Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
لَا
(mereka) tidak
يَدۡعُونَ
menyembah
مَعَ
beserta
ٱللَّهِ
Allah
إِلَٰهًا
Tuhan
ءَاخَرَ
lain
وَلَا
dan tidak
يَقۡتُلُونَ
mereka membunuh
ٱلنَّفۡسَ
jiwa/seseorang
ٱلَّتِي
yang
حَرَّمَ
mengharamkan
ٱللَّهُ
Allah
إِلَّا
kecuali
بِٱلۡحَقِّ
dengan baik
وَلَا
dan tidak
يَزۡنُونَۚ
mereka berzina
وَمَن
dan barangsiapa
يَفۡعَلۡ
berbuat
ذَٰلِكَ
demikian
يَلۡقَ
dia mendapat
أَثَامٗا
dosa
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
لَا
(mereka) tidak
يَدۡعُونَ
menyembah
مَعَ
beserta
ٱللَّهِ
Allah
إِلَٰهًا
Tuhan
ءَاخَرَ
lain
وَلَا
dan tidak
يَقۡتُلُونَ
mereka membunuh
ٱلنَّفۡسَ
jiwa/seseorang
ٱلَّتِي
yang
حَرَّمَ
mengharamkan
ٱللَّهُ
Allah
إِلَّا
kecuali
بِٱلۡحَقِّ
dengan baik
وَلَا
dan tidak
يَزۡنُونَۚ
mereka berzina
وَمَن
dan barangsiapa
يَفۡعَلۡ
berbuat
ذَٰلِكَ
demikian
يَلۡقَ
dia mendapat
أَثَامٗا
dosa
Terjemahan
Dan, orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain, tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Siapa yang melakukan demikian itu niscaya mendapat dosa.
Tafsir
(Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah) membunuhnya (kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu) yakni salah satu di antara ketiga perbuatan tadi (niscaya dia mendapat pembalasan dosanya) hukumannya.
Tafsir Surat Al-Furqan: 68-71
Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya. -: ". ". ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Syaqiq, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya, "Dosa apakah yang paling besar?" Beliau ﷺ menjawab, "Bila kamu menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal Dia telah menciptakanmu." Lalu si penanya bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Rasulullah ﷺ bersabda, "Bila kamu membunuh anakmu karena takut dia ikut makan bersamamu." Ia bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Bila kamu berzina dengan istri tetanggamu." Abdullah ibnu Mas'ud berkata, bahwa lalu Allah ﷻ menurunkan firman-Nya yang membenarkan hal tersebut, yaitu: Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah. (Al-Furqan: 68), hingga akhir ayat. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Hannad ibnus Sirri, dari Abu Mu'awiyah dengan sanad yang sama.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkannya melalui hadis Al-A'masy dan Mansur Al-Bukhari menambahkan: serta Wasil -. Mereka bertiga menerima hadis ini dari Abu Wa-il alias Syaqiq ibnu Salamah, dari Abu Maisarah Amr ibnu Syurahbil, dari Ibnu Mas'ud. Menurut lafaz Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui Ibnu Mas'ud adalah seperti berikut: Ibnu Mas'ud mengatakan, 'Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?, dan seterusnya.'' Jalur hadis yang garib: ".: ".
". Ibnu Jarir mengatakan telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq Al-Ahwazi, telah menceritakan kepada kami Amir ibnu Mudrik, telah menceritakan kepada kami As-Sirri ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Asy-Sya'bi, dari Masruq yang mengatakan bahwa Abdullah pernah mengatakan, "Pada suatu hari Rasulullah ﷺ pergi, lalu aku mengikutinya. Rasulullah ﷺ duduk di atas sebuah gundukan tanah, maka aku duduk di bagian yang lebih rendah darinya, sedangkan mukaku sejajar dengan kedua lututnya. Aku sengaja ingin menemaninya dalam kesendiriannya itu. Aku bertanya, 'Semoga ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?' Rasulullah ﷺ menjawab, 'Bila kamu mendakwakan bahwa Allah mempunyai tandingan, padahal Dialah yang menciptakanmu.' Aku bertanya, 'Kemudian dosa apakah lagi?' Beliau menjawab, 'Bila kamu membunuh anakmu karena tidak suka dia makan bersamamu.' Aku bertanya lagi, 'Kemudian dosa apa lagi? Beliau ﷺ menjawab, 'Bila kamu berzina dengan istri tetanggamu.' Kemudian Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya: Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah. (Al-Furqan: 68), hingga akhir ayat.
-: Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Mansur, dari Hilal ibnu Yusaf, dari Salamah ibnu Qais yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda dalam haji wada'-nya, "Ingatlah, sesungguhnya dosa yang terbesar itu ada empat macam." Salamah ibnu Qais mengatakan bahwa sejak ia mendengar hal tersebut dari Rasulullah ﷺ, ia sangat membenci keempat perbuatan itu, yaitu: Janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang hak, dan janganlah kalian berzina, serta janganlah kalian mencuri.
". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Madini rahimahullah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail ibnu Gazwan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'id Al-Ansari; ia pernah mendengar AbuTayyibah Al-Kala'i mengatakan, ia pernah mendengar Al-Miqdad ibnul Aswad r.a. berkata bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepada para sahabatnya: "Bagaimanakah pendapat kalian tentang zina? Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya, dan ia tetap haram sampai hari kiamat. Rasulullah ﷺ bersabda kepada para sahabatnya, "Sungguh dosa seseorang lelaki yang berzina dengan sepuluh orang wanita lebih ringan daripada ia berzina dengan istri tetangganya. Rasulullah ﷺ bersabda, "Bagaimanakah pendapat kalian tentang mencuri? Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya, dan ia merupakan perbuatan yang haram.
Rasulullah ﷺ bersabda, "Sungguh dosa seseorang yang mencuri dari sepuluh rumah lebih ringan daripada mencuri dari rumah tetangganya." Abu Bakar ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ammar ibnuNasr, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, dari Abu Bakar ibnu Abu Maryam, dari Al-Haisam ibnu Malik At-Ta-i, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Tiada suatu dosa pun sesudah syirik yang lebih besar daripada dosa seorang lelaki yang meletakkan nutfah (air mani)nya ke dalam rahim yang tidak halal baginya (yakni berzina). Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'la dari Sa'id ibnu Jubair; ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan bahwa pernah ada sejumlah orang dari kalangan orang-orang musyrik yang banyak membunuh dan banyak berzina.
Lalu mereka datang menghadap kepada Nabi Muhammad ﷺ dan berkata, "Sesungguhnya agama yang engkau katakan dan engkau seru itu benar-benar baik. Sekiranya saja engkau beritakan kepada kami bahwa apa yang telah kami perbuat ada kifaratnya." Maka turunlah firman Allah ﷻ: Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah. (Al-Furqan: 68), hingga akhir ayat. Turun pula firman-Nya: Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri. (Az-Zumar: 53), hingga akhir ayat. ". Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr, dari Abu Fakhitah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepada seorang lelaki: Sesungguhnya Allah melarangmu menyembah makhluk, sedangkan Dia kamu tinggalkan (tidak disembah).
