Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Nuh) berkata
وَمَا
dan tidak ada
عِلۡمِي
pengetahuanku
بِمَا
dengan/tentang apa
كَانُواْ
adalah mereka
يَعۡمَلُونَ
mereka kerjakan
قَالَ
(Nuh) berkata
وَمَا
dan tidak ada
عِلۡمِي
pengetahuanku
بِمَا
dengan/tentang apa
كَانُواْ
adalah mereka
يَعۡمَلُونَ
mereka kerjakan
Terjemahan
Dia (Nuh) menjawab, “Apa pengetahuanku tentang apa yang biasa mereka kerjakan?
Tafsir
(Nuh menjawab, "Bagaimana aku mengetahui) mana mungkin aku mengetahui (apa yang telah mereka kerjakan?).
Tafsir Surat Ash-Shu'ara': 111-115
Mereka berkata, "Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina? Nuh menjawab, "Bagaimana aku mengetahui apa yang telah mereka kerjakan? Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain hanyalah kepada Tuhanku, kalau kalian menyadari. Dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang beriman. Aku (ini) tidak lain melainkan pemberi peringatan yang menjelaskan. Mereka mengatakan bahwa kami tidak mau beriman kepadamu dan tidak mau mengikutimu karena kami merasa enggan dengan orang-orang hina yang mengikutimu dan membenarkanmu; mereka adalah orang-orang yang dipandang hina di kalangan kami.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Mereka berkata, "Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina? Nuh menjawab, "Bagaimana aku mengetahui apa yang telah mereka kerjakan? (Asy-Syu'ara': 111-112) Yakni tiada sesuatu pun yang mengharuskan diriku agar mereka mengikutiku. Seandainya mereka berada dalam urusan yang biasa mereka lakukan, maka bukanlah merupakan suatu keharusan bagiku mengorek dan meneliti serta menyelidiki perihal mereka.
Sesungguhnya tugasku hanyalah menerima pembenaran mereka kepadaku dan aku serahkan rahasia mereka kepada Allah ﷻ Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain hanyalah kepada Tuhanku, kalau kalian menyadari. Dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang beriman. (Asy-Syu'ara': 113-114) Seakan-akan mereka meminta agar Nuh a.s. mengusir orang-orang yang mereka anggap hina itu dari sisinya, lalu mereka baru mau mengikutinya. Tetapi Nuh a.s. menolak dan tidak mau memenuhi permintaan mereka, dan ia mengatakan: Dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang beriman.
Aku (ini) tidak lain melainkan pemberi peringatan yang menjelaskan. (Asy-Syu'ara': 114-115) Sesungguhnya aku diutus hanya sebagai pemberi peringatan. Maka barang siapa yang taat kepadaku, mau mengikutiku, dan membenarkanku, dia termasuk golonganku dan aku pun merupakan bagian darinya, baik dia orang yang lemah ataupun orang yang mulia, dan baik dia seorang yang terhormat ataupun orang yang hina."
112. Mendengar ejekan kaumnya, dia, yakni Nabi Nuh, menjawab, 'Tidak ada pengetahuanku tentang apa yang mereka orang-orang yang hina dina itu kerjakan. Aku hanya mengetahui hal-hal yang lahir saja dari mereka saja. 113. Perhitungan amal perbuatan mereka tidak lain hanyalah kepada Tuhanku, karena Tuhanku yang mengetahui secara hakiki niat dari perbuatan mereka, jika kamu menyadari terhadap apa yang aku katakan. Semestinya kamu memahami persoalan ini dengan akal sehatmu.
Pada ayat ini, Nabi Nuh menjawab bantahan kaumnya dengan mengatakan bahwa ia tidak mengetahui keadaan sebenarnya dari orang-orang yang mengikuti seruannya. Ia tidak ditugaskan Allah untuk menyelidiki asal-usul mereka atau kedudukan masing-masing di masyarakat. Dia hanya ditugaskan menyampaikan agama Allah kepada kaumnya. Jika ada di antara mereka yang beriman, maka dia hanya memandang mereka menurut lahirnya saja, bukan menurut kedudukan mereka dalam masyarakat, kecakapan dan kepandaian mereka, dan bukan pula menurut kekayaan dan kemiskinan mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Nuh Dengan Bahteranya
Setelah selesai menerangkan perjuangan yang demikian hebatnya di antara Ibrahim menegakkan Tauhid di kalangan kaumnya dan ayahnya sendiri, dan sampai pula menerangkan betapa keadaan orang yang mempersekutukan Tuhan Allah di akhirat kelak, dan bahwa yang akan diterima hanyalah yang datang dengan hati yang salim, dan hartabenda ataupun anak kandung tidak ada yang akan dapat menolong, sekarang kembali diterangkan perjuangan Nuh dengan kaumnya. Sesudah menerangkan Ibrahim keturunan Nuh, dibawa kembali menerangkan Nuh yang terlebih dahulu daripada Ibrahim. Karena maksud Surat ini ialah mengulangkan kembali betapa hebat Rasul-rasul Allah mengajarkan kalimat Tauhid. Supaya kita tahu pula bahwasanya ajaran Tauhid bukan saja telah dimulai oleh Ibrahim, tetapi telah dibawa juga lama sebelum Ibrahim oleh Nuh.
