Ayat
Terjemahan Per Kata
تَبَارَكَ
Maha Suci
ٱلَّذِي
yang
جَعَلَ
telah menjadikan
فِي
di
ٱلسَّمَآءِ
langit
بُرُوجٗا
gugusan bintang
وَجَعَلَ
Dan dia menjadikan
فِيهَا
padanya
سِرَٰجٗا
pelita (matahari)
وَقَمَرٗا
dan bulan
مُّنِيرٗا
bercahaya
تَبَارَكَ
Maha Suci
ٱلَّذِي
yang
جَعَلَ
telah menjadikan
فِي
di
ٱلسَّمَآءِ
langit
بُرُوجٗا
gugusan bintang
وَجَعَلَ
Dan dia menjadikan
فِيهَا
padanya
سِرَٰجٗا
pelita (matahari)
وَقَمَرٗا
dan bulan
مُّنِيرٗا
bercahaya
Terjemahan
Maha memberkahi (Allah) yang menjadikan gugusan bintang di langit serta padanya pelita (matahari) dan bulan yang bercahaya.
Tafsir
(Maha Suci) yakni Maha Agung (Allah yang telah menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang) yang ada dua belas, yaitu: Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo, Virgo, Libra, Scorpio, Sagitarius, Capricornus, Aquarius dan Pisces. Gugusan-gugusan tersebut merupakan garis edar dari tujuh planet yang beredar, yaitu planet Mars mempunyai Aries dan Scorpio, Gemini dan Virgo, planet Bulan mempunyai Cancer, planet Matahari mempunyai Leo, planet Yupiter mempunyai Sagitarius dan Pisces, planet Uranus mempunyai Capricornus dan Aquarius (dan Dia menjadikan padanya) juga (lampu) yakni matahari (dan bulan yang bercahaya) menurut suatu qiraat lafal Siraajan dibaca Suruujan dengan ungkapan jamak. Arti Muniiran adalah Nayyiraatin yakni yang bercahaya. Sengaja di sini hanya disebutkan bulan di antara planet-planet tersebut karena mengingat keutamaan yang dimilikinya.
Tafsir Surat Al-Furqan: 61-62
Mahasuci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya. Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. Allah ﷻ mengagungkan dan membesarkan diri-Nya atas keindahan segala apa yang diciptakan-Nya di langit berupa gugusan-gugusan bintang yang besar-besar; menurut pendapat Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Abu Saleh, Al-Hasan, dan Qatadah. Sedangkan menurut pendapat yang lain, yang dimaksud dengan al-buruj ialah gedung-gedung penjagaan yang ada di langit.
Demikianlah menurut riwayat yang bersumber dari Ali, Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b, Ibrahim An-Nakha'i, dan Sulaiman ibnu Mahran Al-A'masy. Pendapat ini dikatakan pula oleh sebuah riwayat yang bersumber dari Abu Saleh. Akan tetapi, pendapat yang pertamalah yang lebih kuat. Terkecuali jika bintang yang besar-besar itu diumpamakan sebagai gedung-gedung penjagaan, maka kedua pendapat ini dapat dipertemukan.
Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang (Al-Mulk: 5), hingga akhir ayat. Karena itulah disebutkan oleh ayat dalam surat ini: Mahasuci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari. (Al-Furqan: 61) Yakni matahari yang bersinar bagaikan pelita pada alam wujud ini. Seperti juga yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari). (An-Naba': 13) dan bulan yang bercahaya. (Al-Furqan: 61) Artinya, bercahaya lagi terang dengan cahaya sendiri, bukan cahaya matahari (Ibnu Kasir berpendapat bahwa bulan itu bersinar, dan bukan pantulan dari sinar matahari, pent.).
Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: Dialah Yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. (Yunus: 5) Dan firman Allah ﷻ menceritakan perkataan Nuh a.s. kepada kaumnya: Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita? (Nuh: 15-16) Adapun firman Allah ﷻ: Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti. (Al-Furqan: 62) Yakni masing-masing dari keduanya silih berganti, tiada henti-hentinya. Bila yang satunya datang, yang lainnya pergi; dan bila yang lain datang, maka yang satunya pergi; demikianlah seterusnya. Hal yang sama disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan Dia telah menundukkan (pula) bagi kalian matahari dan bulan yang terus-menerus beredar. (Ibrahim: 33) Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Al-A'raf: 54) Dan firman Allah ﷻ: Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan. (Yasin: 40) Adapun firman Allah ﷻ: bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Al-Furqan: 62) Artinya, Allah menjadikan siang dan malam silih berganti sebagai pertanda waktu buat hamba-hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya.