Dan Allah melarangmu membunuh anakmu, sedangkan anjingmu kamu beri makan. Dan Allah melarangmu berzina dengan istri tetanggamu. Sufyan mengatakan bahwa hal inilah yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya: Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah. (Al-Furqan: 68), hingga akhir ayat. Adapun firman Alah Swt: barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya). (Al-Furqan: 68) Telah diriwayatkan dari Abdullah ibnu Amr, ia pernah mengatakan bahwa Asam adalah nama sebuah lembah di neraka Jahanam.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya). (Al-Furqan: 68) Bahwa Asam adalah nama lembah-lembah yang terdapat di dalam neraka Jahanam tempat untuk menyiksa para penzina. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair dan Mujahid. Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya). (Al-Furqan: 68) Yang dimaksud dengan asaman ialah pembalasan dosa, dahulu kami mengatakannya sebagai nama sebuah lembah di dalam neraka Jahanam. Telah diriwayatkan kepada kami bahwa Luqman pernah mengatakan kepada anaknya, "Hai anakku, hindarilah perbuatan zina, karena sesungguhnya perbuatan zina itu permulaannya adalah takut, sedangkan akhirnya adalah penyesalan." Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan lain-lainnya melalui Abu Umamah Al-Bahili secara mauquf dan marfu' disebutkan bahwa gayyan dan asaman adalah nama dua buah sumur di dasar neraka Jahanam semoga Allah melindungi kita dari kedua sumur itu berkat karunia dan kemurahan-Nya.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya). (Al-Furqan: 68) Bahwa asaman ialah pembalasan. Takwil ini lebih serasi dengan makna lahiriah ayat, dan dengan pengertian yang sama disebutkan dalam konteks selanjutnya yang berfungsi sebagai mubdal minhu-nya, yaitu firman Allah ﷻ: (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat. (Al-Furqan:69) Yakni siksaan itu diulang-ulang terhadapnya dan diperkeras. dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina. (Al-Furqan: 69) Maksudnya, dalam keadaan terhina lagi rendah. Firman Allah ﷻ: kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh. (Al-Furqan: 70) Artinya, pembalasan dari perbuatannya yang buruk-buruk adalah seperti yang telah disebutkan di atas.
kecuali orang-orang yang bertobat. (Al-Furqan: 70) Yaitu bertobat kepada Allah ﷻ sewaktu masih di dunianya dari semua perbuatan dosanya, maka Allah akan menerima tobatnya. Di dalam kandungan ayat ini terdapat makna yang menunjukkan bahwa tobat orang yang pernah membunuh dapat diterima. Ayat ini tidaklah bertentangan dengan ayat lain yang ada di dalam surat An-Nisa, yaitu firman-Nya: Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. (An-Nisa: 93), hingga akhir ayat. Karena sesungguhnya ayat ini sekalipun tergolong ke dalam ayat Madaniyah, tetapi ia bersifat mutlak sehingga pengertiannya dapat ditujukan kepada orang yang tidak bertobat, sedangkan ayat dalam surat Al-Furqan ini diikat dengan pengertian tobat.
Kemudian dapat pula dikatakan bahwa Allah ﷻ telah berfirman dalam ayat yang lain: Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia. (An-Nisa: 48 dan 116), hingga akhir ayat. Sunnah yang sahih yang telah terbukti bersumber dari Rasulullah ﷺ telah menyebutkan bahwa tobat seorang pembunuh dapat diterima. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam kisah seseorang yang pernah membunuh seratus orang lelaki, lalu ia bertobat dan Allah menerima tobatnya. Hadis-hadis lain yang senada cukup banyak. Firman Allah ﷻ: maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Furqan: 70) Sehubungan dengan makna firman-Nya: kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. (Al-Furqan: 70) Ada dua pendapat mengenainya.
Salah satunya mengatakan bahwa amal buruk mereka diganti dengan amal kebaikan. Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa mereka adalah orang-orang mukmin yang sebelum beriman selalu mengerjakan amal-amal keburukan. Kemudian Allah menjadikan mereka benci terhadap amal keburukan, dan Allah mengalihkan mereka kepada amal kebaikan. Hal ini berarti bahwa Allah mengganti keburukan mereka dengan kebaikan.
Telah diriwayatkan dari Mujahid dan Ibnu Abbas, bahwa ia mengucapkan syair berikut saat menafsirkan makna ayat ini: ..... Seusai musim panas datanglah musim gugur sebagai penggantinya, dan seusai hidup senang dalam waktu yang lama datanglah kesusahan. Yakni keadaan tersebut berubah menjadi keadaan yang lain. Ata ibnu Abu Rabah mengatakan bahwa hal ini terjadi di dunia; seseorang yang tadinya gemar melakukan perbuatan yang buruk, kemudian Allah menggantinya dengan perbuatan yang baik.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa Allah mengubah kebiasaan mereka yang tadinya menyembah berhala, menjadi menyembah Tuhan Yang Maha Pemurah; dan tadinya mereka memerangi kaum muslim, lalu menjadi memerangi kaum musyrik; dan Allah membuat mereka yang tadinya suka mengawini wanita-wanita kaum musyrik, kini mereka suka mengawini wanita-wanita beriman. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa Allah mengganti amal buruk mereka dengan amal yang saleh, dan kemusyrikan diganti dengan keikhlasan, suka melacur diganti dengan memelihara kehormatan, dan kekufuran diganti dengan Islam.
Demikianlah menurut pendapat Abul Aliyah, Qatadah, dan jamaah lainnya. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa keburukan-keburukan yang telah silam berubah dengan sendirinya menjadi amal-amal kebaikan berkat tobat yang bersih. Hal tersebut tiada lain karena manakala ia teringat akan dosa-dosa yang telah silam, hatinya merasa menyesal dan mengucapkan istirja' serta istigfar. Jadi, dipandang dari pertimbangan ini maka dosanya berganti dengan sendirinya menjadi amal ketaatan.
Dan kelak di hari kiamat sekalipun dosa-dosanya itu dijumpai tertulis di dalam buku catatan amalnya, sesungguhnya hal itu tidak membahayakannya karena telah diganti menjadi amal-amal kebaikan. Seperti yang telah disebutkan di dalam sunnah dan asar-asar yang diriwayatkan dari sejumlah ulama Salaf. ". Diriwayatkan oleh AbuZar r.a. bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda, "Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui seorang ahli neraka yang paling akhir keluarnya dari neraka, dan seorang ahli surga yang paling akhir masuknya ke surga. Didatangkan seorang lelaki, lalu ditanyai tentang sejumlah dosa besarnya, juga tentang dosa-dosa kecilnya.
Maka dikatakan kepadanya, 'Pada hari anu engkau telah mengerjakan dosa anu dan anu, dan kamu telah melakukan dosa anu dan anu pada hari anu.' Maka lelaki itu menjawab, 'Ya,' dia tidak mampu mengingkari sesuatu pun dari hal tersebut. Maka dikatakan kepadanya, 'Sesungguhnya kini bagimu untuk setiap keburukan diganti dengan satu kebaikan.' Lelaki itu bertanya, 'Wahai Tuhanku, saya telah melakukan banyak dosa, tetapi saya tidak melihatnya di sini'." Rasulullah ﷺ mengucapkan sabdanya ini seraya tertawa sehingga gigi serinya kelihatan.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim secara munfarid. Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail, telah menceritakan kepadaku Damdam ibnu Zur'ah, dari Syuraih ibnu Ubaid, dari Abu Malik Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Apabila anak Adam tidur, maka malaikat berkata kepada setan, "Berikanlah kepadaku lembaran catatanmu. Maka setan memberikan catatannya kepada malaikat, lalu kebaikan apa saja yang ia jumpai di dalam catatannya ia gunakan untuk menghapus sepuluh keburukan yang ada di dalam catatan setan, kemudian menggantinya dengan sepuluh kebaikan.
