Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالُواْ
mereka berkata
سَوَآءٌ
sama saja
عَلَيۡنَآ
atas kami
أَوَعَظۡتَ
apakah kamu memberi nasehat
أَمۡ
atau
لَمۡ
tidak
تَكُن
ada kamu
مِّنَ
dari
ٱلۡوَٰعِظِينَ
orang-orang yang memberi nasehat
قَالُواْ
mereka berkata
سَوَآءٌ
sama saja
عَلَيۡنَآ
atas kami
أَوَعَظۡتَ
apakah kamu memberi nasehat
أَمۡ
atau
لَمۡ
tidak
تَكُن
ada kamu
مِّنَ
dari
ٱلۡوَٰعِظِينَ
orang-orang yang memberi nasehat
Terjemahan
Mereka menjawab, “Sama saja bagi kami, apakah engkau memberi nasihat atau tidak memberi nasihat.
Tafsir
(Mereka menjawab, "Adalah sama saja bagi kami apakah kamu memberi nasihat atau tidak memberi nasihat) pada prinsipnya sama saja, yaitu kami tidak akan mengindahkan lagi nasihatmu.
Tafsir Surat Ash-Shu'ara': 136-140
Mereka menjawab, "Adalah sama saja bagi kami, apakah kamu memberi nasihat atau tidak memberi nasihat, (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu, dan kami sekali-kali tidak akan diazab. Maka mereka mendustakan Hud, lalu Kami binasakan mereka. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Al lah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. Allah ﷻ berfirman, menceritakan jawaban kaum Hud terhadap Hud a.s. sesudah Hud menyeru mereka dengan anjuran dan peringatan dan mempertakuti mereka (dengan azab Allah), serta menjelaskan kepada mereka perkara yang hak dengan sejelas-jelasnya.
Mereka menjawab, "Adalah sama saja bagi kami, apakah kamu memberi nasihat atau tidak memberi nasihat. (Asy-Syu'ara': 136) Yakni kami tidak akan beranjak dari kebiasaan kami, seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. (Hud: 53) Dan memang demikianlah perkaranya, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang kafir sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. (Al-Baqarah: 6) Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman. (Yunus: 96) Adapun firman Allah ﷻ: (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu. (Asy-Syu'ara': 137) Sebagian ulama ada yang membacanya khalqu, bukan khuluqu.
Ibnu Mas'ud telah mengatakan, dan juga Al-Aufi dan Ibnu Abbas, serta Alqamah dan Mujahid, bahwa mereka bermaksud "tiada lain apa yang kamu sampaikan kepada kami hanyalah kebiasaan orang dahulu," seperti yang dikatakan oleh orang-orang musyrik dari kaum Quraisy: Dan mereka berkata, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang. (Al-Furqan: 5) Dan orang-orang kafir berkata, "Al-Qur'an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad, dan dia dibantu oleh kaum yang lain; maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar.
Dan mereka berkata, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu. (Al-Furqan: 4-5) Dan firman Allah ﷻ: Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Apakah yang telah diturunkan Tuhanmu? Mereka menjawab, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu. (An-Nahl: 24) Ulama yang lainnya lagi membacanya khuluqul awwalin, yang artinya agama mereka dan tradisi yang biasa mereka lakukan itu adalah kebiasaan orang dahulu dari kalangan nenek moyang mereka. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa kami mengikuti mereka dan menelusuri jejak mereka; kami hidup sebagaimana mereka hidup, dan kami mati sebagaimana mereka mati, tiada hari berbangkit dan tiada hari akhirat.
Karena itulah mereka mengatakan: dan kami sekali-kali tidak akan diazab. (Asy-Syu 'ara': 138) Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu. (Asy-Syu'ara': 137) Yaitu agama orang-orang dahulu. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Ata Al-Khurrasani, Qatadah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir. Firman Allah ﷻ: Maka mereka mendustakan Hud, lalu Kami binasakan. (Asy-Syu'ara': 139) Yakni mereka tetap mendustakan Nabi Allah Hud, menentangnya, dan ingkar kepadanya.
Maka Allah membinasakan mereka. Mengenai dibinasakan-Nya mereka telah disebutkan di dalam Al-Qur'an bukan hanya pada satu tempat saja, bahwa Allah mengirimkan angin kencang yang dingin lagi kuat. Maka azab inilah yang mengakibatkan kebinasaan mereka, yaitu azab yang sesuai dengan tubuh mereka, karena sesungguhnya mereka adalah makhluk yang paling kejam dan paling sewenang-wenang. Oleh sebab itulah maka Allah menimpakan azab yang lebih kuat dan lebih ganas dari pada mereka.
Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum 'Ad (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. (Al-Fajr: 6-7) Mereka adalah kaum 'Ad yang terdahulu, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: dan bahwasanya Dia telah membinasakan kaum 'Ad yang pertama. (An-Najm: 50) Mereka adalah keturunan Iram ibnu Sam ibnu Nuh. yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. (Al-Fajr: 7) Mereka adalah orang-orang yang mendiami bangunan-bangunan yang tinggi. Pendapat orang yang mengatakan bahwa Iram adalah nama sebuah kota, sesungguhnya ia mengambil sumber dari kisah Israiliyat, yaitu dari perkataan Ka'b dan Wahb. Pendapat seperti itu tidak mempunyai sumber yang asli.
Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya: yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain. (Al-Fajr: 8) Yakni belum pernah diciptakan makhluk seperti mereka dalam hal kekuatan, kekerasan, dan kesewenang-wenangannya. Seandainya yang dimaksud dengan Iram adalah nama sebuah kota, tentulah ayat tidak menyebutkannya lam yukhlaq (yang belum pernah diciptakan makhluk seperti mereka), melainkan lam yubna (yang belum pernah dibangun suatu kota seperti itu). Allah ﷻ telah berfirman: Adapun kaum 'Ad, maka mereka menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dan berkata, 'Siapakah yang lebih besar kekuatannya daripada kami? Dan apakah mereka itu tidak memperhatikan bahwa Allah yang menciptakan mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya daripada mereka? Dan adalah mereka mengingkari tanda-tanda (kekuasaan) Kami. (Fussilat: 15) Dalam pembahasan terdahulu telah kami sebutkan bahwa Allah tidak mengirimkan angin kencang atas mereka kecuali hanya sebentar.
Angin itu menerjang perbendaharaan mereka, dan Allah memerintahkan kepada angin tersebut untuk menghancurkan mereka. Lalu angin itu memorak-porandakan negeri mereka dan segala sesuatu milik mereka, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya. (Al-Ahqaf: 25), hingga akhir ayat. Dan firman Allah ﷻ: Adapun kaum 'Ad, maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang. (Al-Haqqah: 6) sampai dengan firman-Nya: terus-menerus; maka kamu lihat kaum 'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). (Al-Haqqah: 7) Yakni tinggal tubuh mereka tanpa kepala.
Demikian itu karena angin kencang itu menerbangkan setiap orang dari mereka dan membunuhnya, lalu menerbangkannya ke udara, kemudian menjatuhkannya dalam keadaan kepala di bawah sehingga kepalanya hancur, dan angin itu menjatuhkannya seakan-akan mereka seperti tunggul-tunggul pohon kurma yang telah lapuk. Padahal mereka berlindung di dalam bukit-bukit dan gua-gua serta tempat-tempat perlindungan berupa parit-parit yang mereka gali sampai tubuh mereka tidak kelihatan, tetapi hal tersebut tidak dapat memberikan manfaat sedikit pun kepada mereka dari azab Allah.
Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan. (Nuh: 4) Karena itulah Allah ﷻ menyebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya: Maka mereka mendustakan Hud, lalu Kami binasakan mereka. (Asy-Syu'ara': 139)"
136. Namun, dengan sikap sombong, kaumnya menolak ajakannya. Mereka menjawab, "Adalah sama saja bagi Kami, apakah kamu wahai Hud, memberi nasihat atau tidak memberi nasihat, kami tetap tidak akan menuruti ajakanmu. Kami akan terus berpegang teguh dengan keyakinan kami. Maka kamu tak perlu bersusah payah terus menerus mengajak kami. 137. Mereka berkata lagi, "Agama kami ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu. Apa yang dilakukan nenek moyang kami, itulah yang kami ikuti. " Inilah bentuk taklid buta dalam hal keyakinan agama yang sangat dibenci oleh Allah.