Maka barang siapa yang meninggalkan suatu amalan di malam hari, ia dapat menyusulnya di siang hari; dan barang siapa yang meninggalkan suatu amalan di siang hari, ia dapat menyusulnya di malam hari. Dalam sebuah hadis sahih telah disebutkan melalui firman-Nya: Sesungguhnya Allah ﷻ membuka lebar tangan-Nya di malam hari untuk (menerima) tobat orang yang melakukan dosa di siang hari, dan Dia membuka lebar tangan-Nya di siang hari untuk (menerima) tobat orang yang berbuat dosa di malam hari. Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah, dari Al-Hasan, bahwa Umar ibnul Khattab mengerjakan salat duhanya cukup panjang.
Ketika ditanyakan kepadanya, "Engkau telah melakukan sesuatu pada hari ini yang belum pernah engkau lakukan sebelumnya." Maka ia menjawab, "Sesungguhnya masih ada sesuatu dari wiridku yang tersisa, maka aku suka untuk menyempurnakannya (mengqadainya)" Lalu ia membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Al-Furqan: 62) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat, bahwa barang siapa yang meninggalkan sesuatu amalan di malam hari, maka ia boleh mengerjakannya di siang hari, atau barang siapa yang meninggalkan sesuatu amalan di siang hari, maka ia dapat mengerjakannya di malam hari.
Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, dan Al-Hasan. Mujahid dan Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Khilfah" yakni saling bertentangan; yang satu mempunyai ciri khas gelap, sedangkan yang lain mempunyai ciri khas terang."
Padahal jika mereka mengetahui kekuasaan Allah di alam seluruh, mereka pasti bersujud kepada-Nya. Mahasuci Allah dan Maha banyak kebaikan-Nya kepada makhluk-Nya, yang menjadikan di langit gugusan bintang-bintang dalam jumlah milyaran. Semuanya berjalan secara ter-atur, tak pernah ada benturan antara satu dengan lainnya. Dan Dia juga menjadikan padanya matahari dan bulan yang bersinar. Matahari mem-punyai energi panas yang luar biasa besarnya yang terus menyala-nyala sehingga bisa bersinar dengan kekuatannya sendiri. Sementara bulan bersinar dengan sinar yang lembut dan redup, karena mendapatkan pancaran dari cahaya matahari. Matahari dan bulan memberikan man-faat yang luar biasa kepada manusia. 62. Dan bentuk kekuasaan Allah lainnya adalah bahwa Dia pula yang menjadikan malam dan siang silih berganti sesuai dengan perputaran bumi mengelilingi matahari. Siang dan malam saling berkejaran. Kejadian alam seluruh ini haruslah menjadi bahan renungan bagi orang yang ingin mengambil pelajaran bahwa semua ciptaan Allah pasti mempunyai hikmah yang besar bagi makhluk-Nya, atau bagi yang ingin bersyukur dengan hati, lisan dan anggota badannya untuk mencari rida Allah.
Mahasuci Allah yang menjadikan di langit bintang-bintang yang jumlahnya tidak terhitung. Allah menjadikan pula matahari yang bersinar terang dan bulan yang bercahaya.