Maka apabila seseorang di antara kalian hendak tidur, bertakbirlah sebanyak tigapuluh tiga kali, bertahmid sebanyak tiga puluh empat kali, dan bertasbih sebanyak tiga puluh tiga kali, sehingga jumlahnya genap seratus. Ibnu Abu Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami Abu Salamah dan Arim. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sabit (yakni Ibnu Yazid Abu Zaid), telah menceritakan kepada kami Asim, dari Abu Usman, dari Salman yang mengatakan bahwa di hari kiamat ada seorang lelaki yang diberikan kepadanya buku catatan amal perbuatannya.
Ia membaca bagian atasnya, dan ternyata yang tercatat adalah keburukan-keburukannya. Ketika ia hampir berburuk sangka atas dirinya, ia memandang ke bagian bawah catatannya, tiba-tiba tercatat kebaikan-kebaikannya. Kemudian ia memandang ke bagian atas catatannya, dan ternyata telah diganti menjadi catatan kebaikan. Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Musa Az-Zuhri Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Abul Anbas, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa sesungguhnya pada hari kiamat dihadapkan kepada Allah sejumlah manusia yang merasa bahwa diri mereka banyak melakukan perbuatan-perbuatan dosa.
Ditanyakan, "Wahai Abu Hurairah, siapakah mereka?" Abu Hurairah menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Sayyar, telah menceritakan kepada kami Ja'far, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah, dari Abus Saifsalah seorang murid sahabat Mu'az ibnu Jabalyang mengatakan bahwa orang-orang yang masuk surga itu ada empat golongan, yaitu kaum muttaqin, kemudian kaum syakirin, lalu kaum kha'ifin (orang-orang yang takut kepada Allah), kemudian yang terakhir adalah as-habul yamin (golongan kanan).
Abu Hamzah bertanya, "Mengapa mereka dinamakan as-habul yam'in? Abus Saif menjawab bahwa mereka telah melakukan amal keburukan dan amal kebaikan. Kemudian catatan amal perbuatan mereka diberikan kepada mereka dari sebelah kanannya. Maka mereka membaca keburukan-keburukan mereka kalimat demi kalimat, lalu mereka bertanya, "Wahai Tuhan kami, ini adalah catatan keburukan kami, lalu manakah catatan kebaikan kami?" Maka pada saat itu Allah menghapus semua keburukan mereka dan menggantinya dengan kebaikan-kebaikan.
Dan saat itu mereka berkata, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Ambillah dan bacalah Kitabku (ini!). (Al-Haqqah: 19) Mereka adalah penduduk surga yang paling banyak jumlahnya. Ali ibnul Husain Zainul Abidin telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah mengganti kejahatan mereka dengan kebajikan. (Al-Furqan: 70) Bahwa hal ini terjadi di akhirat nanti. Mak-hul mengatakan bahwa Allah mengampuni dosa-dosa mereka, lalu menggantinya menjadi kebaikan. Keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Sa'id ibnul Musayyab.
". ". Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Wazir Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abu Jabir; ia pernah mendengar Mak-hul mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki tua yang karena usianya teramat lanjut alis matanya turun ke matanya. Laki-laki itu berkata, "Wahai Rasulullah, saya adalah seorang lelaki yang suka berkhianat dan berbuat lacur (durhaka).
Tiada suatu keinginan pun dan tiada suatu kebutuhan pun yang aku biarkan melainkan kuterjang dan kulakukan. Seandainya dosa-dosaku dibagi-bagikan ke seluruh penduduk bumi niscaya semuanya kebagian, maka adakah jalan bagiku untuk bertobat?" Nabi ﷺ balik bertanya, "Apakah kamu Islam?" Lelaki tua menjawab, "Adapun aku, sesungguhnya telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya; dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya." Maka Nabi ﷺ bersabda: Sesungguhnya Allah akan mengampunimu selagi kamu tetap bertobat, dan Allah akan mengganti keburukanmu dengan kebaikan. Lelaki tua itu bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan semua perbuatan khianat dan perbuatan durhakaku?" Nabi ﷺ bersabda, "Juga Allah akan mengampuni perbuatan khianat dan durhakamu." Maka lelaki tua itu pergi seraya bertakbir dan bertahlil.
". "". Imam Tabrani telah meriwayatkan melalui hadis Abul Mugirah, dari Safwan ibnu Umar, dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Abu Farwah, bahwa ia datang kepada Rasulullah ﷺ dan bertanya, "Bagaimanakah pendapatmu tentang seorang lelaki yang telah mengerjakan semua jenis dosa, dan tiada suatu keinginan serta tiada pula suatu kebutuhan yang ditinggalkannya. Maka adakah jalan baginya untuk bertobat?" Rasulullah ﷺ balik bertanya, "Apakah kamu telah masuk Islam?" Ia menjawab, "Ya." Rasulullah ﷺ bersabda: Kerjakanlah amal-amal kebaikan dan tinggalkanlah keburukan-keburukan, maka Allah akan menjadikan kebaikan semuanya buatmu. Ia bertanya, "Bagaimanakah dengan perbuatan khianat dan kedurhakaanku?" Rasul ﷺ menjawab, "Ya (diganti pula dengan kebaikan)." Maka kedengaran ia terus-menerus bertakbir hingga hilang dari pandangan mata. Imam Tabrani meriwayatkan hadis ini melalui jalur Abu Farwah Ar-Rahawi, dari Yasin Az-Zayyat, dari Abu Salamah Al-Himsi, dari Yahya ibnu Jabir, dari Salamah ibnu Nufail secara marfu'.
Imam Tabrani telah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Zur'ah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Munzir, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Syu'aib ibnu Sauban, dari Falih ibnu Ubaid ibnu Ubaidusy Syamasy, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa pernah datang kepadanya seorang wanita, lalu bertanya, "Apakah masih ada jalan tobat bagiku, sedangkan aku ini orang yang telah berbuat zina hingga punya anak, lalu saya bunuh anak itu?" Aku (Abu Hurairah) menjawab, "Tidak ada, semoga hatimu tidak tenteram dan tidak ada kemuliaan bagimu." Maka wanita itu pergi seraya menyerukan kalimat kekecewaan.
Kemudian aku (Abu Hurairah) salat Subuh bersama Nabi ﷺ Seusai salat, kuceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan oleh wanita itu dan jawaban yang kukemukakan kepadanya. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: "Alangkah buruknya jawabanmu itu. Tidakkah kamu pernah membaca firman Allah ﷻ berikut: 'Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah'. (Al-Furqan: 68) sampai dengan firman-Nya: 'kecuali orang-orang yang bertobat' (Al-Furqan: 70), hingga akhir ayat. Kemudian aku bacakan ayat tersebut kepada si wanita itu. Maka wanita itu menyungkur bersujud seraya berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan jalan keluar bagiku." Hadis ini garib bila ditinjau dari jalurnya, di dalam sanadnya terdapat nama perawi yang tidak dikenal." Ibnu Jarir telah meriwayatkannya melalui hadis Ibrahim ibnul Munzir Al-Hizami berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.
