Ayat
Terjemahan Per Kata
إِن
sesungguhnya
كَادَ
hampir
لَيُضِلُّنَا
sungguh ia menyesatkan kita
عَنۡ
dari
ءَالِهَتِنَا
tuhan/sesembahan kita
لَوۡلَآ
seandainya tidak
أَن
bahwa
صَبَرۡنَا
kita bersabar
عَلَيۡهَاۚ
atasnya/kepadanya
وَسَوۡفَ
dan kelak
يَعۡلَمُونَ
mereka akan mengetahui
حِينَ
ketika
يَرَوۡنَ
mereka melihat
ٱلۡعَذَابَ
azab
مَنۡ
siapa
أَضَلُّ
lebih sesat
سَبِيلًا
jalan
إِن
sesungguhnya
كَادَ
hampir
لَيُضِلُّنَا
sungguh ia menyesatkan kita
عَنۡ
dari
ءَالِهَتِنَا
tuhan/sesembahan kita
لَوۡلَآ
seandainya tidak
أَن
bahwa
صَبَرۡنَا
kita bersabar
عَلَيۡهَاۚ
atasnya/kepadanya
وَسَوۡفَ
dan kelak
يَعۡلَمُونَ
mereka akan mengetahui
حِينَ
ketika
يَرَوۡنَ
mereka melihat
ٱلۡعَذَابَ
azab
مَنۡ
siapa
أَضَلُّ
lebih sesat
سَبِيلًا
jalan
Terjemahan
Sesungguhnya hampir saja dia (Nabi Muhammad) menyesatkan kita dari sesembahan kita seandainya kita tidak tetap bertahan (menyembah)-nya.” Kelak mereka akan mengetahui pada saat melihat azab, siapa gerangan yang paling sesat jalannya.
Tafsir
(Sesungguhnya) lafal In adalah bentuk Takhfif dari lafal Inna, sedangkan isimnya tidak disebutkan, jadi bentuk lengkapnya adalah Innahuu, artinya, sesungguhnya ia (hampirlah ia menyesatkan kita) memalingkan diri kita (dari sesembahan-sesembahan kita, seandainya kita tidak sabar menyembahnya.") niscaya kita dapat dipalingkan dari sesembahan-sesembahan kita olehnya. Maka Allah berfirman, ("Dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab) secara terang-terangan kelak di akhirat (siapa yang paling sesat jalannya") yang paling keliru tuntunannya, apakah mereka ataukah orang-orang yang beriman?.
Tafsir Surat Al-Furqan: 41-44
Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan), "Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya. Dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab, siapa yang paling sesat jalannya. Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu tiada lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (daripada binatang ternak itu).
Allah ﷻ menceritakan tentang ejekan yang dilontarkan oleh orang-orang musyrik kepada Rasulullah ﷺ bila mereka melihatnya, seperti yang disebut di dalam firman-Nya: Dan apabila orang-orang kafir itu melihat kamu, mereka hanya membuat kamu menjadi olok-olok. (Al-Anbiya: 36), hingga akhir ayat. Maksudnya, mereka menuduhnya melakukan suatu hal yang aib dan mendiskreditkannya. Maka dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya: Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan), "Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai rasul? (Al-Furqan: 41) Mereka mengatakannya dengan nada sinis dan mengejek, semoga Allah melaknat mereka. Hal ini ditegaskan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya dalam ayat yang lain: Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa orang rasul sebelum kamu. (Al-Anam 10, Ar-Rad: 32 dan Al-Anbiya: 41), Adapun firman Allah ﷻ yang menyitir ucapan orang-orang kafir: Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita. (Al-Furqan: 42) Mereka bermaksud bahwa dia hampir saja membelokkan mereka dari menyembah berhala, sekiranya mereka tidak sabar dan tabah serta tetap menyembah berhala-berhala sembahan mereka.