Menurut para ilmuwan, dalam membicarakan benda-benda angkasa, Al-Qur'an juga sudah membedakan bintang dari planet. Bintang adalah benda langit yang memancarkan sinar. Sedangkan planet hanya memantulkan sinar yang diterima dari bintang. Dengan demikian, bintang mempunyai sumber sinar, sedangkan planet tidak (Lihat Yunus/10: 5 dan al-hijr/15: 16).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tugas Rasul
Di dalam ketujuh ayat ini nampaklah dibayangkan tugas sucinya seorang Rasul. Pada ayat 56 disimpulkan tugas itu. Yaitu bahwa beliau adalah pembawa khabar yang menggembirakan, kepada insan betapa tinggi nilai mereka. Diperingatkan kepada manusia bahwa mereka harus bergembira, karena mereka dibedakan dengan binatang. Mereka diberi akal dan budi, pemberian yang tidak diberikan kepada makhluk mana pun yang melata di bumi ini, selain dari manusia. Dengan akalnya itu manusia mencari yang benar dan selalu menyingkiri yang salah. Manusia ingin hidup yang lebih baik dan lebih sempurna. Dengan penuh kegembiraan Rasul mengajak manusia sadar akan harga dirinya. Apabila manusia telah sadar akan nilai diri, dia pun akan bertambah gembira. Dengan gembira pula Rasul berjalan di muka sekali di dalam menuntut kebenaran dan hidup yang lebih mulia itu. Sedang yang beriman dan mengenal (ma'rifat) akan Tuhannya, niscaya bernilaiiah jasmani dan rohaninya. Apabila manusia kenal akan diri dan kenal akan Tuhan yang patut disembah-nya, pasti timbul kegembiraan hidup dan tidak ada beban yang berat.
Inilah tugas Rasul sebagai seorang “Mubasysyir". Dia menunjukkan “hayatan thayyibah", hidup yang baik. Kesalahan menyebabkan pewarisan bumi diberikan kepada manusia. Dan di belakang hidup yang sekarang ada lagi hidup lain, hidup kekal. Di tempat yang kekal itu syurga jannatun na'im menjadi tempat yang dijanjikan untuk yang percaya.
Tetapi di samping menjadi “mubasysyirin" pembawa khabar gembira, beliau pun menjadi “munzirin", pembawa ancaman. Apabila manusia menye-leUfeng dari jalan yang digariskan Tuhan, manusia itu akan runtuh.
“Barangsiapa yang menolak akan perintahKu, hidupnya akan morat-marit, dan sampai kepada hari kiamat kelak pun dia akan buta."
Di dalam diri manusia berlawanan teruslah antara akal mumi dengan nafsu angkara. Akal murni menunjukkan jalan yang lurus dan bahagia. Rasul memberi khabar gembira bagi barangsiapa yang menuruti kehendak akalnya. Tetapi Rasul atau Nabi pun memberi peringatan keras kepada barangsiapa yang dapat dikalahkan oleh nafsunya.
Sebagai seorang Nabi tidaklah pernah berpisah dari kedua tugas yang berjalin dan berkelindan menjadi satu itu. Itulah dia inti pokok dari Da'wah segala Rasul. Seorang Rasul bukan saja menjanjikan hari akhirat, tetapi keselamatan untuk dunia dan akhirat. Ataupun kecelakaan untuk akhirat.
Tetapi di dalam ayat ini jelas mana yang didahulukan, yaitu “mubasysyir" dan dalam ayat yang lain “basyir", mengajak dengan gembira, berda'wah yang menimbulkan kegembiraan, sehingga orang memikul tugas agama tidak semata karena takut ancaman neraka dan cemas akan kena azab. Orang harus merasa gembira bila dia dilantitcTuhan menjadi “Abduhu", menjadi hambaNya. Kegembiraan hidup menimbulkan kreasi dan keaktifan yang besar. Tenaga akal manusia, sebagai percikan anugerah Ilahi adalah luarbiasa untuk membangkitkan rahasia Tuhan dalam alam ini.
Apabila hati telah gembira, tidak ada berat yang tak terpikul, tidak ada gunung terlalu tinggi buat didaki, padang lalang lurah dalam. Kegembiraan inilah yang ditanamkan Rasulullah s.a.w, sehingga dalam masa seperempat abad saja, ummat Muhammad telah dapat menaklukkan dua buah Kerajaan besar, yaitu Romawi dan Persia. Terpancang bendera Kalimah Syahadat sampai ke Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal).
Gembiralah barangsiapa yang menempuh jalan ini, jalan Ash-Shrrat/ia/ Mustaqim, tetapi celakalah barangsiapa yang menempuh jalan lain.
