Ayat
Terjemahan Per Kata
وَعَادٗا
dan kaum 'Ad
وَثَمُودَاْ
dan Tsamud
وَأَصۡحَٰبَ
dan penduduk
ٱلرَّسِّ
Rass
وَقُرُونَۢا
dan kurun-kurun
بَيۡنَ
diantara
ذَٰلِكَ
demikian (kaum-kaum)
كَثِيرٗا
banyak
وَعَادٗا
dan kaum 'Ad
وَثَمُودَاْ
dan Tsamud
وَأَصۡحَٰبَ
dan penduduk
ٱلرَّسِّ
Rass
وَقُرُونَۢا
dan kurun-kurun
بَيۡنَ
diantara
ذَٰلِكَ
demikian (kaum-kaum)
كَثِيرٗا
banyak
Terjemahan
(Kami telah membinasakan) kaum ‘Ad, Samud, penduduk Rass, dan banyak (lagi) generasi di antara (kaum-kaum) itu.
Tafsir
(Dan) ingatlah (kaum Ad) yakni kaum Nabi Hud (dan Tsamud) kaum Nabi Saleh (dan penduduk Rass) nama sebuah sumur; Nabi mereka menurut suatu pendapat adalah Nabi Syuaib, tetapi menurut pendapat yang lain bukan Nabi Syuaib. Mereka tinggal di sekitar sumur itu, kemudian sumur itu amblas berikut orang-orang yang tinggal di sekitarnya dan rumah-rumah mereka pun ikut amblas (dan banyak lagi generasi-generasi) kaum-kaum (di antara kaum-kaum tersebut) yakni antara kaum Ad dan penduduk Rass.
Tafsir Surat Al-Furqan: 35-40
Dan sesungguhnya Kami telah memberikan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai wazir (pembantu). Kemudian Kami berfirman kepada keduanya, "Pergilah, kamu berdua kepada kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka Kami membinasakan mereka sehancur-hancurnya. Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul, Kami tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (cerita) mereka itu pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang zalim azab yang pedih, dan (Kami binasakan) kaum Ad dan Samud dan penduduk Rass dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum-kaum tersebut.
Dan Kami jadikan bagi masing-masing mereka perumpamaan dan masing-masing mereka itu benar-benar telah Kami binasakan dengan sehancur-hancurnya. Dan sesungguhnya mereka (kaum musyrik Mekah) telah melalui sebuah negeri (Sadum) yang (dulu) dihujani dengan hujan yang sejelek-jeleknya (hujan batu). Maka apakah mereka tidak menyaksikan runtuhan itu; bahkan mereka itu tidak mengharapkan akan kebangkitan. Allah ﷻ berfirman seraya mengancam orang-orang yang mendustakan Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad ﷺ Mereka terdiri atas kalangan orang-orang musyrik kaumnya dan orang-orang yang menentangnya. Allah ﷻ memperingatkan mereka terhadap siksaan-Nya dan azab-Nya yang sangat pedih yang telah menimpa umat-umat terdahulu yang telah mendustakan rasul-rasul-Nya. Allah ﷻ memulainya dengan menyebutkan kisah Musa, bahwa Dia telah mengutusnya dan mengangkat saudara laki-lakinya yang bernama Harun sebagai nabi yang membantu, mendukung, dan menolongnya. Akan tetapi, fir'aun dan bala tentaranya mendustakannya. Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu. (Muhammad: 10) Demikian pula yang telah dilakukan oleh Allah ﷻ terhadap kaum Nuh a.s. yang mendustakan Rasul-Nya. Barang siapa yang mendustakan salah seorang rasul Allah, berarti ia mendustakan semua rasul Allah, sebab tidak ada bedanya antara rasul yang satu dengan rasul yang lainnya.