Maka Allah ﷻ berfirman mengancam mereka: Dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab. (Al-Furqan: 42), hingga akhir ayat. Kemudian Allah ﷻ berfirman mengingatkan kepada Nabi-Nya, bahwa orang yang telah ditakdirkan celaka dan sesat oleh Allah, maka tiada seorang pun yang dapat memberikan petunjuk kepadanya selain Allah ﷻ Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. (Al-Furqan: 43) Yakni mana saja yang dianggap baik oleh selera hawa nafsunya, maka itu adalah tuntunan dan panutannya. Sebagaimana yang disebut oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Maka apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk, lalu dia meyakini pekerjaan itu baik (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh setan)? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya. (Fatir: 8), hingga akhir ayat. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya: Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (Al-Furqan: 43) Ibnu Abbas mengatakan bahwa dahulu di masa Jahiliah seseorang menyembah batu putih selama suatu masa.
Maka bila ia melihat sesuatu yang lain yang lebih baik daripada batu putih sembahannya itu, ia beralih menyembahnya dan meninggalkan sembahan yang pertama. Kemudian Allah ﷻ berfirman: Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? (Al-Furqan: 44), hingga akhir ayat. Yakni mereka lebih buruk keadaannya daripada hewan ternak yang dilepas bebas, karena sesungguhnya hewan ternak itu hanyalah melakukan sesuai dengan naluri kehewanannya. Sedangkan mereka diciptakan untuk beribadah kepada Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, lalu mengapa mereka tidak menyembah-Nya? Bahkan mereka menyembah selain-Nya dan mempersekutukan-Nya dengan yang lain, padahal hujah telah ditegakkan terhadap mereka dengan diutus-Nya para rasul kepada mereka."
Padahal mereka tahu bahwa Nabi Muhammad tidaklah pernah berdusta. Mereka merasa bahwa Nabi Muhammad telah melakukan upaya maksimal dalam berdakwah, sehingga di antara mereka saling berbisik: Sungguh, hampir saja dia yakni Nabi Muhammad, menyesatkan, membelokkan kita dari sesembahan kita, seandainya kita tidak tetap bertahan menyembah nya. ' Walaupun dengan dalih yang dibuat-buat, mengelabui orang lain atau dengan jalan menakut nakuti. Dan kelak mereka akan mengetahui pada saat mereka melihat azab, baik di dunia maupun di akhirat siapa yang paling sesat jalannya, apakah Nabi Muhammad yang berada pada jalur kebenaran atau mereka sendiri. Pada waktu perang Badar, hal tersebut terbukti. 43. Sudahkah engkau, wahai Rasul melihat orang yang menjadikan keinginannya sebagai tuhannya, dengan selalu mengikuti hawa nafsunya. Orang-orang jahiliah, seperti dituturkan oleh Ibnu Abbas, selalu berganti sesembahan. Manakala ada sesembahan yang dipandang lebih baik, mereka akan mengganti sesembahan yang lama dengan yang baru. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya' Engkau, wahai Rasul, tidak akan bisa menahan mereka dari kesesatan, karena tugas kamu adalah menyampaikan ajaran.
Ucapan orang-orang musyrik bahwa Muhammad hampir saja menyesatkan mereka dari sembahan-sembahannya, seandainya mereka tidak tekun dan sabar menyembahnya, menunjukkan bahwa Nabi Muhammad telah menyampaikan dakwahnya dengan sungguh-sungguh disertai dengan hujah-hujah yang nyata. Nabi ﷺ juga memperlihatkan berbagai mukjizat sehingga mereka hampir-hampir meninggalkan agama nenek moyangnya dan memasuki agama Islam. Ucapan mereka itu menunjukkan pula adanya pertentangan yang hebat dalam hati sanubari mereka, dari satu sisi mereka mencemoohkan Nabi saw, dan dari sisi lain mereka merasa khawatir akan terpengaruh oleh dakwah Nabi ﷺ yang sangat kuat dan logis itu.