Ayat ini patut benar difahamkan oleh sekalian orang yang merasa dirinya memikul tugas da'wah, pewaris Anbiya'. Basyir'an mesti'terlebih dahulu daripada Nazdiran. Ajakan dengan gembira hendaklah terlebih dahulu daripada mengancam. Jangan salah letaknya, sehingga mengancam terlebih dahulu daripada mengajak. Berapa banyaknya orang-orang yang hatinya telah lari dari agama, karena menerima pendidikan yang salah, menemui seorang guru atau Kiyai atau Muballigh. Mulai saja membuka pengajian, keluarlah segala ancaman. Barangsiapa begini masuk neraka jahannam, barangsiapa tidak sembahyang menjadi kafir laknatullah, tidak sah nikah dengan isterinya. Barangsiapa perempuan yang terbuka rambutnya, akan digantungkan dengan rambutnya itu dalam api neraka yang sangat panas. Barangsiapa suka mengumpat menggunjing orang lain, akan dibenamkan ke dalam neraka, dalam satu sungai yang airnya mengalir dari faraj seorang perempuan lacur, dan lain sebagainya. Maka dengan demikian, tidak ada yang menarik orang kepada agama, bahkan bertambah jauhlah dia dari tempat belajar. Dia takut datang kembali, karena hanya neraka saja yang didengarnya terlebih dahulu, sebelum mendapat ajakan gembira (57).
Di dalam ayat yang selanjutnya disuruh Tuhan akan Nabi menjelaskan bahwa perjuangannya ini tidaklah meminta upah dan tidak meminta gaji dari manusia. Sebab orang-orang yang memperkembangkan dirinya kepada benda menyangka perjuangan orang menegakkan kebenaran, dapat dinilai dengan upah.
Berapa suatu pelancaran cita-cita harus dibayar? Berapa suatu jasa harus dihargai?
Suatu jasa kalau telah diberi harga dengan uang atau benda, jatuhlah harganya. Apabila seorang Rasul mengajak orang kepada jalan yang benar, tidaklah itu untuk kepentingan dirinya, melainkan untuk kebahagiaan orang lain. Orang yang telah hidup dalam cita-cita untuk kebahagiaan sesamanya manusia, sudahlah merasa bahagia jika ajakan diturut, seruannya didengar. Itu sudahlah upah baginya.
Bukan saja Nabi ‘Muhammad yang berkata demikian, bahkan sekalian Rasul yang diutus Tuhan berkata demikian. Nabi Yunus, Nabi Hud, Nabi Shalih, Nabi Syu'aib, bahkan sekalian Nabi, selalu berkata:
“Upah yang kuharapkan hanyalah semata dari Allah."
Kadang-kadang “upah" yang mereka terima sangat menyedihkan. Dan orang yang menjunjung tinggi suatu keyakinan pun akan menerima upah yang kadang-kadang tak dapat diukur oleh kekuatan benda. Dibakar sebagai Ibrahim, dipenjarakan sebagai Yusuf, diusir sebagai Muhammad, berpindah besar-besaran dengan membelah laut sebagai Musa, membuat perahu untuk memisahkan diri dari kaum yang fasik sebagai Nabi Nuh.
Dalam ayat ini Nabi Muhammad s.a.w menegaskan bahwa saya tidak mengharapkan upah daripada kamu, melainkan kalau ada di antara kamu yang sudi menuruti jejakku ini, berjalan mengiringi daku menuju Ridha Allah, sudahlah itu upah yang besar bagiku, tandanya usahaku berhasil. Apabila engkau mendapat keselamatan dunia dan akhirat. Di dunia engkau menjadi orang baik dan mulia, sebagai Abu Bakar dan Umar dan yang lain, senanglah sudah hatiku. Dan itulah upahku.
Seakan-akan terbayanglah di mata khayal kita betapa hebatnya perjuangan batin Rasulullah di dalam menghadapi sanggahan kaumnya yang belum mau percaya itu. Rasul menyeru kepada hidup yang bahagia, memberi peringatan akan siksaan jika mereka tidak mau turut, tidak pernah bosan siang dan malam, tidak mengenal hari “libur". Lalu mereka bertanya: “Berapa kami harus bayar?"