Dalam riwayat ini disebutkan bahwa wanita itu menyerukan kalimat kekecewaan seraya berkata, "Aduhai, alangkah kecewanya daku. Apakah kebaikan ini diciptakan untuk neraka?" Dalam riwayat ini disebutkan bahwa ketika Abu Hurairah pulang dari sisi Rasulullah ﷺ, ia mencari wanita itu ke seluruh pelosok kota Madinah, tetapi tidak menjumpainya. Kemudian pada malam berikutnya wanita itu datang sendiri kepada Ahu Hurairah, dan Abu Hurairah menceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah ﷺ Maka wanita itu menyungkur bersujud seraya berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan jalan keluar bagiku dan menerima tobat dari apa yang telah kukerjakan." Lalu wanita itu memerdekakan budak perempuan miliknya berikut anak perempuannya, dan ia bertobat kepada Allah ﷻ Kemudian Allah ﷻ memberitahukan tentang rahmat-Nya yang ditujukan kepada semua hamba-Nya secara umum, bahwa barang siapa di antara mereka yang bertobat kepada-Nya dari dosa apa pun yang telah dilakukannya, baik kecil maupun besar, niscaya Allah akan menerima tobatnya.
Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya. (Al-Furqan: 71) Yaitu Allah akan menerima tobatnya', seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya diri. (An-Nisa: 110), hingga akhir ayat. Tidakkah mereka mengetahui, bahwa Allah menerima tobat dari hamba-hambanya. (At-Taubah: 104), hingga akhir ayat. Dan firman Allah ﷻ: Katakanlah "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. (Az-Zumar: 53), hingga akhir ayat. Yakni bagi orang yang bertobat kepada-Nya."
Sifat berikutnya adalah menghindarkan diri dari dosa-dosa besar. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain apa pun itu dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah, karena kehidupan itu sangatlah mahal, hanya Allah saja yang berhak mengakhiri kehidupan seseorang. Kecuali dengan alasan yang dibenar kan oleh syariat, seperti karena membunuh lagi, atau murtad atau berzina padahal dia sudah menikah, dan tidak berzina karena akan membawa dampak negatif yang sangat serius dalam kehidupan; dan barangsiapa melakukan demikian tigal hal itu, yaitu syirik, membunuh dan berzina niscaya dia mendapat hukuman yang berat. Hal itu karena sesuai dengan besarnya dampak yang ditimbulkan dari perilaku jelek tersebut. 69. Akibatnya mereka akan mendapatkan azab yang berlipat ganda, yakni akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina. Inilah siksaan yang luar biasa besarnya, meliputi siksa lahir, berupa panasnya api neraka, dan batin berupa kehidupan yang hina.
Keenam: Pada ayat ini, Allah menerangkan lagi sifat-sifat hamba Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yaitu dia tidak menyembah selain Allah, dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dia benar-benar menganut tauhid yang murni. Bila dia beribadah, maka ibadahnya itu hanya semata-mata karena Allah, dan bila dia berbuat kebajikan, perbuatannya itu karena Allah bukan karena dia atau ingin dipuji orang. Bila dia berdoa, benar-benar doanya langsung dipanjatkan ke hadirat Allah tidak melalui perantara. Dia yakin sepenuhnya bahwa yang sanggup mengabulkan doanya hanya Allah semata.
Mereka tidak melakukan pembunuhan terhadap siapa pun karena menyadari bahwa jiwa seseorang menjadi hak atas dirinya. Ia tidak boleh dibunuh kecuali dengan hak yang telah ditetapkan oleh Allah seperti murtad atau membunuh orang tanpa hak. Mereka tidak akan melakukan perbuatan zina karena menyadari bahwa berzina itu termasuk dosa besar, suatu perbuatan yang sangat terkutuk dan dimurkai Allah. Dengan memelihara kemurnian tauhid yang menjadi dasar bagi akidah, seseorang akan bersih jiwanya, jernih pikirannya, dan tidak dapat diombang-ambingkan oleh kepercayaan-kepercayaan yang menyesatkan. Dengan menjauhi pembunuhan tanpa hak, akan bersihlah dirinya dari perbuatan zalim dan bersihlah masyarakat dari kekacauan. Hak setiap warga masyarakat akan terpelihara dengan baik sehingga mereka benar-benar dapat menikmati keamanan dan ketenteraman. Dengan memelihara dirinya dari perbuatan zina akan bersihlah dirinya dari kekotoran dan bersih pula masyarakat dari keonaran dan kekacauan nasab yang menimbulkan berbagai kesulitan dan ketidakstabilan.
Sehubungan dengan hal ini, dalam sebuah hadis Nabi ﷺ dijelaskan:
'Abdullah bin Mas'ud berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah, 'Dosa apakah yang paling besar? Rasulullah menjawab, 'Engkau menjadikan tandingan bagi Allah padahal Dia yang menciptakan kamu. Aku bertanya pula, 'Dosa apakah lagi? Rasulullah menjawab, 'Dosa membunuh anakmu karena takut (miskin) karena dia akan makan bersamamu. Kemudian aku bertanya lagi, 'Dosa apakah lagi? Rasulullah menjawab, 'Dosa berzina dengan istri tetanggamu. Allah menurunkan ayat ini untuk membenarkan sabda Nabi Muhammad." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Kemudian Allah mengancam orang-orang yang melakukan perbuatan dosa itu dengan ancaman yang amat keras, yaitu neraka di hari Kiamat sebagai balasan atas semua dosa yang telah mereka perbuat di dunia. Bahkan Allah akan melipatgandakan azab bagi mereka karena dosa besar yang mereka lakukan itu. Mereka akan dilemparkan ke neraka dan akan tetap di sana. Di samping menderita siksaan jasmani seperti minuman yang sangat panas yang membakar kerongkongan dan usus mereka, mereka juga mendapat siksaan batin atau rohani, karena selalu mendapat penghinaan dan selalu menyesali kesalahan mereka sewaktu di dunia dahulu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
‘Ibadur Rahman
Untuk meresapkan ayat-ayat ‘Ibadur Rahman ini ke dalam jiwa, bacalah dengan penuh khusyu' ayat yang sebelumnya, yang telah ditafsirkan di atas tadi."Dialah, Tuhan, yang telah mempergantikan di antara malam dengan siang." Apabila hal itu diperhatikan dan direnungkan, timbullah ingatan akan kebesaran Ilahi (zikir) dan akan timbullah rasa syukur.
Pergantian siang dengan malam, pertemuan hari dengan bulan dan bulan dengan tahun. Matahari terbit dan matahari terbenam, memperlihatkan pula putaran roda nasib dalam dunia fana ini. Kadang-kadang ada bintang naik dan kadang-kadang ada bintang jatuh. Usia manusia laksana terbitnya bulan, sejak bulan sabit sampai bulan pemama dan sampai susut bulan. Banyak yang kita dapat baca dalam pergantian malam dengan siang itu. Ada bangsa jatuh, ada bangsa naik dan kemudian tiba giliran bagi yang jatuh buat bangkit kembali, semuanya berlaku dalam siang dan dalam malam. Dengan pergantian malam dengan siang itulah kita mengumpulkan sejarah dalam ingatan kita.
Tak ada pergantian malam dengan siang, niscaya tak ada apa yang dinamai sejarah. Bila menilik pergantian di antara malam dengan siang, akan timbullah ingatan atas kekuasaan Tuhan (zikir). Tidak ada artinya dan nilainya pergantian malam dengan siang itu bagi orang yang tidak menyediakan jiwanya buat mengenAl Tuhan dan mensyukuri nikmatNya.