Selanjutnya, ayat ini menerangkan bahwa mereka akan mengetahui tentang siapa yang sesat jalannya pada saat mereka melihat azab. Menurut riwayat, ayat ini terkait dengan ulah yang dilakukan Abu Jahal pada setiap kali ia bertemu dengan Rasulullah. Cara serupa itu dilakukan oleh umat terdahulu kepada para rasul Allah seperti tersebut dalam firman Allah:
Dan sungguh, beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) telah diperolok-olokkan, sehingga turunlah azab kepada orang-orang yang mencemoohkan itu sebagai balasan olok-olokan mereka. (al-An'am/6: 10).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Pejuang Yang Hak Dan Tantangan Atasnya
Sebagaimana telah tertulis di ayat-ayat yang pertama Surat ini, adalah hidup itu perjuangan, di antara yang hak dengan yang batil. Kedatangan Utusan-utusan Tuhan, Nabi-nabi dan Rasul-rasul adalah penjelasan garis pemisah di antara yang hak dengan yang batil itu. Garis pemisah itulah yang dimaksudkan yang terkandung di dalam kalimat Furqan. Di dalam menentukan garis pemisah itu, bukanlah mudah tugas yang dipikul oleh seorang Nabi. Kisah sekalian Nabi-nabi itu adalah tali rantai sambung-bersambung daripada suatu seruan yang hak dan perlawanan dan tantangan daripada orang yang menegakkan yang batil.
Pada ayat 35 dijelaskan lagi kepada Nabi Muhammad s.a.w. bahwa perjuangan yang hebat dan dahsyat ini telah ditempuh oleh Nabi Musa. Dia diutus
Tuhan Allah membawa sebuah Kitab, yang berarti perintah, yaitu Kitab Taurat. Untuk membantu pekerjaannya yang sulit jtS^Tuhan Allah telah menyangkat pula saudara Nabi Musa itu sendiri, Nabi Harun menjadi Wazirnya, atau pembantunya yang utama. Mereka diperintahkan datang kepada kaum yang men-dustakan ayat-ayat dan peringatan Tuhan. Itulah Fir'aun dengan sekalian malaaihi, sekalian penyokong penganutnya atau regimnya, menurut istilah orang sekarang. Kekuasaan Fir'aun itu tegak atas kekafiran, yaitu menolak kata yang benar, kalau kebenaran itu akan mengyanggu kekuasaannya.
Adalah suatu pekerjaan yang sulit untuk menyampaikan seruan kepada orang yang telah mendinding hati sendiri dengan kekafiran. Dia terlebih dahulu telah berprasangka sebelum mendengar seruan. Tetapi pejuang-pejuang yang diutus istimewa untuk menghadapi itu, yaitu Musa dan Harun, tidaklah boleh berhati kecil atau patah semangat. Bertambah orang yang kafir itu membantah bertambah lebih keraslah hendaknuaTkedua Rasul itu berusaha dan bekerja.
Apa sebab? Sebabnya ialah karena Tuhan kasih kepada hambaNya. Dalam hakikat yang sejati; Tuhan pun kasih kepada Fir'aun itu, ataupun kepada orang-orang yang kafir itu. Sebab Tuhan telah menentukan suatu aturan pasti, bahwasanya orang yang kafir, zalim, aniaya dan ingkar pada akhir akibat, mesti jatuh kepada kehancuran. Suatu waktu dia akan mencapai apa yang di zaman sekarang disebut “Klimaks". Dalam pepatah orang kita tersebut ‘Terlalu paniang iadi patah'". Itu sebab maka Tuhan mengutus Utusan kepada manusia. Musa dan Harun selalu memperingatkan bahaya, tetapi Fir'aun selalu pula membantah dan ingkar, akhirnya dia hancur runtuh, bukan dari sebab tidak sampai kepadanya seruan dan bukan pula karena kelalaian Musa dan Harun, tetapi dari kesalahan Fir'aun sendiri.
