surat.
Adapun firman Allah ﷻ: Maka apakah mereka meminta supaya disegerakan azab Kami? (Asy-Syu'ara': 204) Kalimat ayat ini mengandung pengertian ingkar dan kecaman terhadap mereka, karena sesungguhnya mereka mengatakan kepada utusan Allah dengan nada mendustakan dan tidak percaya, "Datangkanlah kepada kami azab Allah," seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Maka apakah mereka meminta supaya siksa Kami disegerakan? (As-Saffat: 176) Kemudian Allah ﷻ berfirman: Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun. Kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya. (Asy-Syu'ara': 205-207) Yakni seandainya Kami tangguhkan mereka dan Kami berikan kelonggaran waktu kepada mereka berapa pun lamanya, kemudian datang kepada mereka perintah (azab) Allah, maka tiada sesuatu pun yang selalu mereka nikmati akan bermanfaat bagi mereka.
Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari. (An-Nazi'at: 46) Dan firman Allah ﷻ: Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. (Al-Baqarah: 96) Dan firman Allah ﷻ: Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. (Al-Lail: 11) Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya dalam surat ini: niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya. (Asy-Syu'ara': 207) Di dalam hadis sahih disebutkan melalui sabda Rasulullah ﷺ: ].
Didatangkan seorang kafir, lalu dicelupkan ke dalam neraka sekali celup, kemudian dikatakan kepadanya, "Apakah kamu menjumpai sesuatu kebaikan? Dan apakah kamu menjumpai suatu kenikmatan? Maka ia menjawab, "Tidak, demi Allah, ya Tuhanku. Lalu didatangkan seorang manusia yang sangat sengsara ketika di dunianya, lalu dimasukkan sebentar ke dalam surga, dan dikatakan kepadanya, "Apakah kamu menjumpai suatu kesengsaraan pun? Maka ia menjawab, "Tidak, demi Allah, Ya Tuhanku.
Yakni seakan-akan kesengsaraan yang pernah dialaminya itu tidak ada sama sekali. Karena itulah maka Umar ibnul Khattab r.a. mengumpamakan pengertian ini dengan bait syair yang mengatakan: ..... Seakan-akan kamu tidak pernah mengalami suatu hari pun yang penuh dengan penderitaan, bila kamu dapat meraih apa yang kamu dambakan. Kemudian Allah ﷻ berfirman, menceritakan keadilan-Nya pada makhlukNya, bahwa Dia tidak sekali-kali membinasakan suatu umat melainkan sesudah memberikan alasan kepada mereka, memberikan peringatan kepada mereka, mengutus rasul-rasul-Nya kepada mereka, dan tegaknya hujah atas mereka. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: .
Dan Kami tidak membinasakan sesuatu negeri pun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberi peringatan; untuk menjadi peringatan. Dan Kami sekali-kali tidak berlaku zalim. (Asy-Syu'ara": 208-209) Sama seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya: dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul (Al-Isra': 15) Dan firman Allah ﷻ: Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota sebelum Dia mengutus di ibu kota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka. (Al-Qasas: 59) sampai dengan firman-Nya: kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman. (Al-Qasas: 59)"
207. Niscaya tidak berguna bagi mereka kenikmatan yang mereka rasakan. Kenikmatan di dunia yang pada akhirnya membawa kesengsaraan di akhirat tidaklah berguna. 208. Terhadap siksaan yang Allah turunkan kepada mereka, Allah memberikan alasan. Dan Kami tidak membinasakan sesuatu penduduk negeri mana pun, kecuali setelah ada orang-orang yaitu para rasul yang memberi peringatan kepadanya, dengan sejelas-jelasnya dan menunjukkan berbagai bukti kebenaran mereka, kemudian penduduk negeri tersebut mendustakan mereka. (Lihat: Surah al-Isr'/17:15).
Ibnu Abi hatim menukil riwayat tentang asbab nuzul ayat ini dari Abu Yahdham bahwa Rasulullah terlihat dalam keadaan bingung, kemudian para sahabat bertanya kepadanya apa sebab beliau bingung. Rasulullah menjawab bahwa beliau melihat musuh-musuhnya sesudah beliau wafat dari umatnya sendiri, maka turunlah ayat 205 Surah asy-Syu'ara', dan kebingungan Rasul akhirnya sirna.