Apabila zikir dan syukur telah tumbuh dalam hati, mulailah terasa bahwa kehidupan makhluk seluruhnya, termasuk kehidupan kita sendiri, tidaklah pemah terlepas daripada kasih-sayang dan kemurahan Tuhan. Ke mana saja pun mata memandang. Rahman Ilahi akan jelas nampak. Rahman Ilahi meliputi segala. Terasalah kecil diri di hadapan kebesaranNya, dan bersedialah kita dengan segala kerelaan hati buat menjadi hamba dari Tuhan Pemurah itu. Orang-orang yang insaf itulah ‘Ibadur Rahman.
Keinsafan siapa diri di hadapan Kemurahan Tuhan menimbulkan kesukarelaan mengabdi dan berbakti. Dasarnya ialah Zikr dan Syukr membentuk peri-badi sehingga tumbulah “tokoh-tokoh" ‘Ibadur Rahman itu.
Adalah di dalam ayat-ayat akhir Surat “al-Furqan" ini Tuhan mewahyukan kepada Rasul tentang sifat-sifat, karakter, sikap hidup dan pandangan hidup dari ‘Ibadur Rahman.
Pertama sekali ialah sebagai yang dijelaskan pada ayat 63: Orang yang berhak disebut ‘Ibadur Rahman (Hamba-hamba daripada Tuhan Yang Maha Murah), ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi Allah dengan sikap sopan-santun, lemah-lembut, tidak sombong dan tidak pongah. Sikapnya tenang.
Bagaimana dia akan menyangkat muka dengan sombong, padahal alam di kelilingnya menjadi saksi atasnya bahwa dia mesti menundukkan diri. Dia adalah laksana padi yang telah berisi, sebab itu dia tunduk. Dia tunduk kepada Tuhan karena insaf akan kebesaran Tuhan dan dia rendah hati terhadap sesamanya manusia, karena dia pun insaf bahwa dia tidak akan sanggup hidup sendiri, di dalam dunia ini. Dan bila dia berhadapan, bertegur sapa dengan orang yang bodoh dan dangkal fikiran, sehingga kebodohannya banyaklah katanya yang tidak keluar daripada cara berfikir yang teratur, tidaklah dia lekas marah, tetapi disambutnya dengan baik dan diselenggarakannya. Pertanyaan dijawabnya dengan memuaskan, yang salah dituntunnya sehingga kembali ke jalan yang benar. Orang semacam itu pandai benar menahan hati.
Dalam ayat 64 diterangkan lagi sifat-sifatnya yang lain. Yaitu kesukaannya ialah bergadang, tidak banyak tidur di waktu malam, karena dia hendak melakukan sujud dan berdiri, tegasnya sembahyang mengingat Tuhan dan membuat hubungan kontak dengan Tuhan. Laksana jiwanya itu sebagai suatu dinamo yang selalu diisi dengan kekuatan yang baru, hampir setiap malam.
Pada sembahyang malam itulah sumber kekuatannya. Dia mengenal Tuhan demi melihat bekas RahmanNya, dan sebab itu dia selalu mendekatkan diri kepada Tuhan.
Lantaran itu pula maka jiwanya yang tadinya tidak berdaya (la haulAl dan tidak berupaya (la quwwatAl, dengan sebab Tahajjud (sembahyang malam), dia berdaya kembali dan dia pun berupaya.
Ayat 65
Dia pun berdoa (ayat 65) agar kiranya terlepas daripada azab siksa neraka jahannam, karena azab neraka jahannam adalah membawa kepiluan jiwa. Permohonan seorang Mu'min agar terlepas daripada a2ab siksa neraka, adalah gejala daripada kerendahan hati tadi, tersunyi daripada kesombongan. Dia insaf bahwa dia manusia yang tidak suci daripada lengah dan lalai, selalu dipengaruhi oleh hawanafsu dan diancam oleh perdayaan syaitan. Hanyalah perlindungan diri kepada Ilahi jua yang akan melepaskan seseorang daripada siksaan itu.
Seorang ‘Ibadur Rahman tidaklah merasa bahwa dia telah mengerjakan suruhan Tuhan dengan menghentikan larangannya saja, sudah terjamin bahwa dia akan masuk ke dalam syurga dan terlepas daripada azab neraka. Seorang beriman memandang dosanya, betapa kecil sekalipun, adalah laksana orang duduk di bawah naungan sebuah bukit, yang merasa seakan-akan bukit itu selalu akan menimpa dirinya.
Kemudian pada ayat 67 diterangkan lagi sikap hidup sehari-hari seorang ‘Ibadur Rahman itu, yaitu apabila dia menafkahkan hartabendanya tidaklah dia ceroboh, royai dan berlebih daripada ukuran yang mesti, tetapi tidak pula sebaliknya, yaitu bakhil (kikir), melainkan dia berlaku sama tengah. Tidak dia ceroboh royal sehingga hartabendanya habis tidak menentu, karena pertimbangan fikiran yang kurang matang, tidak memikirkan hari depan. Dan tidak pula dia bakhil, karena bakhil pun adalah satu penyakit. Dia berusaha mencari hartabenda ialah pemagar maruah, penjaga kehormatan diri. Hartabenda dicari ialah buat dipergunakan sebagaimana mestinya, bukan mencari harta yang harus diperbudak oleh harta itu sendiri. Maka dua sikap itu, royal dan bakhil, terhadap hartabenda adalah alamat jiwa yang tidak “stabil". Keroyalan dan berbelanja lebih daripada keperluan, menjadi alamat bahwa jika orang ini ditimpa bahaya karena kehabisan harta itu kelak, dia akan dapat menjaga keseimbangan dirinya lagi, Dan orang yang bakhil menjadi putus hubungannya dengan masyarakat, karena dia salah pilih di dalam meletakkan cinta. Kalau di waktu yang penting hartabenda ditahan keluarnya, karena bakhil, maka suatu waktu kelak hartabenda itu akan terpaksa dikeluarkan juga mau ataupun tidak mau. Seorang yang bakhil ditimpa sakit keras, doktor menasihatkan supaya dia berobat, supaya dia tetirah (istirahat) ke tempat yang berhawa sejuk berobat meminta belanja banyak. Kalau dia tidak berobat, dia akan mati. Karena takui akan mati, hartabenda itu dikeluarkan pengobat diri, padahal di waktu sedang sihat dia tidak merasai nikmat harta itu.
Timbullah hidup yang “Qawaaman", yang sama tengah di antara royal dan bakhil, tidak lain sebabnya ialah karena kecerdasan fikiran yang telah terlatih. Memandang bahwa hartabenda semata-mata pemberian Tuhan yang harus dirasai nikmat pemakaiannya, dan dijaga pula jangan sampai dipergunakan untuk yang tidak berfaedah.
Hartabenda amat perlu. Kita hendaklah kaya supaya dapat membayar Zakat dan Naik Haji. Sedang zakat dan haji adalah dua di antara 5 tiang (rukun) dari Islam.
Ayat 64
Perjuangan agama, jihad, meminta pengurbanan harta dan jiwa. Dan bila membaca urutan ayat bangun bergadang tengah malam (ayat 64), dan takut akan siksa neraka jahannam (ayat 65 dan 66) disambungkan lagi dengan ayat melarang royal dan melarang bakhil, nampaklah bahwa Hamba Allah Yang Pemurah itu mempertalikan keteguhan batinnya dengan sembahyang tengah malam, dengan usaha mencari hartabenda untuk dinafkahkan. Satu dengan lainnya tiada terpisah.