Ayat 105
“Kaum Nuh telah mendustakan Utusan-utusan Tuhan." (ayat 105). Di dalam ayat ini, kita telah diberi ajaran, bahwasanya meskipun seorang Nabi Nuh yang didustakan oleh kaumnya, berarti mereka telah mendustakan Utusan-utusan Tuhan yang lain juga, sebab ajaran segala Rasul adalah satu. Dan yang dia datangi itu adalah kaumnya sendiri; sebab seorang Rasul dibangkitkan Tuhan dalam kaumnya sendiri. Sebab itu Nabi Nuh bukaniah orang asing bagi mereka.
Ayat 106
“Tatkala berkata kepada mereka saudara mereka Nuh: “Tidakkah kamu hendak bertakwa?" (ayat 106). Di ayat ini Tuhan telah menjelaskan bahwa Nuh itu adalah saudara mereka sendiri, untuk difahamkan oleh kaum Quraisy ketika ayat ini turun, bahwa Muhammad s.a.w. adalah saudara mereka sendiri pula. Beliau bertanya: “Tidakkah kamu hendak memelihara hubungan kamu dengan Allah dan takut akan azab siksaNya?" Dan “Tidakkah kamu hendak bertakwa?" Makanya aku bertanya kepadamu demikian itu ialah lantaran aku ini saudaramu, bukan orang lain bagi kamu.
Ayat 107
"Aku ini adalah Rasul yang dipercaya, untukmu." (ayat 107). Diutus Tuhan aku datang kepadamu, dan diberi aku oleh Tuhan kepercayaan yang penuh supaya menyampaikan Wahyu Tuhan, bagi keselamatan kamu sendiri.
Ayat 108
"Maka bertakwalah kepada Allah dan patuhilah aku." (ayat 108).
Di dalam ayat ini diberikanlah kepada kita pemahaman bahwasanya kalau mereka itu telah insaf dan sadar, lalu mau bertakwa kepada Allah, tidaklah akan sempurna ketakwaan itu kalau mereka tidak mematuhi atau mengikuti cara mendekati Allah itu sepanjang yang diajarkan oleh Rasul. Sebagaimana telah kita ketahui di dalam Surat-surat yang lain, bahwa kaum Nabi Nuh itu pun percaya kepada Allah, tetapi kepercayaan kepada Allah telah mereka kacaukan dengan menyembah yang lain, menyembah berhala atau manusia yang berjasa, sehingga Allah telah mereka persekutukan. Maka Nuh datang menunjukkan jalan yang benar buat bertakwa kepada Allah itu tidak mereka campur-adukkan dengan karangan-karangan sendiri. Maka tidaklah sah satu jalan pun untuk mendekati Allah kalau tidak menuruti ajaran Rasul.
Ayat 109
“Dan tiaklah aku meminta upah kepadamu. Karena upahku sudah tersedia pada Tuhan sarwa sekalian alam." (ayat 109).
Apa sebab maka Nuh sampai berkata begitu? Ini dapatlah kita rasakan, karena orang-orang yang berkata jujur kepada kaumnya, terutama Rasul-rasul itu, membawa pelajaran yang suci mumi, diterima dengan salah oleh kaumnya. Mereka kerapkali mengukur orang yang jujur dengan hidup mereka sendiri, Nuh ini selalu memberi ajaran kepada kita, barangkali dia ini mengharapkan upah. Sebagaimana juga kerapkali muballigh yang jujur di zaman kita ini disangka oleh orang yang kaya-raya dan hidup mewah bahwa muballigh itu mengharapkan “sedekah". Rupanya di mana-mana sejak dahulu, orang yang memperhambakan dirinya kepada benda, mengukur cinta dan maksud baik orang lain dengan benda pula. Sebab itulah Nuh mengatakan bahwa pe-keijaanku ini bukanlah meminta upah daripada kamu. Tuhan yang mengutus aku, maka Dialah yang menyediakan upah untukku. Bukan upah benda, tetapi upah yang lebih tinggi daripada benda.