Dalam saat-saat yang demikian, datanglah ayat 58: “Bertawakkallah engkau kepada Tuhan, wahai UtusanKu. Kuatkan jiwamu, teruskan perjuangan." Tuhan tetap hidup, Tuhan tidak pernah mati dan tidak akan mati selamanya. Dialah pelindungmu. Daripada Tuhan Yang Hidup itulah engkau harus menegakkan hidup. Dan seruan yang engkau bawa pun adalah seruan yang hidup, sebab dia datang dari Yang Hidup. Engkau sendiri pun kelak, jika datang waktunya, akan mati. Tetapi seruanku ini akan tetap hidup. Sebab dia datang dari Yang Hidup. Sandarkanlah hidupmu kepada Yang Hidup itu, bertasbihlah memuji Dia. Jangan engkau terlalu ambil pusing melihat dosa hamba-hamba Allah itu, yang diajak kepada kebajikan lalu menawarkan upah. Dibawa kepada kebenaran lalu mengemukakan permintaan-permintaan yang bukan-bukan. Teruskan tugasmu menjadi Mubasysyir dan menjadi Munzir. Adapun dosa-dosa yang mereka perbuat, kedurhakaan dan keangkuhan, semuanya itu diketahui sedalam-dalamnya oleh Tuhan, bahkan memang untuk memberi peringatan itulah engkau Aku utus.
Apabila kadang tertumbuk hatimu melihat keingkaran manusia, lihatlah langit lazuardi yang biru itu, menengadahlah ke awan yang berarak, memandanglah jauh; dan tukikkan pandang dekat ke bumi, dan pandang pula apa yang ada di antara langit dan bumi, bintang-gemintang, awan berarak, angin sepoi, semuanya itu -demikian ayat 59 -Tuhanmu yang menjadikan. Dia yang menciptakan. DijadikanNya dalam masa enam hari.
Enam hari! Apakah enam hari itu menurut perhitungan perputaran bumi mengelilingi matahari? Apakah ada hari lain menurut perhitungan Tuhan? Apakah enam hari berarti seribu tahun jika dihitung menurut perhitungan kita makhluk bumi? Sebagai tersebut dalam Surat as-Sajdah ayat 5? Apakah sehari yang perhitungannya 50,000 tahun jika dihitung oleh kita orang bumi sebagai tersebut dalam Surat al Ma'anj ayat 4? Hanya Tuhanlah Yang Maha Tahu. Kita tidak tahu; Ilmu Pengetahuan pun yang diberikan kepada kita tentang alam ini sangatlah terbatas.
Setelah Tuhan menciptakan langit semuanya, dan bumi, dan apa yang ada di antara langit dan bumi itu dalam enam hari, Tuhan pun bersemayam di singgasanaNya, mengatur selalu, tidak pemah lupa sekejap mata, tidak pernah tidur walaupun sesaat.
Tuhan bersemayam, bagaimana semayamNya, dan akal terbatas ini pun tak sampai ke sana. Sia-sia menaksir perkara yang tidak masuk bidang kita. Itulah Tuhan Ar-Rahman, Tuhan Yang Maha Pemurah. Itulah namaNya yang lain di samping Ar-Rahim.
Orang Arab sebelum Islam telah mengenal nama Allah. Kedatangan Nabi Muhammad s.a.w. memberi petunjuk 99 nama Tuhan. Di antaranya ialah Ar-Rahman. Apakah agaknya penafsiran yang lebih mendalam lagi tentang arti kata “Ar-Rahman" itu, engkau sendiri ya Muhammad boleh meminta penjelasan tentang arti Ar-Rahman itu kepada ahliNya. Siapa ahliNya itu?
“Tanyakanlah pada Yang Khabiir." Yang sangat tahu dan selidik.
Siapakah lagi tempat bertanya itu selain dari Allah?
“Ar-Rahman"; dibaca, kita pun faham sedikit demi sedikit. Ditafsirkan, dia pun bertambah mendalam. Dia disebut sebelum Ar-Rahim, dia menjadi pembuka dari setiap Surat. Dia menjadi pembuka Surat Sulaiman kepada Ratu Balqis negeri Saba. Dalam bahasa kita Indonesia diartikan orang “Penyayang" dan setengah penafsir lagi mengartikannya “Pemurah". Sedangkan untuk membedakan arti di antara Ar-Rahman dengan Ar-Rahim lagi sulit, karena bahasa kita tidak cukup, apatah lagi buat menggariskan 99 nama dan sifatnya.
Lebih tenteram rasanya fikiran kita jika dia tidak diartikan lagi, langsung diambil: Ar-Rahman.