Melalui ayat-ayat ini, Allah memperingatkan orang-orang musyrik Mekah tentang azab-Nya dengan berfirman, "Hai orang-orang musyrik, apakah kamu ingin mengalami nasib seperti yang dialami oleh umat-umat terdahulu? Mereka telah diberi kesenangan hidup, kekuatan tubuh, dan kesanggupan memakmurkan negeri mereka. Mereka mengira bahwa kebahagiaan, kemakmuran, dan kekuasaan yang diperoleh itu dapat mengelakkan mereka dari azab Allah. Kenyataannya tidak demikian. Mereka tetap merasakan azab yang sangat pedih. Demikian pedihnya azab itu seakan-akan mereka tidak pernah merasakan kebahagiaan dan kesenangan di dunia." Allah berfirman:
Pada hari ketika mereka melihat hari Kiamat itu (karena suasananya yang hebat), mereka merasa seakan-akan hanya (sebentar saja) tinggal (di dunia) pada waktu sore atau pagi hari. (an-Nazi'at/79: 46).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 203
Setelah berkali-kali diberi ingat, datang Nabi berganti Nabi, datang Rasul berganti Rasul. Namun kafir tetap dalam kekafirannya. Kadang-kadang menantang meminta mana dia azab itu. Demikianlah sampai kepada zaman Nabi Muhammad s.a.w. berhadapan dengan kafir musyrikin itu. Azab pun datang dengan tiba-tiba."Lalu mereka berkata: “Apakah kami dapat diberi tangguh?" (ayat 203). Apakah dapat azab itu diundurkan lagi, supaya kami dapat memperbaiki kesalahan kami? Supaya kami dapat bertaubat? Sama saja dengan pengharapan Fir'aun setelah lehernya tercekik hampir tenggelam dalam lamunan ombak di lautan Qulzum:
Ayat 204
Tetapi apakah sambutan Tuhan atas permintaan di saat yang sudah seperti itu? “Maka apakah patut mereka minta disegerakan azab Kami?" (ayat 204). Artinya dan faham lebih mendalam yang terkandung dalam ayat ini. Pada masa yang telah lalu mereka selalu mengatakan turunkan azab itu sekarang juga, kalau Tuhan itu memang berkuasa menurunkan azab! Sekarang azab yang mereka minta-minta itu telah-datang dengan tiba-tiba, maka adakah patut permintaan-permintaan mereka selama ini? Meminta azab diturunkan, kalau azab itu memang ada. Sekarang azab itu telah tiba, Apa lagi?
Ayat 205
Sekarang datanglah pertanyaan Tuhan kepada RasulNya sendiri, Nabi Muhammad s.a.w.: “Maka bagaimana pendapat engkau" -ya Muhammad — “Jika Kami menangkap mereka bertahun-tahun?" (ayat 205). Apakah akan jadinya jika Tuhan membiarkan mereka berlarut-larut bersenang-senang?
Ayat 206
Sedangkan hanya sebentar diberi kesenangan, mereka sudah melupakan bahkan menantang Tuhan."Kemudian datang kepada mereka apa yang telah diancamkan itu." (ayat 206). Maka apa jadinya dengan kesenangan dan kenikmatan yang telah mereka terima bertahun-tahun itu?
Ayat 207
Ayat yang selanjutnya memberikan jawaban yang tepat: “Tidaklah ada gunanya bagi mereka apa yang mereka nikmati itu." (ayat 207).
Begitulah kejadiannya. Mula-mula segala peringatan dan ancaman tidak ada yang diterima baik. Kekafiran masih saja bersimaharajalela. Orang yang mengajak dan menyeru secara baik, untuk kemaslahatan mereka sendiri, dimusuhi. Mereka bermegah dengan kekayaan, kekuasaan, kebesaran yang ada pada mereka. Padahal mereka lupa dari mana kekayaan, kekuasaan, kebesaran itu mereka terima, kalau bukan dari Tuhan. Malahan mereka tantang Nabi; mereka katakan, kalau memang ada azab itu, coba datangkan sekarang juga, karena kami mau melihat. Tiba-tiba datanglah azab itu. Di saat itu menjadi kenyataanlah bagaimana lemahnya manusia mempertahankan kekayaan, kekuasaan dan apa yang mereka sangka kebesaran itu di hadapan azab Allah.
Di zaman moden ini kita telah kerapkali menyaksikan kejatuhan sesuatu kekuasaan dan kenaikan kekuasaan yang lain. Kita melihat orang mempergunakan alat-alat moden dan masa media moden buat propaganda memperteguh suatu kekuasaan. Kita lihat saja yang baru kejadian, yaitu usaha bangsa Amerika mempertahankan kekuasaan dan pengaruhnya di Indochina. Ber-milyard dollar yang habis, beratus ribu jiwa yang melayang, berkapal-kapal alat senjata yang telah dipergunakan, bom atom/hidrogen saja yang belum dijatuhkan. Mereka tidak menyangka akan jatuh! Musuh mereka mulanya tidak menyangka kekuatan yang sebesar ini akan dapat dipatahkan. Tetapi menjadi satu kenyataanlah bahwa Raksasa Amerika itu kalah, mereka yang dijadikan alat untuk mempertahankan pengaruh itu jatuh satu demi satu dengan tidak dapat ditahan-tahan.