Ayat 110
Maka jika aku sampaikan kepadamu ajaran Tuhan, tidaklah ada maksudku supaya kamu bayar kepadaku ganti kerugian karena tempohku habis mengajar menunjukimu."Maka bertakwalah kepada Allah dan patuhilah aku." (ayat 110). Beliau ulangkan sekali lagi perkataan itu, penguatkan seruan yang pertama, karena seruan yang pertama tadi telah mereka yanggu dengan menyebut upah. Maka takwalah kepada Allah, patuhilah aku dan turutilah langkahku, dan tidak usah kamu fikirkan berapa aku harus dibayar untuk pekerjaanku menjadi Utusan Allah dan KepercayaanNya ini. Kepatuh'anmu menuruti langkahku itu saja sudahlah satu upah bagi jerih payahku.
Ayat 111
“Berkata mereka: “Apakah kami akan percaya kepada engkau, padahal pengikut-pengikut engkau hanyalah orang yang hina-dina?" (ayat 111).
Di dalam ayat ini jelaslah pula bahwa bukanlah seman supaya takwa kepada Allah itu yang utama mereka tolak. Tetapi yang mereka keberatan menerimanya ialah karena yang terlebih dahulu beriman kepada seruan Nabi Nuh ialah orang-orang yang hina-dina, orang-orang yang rendah derajatnya dalam anggapan mereka. Sedang mereka yang diseru itu adalah orang yang merasa kedudukan diri mereka lebih tinggi, bangsawan atau kaya-raya, cabang atas dalam masyarakat. Sebab itu maka mereka bertanya, apakah kami akan percaya kepada engkau, padahal yang mengikutimu itu adalah orang-orang yang lebih rendah martabatnya daripada kami? Cobalah singkirkan orang-orang itu lebih dahulu, niscaya kami akan bersedia menjadi pengikutmu.
Ayat 112
“Berkata Nuh: “Tetapi aku tidak tahu apakah kesalahan yang mereka perbuat." (ayat 112).
Ayat 113
Mengapa mereka akan aku singkirkan? Apa salah mereka? Yang nyata olehku ialah bahwa merekalah yang telah terlebih dahulu menyatakan Iman kepada Allah dan patuh akan ajaranku. Kalau itu yang kamu anggap kesalahan dan lantaran kesalahan mereka beriman dan patuh kepadaku itu kamu tidak mau percaya akan ajakanku, alangkah ganjilnya? Akan aku usir orang yang telah beriman, karena mengharapkan kedatangan kamu? “Tidaklah perhitungan mereka, melainkan terserah kepada Tuhanku; jika kamu mau menyadari." (ayat 113).
Di ayat ini Nabi Nuh memberikan pembelaan yang mulia kepada orang-orang yang dianggap hina-dina itu, bahwa petunjuk telah masuk ke dalam hati mereka dengan kehendak Tuhan. Tidak perlu lagi kamu yanggu-gugat, Mereka yang menyombong dengan kedudukan yang tinggi, baik karena kebangsawan-ari ataupun karena kekayaan itulah yang disuruh sekarang menyadari diri mereka sendiri. Bilakah mereka akan diberi petunjuk pula.
Kalau sekiranya kamu menyanggap bahwa ada kesalahan mereka yang lain dari itu, tidaklah kamu yang mesti memperhitungkannya, melainkan di antara mereka dengan Tuhan:
Ayat 114
“Dan tidaklah aku akan mengusir orang-orang yang beriman “ (ayat 114).
Di sini Nabi Nuh menambah pembelaannya lagi. Aku tidak akan mengusir orang yang telah nyata beriman itu, hanya karena mengharapkan kedatangan kamu.
Nabi Nuh telah menjelaskan sikap dari seorang Rasul. Memang yang selalu dahulu menyatakan iman ialah orang-orang yang dipandang hina-dina itu. Ayat-ayat ini telah memberikan kata sindiran kepada kaum Quraisy, di negeri Makkah, tempat ayat diturunkan. Pengikut-pengikut utama dan pertama dari Nabi Muhammad s.a.w. selain dari orang-orang sebagai Abu Bakar dan Umar, masuk juga Bilal budak Habsyi (Negro). Shuhaib budak Romawi, ‘Ammar bin Yasir, ibu ‘Ammar dan lain-lain, yang dipandang hina oleh ketua-ketua Quraisy. Mereka pun pernah datang kepada Nabi Muhammad meminta supaya orang-orang yang hinda-dina itu disingkirkan terlebih dahulu, baru mereka akan masuk, sebagaimana telah kita tafsirkan di dalam Surat al-An'am. Maka baik Nabi Nuh atau Nabi Muhammad s.a.w. tidaklah akan mengusir orang-orang yang telah beriman itu karena menengyang hati orang-orang yang sombong.