Di ayat 36 diterangkan pula contoh yang lain, yaitu kaum Nabi Nuh. Lama sebelum Fir'aun. Mereka pun berbuat demikian pula. Seruan kebenaran yang dibawa oleh Utusan-utusan Tuhan mereka dustakan. Mendustakan bukan saja mulut berkata: “Engkau berdusta “ Bahkan sikap perbuatan yang tidak meng-acuhkan kebenaran, walaupun tidak dikatakan dengan mulut, adalah mendustakan juga. Akibatnya pun demikian pula. Tuhan menyuruh Nuh membuat bahtera karena bahaya besar akan datang kalau seruan Tuhan tidak juga diperhatikan. Mereka sambut ajakan naik bahtera itu dengan ejekan. Akhirnya bahtera dengan Nabi dan orang-orang yang beriman terlepas dari bahaya dan orang-orang yang menampik itu tenggelam belaka ke dasar laut. Sayangnya dalam yang tenggelam itu termasuk pula anak kandung Nabi Nuh sendiri."Hukum Besi" Ilahi tidaklah memilih bulu.
Hukum itu pun berlaku kepada kaum ‘Ad yang mengingkari seruan Nabi Hud, dan hukum itu pun berlaku kepada kaum Tsamud yang menolak seruan Nabi Shalih. Hukum itu pun berlaku kepada kaum yang empunya sumur tua, bahkan hukum itu pun berlaku kepada kaum-kaum yang lain dari kurun-kurun yang lain yang banyak sekali.
Kaum ‘Ad diajak Hud kepada jalan yang benar agar desa dan negeri mereka beroleh rahmat dan kesuburan, gemah npah loh jinawi, namun mereka hanya rintang dengan kemewahan. Kaum Tsamud diberi Allah tanda ke-benaranNya dengan melahirkan unta dari liang batu; unta itu mereka bunuh. Kaum yang empunya sumur tua pun demikian, didatangi oleh seorang Nabi mengajak kepada kebenaran. Nabi itu mereka tangkap dan mereka masukkan ke dalam Sumur tua itu, lalu mereka timbun dari atas. Begitu pula laku perangai kurun yang lain di tempat lain atau di waktu yang lain.
“Semua itu" -kata Tuhan pada ayat 39 -"Kami jadikan tamsil ibarat untuk engkau", hai utusan Kami, supaya engkau peringatkan pula kepada kaummu di Makkah itu. Hukum Tuhan itu adalah Hukum Besi. Manusia tidak akan diazab kalau tidak dari salahnya sendiri. Satu kaum, satu ummat, satu bangsa ataupun~satu generasi, kurun demi kurun di dalam hidup di dunia ini, harus tunduk kepada kebenaran sejarah itu.
Barangsiapa yang menyeleweng daripada garis kebenaran dan keadilan, mesti binasa. Azab Tuhanjtu datang adalah menuruti garis yang telah ditentukan, yang tidak ada kekuasaan manusia buat mengalihkannya."Lalang tidaklah menumbuhkan padi."
Hal ini bukanlah semata-mata dongeng, melainkan satu kenyataan Mereka orang Quraisy itu tidaklah mendengar semata-mata dongeng saja, bahkan dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri bekas kehancuran ummat yang menentang kebenaran. Mereka telah selalu pergi balik di antara Makkah dan Syam karena berniaga. Di tengah jalan mereka melalui suatu bekas runtuhan negeri Sadum (dekat laut Mati), bertemu runtuhan dari satu negeri besar. Warta berita nenek-moyang telah menyatakan dari mulut ke mulut bahwa penduduk negeri Sadum itu hancur-lebur seketika negeri mereka dihujani dengan hujan batu yang panas sehingga mereka semuanya terbakar hangus. Mereka telah diberi peringatan berkali-kali oleh Nabi Luth. Budi mereka sangat rusak, mereka memperisteri sesama laki-laki. Segala seruan kebenaran mereka abaikan, tidak mereka acuhkan. Mereka tidak sanggup lagi mengendalikan hawanafsu. Datang waktunya, mereka pun hancur-lebur dan hancur-lebur pula negeri tempat tinggal mereka. Bekasnya masih dapat dilihat.