Kemudian itu datanglah ayat 68, menyatakan bahwa seorang Hamba Tuhan Pemurah itu tidaklah menyeru atau berbakti pula kepada Tuhan lain, selain Allah. Dalam ayat itu bertemu tiga hal yang amat dijauhi oleh Hamba Allah yang sejati itu. Pertama tidak memperserikatkan Tuhan dengan yang lain, kedua tidak membuwuh akan suatu nyawa yang diharamkan Allah, kecuali menurut hak-hak yang tertentu, dan ketiga tidak berbuat zina.
Sebagai urut-urutan ayat-ayat yang tersebut sebelumnya, kehidupan seorang Muslim itu adalah tali berjalin tiga. Pertama kepercayaan akan keesaan Tuhan, menjadi Ummat Tauhid yang sejati. Kalimat Tauhid membentuk satu pandangan yang luas, yaitu bahwa seluruh makhluk Allah ini, terutama sesama manusia adalah bersama diberi hak hidup oleh Tuhan di dalam dunia. Kita tidak berhak mencabut nyawa sesama manusia, kita tidak berhak membunuh. Baik membunuh orang lain ataupun membunuh diri sendiri. Karena membunuh artinya ialah merampas hak hidup satu nyawa.
Maka dirumuskanlah oleh ahli-ahli penyelidik agama tentang maksud yang sebenarnya dari satu masyarakat Islam. Hukum Islam berdiri ialah guna memelihara hartabenda, nyawa dan masyarakat. Seorang hanya boleh dibunuh atas keputusan Hakim, atas suatu kesalahan yang patut dibayarnya dengan nyawanya. Itulah yang disebut Hukum Qishash. Dan karena bertemu kegagalan di dalam hidup, seseorang tidak boleh membunuh dirinya. Di dalam Hadis-hadis Nabi diberikan penjelasan bahwa seorang yang mati karena mem-bunuh dirinya, tidak boleh diselenggarakan jenazahnya menurut ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh Islam.
Seorang Hamba Allah sejati pun tidak melakukan zina. Zina adalah perhubungan setubuh yang di luar nikah, atau yang tidak sah nikah. Karena maksud kedatangan agama adalah guna mengatur keturunan. Kelahiran ke dunia adalah menurut pendaftaran yang sah. Jelas hendaknya bahwa si anu adalah anak si fulan. Perhubungan kelamin laki-laki dengan perempuan adalah termasuk keperluan hidup dan hajatnya. Agama mengatur hubungan kelamin itu dengan nikah-kawin dan ditentukan pula perkawinan yang terlarang, yaitu dengan yang disebut mahram, sebagai tersebut di Surat 4 ali imran ayat 23-24.
Maka di dalam ayat 68 dan 69 dijelaskanlah bahwasanya orang yang memperserikatkan Tuhan dengan yang lain, atau menyeru pula akan Tuhan selain Allah dan membunuh sesama manusia termasuk diri sendiri dan berzina, adalah orang-orang itu akan bertemu dengan hukuman. AL-Qur'an menentukan hukuman bagi si pembunuh sesama manusia, jiwa bayar dengan jiwa. Al-Qur'an pun menegaskan hukum bagi pezina, karena orang berzina adalah mengacau-baiaukan masyarakat. Orang yang kedapatan berzina akan dihukum, sebagaimana dahulu telah dijelaskan perincian hukuman ini dalam Surat an-Nur. Surat al-Furqan diturunkan di Makkah. Dosa zina diterangkan sebagai dosa jiwa. Setelah di Madinah berdiri masyarakat Islam, bagi zina diadakan hukuman badan. Setelah mereka menerima hukumannya yang setimpal di dunia ini, setelah mereka mati akan mendapat siksa berlipat-ganda lagi dan ditimpa pula oleh kehinaan.
Ayat 70 dan 71 menjelaskan bahwa pintu taubat senantiasa terbuka. Betapa pun kerasnya Hukum Tuhan, namun pintu taubat selalu dibukakan. Di samping kekerasan HukumNya, Tuhan pun adalah mengampun dan pengasih.
TAUBAT adalah kesadaran diri atas kesalahan yang pernah dibuat. Dalam sudut hati sanubari manusia tersimpanlah suatu perasaan yang murni, kesadaran bahwa yang salah tetaplah salah. Manusia berjuang dengan hawa-nafsunya sendiri untuk menegakkan kebenaran. Dia harus berjuang dengan hawanafsu itu. Bertambah keras cita menegakkan yang benar bertambah keras pula rayuan nafsu buat melanggar suara kebenaran itu. Tetapi selalulah timbul sesal apabila telah terlanjur menuruti hawanafsu. Hati sanubari senantiasa meratap, memekik, menjerit ingin lepas dari belenggu hawanafsu. Pada saat yang demikian perjuangan batin itu maha hebat. Manusia jijik dengan kesalahannya sendiri. Di saat yang demikian berkehendaklah kepada suatu IRADAH, kemauan yang keras sebagai waja. Di hadapannya terbuka satu pintu, yaitu pintu taubat. Tuhan memberi kesempatan, memanggil, supaya dia lekas keluar dari kesulitan itu. Kekuatan iradahnya menyebabkan dia taubat. Arti taubat ialah kembali kepada jalan yang benar.
Dilepaskan diri dari belenggu hawanafsu itu dan dengan kemauan yang keras, dia masuk ke dalam pintu taubat itu dan dia tidak menolehkan mukanya lagi kepada jalan raya kesalahan yang selama ini telah ditempuhnya. Dia sekarang benar-benar merasai kebebasan jiwa karena lepas dari belenggu. Dia sekarang menempuh hidup yang baru. Maka di dalam ayat 70 itu dijelaskan bahwa taubat yang berjaya ialah taubat yang dituruti oleh amalan yang shalih. Sebab yang taubat itu ialah hati sanubari, bukan semata-mata taubat di mulut. Taubat ialah keinsafan, bukan permainan. Maka akibat atau konsekwensi dari taubat ialah “mengamalkan amal yang shalih", artinya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang baik.
Pertukaran haluan hidup daripada kejahatan kepada menuruti suara batin yang mumi adalah kemenangan batin yang tiada taranya. Selama diri bergelimang dalam dosa, selama itu pula batin tertekan dan hidup jadi gelisah. Kadang-kadang meremuk-redamkan jiwa sendiri.
Dan bukan sedikit telah terjadi, bahwasanya dosa yang mengyanggu jiwa, menyebabkan jiwa menjadi sakit, dan sakit jiwa mempengaruhi pula kepada jasmani. Itulah neraka dalam hidup. Itulah yang disebut di ujung ayat 68: “Dan barangsiapa yang berbuat demikian itu akan berjumpalah dia dengan dosa." Dan itulah neraka dalam hidup.
Maka dapatlah difahami satu ceritera yang dahulu pernah kita terangkan panjang lebar dalam Surat an-Nur, bahwasanya seorang yang terperosok berbuat zina pernah datang sendiri kepada Rasulullah s. a.w. mengakui perbuatannya dan minta dihukum. Meskipun dia tahu bahwa hukum zina adalah rajam (ditimpuk dengan batu sampai mati), jiwanya merasa puas menerima hukuman itu. Apalah artinya siksa badan, dibandingkan dengan kepuasan jiwa? Karena dosa rasa tertebus?