Ayat 115
“Aku ini tidak lain hanyalah seorang pemberi ancaman yang nyata." (ayat 115).
Aku akan jalan terus, menyampaikan ancaman Tuhan kepada barangsiapa yang tidak mau percaya, yang tidak mau takwa kepada Allah dan tidak mau mengikuti dan mematuhi perintah Allah yang aku telah diutus dan dipercayai buat menyampaikannya. Bagi semua manusia adalah sama, baik mereka kaya-raya dan bangsawan ataupun mereka dipandang hina dan rendah. Barangsiapa yang ingkar tidak mau menerima, aku sampaikan kepadanya ancaman Tuhan, bahwa siksa Tuhan akan menimpa dirinya, baik di dunia apatah lagi di akhirat.
Ayat 116
“Mereka berkata: “Jika engkau tidak berhenti, hai Nuh, niscaya engkau akan termasuk orang-orang yang dirajam" (ayat 116).
Cobalah perhatikan bagaimana sikapnya orang yang kufur. Pertama mereka hinakan Nabi Nuh Utusan Tuhan itu sendiri. Mereka menyangka bahwa dia berjuang menyampaikan peringatan Allah, ancaman dan berita gembira dari Allah, tidak lain hanyalah karena mengharapkan upah. Niscaya ada yang berkata: “Berapa engkau mau, niscaya akan kami bayar. Tetapi berhentilah dari seruan-seruan semacam ini."
Nuh teiah menegaskan bahwa dia tidak akan berhenti, dia tidak mengharapkan upah dari mereka, sebab upahnya telah tersedia di sisi Tuhan. Kemudian itu mereka memasukkan usul pula, usir dahulu orang-orang yang telah beriman, karena yang telah beriman itu adalah orang-orang yang rendah dan hina-dina. Namun Nabi Nuh keras bertahan, bahwa beliau sekali-kali tidak akan mengusir orang yang telah terang beriman, karena mengharapkan kedatangan orang-orang yang masih ragu. Dan sehingga Nabi Nuh memberikan sikap yang tegas bahwa kewajibannya sebagai pemberi peringatan dan ancaman tidak akan berhenti, dan dia mesti menerangkan dengan nyata dan jelas: Orang mau percaya ataupun tidak. Dan memang kewajibannya diteruskannya.
Rupanya kaumnya yang kafir itu bertambah kalap. Mereka bertambah sakit hati, sebab Nabi tidak dapat mereka beli dengan harta. Dan Nabi lebih menghargai orang hina-dina sebab mereka beriman, daripada mereka yang merasa orang-orang mulia, sebab mereka belum mau percaya. Akhirnya mereka mulai mengancam, bahwa kalau Nabi Nuh masih meneruskan kegiatannya juga, mereka cukup mempunyai kekuatan buat menangkapnya lalu merajamnya bersama-sama orang lain yang patut dirajam, karena menjadi pengikutnya. Dirajam ialah dikuburkan badan separuh ke tanah lalu dilempari dengan batu sampai mati.
Kalau sudah sampai demikian kufur kaumnya itu, sudah berani bertindak hendak membunuhnya karena berhala mereka diyanggu, kebiasaan mereka yang buruk dicela dan disalahkan, ke mana Nabi Nuh akan mengadu lagi? Padahal yang menentangnya itu ialah orang-orang cabang atas, atau pihak yang berkuasa, yang bangga megah dengan kebesaran dan kekuasaannya. Nabi Nuh mengadukan halnya kepada Tuhan yang mengutus dan mempercayainya.
Ayat 117
“Berkata Nabi: “Ya Tuhanku! Sesungguhnya kaumku telah mendustakan daku." (ayat 117). Segala seruanku telah mereka tolak dan ingkari, mereka masih tetap dalam kesombongan, saudara mereka sendiri yang mencintai mereka dan menginginkan kelepasan mereka dari azab, hendak mereka bunuh.
Ayat 118
“Maka bukakanlah kiranya di antara aku dan di antara mereka suatu keputusan. dan selamatkanlah kiranya aku dan orang-orang yang besertaku dari orang-orang yang beriman." (ayat 118).