Ayat ini menerangkan bahwa kaum 'ad tetap tidak mengindahkan seruan Nabi Hud, bahkan mereka berkata, "Menurut pendapat kami sama saja engkau berikan peringatan atau tidak, kami tetap pada pendirian kami. Kami tidak mau lagi mendengar kata-katamu, dan tidak akan mundur sedikit pun dari pendirian kami.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Hud dengan Kaumnya ‘Ad
Ayat 123
“Telah mendustakan ‘Ad akan Rasul-rasul." (ayat 123). Sekarang dilanjutkan lagi menerangkan kaum ‘Ad, yaitu kaum yang didatangi oleh Nabi Hud, suatu cabang pula dari Kabilah-kabilah Arab yang tertua. Sebagaimana diterangkan pada kaum Nabi Nuh, mereka ini pun telah mendustakan Rasul-rasul. Walaupun satu Rasul yang didustakan, berarti mendustakan juga akan Rasul-rasul yang lain, untuk dijadikan kias banding bagi kaum Quraisy yang mendustakan Muhammad s.a.w.
Bahwa meskipun hanya Muhammad yang mereka dustakan, berarti mereka telah mendustakan juga kepada Rasul-rasul yang lain, sebab inti pengajaran seluruh Rasul, hanyalah satu.
Ayat 124
"Tatkala berkata kepada mereka saudara mereka Hud: “Tidakkah kamu hendak bertakwa?" Dikatakan bahwa Hud itu adalah saudara mereka sendiri, sebab dia dipilih Tuhan Allah dari kalangan mereka sendiri, dari salah satu kabilah yang terkemuka dari kaum ‘Ad, bernama Kabilah al-Khuiud, dan diutus kepada mereka sendiri. Sebab itu Hud bukanlah orang lain bagi mereka, melainkan saudara mereka sendiri.
Dia telah menyeru kaumnya, yang menyembah berhala pula, sebagai kaum Nuh dahulu."Tidak juakah kamu hendak bertakwa kepada Allah?"
Ayat 125
Dan dikatakannya pula kepada mereka: “Sesungguhnya aku ini adalah Utusan yang dipercayai oleh Tuhan buat menyampaikan seruan ini kepada kamu, dan dijadikan aku Utusan oleh Allah. Sebab itu maka segala seruan yang aku sampaikan ini bukanlah dan kehendakku sendiri, melainkan melancarkan apa yang diperintahkan oleh Allah jua. Agar kamu hentikanlah perbuatanmu yang salah, yaitu menyembah berhala. Dua berhala yang mereka sembah, ialah berhala yang mereka namakan Shamad, yang di dalam bahasa Arab tua itu berarti tuan tempat minta tolong dan satu berhala lagi bernama Hatar, yang berati yang Tertua.
Ayat 126
“Maka takwalah kamu kepada Allah dan patuhilah aku." (ayat 126).
Takwalah kepada Allah, peliharalah hubungan dengan Dia, dan takutlah engkau azab siksaNya. Menyembah yang lain adalah pekerjaan yang salah. Aku telah diutus kepada kamu untuk membimbingmu kepada jalan Allah. Maka supaya kamu jangan tersesat di dalam menempuh jalan itu, akulah yang harus kamu ikut, turutilah jejakku, sebab segala sikap langkahku itu adalah dengan tuntunan dari Tuhan sendiri.
Ayat 127
“Dan tidaklah aku meminta upah kepada kamu buat ini." (pangkal ayat 127). Janganlah kamu sangka bahwa aku menyampaikan seruan yang suci ini kepadamu karena mengharapkan apa-apa daripada kamu. Pekerjaan ini tidaklah dapat dinilai dengan harta dan benda. Aku tidaklah mengharapkan harta-benda itu daripada kamu. ‘Tidak lain upahku, melainkan tanggungan Allah Tuhan dari sekalian alam “ (ujung ayat 127). Tempatku bertanggungjawab ialah Allah, Dia yang menyuruhkan daku, sebab itu Dia pula yang menjamin keselamatan hidupku. Dari Dialah aku mengharapkan upah, yang lebih tinggi nilainya daripada hartabenda yang kamu simpan itu.
