Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Musa) berkata
رَبِّ
ya Tuhanku
إِنِّيٓ
sesungguhnya aku
أَخَافُ
takut
أَن
bahwa
يُكَذِّبُونِ
mereka akan mendustakan aku
قَالَ
(Musa) berkata
رَبِّ
ya Tuhanku
إِنِّيٓ
sesungguhnya aku
أَخَافُ
takut
أَن
bahwa
يُكَذِّبُونِ
mereka akan mendustakan aku
Terjemahan
Dia (Musa) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku takut mereka akan mendustakanku.
Tafsir
(Berkata) Musa, ("Ya Rabbku! Sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku).
Tafsir Surat Ash-Shu'ara': 10-22
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan Firman-Nya), "Datanglah kaum yang zalim itu, (yaitu) kaum Firaun. Mengapa mereka tidak bertakwa? Berkata Musa, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku. Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku, maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.Allah berfirman, "Jangan takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat) sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan). Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan katakanlah olehmu, 'Sesungguhnya kami adalah rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami.' Fir'aun menjawab, 'Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih anak-anak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas budi.
'Berkata Musa, 'Aku telah melakukannya, sedangkan aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kalian ketika aku takut kepada kalian, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul. Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil." Allah ﷻ menceritakan tentang perintah-Nya kepada hamba, rasul, dan Kalim-Nya, yaitu Musa a.s. ketika Dia menyerunya dari sisi kanan Bukit Tur; saat itu Allah berbicara langsung dengannya dan mengangkatnya menjadi seorang utusan.
Lalu Allah memerintahkan kepadanya agar pergi menemui Fir'aun dan bala tentaranya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: "Datangilah kaum-kaum yang zalim itu, (yaitu) kaum Firaun. Mengapa mereka tidak bertakwa? Berkata Musa, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku. Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku, maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku. (Asy-Syu'ara': 10-14) Ini merupakan alasan, yang dimaksudkan ialah memohon kepada Allah agar hambatan-hambatan tersebut dilenyapkan darinya.
Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya surat Taha, yaitu: berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, dan Jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan Dia kekuatanku, dan jadikankanlah Dia sekutu dalam urusanku, supaya Kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau.
Sesungguhnya Engkau adalah Maha melihat (keadaan) kami". Allah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, Hai Musa." (Taha: 25-36) Adapun firman Allah ﷻ: Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku. (Asy-Syu'ara': 14) Yakni karena aku telah membunuh seorang Qibti yang berakibat aku keluar dari negeri Mesir. Allah berfirman, "Jangan takut." (Asy-Syu'ara': 15) Allah ﷻ berfirman kepada Musa, "Janganlah kamu merasa takut terhadap sesuatu pun yang kamu pikirkan itu." Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu: Allah berfirman, Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang menang.(Al-Qasas: 35) Sedangkan firman Allah ﷻ: maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersama kalian mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan). (Asy-Syu'ara': 15) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat. (Taha: 46) Yaitu sesungguhnya Aku selalu bersama kamu berdua melalui pemeliharaan-Ku, penjagaan-Ku, pertolongan-Ku, dan dukungan-Ku.
Firman Allah ﷻ: Maka datanglah kamu berdua kepada Firaun dan katakanlah olehmu, "Sesungguhnya kami adalah rasul Tuhan semesta alam. (Asy-Syu'ara': 16) Semakna dengan firman-Nya: Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu. (Taha: 47) Maksudnya, masing-masing dari kami adalah utusan Tuhan kepadamu. Lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami. (Asy-Syu'ara': 17) Yakni bebaskanlah mereka dari perbudakanmu, karena sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Allah yang beriman dan bala tentara-Nya yang ikhlas, sekarang mereka berada di dalam penindasan dan penyiksaanmu yang merendahkan martabat mereka.
Setelah Musa mengatakan demikian, maka Fir'aun berpaling dan sama sekali tidak mengindahkannya, lalu memandang ke arah Musa dengan pandangan yang sinis dan meremehkan seraya berkata seperti yang diceritakan oleh firman-Nya: Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak. (Asy-Syu'ara: 18), hingga akhir ayat. Yakni bukankah kamu orang yang pernah kami asuh di rumah kami dan di atas pelaminan kami, serta kami buat kamu hidup senang selama beberapa tahun.