Seandainya Allah menakdirkan untuk mengutus kepada mereka semua rasul, maka pastilah mereka akan mendustakan para rasul Allah itu. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. (Al-Furqan: 37) Allah ﷻ tidak mengutus kepada mereka selain Nuh a.s. saja. Ia tinggal di kalangan mereka selama sembilan ratus lima puluh tahun, seraya menyeru mereka untuk menyembah Allah ﷻ dan memperingatkan mereka akan azab Allah (bila mereka tidak menaati seruannya). Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit (Hud: 40) Karena itulah Allah menenggelamkan mereka semuanya, sehingga tiada seorang pun dari mereka yang tersisa, dan tidak ada seorang Bani Adam pun yang ada di muka bumi tersisa kecuali orang-orang yang menaiki perahu Nuh a.s.
dan Kami jadikan (cerita) mereka itu pelajaran bagi manusia. (Al-Furqan: 37) Yakni pelajaran yang dijadikan sebagai peringatan bagi mereka, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung), Kami bawa (nenek moyang) kalian ke dalam bahtera, agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kalian dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar. (Al-Haqqah: 11-12) Kami biarkan kalian menaiki bahtera menempuh ombak lautan agar kalian ingat akan nikmat Allah kepada kalian, bahwa kalian telah diselamatkan dari tenggelam, dan menjadikan kalian termasuk keturunan orang-orang yang beriman kepada-Nya dan membenarkan perintah-Nya.
Firman Allah ﷻ: dan (Kami binasakan) kaum 'Ad dan Samud dan penduduk Rass. (Al-Furqan: 38) Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan kisah mengenai kaum Ad dan kaum Samud bukan hanya dalam satu surat, seperti dalam surat Al-A'raf, sehingga tidak perlu diulangi lagi dalam pembahasan ini. Adapun mengenai penduduk Rass, menurut Ibnu Juraij, dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa mereka adalah penduduk suatu kota dari kalangan kaum Samud.
Ibnu Juraij mengatakan, Ikrimah pernah mengatakan bahwa penduduk Rass bertempat tinggal di Falj, mereka adalah penduduk Yasin. Qatadah mengatakan bahwa Falj termasuk salah satu kota yang terletak di Yamamah. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan berikut sanadnya melalui Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan penduduk Rass. (Al-Furqan: 38) Rass adalah nama sebuah sumur yang terletak di Adzerbijan. As'-Sauri meriwayatkan dari Abu Bakar, dari Ikrimah, bahwa Rass adalah nama sebuah sumur; penduduk di sekitarnya mengebumikan nabi mereka di dalam sumur itu.
[] ". ". ". ". Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda, "Sesungguhnya manusia yang mula-mula masuk surga kelak di hari kiamat adalah seorang hamba berkulit hitam. Demikian itu karena Allah ﷻ mengutus seorang nabi kepada penduduk suatu kota, tiada yang beriman dari kalangan penduduk kota itu kecuali hamba yang berkulit hitam tersebut. Kemudian penduduk kota menangkap nabi mereka, lalu membuat sebuah sumur. Selanjutnya mereka melemparkan nabinya ke dalam sumur itu, kemudian mulut sumur itu mereka tutup dengan batu besar.
Hamba itu setiap harinya berangkat mencari kayu, kemudian kayu itu ia panggul di atas pundaknya dan dijualnya kayu itu, hasilnya ia belikan makanan dan minuman. Kemudian ia membawa makanan dan minuman itu ke sumur tersebut. Lalu ia mengangkat batu besar itu dengan pertolongan dari Allah (hingga ia kuat mengangkatnya sendirian), kemudian ia mengulurkan makanan dan minuman itu ke dalam sumur.
Setelah selesai, ia mengembalikan batu itu seperti sediakala. Demikianlah yang dilakukan oleh si hamba itu setiap harinya selama masa yang dikehendaki oleh Allah. Lalu pada suatu hari seperti biasanya ia mencari kayu. Setelah beroleh kayu, ia mengumpulkannya dan mengikatnya. Ketika hendak memanggulnya, tiba-tiba rasa kantuk berat menyerangnya. Ia berbaring sebentar untuk istirahat dan tertidur, maka Allah menjadikannya tertidur selama tujuh tahun.