Maka taubat kepada Allah hendaklah dituruti langsung oleh amal, oleh kerja dan usaha, Sisa umur digunakan untuk beramal, agar sakit derita jiwa karena tekanan dosa yang telah lalu dapat diobati atau dilupakan Di situlah terdapat isi-mengisi di antara batin dengan anggota. Batin bertambah insaf dan sadar, lantaran itu atnal pun bertambah banyak. Bertambah banyaknya amal menambah kepuasan jiwa.
“Bagi mereka nikmat Allah, karena hasil usaha mereka sendiri."
Maka orang-orang yang demikian' beransurlah merasai nikmat hidup baru.
“Akan diganti Allah amal-amal yang buruk selama ini dengan berbagai ragam kebajikan."
Kadang-kadang pun terdapatlah orang yang dahulunya durjana, seakan-akan kebenaran tidak akan masuk ke dalam hatinya, lalu dia bertaubat. Setelah dia taubat, dia mendapat kemajuan besar dalam perkembangan jiwa iman. Maka berkatalah setengah ahli Tashawuf, bahwasanya orang yang menyesali din karena pernah berdosa, kadang-kadang lebih suci hati dan lebih murni amalnya daripada orang yang berbangga karena merasa diri tidak pernah berdosa.
Diulang Tuhan sekali lagi dalam ayat 71, bahwasanya orang yang bertaubat disertai amalan shalih. Tuhan memberikan taubat untuknya sebenar-benarnya taubat.
Setelah itu datanglah ayat 72, sebagai lanjutan penegasan dari sifat-sifat ‘Ibadur Rahman itu. Yaitu orang yang tidak suka memberikan kesaksian palsu. Atau mengarang-ngarangkan ceritera dusta untuk menjahannamkan orang lain. Dan mereka itu, apabila berjalan di hadapan orang yang sedang bercakap mengkosong, ngobrol yang tidak tentu ujung pangkal, perkataan-perkataan yang tidak bertanggungjawab, dia pun berialu saja dari tempat itu dengan baik. Dia menjaga agar dirinya jangan masuk terikat ke dalam suasana yang tidak berfaedah. Usia manusia adalah terlalu singkat untuk dibuang-buang bagi pekerjaan yang tidak berfaedah. Dia keluar dari tempat itu dengan sikap yang mulia dan tahu harga diri, sehingga sikapnya yang demikian meninggalkan kesan yang baik mendidik orang-orang yang bercakap kosong itu.
“Laghwi" dalam bahasa Arab ialah omong kosong, cakap tak tentu ujung pangkal, sehingga menjatuhkan martabat budi pekerti yang melakukannya. Inilah yang disebut oleh orang Deli “membual", oleh orang Jakarta “ngobrol" dan oleh orang Padang “ma-hota", atau oleh daerah lain disebut juga “memburas".
Pertama melakukan kesaksian dusta, kedua obrolan yang tidak tentu ujung pangkal, amatlah membahayakan dan menjatuhkan mutu masyarakat. Karena kesaksian dusta di muka Hakim, seorang jujur tak bersalah bisa teraniaya, terhukum dalam hal yang bukan salahnya. Dan bisa pula membebaskan orang yang memang jahat dari ancaman hukuman. Kesaksian dusta di muka hakim adalah termasuk dosa besar yang payah dimaafkan.
Kata-kata yang “laghivi" cakap kosong, omong kosong, ngobrol yang tidak tentu ujung pangkal, tidaklah layak menjadi perbuatan daripada ‘Ibadur Rahman. Seorang hamba Tuhan Pemurah mempunyai disiplin diri yang teguh. Lebih baik berdiam diri daripada bercakap yang tidak ada harganya. Kalau hendak bercakap juga, isilah lidah dengan zikir, menyebut dan mengingat nama Allah.
Selanjutnya dalam ayat 73 diterangkan lagi sifat ‘Ibadur Rahman itu, ialah apabila mereka mendengar orang menyebut ayat-ayat Tuhan, tidaklah mereka bersikap acuh tak acuh seakan-akan tuli ataupun buta.
Sebenarnya kata kebenaran adalah ayat dari Tuhan. Apabila orang menyebut kebenaran, meskipun dia tidak hafal ayat al-Qur'annya ataupun Hadisnya, maka seorang Hamba dari Tuhan Pemurah akan mendengarkannya dengan penuh minat; tidak dia akan menulikan telinganya dan tidak dia akan membutakan matanya. Seorang yang beriman mempertimbangkan nilai kata yang benar dan mentaatinya, sebab Kebenaran adalah suara Tuhan. Apatah lagi kalau bunyi ayat dari al-Qur'an telah didengar. Hidupnya telah ditentukan buat menjunjung tinggi Kalimat Ilahi. Betapa dia akan menulikan telinga dan membutakan matanya?
Cahaya kebenaran bukan saja memasuki jendela hatinya. Dia belum merasa cukup kalau sekiranya ahli rumahnya, anaknya dan isterinya belum merasai kehidupan yang demikian pula Oleh sebab itu tersebutlah pada ayat 74 bahwa ‘Ibadur Rahman itu senantiasa bermohon kepada Tuhannya agar isteri-isteri mereka dan anak-anak mereka dijadikan buah hati permainan mata, obat jerih pelerai demam, menghilangkan segala luka dalam jiwa, penawar segala kekecewaan hati dalam hidup. Betapa pun shalih dan hidup beragama bagi seseorang ayah, belumlah dia akan merasa senang menutup mata kalau kehidupan anaknya tidak menuruti lembaga yang dituangkannya. Seorang suami pun demikian pula. Betapa pun condong hati seorang suami mendirikan kebajikan, kalau tidak ada sambutan dari isteri, hati suami pun akan luka juga. Keseimbangan kemudi dalam rumahtangga adalah kesatuan haluan dan tujuan. Hidup Muslim adalah hidup Jamaah, bukan hidup yang nafsi-nafsi.
Di dalam Hadis Rasulullah s.a.w. ada dikatakan:
“Dunia ini adalah perhiasan hidup, dan sebaik-baik perhiasan dunia itu ialah isteri yang shalih."
Berjuta milyar uang pun, berumah, bergedung indah, bermobil kendaraan model tahun terakhir, segala yang dikehendaki dapat saja karena kekayaan, semuanya itu tidak ada artinya kalau isteri tidak setia. Kalau dalam rumahtangga si suami hendak ke hilir dan si isteri hendak ke hulu. Akhirnya akan pecah juga rumahtangga yang demikian, atau menjadi neraka kehidupan sampai salah seorang menutup mata.
Apatah lagi anak. Semua kita yang beranak berketurunan merasai sendiri bahwa inti kekayaan ialah putera-putera yang berbakti, putera-putera yang berhasil dalam hidupnya. Putera berbakti adalah obat hati di waktu tenaga telah lemah.
Apakah hasil itu? Dia berilmu dan dia beriman, dia beragama dan dia pun dapat menempuh hidup dalam segala kesulitannya, dan setelah dia besar dewasa dapat tegak sendiri dalam rumahtangganya Inilah anak yang akan menyambung keturunan. Dan inilah bahagia yang tidak habis-habisnya. Si ayah akan tenang menutup mata jika ajal sampai.