Maka sebagaimana Nabi Nuh dan Nabi-nabi yang lain, Hud telah menyatakan pula tugas kewajiban beliau. Seorang Rasul tidaklah mengharapkan keuntungan apa-apa dari kaum yang mereka datangi. Dan ini pun untuk menjadi kias bandingan pula bagi kaum Quraisy di Makkah itu. bahwasanya Nabi Muhammad s.a.w. pun tidak mengharapkan upah dari mereka. Sebagaimana telah kita ketahui dari riwayat Nabi kita, pernah pemuka-pemuka Quraisy mendatangi Abu Thaiib (paman beliau) menyampaikan pesan, bahwa jika Muhammad mau berhenti daripada mencela berhala-berhala mereka, mereka pun mau mencarikan modal yang banyak untuknya, biar dia berniaga kembali. Dan jika dia ingin menjadi Raja, mereka bersedia menyangkatnya menjadi Raja, asal dia turut mempertahankan agama nenek-moyang. Dan kalau dia ingin isteri yang cantik, mereka pun bersedia mencarikan seorang wanita cantik menjadi isterinya, tetapi hendaklah dia hentikan gerakannya menentang berhala itu. Jawab Nabi pun tegas, bahwa, walaupun hendak mereka letakkan matahari di kanan beliau dan bulan di kiri beliau, tidaklah beliau akan berhenti dari pekerjaan ini, sampai Allah menentukan siapa yang akan menang di antara dia dengan mereka.
Maka kesan seperti ini pulalah yang dikemukakan Nabi Hud kepada kaumnya, bahwasanya dia tidak hendak meminta upah Dia tidak dapat “disambut" dengan uang, supaya berhenti dari seruannya, sedang keselamatan hidupnya telah dijamin oleh Tuhan.
Ayat 128
Kemudian Nabi Hud meneruskan pula seruannya kepada kaumnya itu, yaitu kemewahan yang telah menyebabkan jiwa mereka lupa, lalai dari ingatkan Allah, padahal sebenarnya nikmat Allah itulah yang sepatutnya mereka hargai dengan mensyukuriNya."Apakah kamu bangunkan di tempat yang tinggi suatu tanda, sedang kamu berbuat sia-sia?" (ayat 128),
Ayat 129
Ayat ini menunjukkan bagaimana mewah dan pongahnya kaum ‘Ad karena kekayaan yang melimpah-limpah diberikan Tuhan. Yaitu mereka dirikan di tempat yang tinggi-tinggi rumah-rumah atau gedung-gedung yang lain, untuk menjadi ayat atau tanda dari kekayaan."Dan kamu adakan mahligai-mahligai seolah-olah kamu akan kekal." (ayat 129).
Rupanya, karena kekayaan telah melimpah-limpah, berlombalah mereka mendirikan mahligai-mahligai yang indah-indah di dalam kota, dan di tempat-tempat ketinggian mereka berlomba pula mendirikan tanda untuk diketahui orang, bahwa ini adalah tanda kekayaan si Anu, dan itu adalah bukti kemuliaan si Fulan. Barangkali sama keadaan mereka di waktu itu dengan orang-orang kaya baru atau “Orang kaya sebab perang" di zaman kita ini. Di dalam kota mendirikan gedung-gedung kemegahan yang besar, cukup dengan pelayan dan peladen, dan di tempat yang tinggi, di lereng gunung-gunung mereka dirikan pula rumah-rumah untuk istirahat, dengan diberi tanda, buat dibuktikan oleh orang lain bahwa pemiliknya itu adalah orang-orang hartawan. Di tempat-tempat yang dianggap sebagai tanda itu, mereka berbuat segala macam sia-sia. Memboroskan harta semuanya, entah berjudi atau minuman keras. Sehingga bila membaca kedua ayat ini. ayat 128 dan 129. seakan-akan “sejarah berulang". Apabila kemewahan telah memuncak, perbuatan kaum ‘Ad timbul kembali di mana-mana.
Pada ayat 128 diterangkan bahwa di tempat-tempat yang dijadikan tanda-tanda di daerah ketinggian itu, mereka berbuat segala macam perbuatan sia-sia. Di zaman kita dikatakan pergi istirahat (relax). padahal kadang-kadang hanya berbuat dengan perbuatan yang tidak berguna, melainkan menambah dosa. Berapa banyaknya kejahatan dan keruntuhan moral yang diperbuat orang di tempat-tempat semacam itu. Di ayat 129 diterangkan pula bahwa kaum ‘Ad mendirikan mahligai-mahligai, rumah-rumah indah laksana istana, dengan memboroskan uang tidak berbatas, seakan-akan rumah itu akan didiaminya untuk selama-lamanya, dan lantaran kekayaan sudah banyak tertumpah ke sana, maka persediaan untuk hari akhirat, dengan ibadat dan amal yang shalih tidak ada lagi.