Sebelum itu pada tahun 1942 kita melihat dengan mata kepala sendiri jatuhnya kekuasaan Pemerintah Belanda yang berdaulat di Indonesia sampai 350 tahun, hanya dalam masa beberapa hari saja. Kita melihat dengan mata kepala sendiri orang-orang yang berpangkat tinggi, sejak dari Gubernur General Belanda sampai kepada Guberhur di Propinsi, Residen di Residensi, Asisten Residen, Kontroleur, dan opsir-opsir yang sombong di waktu berkuasa, diiringkan ke tempat tawanan oleh bangsa yang mengalahkannya. Kita melihat pakaian-pakaian kebesaran menjadi lapuk dalam tawanan, dan akhirnya hanya tinggal celana kolor! Tepatlah Sabda Tuhan bahwa: “Tidaklah ada gunanya bagi mereka nikmat itu,"
Apabila kekuasaan telah runtuh, apa gunanya lagi singgasana tempat duduk bersemayam?
Kalau kedaulatan telah hilang, apa gunanya lagi pakaian kebesaran? Kalau istana indah telah terpaksa ditinggalkan, apa gunanya lagi perhiasan-perhiasan dan barang-barang kemegahan yang dibanggakan selama ini?
Ketika Idrus pengarang terkenal menggambarkan keadaan dan penderitaan manusia ketika Pemberontakan Surabaya diceriterakannya nasib orang-orang yang terpaksa mengungsi meninggalkan kota Surabaya karena musuh telah menduduki kota itu. Di tempat bermalam di tengah perjalanan masih ada orang perempuan yang menceriterakan merk radio yang dia pakai di rumah, padahal radio itu telah tinggal buat selama-lamanya, dan belum tentu entah dia akan kembali lagi ke rumah itu entah tidak.
Sebab itu tepatlah apa yang telah ditafsirkan tentang ini oleh Ibnu Katsir; kata beliau: “Artinya, kalaupun Kami mundurkan atau Kami beri mereka masa dan waktu menunggu lama, kemudian itu datang apa yang telah ditentukan oleh Allah, tidaklah sebuah juga nikmat kesenangan itu yang akan memberi faedah bagi mereka!"
Maka tersebutlah dalam sebuah Hadis yang shahih, bahwa kelak di hari Akhirat akan didatangkan seorang yang kafir, direndamkan ke dalam neraka sebentar, lalu ditanyai: “Adakah engkau melihat kebaikan agak sejenak?" Si kafir itu menjawab: ‘Tidak sekali-kali. Ya Rabbi!" Kemudian itu didatangkan pula seorang yang semasa di dunia hidupnya amat sengsara karena miskin, lalu dicelupkan pula sejenak ke dalam syurga, kemudian itu ditanyai: “Pernah engkau merasai susah agak sejenak?" Dia menjawab: “Sekali-kali tidak. Ya Rabbi!"
Kemudian daripada itu Tuhan menjelaskan pendirian dan keadilanNya:
Ayat 208
“Dan tidaklah Kami membinasakan sesuatu negeri." (pangkal ayat 208). Dengan menyatukan siksaan atau azab kepada isi negeri itu."Melainkan sesudah ada baginya Pemberi ingat." (ujung ayat 208). Di sinilah Tuhan menunjukkan belas kasihanNya kepada hambaNya. Tidaklah azab langsung didatangkan saja, bagaimanapun kesalahan isi suatu negeri, kalau ke negeri itu belum diutus seorang Rasul yang akan memberi ingat dan yang akan menunjukkan jalan yang benar dan memberi ingat jalan yang salah supaya dijauhi. Tidak ada hendak melakukan aniaya terhadap hambaNya sendiri. Diutusnya para Rasul ke dunia ini adalah dalam rangka kasih-sayang Allah kepada hambaNya jua. Kelak setelah Rasul diutus, pengajaran telah disampaikan, isi al-Kitab telah diberitahu, masih juga melanggar, niscaya pastilah isi negeri itu dihukum. Kalau tidak demikian, tentu tidak adil Tuhan. Sebab orang yang taat kepada perintah Tuhan mesti ada perbedaan dan pahala dan penghargaan atas amalnya yang baik dari Tuhan, yang tidak serupa dengan yang diterima oleh yang bersalah.
Ayat 209
“Untuk peringatan!" (pangkal ayat 209). Kedatangan Rasul-rasul ke suatu negeri diutus oleh Tuhan, ialah guna memberi peringatan tentang jalan baik yang mesti ditempuh dan jalan jahat yang mesti dijauhi. Supaya manusia dapat melakukan tugasnya, berpedoman kepada akal yang diberikan Tuhan ke dalam tiap diri untuk menampung Wahyu yang disampaikan oleh Rasul. Dan dengan tegas Tuhan bersabda: “Dan tidaklah Kami melakukan aniaya." (ujung ayat 209),
Mustahil Tuhan akan melakukan aniaya, sebab Tuhan tidak berkepentingan dengan melakukan aniaya itu. Bilamana manusia berlaku aniaya kepada sesamanya manusia, lain tidak ialah karena ada satu keuntungan bagi dirinya sendiri yang diharapkannya. Misalnya suatu pemerintahan zalim menjatuhkan hukum dengan aniaya, lain tidak maksudnya ialah menjaga jangan sampai kekuasaannya diyanggu atau hendak dirampas oleh orang lain. Padahal tidak ada satu gelintir makhluk pun yang akan sanggup mengambil kekuasaan Tuhan walau secuil kecil pun.