Tetapi setelah itu kamu balas kebaikan itu dengan perbuatanmu itu; kamu telah membunuh seseorang dari kami dan mengingkari kesenangan yang pernah kuberikan kepadamu. Karena itulah Fir'aun mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya: dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas budi. (Asy-Syu'ara': 19) Yang dimaksud dengan kafir dalam ayat ini ialah mengingkari nikmat yang pernah diberikan. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir.
Berkata Musa, "Aku telah melakukannya, sedangkan aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. (Asy-Syu'ara': 20) Artinya, saat itu aku masih belum diberi wahyu dan belum mendapat nikmat kenabian dan kerasulan. Ibnu Abbas r.a., Mujahid, Qatadah, dan Ad-Dahhak serta lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sedangkan aku termasuk orang-orang yang khilaf. (Asy-Syu'ara': 20) Yakni termasuk orang-orang yang tidak mengerti. Ibnu Juraij mengatakan bahwa memang demikianlah bacaan ayat ini menurut qiraat Abdullah ibnu Mas'ud.
Lalu aku lari meninggalkan kalian ketika aku takut kepada kalian. (Asy-Syu'ara': 21), hingga akhir ayat. Itu adalah kisah dahulu dan sekarang lain lagi, sesungguhnya aku sekarang telah diutus oleh Allah kepadamu. Jika kamu taat kepada-Nya, niscaya kamu selamat; dan jika kamu menentangnya, niscaya kamu binasa. Kemudian Musa berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil. (Asy-Syu'ara': 22) Yakni kebaikanmu kepadaku dan jerih payahmu mengasuhku adalah imbalan dari perlakuan jahatmu terhadap Bani Israil, kamu memperbudak mereka dengan memaksa mereka kerja berat untuk kepentinganmu dan rakyatmu.
Maka apakah dapat mencukupi kebaikanmu kepada seseorang dari mereka untuk menutupi kejahatanmu kepada mereka seluruhnya. Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa jasa yang telah kamu sebutkan itu tiada artinya bila dibandingkan dengan kejahatan yang telah kamu lakukan."
Setelah mendengar perintah dari Allah, dia yakni Nabi Musa berkata, 'Ya Tuhanku yang memelihara diriku, aku tahu kezaliman mereka perilaku dan sifat mereka yang sangat buruk. Oleh karena itu sungguh, aku takut mereka akan mendustakan aku ketika aku menyampaikan pesan-pesan-Mu. "13. Sehingga, karenanya dadaku terasa sempit, sedih dan kesal karena ulah mereka, dan lidahku tidak lancar, tidak fasih untuk memberikan penjelasan kepada mereka seperti apa yang ada di dalam hatiku, maka aku memohon kepada-Mu ya Rabbi, utuslah dan angkatlah Harun sebagai rasul agar dia bisa bersamaku untuk menyampaikan pesan-pesan-Mu kepada mereka. ".
Pada ayat ini, Allah menerangkan bagaimana tanggapan Musa a.s. terhadap perintah Tuhannya. Musa a.s. menyadari sepenuhnya bahwa dia harus melaksanakan perintah Allah karena merupakan tugasnya sebagai rasul. Akan tetapi, Musa a.s. membayangkan bagaimana kaum Fir'aun itu telah tersesat dari jalan yang benar. Ia juga tahu bagaimana keras dan kasarnya sikap mereka terhadap orang yang menentang kepercayaan mereka, sedangkan dia sendiri merasa sebagai seorang yang lemah tak berdaya. Musa merasa sangat khawatir kalau kaum Fir'aun itu menuduhnya sebagai seorang pembohong dan pendusta. Apalagi jika terjadi perdebatan yang sengit dengan Fir'aun dan kaumnya, Musa yang tidak begitu fasih lidahnya akan menjadi gugup dalam memberikan alasan yang tepat dan kuat, sehingga menjadi sempitlah dadanya ketika menghadapi mereka.
Musa mengadukan semua yang dirasakannya kepada Allah dan memohon agar Dia mengangkat Harun a.s., saudaranya, menjadi rasul untuk membantu dan menolongnya. Harun adalah seorang yang fasih lidahnya dan pandai mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya dengan bahasa yang baik dan menarik. Hal ini disebutkan pula pada ayat lain:
Dia (Musa) berkata, "Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah kekuatanku dengan (adanya) dia, dan jadikanlah dia teman dalam urusanku. (thaha/20: 25-32).