“Tidaklah mereka lihat bekas itu?" Bahkan kaum itu pun tidak ada peng-harapan akan hari kebangkitan kembali, hari nusyur. Tidak adanya kepercayaan akan hari kiamat, hari nusyur, hari kebangkitan dan hari pembalasan, menyebabkan jiwa tidak terkendali dan hanya memperturutkan apa yang terkenang di hati saja.
Sikap orang-orang yang membantah itu sangat berbahaya bagi diri mereka sendin. Di dalam ayat yang selanjutnya (41) dinyatakan sikap mereka itu: “Jika mereka melihat engkau (ya utusanKu), tidak ada tingkah laku mereka selain mengejek."
Mengejek adalah alamat dan kesat hati, kerendahan budi dan tidak ada rasa tanggungjawab. Mereka berkata: “Orang semacam inikah yang diutus menjadi Rasul?"
“Dia hanya hendak menyesatkan kita saja dari tuhan-tuhan yang kita puja. Kita mesti sabar (bertahan) atas semuanya itu." Demikianlah mereka.
Apabila seseorang telah berani menghina orang lain, padahal orang yang dihina itu datang membawa kata kebenaran, adalah alamat bahwa jiwa itu sangat nista. Dengan sendirinya kepada orang yang bertingkah laku yang demikian, azab siksa Ilahi pasti datang Maka kalau azab itu datang kelak, waktu itulah baru dia tahu siapakah sebenarnya yang menempuh jalan sesat. Nabi yang mengajaknya kepada kebenaran lalu diejeknya itukah, atau mereka sendiri.
Tuhan memberi ingat pada ayat yang sesudahnya (43) bahwa orang-orang itu adalah orang yang telah mempertahankan hawanafsunya sendiri. Bagi orang yang bertuhan kepada hawanafsunya itu. ukuran dan nilai kebenaran tidak ada. Jiwanya kosong, yang berbicara adalah perasaannya belaka. Sebab itu dia tidak mempunyai pertimbangan tentang buruk dan baik, tentang mudharat dan manfaat.
Hawa diambil dari kata yang berarti “angin" atau “udara". Sebab itu maka sifatnya kosong. Rumpunnya hanya semata-mata perasaan, disebut juga oleh orang asing “gevoel"; apa yang terasa dicakapkan. Orang Indonesia moden menyebutnya “sentiment".
Sikapnya angin-anginan. Kalau datang orang memuji-mujinya setinggi langit, kembang-kempislah hidungnya karena girang. Apa yarig diminta kepadanya ketika itu akan dapat saja. Tetapi kalau hatinya sudah benci, mukanya berubah sekali. Kekusutan perasaan dan hawanya itu membayang kepada mukanya. Apabila dia marah, dirinya tidak dapat dikendalikannya. Dia tidak dapat menguasai dirinya. Sebab hawanya telah menjadi Tuhannya.
“Adakah engkau lihat, hai utusanKu, bagaimana rupanya orang yang mempertuhan hawanya?"
Dengan orang yang seperti ini, amat susah berurusan. Apatah lagi tentang hal perubahan jiwa manusia iiu, menunjukinya jalan atau menginsafkannya, tidaklah Kami wakilkan kepada engkau. Kewajibanmu adalah menyampaikan. Engkau tidak boleh bosan-bosan di dalam menyampaikan itu, sebagaimana tidak boleh bosan-bosannya Nabi-nabi yang terdahulu daripada engkau. Karena apabila manusia telah terlepas dari cengkeraman “tuhan hawa", akan jernihlah kembali jiwanya dan akan timbullah hakikat Iman yang sejati.