Setelah itu ia terbangun dan menjulurkan tubuhnya, lalu pindah ke sisi lambung yang lain, maka Allah menjadikannya tertidur lagi selama tujuh tahun berikutnya. Kemudian ia terbangun, lalu memanggul ikatan kayunya, sedangkan dia mengira bahwa dirinya hanya tidur selama setengah hari. Lalu ia datang ke kota dan menjual kayunya, lalu membeli makanan dan minuman seperti yang ia lakukan sebelumnya.
Ia pergi menuju sumur tersebut yang di dalamnya terdapat seorang nabi yang disekap. Lalu ia mencarinya, tetapi ternyata ia tidak menjumpainya. Tanpa diketahuinya kaumnya telah sadar, lalu mereka mengeluarkan nabi itu dari dalam sumur tersebut, dan mereka beriman kepadanya serta membenarkannya. Lalu Nabi itu menanyakan kepada mereka perihal si budak hitam, apa saja yang dilakukannya? Mereka menjawab, 'Kami tidak mengetahui,' hingga akhirnya nabi itu wafat.
Sesudah itu si budak hitam tersebut terbangun dari tidurnya." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya budak hitam itu adalah orang yang mula-mula masuk surga. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ibnu Humaid, dari Salamah, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnu Ka'b secara mursal. Akan tetapi, di dalamnya terdapat garabah dan nakarah. Barangkali di dalam hadis terdapat idraj, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Ibnu Jarir mengatakan, tidak boleh menakwilkan bahwa mereka adalah penduduk Rass yang disebut di dalam Al-Qur'an, karena Allah telah menceritakan perihal mereka; bahwa Allah telah membinasakan mereka, sedangkan yang disebut di dalam hadis ini mereka beriman dan percaya kepada nabinya.
Terkecuali jika ditakwilkan bahwa peristiwa itu terjadi setelah bapak-bapak mereka binasa, lalu keturunannya beriman kepada nabi mereka. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan penduduk Rass ialah orang-orang yang memiliki galian (parit), yaitu mereka yang disebut di dalam surat Al-Buruj. Hanya Allahlah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah ﷻ: dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum-kaum tersebut. (Al-Furqan: 38) Yakni umat-umat yang jumlahnya berkali lipat daripada mereka yang telah disebutkan, semuanya telah Kami binasakan.
Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya: Dan Kami jadikan bagi masing-masing mereka perumpamaan. (Al-Furqan: 39) Kami jelaskan kepada mereka hujah-hujah (alasan-alasan) dan Kami terangkan bukti-bukti kepada mereka. Seperti yang dikatakan oleh Qatadah, bahwa Kami lenyapkan semua alasan dari mereka. dan masing-masing mereka itu benar-benar telah Kami binasakan dengan sehancur-hancurnya. (Al-Furqan: 39) Yaitu Kami hancurkan mereka dengan sehancur-hancurnya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. (Al-Isra: 17) Al-qarn artinya umat, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya: Kemudian Kami ciptakan sesudah mereka umat-umat yang lain. (Al-Mu-minun: 42) Sebagian di antara mereka mendefinisikannya bahwa satu kurun sama dengan seratus dua puluh tahun.
Menurut pendapat yang lain seratus tahun, menurut pendapat yang lainnya lagi delapan puluh tahun, ada pula yang mengatakan empat puluh tahun, dan banyak lagi pendapat lainnya yang berbeda-beda. Tetapi menurut pendapat yang kuat, yang dimaksud dengan qarn adalah umat yang ada di suatu kurun waktu (suatu zaman). Apabila mereka semuanya telah tiada, lalu diganti oleh generasi yang baru, maka generasi itu dinamakan qarn yang lain (generasi yang lain).