Baca kembali ayat sebelumnya dan fahamkan dengan tekun. Di sana akan terbayang perasaan-perasaan yang menggelora dalam dada Nabi terhadap keingkaran ummatnya dan banyak dosa mereka. Belas kasihan memenuhi jiwa Nabi; bagaimana nasib ummat ini kesudahannya, kalau begini dosa yang mereka perbuat?
Ayat 59 memberi jawaban halus, bahwa Tuhan itu Ar-Rahman adanya.
Ar-Rahman, suatu kata yang mengandung arti kemurahan, kesayangan, cinta dan kasih terbayang dan jelas di mana-mana. Nabi bertanya betapakah agaknya nasib ummat durhaka ini, maka Nabi disuruh menengadah langit, menukik padang ke bumi, melihat apa yang ada di antara langit dan bumi. Merenung yang demikian itu akan menimbulkan pengertian tentang pemurahnya Tuhan dan kasih-sayangnya Tuhan.
Ayat 60
Setelah itu Nabi Muhammad memanggil kembaii kaumnya (ayat 60): Marilah bersujud kepada Tuhan yang bersifat Ar-Rahman itu. Tetapi apa pula sambutan mereka atas seruan itu? Mereka pun bertanya, yaitu pertanyaan yang mengandung keingkaran: “Apa Ar-Rahman? Di negeri Yamamah memang ada seorang bernama Rahman, orang itu pun mengakui dirinya jadi Nabi, yaitu Musailameh al-Kazzab. Apa itukah yang engkau maksudkan? Kepada si Rahman di Yamamah itukah kami engkau suruh sujud?" Sekali lagi mereka menolak dan sekali lagi mereka menjauhkan diri.
Ayat 61
Hentikan itu sejenak. Keingkaran orang-orang yang ingkar adalah perkara kecil belaka jika dibandingkan dengan kebesaran Ar-Rahman itu sendiri. Apabila singgah matamu kepada tempat yang kotor, supaya dia jangan sakit, dan sakit itu mengesan ke dalam jiwamu, menengadahlah kembali ke tempat yang tinggi, untuk membangun sesuatu haru dalam jiwa, (ayat 61).
“Amat berkat kiranya Tuhan yang telah menjadikan di langit ada bintang-bintang." Lihat seroja bercahaya pagi sebelum fajar habis dan matahari naik, lihat Mercurius dan Neptunus dan lihat beribu lagi dan beribu-ribu lagi. Bintang itu pun di bawah naungan Ar-Rahman.
“Dan Dia pun Tuhan daripada bintang-bintang Syi'ra." Yang jauhnya dari bumi 300,000 tahun cahaya. Engkau Insan ya, Muhammad, manusia sebagai ummatmu itu juga, tetapi engkau besar. Sebab kedatanganmu ialah hendak menyadarkan Insan akan hubungannya dengan alam, menyadarkan bahwa mereka bukan hidup sendirian dalam alam ini. Jika hatimu tersinggung melihat kesalahan mereka, maka ketenangan dan kepatuhan akan engkau lihat pada bintang-bintang itu.
Gelap malam, bintang pun bercahaya. Hari siang karena matahari telah terbit, dan matahari adalah PELITA dunia, dan bintang pun membawa sinar. Semuanya besar pengaruhnya atas perasaan dan akal budi manusia.
Lihat lagi kuasa Tuhan menggantikan (khiifatan) di antara malam dan siang. Berjalan dengan teratur tahun demi tahun, sehingga karena kebenaran dan teratur jalannya insan, bahwa memang Ada yang mengaturnya.
Dalam kejadian langit dan bumi, pergantian siang dan malam, dalam sinar bulan dan kelap-kelipnya bintang-bintang dan pelita yang dibawa oleh matahari akan dapatlah dilihat adanya Keteraturan, dan keteraturan adalah kebenaran, dan yang benar adalah indah, dan yang indah adalah adil. Itulah Malakutis Samawati, Kerajaan langit.
Siapa Insan di tengah Alam?
Apa yang engkau lihat di Bumi?
Kelapa tumbuh. Isinya yang amat lunak menembus tempurungnya yang keras dan menyeruak sabutnya yang tebal, lalu dia hidup, lalu dia menghasilkan, dan berbuah. Pertumbuhannya tersimpul dalam kalimat “KUN" (Adalah engkau); “FA YAKUN", (maka adalah diAl.