Ayat ini bukanlah membayangkan bahwasanya, mendirikan rumah yang bagus tercela, melainkan memperingatkan kesalahan kaum ‘Ad sebab mereka mendirikan mahligai bagus tidak ada hasrat lain hanya dimabuk oleh kemewahan.
Nabi Hud memperingatkan itu. sebab mereka telah lupa samasekali kepada Tuhan dan lupa kepada hidup akan mati. Lihatlah dan bandingkanlah dengan zaman kita sekarang ini. Berpuluh bilik dan kamar, untuk menunjukkan bahwa yang empunya seorang hartawan jutawan. Dia sendiri ketika membuatnya pun bercita-cita moga-moga seluruh anak cucu dan menantu biarlah berkumpul-kumpul kelak dalam rumah gedung besar itu, biar dia sendiri telah tua atau telah mati. Tetapi kira-kira 20 tahun di belakang, rumah itu masih berdiri, tetapi penduduk aslinya tidak ada lagi. Entah telah terjual, karena keturunan tidak lagi dapat meneruskan kekayaan si pendiri. Atau telah dibeslah pemerintah, karena si jutawan terlalu banyak menunggak pajak, ataupun anak-anak telah berserak-serak dibawa untung masing-masing Ataupun orangnya telah punah, tak ada lagi.
Ayat 130
Kemudian Nabi Hud menyebutkan lagi perangai dan kelakuan mereka."Dan apabila kamu membalas, kamu pun membalas dengan kejam bengis (ayat 130).
Ayat ini membayangkan kelakuan orang mewah yang jiwa tidak berisi iman. Dari mana saja datang keuntungan, halal atau haram tidak perduli, kemewahan memuncak untuk membanggakan kekayaan tetapi belas kasihan kepada orang lain tidak ada. Serupa dengan perangai kaum kapitalis di zaman moden. Kalau mereka berdendam kepada orang dan ada kesempatan membalas, mereka akan membalas dendam kejam dan bengis. Keringat dari orang yang lemah dan miskin diperas untuk menambah tumpukan kekayaan sendiri. Oleh sebab itu nyatalah bahwa kemewahan, pembanggaan kekayaan dengan mendirikan mahligai-mahligai atau bangunan tanda kaya di tempat tinggi, lempat menumpah-ruahkan harta dengan sia-sia, semuanya itu timbul dari sebab jiwa tidak ada peyangan. Laksana orang yang meminum air laut, bertambah diminum bertambah haus, dan masih meminta hendak minum juga. Diharapkan kekayaan menjadi obat, rupanya menambah penyakit. Sebab keamanan jiwa tidak akan ada dalam kalangan ini. Oleh sebab itu maka Nabi Hud meneruskan seruannya:
Ayat 131
“Maka takwalah kepada Allah dan patuhilah aku." (ayat 131).
Dengan ayat-ayat yang di atas Nabi Hud telah menganalisa, membongkar dan mengupas penyakit yang ada dalam jiwa mereka. Sebab itu beliau tunjukkanlah obat yang lebih mujarrab. sekali lagi, untuk menyembuhkan penyakit yang demikian, yaitu takwa kepada Allah, ingat akan Dia, hubungi Dia. dan taat serta patuh kepada beliau, yang akan menunjukkan mereka jalan yang benar, sehingga hartabenda kumia Allah benar-benar menjadi nikmat zahir dan batin. Dan beliau teruskan:
Ayat 132
“Dan takwalah kepada Yang Memberimu kumia dengan apa vang kamu sendiri mengetahui." (ayat 132).
Ayat 133
"Dia kumiai kamu dengan ternak dan anak turunan." (ayat 133).
Ayat 134
"Dan kebun-kebun dan mata-air." (ayat 134).