Demikian pula disebutkan dalam firman-Nya yang lain yaitu:
Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripada aku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sungguh, aku takut mereka akan mendustakanku." (al-Qasas/28: 34).
Musa merasa khawatir kalau dia menghadapi Fir'aun dan kaumnya seorang diri karena pernah membunuh seorang Qibthi (penduduk Mesir asli) dengan tidak sengaja. Hal itu terjadi ketika Musa melihat perkelahian yang terjadi antara orang Qibthi itu dengan seorang Bani Israil. Ia berniat membantu anggota kaumnya tersebut dan memukul orang Qibthi itu dengan kuat sehingga jatuh dan langsung meninggal. Musa khawatir akan dibunuh oleh kaum Fir'aun karena peristiwa tersebut, sehingga dia tidak dapat menyampaikan dakwahnya. Akan tetapi, seandainya Harun di sampingnya dan dia mati terbunuh, maka saudaranya itu dapat melanjutkan risalahnya. Jadi permintaan Musa supaya Harun diangkat menjadi rasul untuk membantunya bukan karena ia takut mati dalam menyampaikan dakwah dan risalahnya, tetapi agar dakwah dan risalahnya itu jangan terhenti kalau dia meninggal, karena dilanjutkan oleh saudaranya, Harun.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Musa dan Fir'aun
Ayat 10
Di permulaan Surat ini, sejak dari ayat 1 sampai 9 telah terbayanglah betapa besar tugas Nabi kita Muhammad s.a.w. di dalam menghadapi kaumnya, kaum Quraisy di Makkah pada waktu itu, dalam tugas beliau yang besar memberi petunjuk bagi seluruh ummat manusia. Kadang-kadang terkhatirkan dalam hati beliau hendak membinasakan dirinya saja, demi melihat demikian hebat hambatan dan rintangan yang dilakukan mereka.
Tuhan Maha Tahu betapa sulit yang dihadapi Nabi Muhammad, setiap seruan dibawa, setiap ditolak mentah-mentah, dipermainkan dan diperolok-olokkan.
Memang demikianlah duri onak yang harus dilalui oleh seorang Rasul. Tugas yang besar selalulah berhadapan dengan rintangan yang besar. Jiwa yang besar pun mendapat ujian daripada kekuatan-kekuatan dan tantangan yang besar. Lalu Tuhan terangkanlah sejarah perjuangan Nabi-nabi yang dahulu daripada beliau, dalam tugas yang sama dan rintangan yang sama.
Coraknya saja yang beraneka warna, namun hakikatnya sama saja.
Rintangan-rintangan yang hebat adalah ujian dari keaslian tugas yang dibawa. Yang terlebih dahulu diwahyukan di sini ialah perjuangan Nabi Musa. Musa'adalah salah seorang di antara Ulul ‘Azmi min ar-rusuli, yang empunya tugas berat di antara beberapa Rasul Tuhan. Dari beberapa uraian tentang perjuangan Nabi-nabi dan Rasul, kisah Musalah yang terlebih banyak dalam al-Qur'an. Kisah Musa tersebut dalam Surat al-Baqarah, yang menerangkan perangai kelakuan Bani Israil setelah lepas dari belenggu Fir'aun, sesuai dengan suasana timbulnya Masyarakat Islam di Madinah yang bercampur gaul dengan keturunan Bani Israil yang ada di Madinah. Tersebut juga dalam Surat al-Maidah, Surat al-A'raf. Surat Yunus, Surat al-Isra', Surat al-Kahfi dan Surat-Thaha dan beberapa isyarat dalam Surat-surat yang lain, masing-masing menurut keadaan suasana seketika Wahyu diturunkan.