Sebagai penutup dari doa itu, dia memohon lagi kepada Allah agar dia dijadikan Imam daripada orang-orang yang bertakwa. Setelah berdoa kepada Allah agar isteri dan anak menjadi buah hati, permainan mata karena takwa kepada Allah, maka ayah atau suami sebagai penangungjawab menuntun isteri dan anak menempuh jalan itu, dia mendoakan dirinya sendiri agar menjadi Imam, berjalan di muka sekali menuntun mereka menuju Jalan Allah.
Doa seorang Mu'min tiadalah boleh tanggung-tanggung. Dalam rumah-tangga hendaklah menjadi Imam, menjadi ikutan. Alangkah janggalnya kalau seorang suami atau seorang ayah menganjurkan anak dan isteri menjadi orang-orang yang berbakti kepada Tuhan, kalau dia sendiri tidak dapat dijadikan ikutan?
Itulah dia — “‘Ibadur Rahman" -orang-orang yang' telah menyediakan jiwa raganya menjadi Hamba Allah dan bangga dengan perhambaan itu.
Mukanya selalu tenang dan sikapnya lemah-lembut. Mudah dalam pergaulan, tidak bosan meladeni orang yang bodoh. Bangun beribadat tengah malam, mendekatkan jiwanya dengan Tuhan. Menjauhi kejahatan karena insaf akan azab api neraka.
Tengah malam dia bangun bermunajat, bertahajjud dan memohon ampun kepada Ilahi, terdengar azan Subuh dia pun segera bersembahyang Subuh, kalau dapat hendaklah berjamaah. Tidak dia menyangkat diri karena barangkali “kelasnya" dalam masyarakat duniawi terpandang tinggi. Dia menyebarkan senyum dan sikap sopan kepada sesama manusia. Selesai sembahyang, dia pun berjalan di atas bumi Allah mencari rezeki yang telah disediakan Tuhan karena diusahakan. Dan apabila rezeki itu telah dapat, dinafkahkannya dengan baik. Tidak dia royal dan ceroboh dan tidak pula dia bakhil dan kikir. Dan bukanlah mereka, karena sangat tekunnya sembahyang malam, tak kuat lagi berusaha siang harinya.
Teguh tauhidnya sehingga tidak ada tempatnya takut dan bertawakkal, kecuali kepada Allah, tidak dia memuja kepada Tuhan yang lain, karena memang tidak ada Tuhan yang lain. Hanya Allah. Tidak membunuh bahkan tidak pemah berniat jahat kepada sesamanya manusia, suci bersih kelaminnya daripada perzinaan, dan tidak naik saksi dusta, tidak suka mencampuri omong kosong dan dia pun tekun mendengar kebenaran. Bukan dirinya dan badannya sendiri saja yang difikirkannya, bahkan isteri dan anak-anaknya pun, diberinya contoh teladan sebagai Muslim yang baik.
Ayat 75
“Mereka itulah yang akan diberi ganjaran tempat yang mulia karena sabarnya, dan dia akan disambut di tempat itu dengan penuh kehormatan dan salam bahagia." (ayat 75).
Cobalah perhatikan inti ayat 75 itu. Mereka akan diberi ganjaran tempat yang mulia, bilik atau kamar yang indah permai, ruangan yang istimewa dalam syurga karena kesabaran mereka.
Mengapa tersebut kesabaran? Sebab masing-masing orang yang berjalan menegakkan Kebenaran, menyusun kekuatan diri dan melatih batin menjadi ‘Ibadur Rahman, Hamba Allah Tuhan Pemurah, akan merasai bahwasanya menyusun program apa yang harus ditempuh adalah mudah, tetapi menjalankannya amatlah sukar. Setiap segi tanda hidup ini seorang yang beriman itu meminta percobaan, meminta pengorbanan dan kadang-kadang meminta aliran darah dan airmata.
Kesabaran berjuang menegakkan keperibadian sebagai Muslim, sebagai hamba Allah yang sadar, menyebabkan kebahagiaan jiwa, karena mendapat syurga jannatun na'im, tempat tinggal yang tenteram, kediaman yang senang dan tenang; disambut oleh Malaikat-malaikat Tuhan dengan ucapan Tahiyyat (selamat) dan Salam bahagia.
Akhimya, sebagai penutup Surat Al-Furqan ini, Tuhan dengan perantaraan RasulNya menyuruh sampaikan kepada orang-orang yang selama ini lalai dan lengah, yang belum juga mendapat peyangan hidup, belum juga melatih diri,
“Katakanlah olehmu. Tuhanku tidak akan memperhatikan kamu kalau tidaklah karena doa atau ibadat kamu. Kamu telah mendustakan. Oleh sebab itu maka siksaan Tuhan atas dirimu adalah hal yang pasti."
Tuhan telah menunjukkan jalan yang harus ditempuh oleh orang yang telah insaf akan kurnia, Rahman dan Rahim Ilahi. Orang-orang yang dapat menuruti garis yang telah ditentukan Tuhan itu patutlah merasa bahagia karena dia telah diberi peyangan hidup, diberi penjelasan ke mana dia harus menuju. Orang lain yang masih kafir dan ragu ada juga mempunyai keinginan mendapat hidup bahagia, mendapat syurga yang dijanjikan. Tetapi dalam penutup Surat ini sudah diberikan kata tegas, bahwa selama kamu masih menyembah kepada yang selain Allah, selama kamu masih mempersekutukannya dengan yang lain, selama kamu masih mendustakan seruan-seruan yang dibawa oleh Utusan Allah janganlah kamu harap nasibmu akan berubah. Jalan yang salah itu pasti berujungkan azab dan siksa.
Pasti kamu menderita kesengsaraan jiwa di dunia dan neraka jahannam di akhirat.
Pintu taubat masfh terbuka: Masuklah ke dalam pintu itu kalau kamu mau. Tetapi kalau kamu masih menuruti jalan yang salah, azab siksa adalah pasti. (Lizaman). Yang harus menentukan bukan orang lain, tetapi engkau sendiri.
Maka bagi orang yang telah mendalam perasaan cintanya kepada Tuhan dirasainyalah satu kebanggaan jiwa yang amat tinggi apabila dia membaca ayat-ayat ‘ibadur Rahman dalam Surat al-Furqan ini, atau dalam Surat yang lain yang mengandung panggilan Tuhan kepada hambaNya: “Ya Tbadi", wahai HambaKu. Pernahlah seorang hamba Allah yang saking sangat terharunya membaca “Ya ‘Ibadi", atau ‘Ibadur Rahman, keluar ilham syairnya demikian bunyinya:
Satu hal yang amat menambah banggaku dan megahku, sehingga serasa berpijak kakiku di atas Bintang Timur.
Ialah Engkau masukkan daku dalam daftar “Hai HambaKu".
Dan Engkau telah jadikan Ahmad menjadi Nabiku.
Akan terasa pulalah oleh kita nikmat menjadi Hamba Tuhan apabila syarat-syarat dan latihan hidup yang telah digariskan dalam ayat-ayat ‘iBADUR RAHMAN dapat kita kerjakan, setapak demi setapak, selangkah demi selangkah. Itulah yang menentukan nilai peribadi kita sebagai Muslim.
Ayat ‘lbadur Rahman itulah cita (ideAl seorang Mu'min!
Selesai Penafsiran Surat al-Furqan
Pada pagi hari Jum'at
9 Rabi'u) Akhir 1383
30 Agustus 1963