Tafsirnya:
Kamu sendiri tahu kurma itu, walaupun tidak aku sebutkan satu demi satu. Di antaranya yang jadi pokok kumia ialah perkembangannya binatang ternak kamu; kambing, domba dan sapi kamu. Dagingnya, susunya menjadi makanan dan bulunya menjadi pakaian. Membuat badanmu sihat, dan kamu sendiri pun berkembang biak. Di dalam Surat al-A'raf dahulu, ayat 69, diterangkan lagi kurnia Tuhan kepada kaum ‘Ad. yaitu badan mereka sihat-sihat, tinggi semampai dan rupa mereka elok-elok, melebihi dari kaum Nuh yang telah musnah. Maka berkembang biaknya anak cucu, adalah suatu kemegahan besar dan kekayaan yang dibanggakan di zaman hidup berkabilah. Selain dari itu, Allah memberi kurnia pula tanah yang subur sehingga dapat membuat kebun-kebun yang memberi hasil yang baik. Di samping itu ada mata-air yang tiada pernah kering, buat selalu mengairi kebun-kebun yang subur itu.
Mereka sendiri tentu sudah mengetahui hal itu. Tentu timbul pertanyaan: Kalau Nabi Hud mengatakan bahwa mereka sudah tahu, perlu apa lagi beliau menguraikan nikmat itu satu demi satu? Ini adalah hal yang penting. Mereka memang tahu bahwa semuanya itu nikmat dan kurnia Tuhan. Tetapi merek pun tahu bahwa suatu waktu kurnia-kurnia itu mudah saja bagi Tuhan men
cabut dalam sekejap waktu. Binatang ternak bisa punah karena penyakit, demikian juga anak-anak dan keturunan. Kebun-kebun bisa kering dan tandus kalau mata-atr-mata-air dikeringkan oleh Tuhan. Agak lama saja musim kemarau daripada bulan-bulannya yang tertentu, nikmat dan kurnia itu bisa berubah samasekali. Mereka pun tentu tahu itu. Sebab itu maka Nabi Hud meneruskan seruannya:
Ayat 135
“Sesungguhnya aku takut akan mengenai kepada kamu azab hari yang besar." (ayat 135),
Teropong yang dipasang oleh Rasul Allah di hadapan matanya ialah teropong Wahyu. Dia melihat kepastian di belakang yang keiihatan oleh mata yang oleh orang lain tidak kelihatan. Kaumnya telah sesat karena menyembah berhala, dan mereka pun telah sesat karena dipesona oleh kemewahan Nikmat yang diberikan Allah telah mereka pergunakan dengan salah. Nikmat kurnia yang diberikan Allah tidak mereka pergunakan untuk mendekati Allah, melainkan untuk mendurhakai. Mahligai-mahligai berdiri dan tanda-tanda bahwa awak orang kaya, didirikan pula di tempat-tempat yang tinggi untuk membuktikan kekayaan, di sana dihabiskan masa dengan sia-sia. Rasa kasihan tidak ada, sikap kepada orang yang dibenci amat kejam dan bengis. Melihat ini semua, Rasul Allah yang matanya tembus pandang ke belakang kenyataan, telah menyatakan takutnya mengingat bahaya yang akan menimpa mereka. Kepada orang yang telah tenggelam dalam laut kemewahan itu azab pasti datang. Sebab itu beliau seru mereka, mari kembali kepada Tuhan, mari takwa dan acuhkanlah pengajaranku Aku tidak minta upah kepadamu, bahkan aku mencintai kamu, sebab aku adalah saudara kandungmu, belahan dirimu
Ayat 136
“Mereka menjawab: “Sama saja atas kami, adakah engkau mengajari kami, ataupun engkau tidak dari orang-orang yang memberi pengajaran." (ayat 136).
Terbayanglah di ayat ini betapa sudah menjadi kasarnya jiwa mereka. Bagi kami sama saja, apakah engkau akan bemasihat panjang-panjang membujuk kami, atau engkau akan berhenti, atau tidak bemasihat samasekali, semuanya itu tidak akan kami dengarkan. Nasihat itu bagi kami adalah laksana: “Lengyang air di daun talas." Tidak ada faedahnya. Kami dengan hartabenda kami, dengan kemewahan kami, apa perdulimu.
Ayat 137
“Tidak lain ini semua, melainkan perangai orang-orang yang dahulu" (ayat 137).
Perbuatan kami mi bukan timbul sekarang saja. Nenek-moyang kami yang dahulu-dahulu pun berbuat begini. Kalau ada kekayaan, tunjukkan kekayaan itu. Tidak ada yang menghambat buat mereka mewah, mendirikan mahligai, membangun tanda kekayaan di tempat yang tinggi dan berfoya-foya dengan harta mereka. Mereka semuanya telah mati dengan wajar, kami menyambut pusaka kebiasaan mereka, kami pun mewah, kami pun megah dan kami pun kaya-raya. Engkau mau apa?