Dalam Surat asy-Syu'ara' yang diturunkan di Makkah ini lebih dijelaskanlah betapa perjuangan Musa sebagai Nabi dan Rasul dan betapa pula susunan pendustaan yang dilakukan oleh Fir'aun dan kaumnya. Di dalam Surat ini tersebutlah tugas kepada Musa sehingga dia diangkat menjadi Rasul, Wahyu munajat Musa kepada Tuhan memohonkan diberi kekuatan, kemudian itu Musa setelah berhadap-hadapan dengan Fir'aun yang dalam istilah zaman sekarang dinamai “Konfrontasi" dan tanda Kebesaran Tuhan yang dibawanya, perbuatan yang diberikan oleh abangnya Harun, peraduan kekuatan Musa dengan sihir alat kaki tangan Fir'aun, sampai mereka menyatakan diri menjadi pengikut Musa, karena sihir mereka dapat dikalahkan oleh mu'jizat. Penutupnya ialah gerakan. Musa membebaskan kaumnya dari tindakan Fir'aun dan usaha mati-matian Fir'aun menghalangi pembebasan itu. Dalam Surat-surat yang lain dipaparkan pula kisah itu dalam bentuk gaya yang lain, sehingga kisah Musa itu, mulai dia lahir, sampai besarnya di istana Fir'aun. sampai berpindahnya ke Madinah dikatakan cukup, apabila kita sambungkan di antara satu Surat dengan Surat yang lain.
Mulai dari ayat 10 Surat asy-Syu'ara' ini diterangkanlah bahwasanya Musa telah mendapat panggilan dari Tuhan buat memikul suatu perintah berat, yaitu supaya datang membawa seruan Kebenaran kepada kaum yang zalim, yang aniaya dan berlaku sewenang-wenang, yaitu kaum Fir'aun. Tugas ini dipikulkan karena beliau, sebagaimana telah jelas pada Surat Thaha, ialah setelah dia selesai menerima Wahyu yang pertama di puncak bukit Thursina, dalam perjalanannya pulang ke Mesir dari negeri Madyan.
Ayat 11
Dalam ayat ini jelaslah bahwasanya yang hendak didatangi ialah kaum Fir'aun, atau regim Fir'aun, menurut kata yang populer sekarang. Sebab Fir'aun sendiri tidaklah akan mendapat kekuasaan setinggi itu kalau di kiri-kanannya tidak ada “kaum" yang menyokongnya."Alaa yattaquun", mengapakah mereka tidak mau berbakti kepada Tuhan, dan tidak mau takwa? Mengapa mereka hanya memperturutkan siasat pemerintah karena gila kekuasaan saja, sehingga tidak memikirkan akibat yang akan menimpa di belakang hari?
Ayat 12
Berat tugas itu. Menghadapi Fir'aun, menghadapi kaum yang menyokong Fir'aun, kaum yang tidak mengenal takwa. Musa merasai betapa berat tugas itu jika diukur dengan kelemahan dirinya sebagai seorang manusia. Siapakah dirinya jika dibandingkan dengan kokoh kuatnya susunan regim kaum Fir'aun itu. Mulai saja perintah Tuhan diterimanya, terasalah olehnya ketakutan bahwa missinya itu akan gagal, tugasnya tidak akan berhasil. Dia akan didustakan orang, seruannya akan ditolak mentah-mentah.
Ayat 13
Pada ayat 13 dan 14 dijelaskannya sebab-sebab yang menimbulkan takutnya menghadapi tugas berat itu Pertama dia menyempit dada, kedua, lidahnya tidak petah, tidak lancar berkata-kata, ketiga, dia mempunyai kesalahan besar yang telah tercatat dalam catatan kaum Fir'aun itu, yaitu dia lari meninggalkan Mesir dahulunya ialah karena tangannya terdorong membunuh orang.
Dada yang sempit menyebabkan orang lekas marah kalau cita-citanya terhalang. Dan kalau dia terlanjur marah karena dihalangi, akan gagallah tugas yang diserahkan kepada dirinya.
Yang kedua, lidahnya tidak begitu fasih berkata-kata, dia penggugup. Memang, gugup berkata-kata itu bertali juga dengan kesempitan dada tadi.
Kalau seorang yang lidahnya tidak begitu lancar berkata, agak gugup, niscaya dicemuhkan orang. Dan kalau dicemuhkan niscaya timbul marah. Tetapi ketakutan atau kecemasan yang kedua ini dapatlah diatasi kesulitannya apabila Tuhan sudi memberinya bantuan, yaitu agar diangkat pula saudaranya Harun menjadi Rasul pula, sebab lidahnya fasih berkata-kata. Musa memohon, kalau tugas ini diberikan kepadanya, supaya saudaranya Harun itu diangkat menjadi pembantunya. Kekerasan hati, keteguhan sikap, ketabahan menghadapi rintangan sangguplah Musa memikulnya. Tetapi sikap keras haruslah pula dibentengi oleh penerangan lidah yang fasih. Kekurangan Musa dapat dilengkapi oleh Harun, dan Harun sendiri pun tidaklah kokoh kalau tidak ada kekuatan Musa. Musa memohon supaya Jibril pun diutus membawa Wahyu kepada abangnya itu.