“Apakah engkau sangka mereka mendengar atau berfikir?"
Ayat 44
Tidak, mereka tidak mendengar atau berfikir Mereka hanya tahu makan dan minum dan kepuasan berkelamin. Hidupnya tidak mempunyai tujuan sebab itu tidak bernilai, “Bahkan mereka serupa dengan binatang, bahkan mereka lebih dari binatang." (ayat 44).
Memang, apabila orang telah memperturutkan. Kehendak hawanya dan nafsunya, cahaya ketuhanan kabur dalam hatinya. Hawa itulah yang menutup pendengaran dan penglihatannya, hawa membatas saluran penghubung di antara pendengarannya dengan hatinya. Sebab itu meskipun mata mereka melihat, tidak ada yang nampak. Meskipun telinga mendengar tidak ada yang masuk. Hati telah lama putus denganpancaindera. Maka lebih rendahlah dia dan binatang.
Dia insan, dipakainya sifat binatang, niscaya lebih rendah dia dari binatang. Binatang pun masih dapat dipuji karena kepatuhannya mengikuti perintah tuannya. Tetapi manusia yang telah kehilangan pangkalan fikiran waras siapa yang akan dipatuhinya? Manusia yang demikian sengsara batinnya, sebab sebagai manusia dia masih mempunyai akal. Dia melawan akalnya sendiri, sebab itu dia sengsara. Akan langsung jadi binatang pun dia tidak bisa.
Tuhan memberi peringatan kepada UtusanNya begitu berat tugas yang dihadapinya. Dia wajib jalan terus. Dia adalah Utusan, makhluk yang terpilih untuk memberi tuntunan bagi manusia, dan manusia adalah medan perjuangan di antara aslinya sebagai binatang dengan keinginan batinnya yang ingin naik ke tempat mulia, sebagai manusia.
Dengan kesepuluh ayat ini kita mendapat kesan yang mendalam betapa cinta kasih-sayang Tuhan kepada makhlukNya yang bernama Insan itu. Insan adalah Khalifah Ilahi di atas dunia ini. Mereka diberinya akal budi buat menyisihkan di antara yang, buruk dengan yang baik. Dia disuruh memakai akalnya buat menimbang segala perkara. Namun kasih cinta Tuhan itu tidak dicukupkanNya hanya hingga sekian saja, lalu diutusNya para UtusanNya, menunjukkan jalan. Ini adalah amat perlu, karena di dalam diri manusia itu selalu terjadi pertentangan di antara cita-cita yang tinggi dengan hawa dan nafsu, angkara dan murka. Sudah terang, apabila hawanafsu dan angkara murka itu tidak terkendali, Iman akan hancur ke dalam kehancuran dan derajatnya akan jatuh menjadi binatang. Sudah nyata bahwa hidupnya akan kusut dan masyarakatnya berkacau-balau, yang kuat menindas yang lemah dan yang kuasa menekan yang tidak berkuasa, padahal makhluk yang ditindas itu manusia juga, mempunyai pula nilai-nilai kemanusiaan yang dapat dipergunakan menghasilkan rahasia Tuhan dalam Alam, yang menurut istilah-istilah yang kita sebut sekarang mempunyai “Hak-hak Asasi Manusia".
Apabila kekuasaan mutlak Fir'aun tidak diberi Ilham oleh Wahyu Ilahi, alamat segala bangunan megah yang dia bangun hanyalah untuk kemegahan dirinya dengan mempergunakan tenaga “orang kecil". Karena merasa bahwa kuasanya tidak ada yang membatasi, dia akan bersikap lebih sombong, dan sekali kesombongan telah mempengaruhi jiwa, sudahlah sukar buat mengembalikannya kepada garis jalan yang lurus. Fir'aun akhirnya binasa. Ini adalah akibat yang wajar!