Cobalah perhatikan lebih dalam, apa lagi yang terlihat, yang matamu tidak menampak dia, padahal dia jelas dirasakan oleh akal fikiranmu?
Yang kulihat kian lama kian jelas ialah Kasih-sayang Pencipta kepada si Lunak, sehingga dengan Kasih-sayang itu dia dapat menembus yang keras.
Apa lagi yang kau lihat? Telah kulihat sekarang, kian lama kian banyak yang tampak. Tadinya mataku kabur, namun sekarang telah terang. Dari padang pasir Sahara tandus tumbuh pohon konna menghasilkan buah yang manis. Di hadapan rumahku tumbuh kembang warna-warni, tidak seorang pelukis pun yang sanggup mencipta warna seindah itu, tetapi dia didorong juga oleh hatinya hendak mencoba meniru dia.
Coba lihat pula ke langit di waktu malam, engkau rasakan kedamaian hatimu karena melihat bintang beribu-ribu? Engkau rasakan kedamaian dalam hatimu melihat bulan sejak sabitnya sampai purnamanya dan sampai dia susut kembali? Engkau rasakanlah keindahan fajar sampai matahari naik? Engkau rasakanlah kesegaran warna lembayung di kala pagi? Engkau rasakanlah mega berarak di waktu sore? Engkau rasakanlah ombak membanting dirinya ke pantai beribu tahun?
Sekarang simpulkan apa yang engkau lihat dalam hidupmu, Insan yang kecil, di tengah alam yang besar?
Aku melihat kebesaran.
Matamukah yang melihat, ataukah penglihatan yang lebih dalam dari mata?
Aku melihat dengan penglihatan yang lebih dalam dari mata.
Sudahkah engkau percaya sekarang bahwa di balik matamu ini ada penglihatan lain? Di balik jasmanimu ada hakikat yang sebenarnya, yaitu rohanimu? Akalmu, fikiranmu dan rasamu?
Sekarang aku sudah percaya.
Tadi engkau melihat pohon kelapa dan pohon korma, ombak bergulung dan warna kembang. Tadi engkau melihat bintang dan bulan dan matahari dan peraturan lalu-lintasnya. Padahal yang sebenarnya yang terlihat olehmu bukan lagi kelapa dan korma, ombak dan kembang, bulan dan bintang. Dengan hati nuranimu engkau melihat pula YANG SEBENARNYA ADA. Penglihatan hatimu telah melampaui apa yang terlihat oleh matamu. Tinggal sekarang matamu hanya semata alat penyambung dari hatimu.
Dalam dirimu ternyata sekarang bahwa benda yang bernama mata hanyalah alamat saja daripada adanya nurani yang kudus dalam dirimu. Dan alam sekeliling, yang kelihatan oleh matamu itu, hanyalah pertanda saja, hanyalah ayat saja daripada hakikat yang sebenarnya.
Hakikat yang sebenarnya itu bersifat Kasih dan Murah (tulah Dia Aliah, itulah Dia Ar-Rahman.
Bagaimana sekarang perasaanmu terhadap Ar-Rahman itu?
Jika telah engkau lihat Kasih-sayang Tuhan meliputi alam seluruhnya, adakah engkau rasai dalam hatimu ucapan syukur karena engkau mulai mengenal dan mengetahui Dia? Dia yang sebenarnya itu?
Alhamdulillah.
Kalau demikian halnya, sekarang tahulah engkau siapa dirimu dan apa tugasmu dalam hidup ini. Jiwa-ragamu, hati-nuranimu berkata bahwa engkau harus menjadi pemujanya dan berbakti kepadanya. Engkau ingin hendak menjadi ‘IBADUR RAHMAN. Hambasahaya daripada Tuhan Yang Pemurah dan Kasih.
Tadinya ayat ini hanya cerita kisah Muhammad an-Nabi hiba kasihan melihat dosa kaumnya. Kemudian daripada soal dosa naiklah ke alam Malakut, Kekuasaan Ilahi yang meliputi seluruh yang ada ini. Kemudian itu kembali kepada diri sendiri dan bertanya."Siapa aku dan apa tugasku dalam alam ini?"
Selesai ayat 62 ini akan masuklah kelak kepada sifat-sifat ‘IBADUR RAHMAN...