Ayat 14
Tetapi ada lagi soal yang ketiga, yang lebih sukar diatasi dalam dia memikul tugas ini. Dia dahulu pernah membunuh salah seorang kaki tangan Fir'aun itu karena Musa membela kaumnya sendiri, Bani Israil yang dianiaya oleh orang yang dibunuhnya itu.
Perhatikanlah dengan seksama ujung ayat 14 itu. Musa takut tugas sucinya itu akan gagal, atau tidak berhasil sama sekali, kalau-kalau sesampainya di Mesir kelak, dia tidak sanggup memulai pekerjaannya, karena kalau mereka mengetahui dia telah ada di Mesir kembali, dia akan segera ditangkap dan dibunuh. Oleh sebab itu keraslah permohonan kepada Tuhan supaya abangnya Harun pun mendapat tugas menjadi Rasul Allah, sehingga kalau ^dia mati lantaran perkara pembunuhan dahulu itu, sudah ada abangnya yang akan melanjutkan tugas.
Ayat 15
Segala kesulitan yang dikemukakan Musa itu dibantah oleh Tuhan: “Kalla!" Tidak sekali-kali. Semuanya itu tidaklah kesulitan, semuanya itu dapat Aku atasi. Permintaanmu agar Harun dijadikan Rasul pula, dikabulkan. Dan sekarang mulailah pekerjaanmu, pergilah kamu keduanya melakukan tugas itu, bawalah ke sana ayat-ayat tanda kebenaran Kami.
Inna ma'akum mustami'un. Kami ada bersama kamu selalu, Kami turut mendengarkan apa bantahan yang akan dikeluarkan oleh Fir'aun dan apa sanggahan yang akan dikemukakan oleh kaumnya, oleh regimnya.
Ayat 16
Datangi oleh kamu berdua Fir'aun itu, katakan terus-terang kepadanya: “Kami berdua ini adalah utusan daripada Tuhan, Penguasa dan Pemelihara seluruh alam." (ayat 16).
Ayat 17
Dan sebutkan terus-terang tujuan akhir daripada kedatangan kalian berdua: “Hendaklah engkau lepaskan Bani Israil beserta kami." (ayat 17).
Kalau sekiranya jiwa besar dari seorang Rasul Tuhan boleh dianalisa dengan ilmu jiwa moden, dapatlah kita merasakan betapa hebat tekanan jiwa atas diri beliau yang menyebabkan sampai dadanya sempit dan lidahnya kelu. Dia telah bersalah membunuh orang meskipun pembunuhan itu sekali-kali bukan disengajakannya. Dia meninjau atau menempeleng orang itu bukanlah sengaja hendak membunuh, tetapi tangannya keras, sehingga tumbukan satu kali menyebabkan hilangnya jiwa orang itu. Oleh karena memang jiwanya telah disiapkan akan bertugas besar, tidaklah heran jika kesalahan ini sangat menekan perasaannya, adakah orang yang seperti dia pantas dijadikan Rasul? Hal yang begini adalah nilai Iman yang paling tinggi, yang layak bagi seorang Rasul Allah. Tekanan yang kedua ialah takutnya bahwa kesucian seruannya akan diremehkan orang, akan dipandang enteng saja, karena kesalahannya itu. Bagaimana kelak kalau dia berdiri di hadapan Fir'aun dan kaumnya, menyeru mereka supaya meninggalkan kezaliman dan menegakkan keadilan, jika bantahan dan sanggahan yang mula-mula dari mereka ialah, “Ah, tidak usah engkau bercakap. hai pembunuh."
Semuanya ini telah diatasi oleh Tuhan. Apabila seorang mengingat tugasnya yang besar, kesalahan kecil-kecil apatah lagi tidak dengan sengaja, akan dipandang laksana pasir belaka di hadapan sebuah gunung.