Kekuasaan para pemimpin dalam satu masyarakat, baik dia masyarakat kaum Nuh, atau masyarakat Fir'aun dan malaaihi (regimnya), atau masyarakat kaum ‘Ad yang tidak mengingat hari esok, atau masyarakat kaum Tsamud yang membunuh unta Tuhan karena angkuhnya, atau masyarakat kaum yang empunya sumur tua yang membenamkan Nabi mereka ke dalam sumur itu karena berani menegur kesalahan mereka, ataupun masyarakat Quraisy dengan Abu Jahal dan Abu Lahab dan lain-lainnya, jika terus-menerus menempuh jalan yang salah, mereka akan hancur. Yang hancur itu baik diri peri-badi, sebagai Fir'aun yang tenggelam dalam lautan Qubum. atau masyarakat itu sendiri sebagai kaum-kaum yang telah binasa itu.
Nabi Muhammad disuruh terus berusaha menyadarkan kaumnya dengan selalu memperingatkan langkah-langkah sesat yang telah ditempuh oleh ummat-ummat yang telah terdahulu tadi. Beliau tidak boleh bosan memberi ingatan. Hal-hal yang menyedihkan itu sedapat-dapatnya jangan kejadian lagi.
Karena kalau Tuhan menurunkan azabNya bukanlah sekali-kali karena Tuhan bersifat aniaya, melainkan bersifat adil, menurut aturan tertentu:
“Dan tidaklah pernah Allah akan berlaku zalim kepada mereka, melainkan mereka sendirilah yang berlaku zalim kepada diri mereka."
Dan sudah kehendak Tuhan pula, apabila bahaya itu datang, kerapkali bukan saja orang yang bertanggungjawab bermula yang kena, bahkan orang yang tak bersalah pun turut teraniaya:
“Dan awasi/ah olehmu suatu fitnah yang bukan saja khusus mengenai orang yang aniaya (bersalah), dan ketahuilah bahwasanya hukuman Tuhan itu sangat dahsyat."
Di sini kita pun mendapat pula suatu rahasia yang mendalam lagi. Yaitu bukan saja Tuhan yang kasih cinta kepada Insan, malahan Nabi Muhammad s.a.w. itu sendiri pun kasih cinta kepada ummat. Dalam perjalanan beliau melakukan Da'wah ke Thaif, beliau telah dilempari batu, sehingga mengalir darah sampai ke terompahnya karena bekas luka dilempar. Di tengah perjalanan pulang datanglah Malaikat Jibril menyatakan sesal atas kejadian itu dan dia bersedia jika Muhammad menghendaki, hendak menghancurkan negeri yang telah berlaku sangat rendah kepada Nabinya.
Tetapi Rasulullah s.a.w. telah menolak tawaran itu dan berkata bahwa yang diharapnya akan menerima petunjuk yang akan diberikan Tuhan kepadanya untuk disampaikan kepada kaumnya, bukanlah semata-mata daripada yang tua-tua, yang telah berat melepaskan kebiasaan yang lama. Beliau mengharapkan seruan ini akan diterima oleh anak cucu mereka, oleh generasi yang akan datang di belakang. Pada waktu itulah hati beliau terobat, karena di tengah jalan bertemu dengan seorang pemuda bangsa Ninive bersama ‘Adas, beragama Nasrani. Sedang Nabi berlindung di bawah sepohon kayu, dia pun datang. Dia dengarkan ajaran Nabi s. a. w. dan difahamkannya baik-baik lalu dia pun mengakui: “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad hambaNya dan UtusanNya."
Dalam perjalanan pulang itu dia berdoa dengan penuh ‘khusyuk
“Ya Tuhanku, beri hidayat kiranya kaumku, karena mereka itu tidak mengetahui."
Memanglah patut kalau jiwa yang sebesar itu diangkat Tuhan menjadi Nabi Akhir Zaman, tidak ada Nabi sesudahnya lagi.