Di dalam saat yang seperti itu maka keputusan dari Tuhan sajalah lagi yang diharapkan. Sikap jiwa daripada kaumnya yang teiah kufur dan sangat mendalam pengaruh kekufuran itu di dalam jiwa mereka, tidaklah dapat diatasi lagi oleh Nuh. Dia tidak berhenti dalam tugasnya menyampaikan seruan atau tabiigh. Dia telah menyampaikan ancaman itu. Dia tidak pernah berputusasa. Dan dia tetap tawakkal. Di dalam ayat ini kita mendapat pengajaran dari sikap perjuangan Nabi Nuh bahwa pengaduannya kepada Tuhan, agar Tuhan mengambil tindakan atau membuka jalan (fat-han) supaya jalan buntu itu dapat diatasi ialah setelah segala ikhtiar dilakukannya. Dan di dalam ayat ini dapat pula kita meneropong bahwa Nabi Nuh menyerah bukanlah tanpa ikhtiar, dan bukan karena kelemahan. Melainkan timbul daripada keyakinan yang bulat bahwa keputusan Tuhan itu sudah pasti datang. Keadaan tidak akan terus-menerus demikian saja. Dan memohonkan agar dia dan orang-orang yang beriman sertanya diselamatkan.
Permohonan Nuh dikabulkan oleh Tuhan. Di dalam Surat-surat yang lain, sejak Surat al-A'raf, Surat Hud, Surat al-Mu'minun dan Surat yang diberi nama Nuh sendiri diterangkan Tuhan pula jalan kejadian itu. sehingga tersebut dalam satu Surat melengkapkan apa yang tersebut dalam Surat yang lain.
Ayat 119
“Maka Kami selamatkanlah dia dan orang-orang yang besertanya dalam sebuah bahtera yang sarat." (ayat 119).
Beliau dan beberapa orang anaknya yang beriman dan orang-orang yang dipandang hina-dina dan diejek-ejek tadi, masuklah ke dalam bahtera yang terlebih dahulu telah diperintahkan Tuhan kepadanya membuatnya. Dan selama beliau membuat bahtera, sebagaimana tersebut pada Surat-surat yang lain, tidak pula lepas dari penghinaan dan ejekan. Beliau masuk ke dalam bahtera itu beserta dengan orang-orang yang telah beriman, dan bahtera jadi sarat sebab dimasukkan pula se p asa n g-sepasang binatang yang akhir kelaknya akan menjadi bibit dari binatang-binatang dan burung-burung dan lain-lain, yang ada sekarang ini.
Ayat 120
“Kemudian, Kami tenggelamkanlah sesudah itu, mereka yang ketinggalan." (ayat 120).
Yang ketinggalan tentulah lebih banyak daripada yang masuk. Inti dari yang ketinggalan itu niscaya ialah orang-orang yang menyombongkan diri merasa tinggi dan pernah menyuruh usir orang-orang yang beriman tadi. Dan pada saat yang demikian tidaklah dapat menolong kepada mereka pangkat dan kebesaran, harta dan kekayaan.
Ayat 121
“Sesungguhnya di dalam hal yang demikian adalah suatu tanda, dan tidaklah kebanyakan mereka mau percaya." (ayat 121).
Kisah kejadian Nabi Nuh dengan kaumnya ini, adalah ayat atau suatu tanda, atau suatu hal yang sepatutnya dijadikan pelajaran oleh kaum Quraisy itu, yaitu kaum Nabi Muhammad yang mula-mula mendapat da'wah ini, sebab Surat ini diturunkan di Makkah. Dan patut pula menjadi pelajaran bagi ummat yang datang kemudian, bahwasanya kedudukan yang tinggi, kebangsawanan dan kekayaan janganlah dibanggakan. Dan bahwasanya yang selalu terlebih dahulu menyambut seruan Rasul pada umumnya ialah orang-orang yang dianggap lemah hina dan dina. Tetapi di saat keputusan, mereka jugalah yang selamat dan penentang jugalah yang ditenggelamkan Tuhan. Tuhan menyatakan kembaii dalam ayat ini bahwa kebanyakan dari mereka tidak juga mau percaya. Dan sebagai tersebut dalam kisah Ibrahim dan kisah kejadian di akhirat kelak, meskipun Tuhan menyesal karena kebanyakan mereka tidak juga mau percaya, namun penutup kisah masih tetap Tuhan menyatakan kedua sifatNya.
Ayat 122
“Sesungguhnya Tuhan engkau adalah Gagah, lagi Penyayang." (ayat 122).
Sebagaimana penafsiran ayat 104, Tuhan jelaskan sifatNya bahwa Dia Maha Gagah. Kepada yang tidak mau tunduk akan tetap dilakukanNya per-aturanNya yang keras. Tetapi Dia adalah Maha Penyayang, membuka pintu taubatNya bagi barangsiapa di antara hambaNya yang kembali kepada kebenaran.