Dijelaskan tugas itu, bahwa engkau Utusan Tuhan Pencipta seluruh Alam, menghadapi manusia Fir'aun, yang hanya satu manusia kecil di hadapan Maha Kebesaran Tuhan. Apatah lagi jika engkau ingat bahwa Aku, Allah, Tuhanmu, berada di sampingmu.
Di dalam Surat Thaha ayat 25, 26, 27, 28. telah dijelaskan munajat dan doa Musa:
“Tuhanku, lapangkan dadaku, mudahkan pekerjaanku dan hilangkan segala kekeluan (kegugupan) yang ada pada lidahku, sehingga mereka faham apa yang aku katakan."
Permohonan itu telah terkabul. Lidah Musa tidak kelu lagi karena buhulan yang ada dalam jiwa sudah habis, dan dada pun sudah dilapangkan dan Harun pun telah sama dilantik menjadi Rasul, untuk membantunya.
Dengan jiwa yang besar dan tenteram, jiwanya seorang Rasul pilihan, Musa dan Harun telah memulai tugasnya. Dia telah pergi kepada Fir'aun menyatakan maksudnya yang utama dan pertama, yaitu meminta supaya Bani Israil dibebaskan dari perbudakan dan dibiarkan meninggalkan Mesir bersama mereka berdua.
Memang, demi setelah berhadapan dengan Fir'aun dan telah disampaikannya maksud kedatangan yang utama itu, sambutan Fir'aun yang terlebih dahulu ialah:
Ayat 18
“Bukankah telah kami pelihara engkau di masa kecilmu, dan engkau telah tinggal bersama kami bertahun-tahun dari umurmu?" (ayat 18).
Ayat 19
“Kemudian engkau perbuat perbuatan yang engkau perbuat itu. Dan engkau adalah seorang yang tidak mengenal budi." (ayat 19).
Memang itulah sambutan yang pertama yang diterimanya dari bekas bapak angkatnya, yang daiam istananya dia dibesarkan. Dipungut dia dari dalam peti yang hanyut dalam sungai NU, dipelihara dalam istana sampai muda remaja, dipandang sebagai anak kandung sendiri. Tetapi setelah dia besar merasa kuat, “air susu dibalas dengan tuba". Usahkan terimakasih atau pengkhidmatan setia yang dilakukannya kepada ayah angkatnya, katakan saja induk semangnya, telah diperbuatnya satu perbuatan yang sangat buruk.
Bahasa yang dipakai oleh Fir'aun, tetap bahasa Raja, tidak kasar tetapi menusuk perasaan. Dia tidak mengatakan “Engkau Pembunuh" melainkan dikatakan saja: “Engkau perbuat perbuatan yang engkau perbuat itu," dan adalah engkau seorang yang tidak mengenang budi, tidak membalas jasa. Dia merasa bahwa bagi seseorang yang telah pernah dididik dalam istana susunan kata demikian akan lebih menusuk hati daripada tuduhan membunuh.
Ayat 20
Tetapi Musa yang sekarang bukan Musa yang dahulu lagi. Peribadinya sudah sangat matang dengan Nubuwwat. Dia akui perbuatannya itu dan dia jawab: “Saya telah berbuat demikian, dan saga di waktu itu masih dalam kesesatan." (ayat 20)
Dia mengakui terus-terang, bahwa perbuatan itu memang dilakukannya dengan suatu tujuan, yaitu membela kaumnya sendiri seorang anak Bani Israil yang ditindas oleh si terbunuh, mentang-mentang yang terbunuh itu termasuk “kaum" Fir'aun. Tujuannya sudah terang, yaitu membela kaumnya. Jiwanya tidak dapat menerima kezaliman. Ditinjunya orang itu hingga mati, padahal bukan itu maksudnya. Tetapi orang itu telah menghembuskan nafasnya karena bekas tinjunya. Dia pun insaf bahwa perbuatan itu adalah sesat.
Lantaran insaf atas kesesatan itu:
Ayat 21
“Maka saya pun larilah daripada kamu karena saya takut kepada kamu “ (pangkal ayat 21).
Saya pun mengembara meninggalkan negeri Mesir, dadaku terasa sempit, lidahku terasa kelu, tetapi cintaku kepada kaumku Bani Israil tidaklah pernah padam sekali jua.