Ayat 138
“Dan tidaklah kami akan diazab." (ayat 138).
Nenek-moyang yang dahulu kami turuti dan kami teladani telah mati dengan baik, mereka tidak ada yang mati diazab. Kami pun demikian pula, tidak akan ada hari azab yang besar akan menimpa kami, sebagai yang engkau takuti dengan ancaman itu. Dan di akhirat pun tentu kami tidak akan diazab, sebab kami tidak berbuat aniaya terhadap harta orang lain, melainkan berbuat sesuka hati dengan harta kami sendiri.
Ayat 139
“Maka mereka dustakan dia." (pangkal ayat 139).
Segala seruan Nabi Hud a.s. itu mereka bantah, mereka tolak. Perangai mereka tidak berubah, melainkan bertambah berkeranjatan. Mereka tidak mau percaya akan ancaman yang ditakuti oleh Nabi Hud, sebab mereka tidak melihat adanya tanda-tanda bahaya itu. Mereka hanya menuduh Nabi Hud mem-pertakut-takuti saja, perkara yang tidak akan terjadi. Tidak ada gunung yang akan meletus, tidak ada air yang akan banjir."Lab Kami binasakanlah mereka “ Nabi Hud mereka dustakan. padahal dia bercakap yang benar. Hukum Tuhan datang. Hari yang besar dan ngeri itu benar-benar terjadi. Negeri kaum ‘Ad dimusnahkan oleh angin taufan halimbubu yang dahsyat, sehingga rumah-rumah, mahligai dan tanda-tanda kekayaan di tempat-tempat tinggi itu habis hancur-lebur bersama dengan mereka sendiri. Di dalam Surat al-Ahqaf (bukit tanah napal. Surat 46, ayat 24), diterangkan bahwa mulanya mereka melihat awan mendung. Mereka sangka awan ini akan membawa hujan dan kesuburan ke tanah mereka, rupanya awan itulah yang sebentar sesudah itu berubah menjadi angin besar yang membawa azab yang pedih. Di dalam Surat adz-Dzariyat (Surat 51), diterangkan pula betapa hebatnya bekas angin itu, segala apa yang telah disentuhnya, menjadilah rusak binasa, (Ayat 41). Hancur seperti abu. (Ayat 42).
Di dalam Surat al-Haqqah, (Surat 69), diterangkan lagi keganjilan angin itu, yaitu angin yang sangat dingin yang melampaui batas, (Ayat 6). Tujuh malam delapan hari lamanya angin itu bersimaharajalela di negeri itu, terus-menerus, sehingga kaum ‘Ad ini habis bergelimpangan mati seperti tumbangnya pohon-pohon korma yang telah kosong batangnya, (Ayat 7). Sehingga tidak bertemu sisa kaum itu lagi, habis punah, (Ayat 8)."Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu ayat." Artinya peringatan dan pengajaran. Agar ceritera orang dahulu yang pernah terjadi itu, menjadi ayat, dan menjadi peringatan pengajaran bagi yang datang kemudian, terutama bagi kaum Quraisy yang menentang Utusan Allah, Muhammad s.a.w. itu, dan ayat serta pengajaran pula untuk seterusnya bagi ummat yang datang di belakang, bahwa kemewahan yang berasal daripada sebab durhaka kepada Tuhan, adalah akan mengakibatkan datangnya siksa. ‘Tetapi kebanyakan dari mereka tidaklah mau beriman." (ujung ayat 139)
Lebih banyak tidak mau beriman, sebagai kaum ‘Ad dan kaum yang lain itu juga, sebab mereka tenggelam dalam mewah, lalu lalai memperhatikan keadaan yang di balik kenyataan.
Sungguhpun demikian agak sedikit akan insaf juga.
Ayat 140
“Dan sesungguhnya Tuhan engkau, Dialah Yang Maha Gagah, lagi Penyayang." (ayat 140)
Tuhan Maha Gagah, sehingga walaupun banyak juga yang tidak mau beriman, namun ketentuan Allah pasti berlaku. Tetapi Tuhan pun Penyayang, sehingga orang yang insaf dan lekas kembali, lekas taubat dan memohon ampun, lalu menempuh kembali jalan yang benar, maka Tuhan Allah dengan sifat RahimNya, sifat PenyayangNya, akan menerima mereka kembali.