“Maka kemudian itu dianugerahilah aku oleh Tuhanku Hukum, dan dijadi-kanNgalah aku menjadi salah satu daripada UtusanNya." (ujung ayat 21).
Wahai Mu'min! Renungkanlah ayat ini. Ini adalah satu pernyataan peribadi yang besar dari seorang Rasul yang besar. Betul, saya telah membunuhnya, karena saya membela kaumku yang hendak dianiayanya, hendak dibunuhnya. Berpuluh, bahkan beratus Bani Israil mati dibunuh dengan tidak ada tuntutan bela karena tidak ada pemimpin. Sekali itu kaum engkau hai Fir'aun sudah mulai dapat mengerti bahwa yang tertindas itu sewaktu-waktu akan ada juga yang membelanya. Saya akui bahwa waktu itu saya tidak menampak jalan lain lagi. Kaum tuan tidak mengenal perdamaian, dia hanya mengenal kekerasan, lalu aku tunjukkan tanganku yang keras, dan matilah dia. Saya pun mengakui bahwa jalan itu bukanlah jalan satu-satunya. Tetapi sekarang saya telah insaf, saya telah diinsafkan oleh Tuhanku sendiri. Membela kaumku bukanlah dengan buku tangan, melainkan dengan ajaran agama yang hak. Dan waktu itu Tuhan telah memberikan hukum kepadaku. Aku telah diberi petunjuk dengan hukum, dengan agama. Aku telah dapat sekarang, dengan tuntunan Wahyu Ilahi membedakan di antara kebenaran dengan kesalahan, keadilan dengan keaniayaan.
Bahkan aku telah diangkat menjadi salah seorang dari Utusan Tuhan buat menyatakan Hukum Tuhan yang adil dalam alam ini.
Ayat 22
Tentang Fir'aun menyebut-nyebut bahwa dia dibesarkan dalam istana, dipelihara sejak kecil, dipandang sebagai anak, dimanjakan, sehingga sudah termasuk dalam golongan kaum Fir'aun sendiri. Nabi Musa telah menjawab dengan suatu jawaban yang pedih: “Dan tentang nikmat yang telah engkau anugerahkan kepadaku: ialah bahu/a engkau telah memperbudak Bani Israil. “ (ayat 22).
Saya akui, memang, saya dibesarkan dalam istana. Sedang sarat menyusu, saya dihanyutkan ibuku dalam sungai Nil, karena ibuku takut aku akan engkau bunuh, karena pada waktu itu engkau memerintahkan membunuhi seluruh anak laki-laki Bani Israil. Jadi sebab yang utama dan asal mula pemeliharaan engkau atas diriku dalam istana, lain tidak hanyalah perbudakan dan penindasan terhadap Bani Israil juga. Engkau telah tahu bahwa saya dari Bani Israil, tetapi karena belas kasihan isteri tuan, Asiah, saya dipelihara terus dan dididik sampai besar. Engkau menyangka apabila urat saya telah tuan cabutkan dari rumpun kaumku akan benar-benarlah aku terlepas dari ikatan kaum itu, dan aku menjadi “kaum Fir'aun" pula. Hal itu tidak mungkin, hai Fir'aun. Jiwaku tidak dapat menerima hal yang demikian. Seorang yang menyintai kaumnya, akan merasalah dia bahwa dia hidup dalam duri kalau dia hidup senang, sedang kaumnya tertindas, diperbudak. Apakah artinya makanan enak, kalau kaumku sengsara makan pasir. Apalah artinya pakaian sutera, kalau kaumku bertelanjang karena diperas. Apalah artinya kemegahan dan kebesaran yang dipakaikan kepadaku, menyerupai Anak Raja besar, padahal pada hakikatnya aku adalah anak dari kaum yang lemah karena ditindas.
Oleh sebab itu janganlah disebut perkara aku dibesarkan dalam asuhanmu, dari kecil aku dibesarkan, dan sampai sebahagian besar dari tahun-1ahun umurku adalah bersama tuan. Karena hal yang demikian hanyalah menutup-nutupi kezaliman yang diderita kaumku. Bertambah diingat-ingat dan dibangkit-bangkit hal itu, bertambah pulalah kesadaran diriku atas perbudakan yang diderita kaumku Bani Israil.