Seperti pengertian yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui salah satu sabda Nabi ﷺ yang mengatakan: Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian orang-orang (generasi) yang sesudahnya, kemudian orang-orang (generasi)yang sesudahnya lagi. Firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya mereka (kaum musyrik Mekah) telah melalui sebuah negeri (Sadum) yang (dulu) dihujani dengan hujan yang sejelek-jeleknya (hujan batu). (Al-Furqan: 40) Yaitu kotanya kaum Nabi Lut kota Sadum yang telah dibinasakan oleh Allah; buminya dibalikkan, lalu dihujani dengan hujan batu dari Sijjil. Seperti yang disebut di dalam firman-Nya: Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu), maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang diberi peringatan itu. (Asy-Syu'ara: 173) Dan sesungguhnya kalian (hai penduduk Mekah) benar-benar akan melalui (bekas-bekas) mereka di waktu pagi, dan di waktu malam. Maka apakah kalian tidak memikirkan? (As-Saffat: 137-138) Dan sesungguhnya kota itu benar-benar terletak di jalan yang masih tetap (dilalui manusia). (Al-Hijr: 76) Dan firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya kedua kota itu benar-benar terletak di jalan umum yang terang. (Al-Hijr: 79) Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: Maka apakah mereka tidak menyaksikan runtuhan itu. (Al-Furqan: 40) yang karenanya lalu mereka mengambil pelajaran dari azab dan pembalasan Allah yang telah menimpa para penduduknya akibat mendustakan rasul-Nya dan menentang perintah-perintah Allah ﷻ bahkan mereka itu tidak mengharapkan akan kebangkitan. (Al-Furqan: 40) Yang dimaksud dengan mereka adalah orang-orang kafir yang melalui jalan tersebut tidak mengambil pelajaran dari apa yang mereka lihat, sebab mereka adalah orang-orang yang tidak mempercayai adanya hari berbangkit kelak di hari kiamat."
dan telah Kami binasakan kaum 'Ad yaitu kaumnya nabi Hud di kawasan Yaman dan Samud yaitu kaum Nabi Saleh di Mada'in dan penduduk Rass yaitu penduduk sumur tempat seorang nabi di buang di dalamnya, atau pengikut Nabi Isa yang dimasukkan ke dalam parit lalu dibakar oleh raja yang musyrik serta banyak lagi generasi di antara kaum-kaum itu yang telah dibinasakan oleh Allah karena dosa-dosa mereka. 39. Dan masing-masing telah Kami jadikan perumpamaan bagi yang lain. Kami telah jelaskan kepada mereka akan kebenaran para rasul Kami dengan dalil yang sangat jelas dan masing-masing telah Kami hancurkan sehancur-hancurnya dengan cara Kami sendiri, baik dengan air bah, angin kencang yang panas, hujan batu, suara yang menggelegar, bumi yang ambles, penjungkirbalikan bumi, dan lain sebagainya.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah membinasakan kaum 'ad, kaum Nabi Hud, dengan angin yang bertiup dengan kekuatan yang sangat besar dan sangat dingin, membinasakan kaum Samud, kaum Nabi Saleh, dengan suara keras yang menggelegar, dan juga membinasakan penduduk Rass yang ada di negeri Yamamah yang telah membunuh nabi. Nasib yang sama juga telah menimpa generasi-generasi berikutnya akibat pembangkangan mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Pejuang Yang Hak Dan Tantangan Atasnya
Sebagaimana telah tertulis di ayat-ayat yang pertama Surat ini, adalah hidup itu perjuangan, di antara yang hak dengan yang batil. Kedatangan Utusan-utusan Tuhan, Nabi-nabi dan Rasul-rasul adalah penjelasan garis pemisah di antara yang hak dengan yang batil itu. Garis pemisah itulah yang dimaksudkan yang terkandung di dalam kalimat Furqan. Di dalam menentukan garis pemisah itu, bukanlah mudah tugas yang dipikul oleh seorang Nabi. Kisah sekalian Nabi-nabi itu adalah tali rantai sambung-bersambung daripada suatu seruan yang hak dan perlawanan dan tantangan daripada orang yang menegakkan yang batil.
Pada ayat 35 dijelaskan lagi kepada Nabi Muhammad s.a.w. bahwa perjuangan yang hebat dan dahsyat ini telah ditempuh oleh Nabi Musa. Dia diutus
Tuhan Allah membawa sebuah Kitab, yang berarti perintah, yaitu Kitab Taurat. Untuk membantu pekerjaannya yang sulit jtS^Tuhan Allah telah menyangkat pula saudara Nabi Musa itu sendiri, Nabi Harun menjadi Wazirnya, atau pembantunya yang utama. Mereka diperintahkan datang kepada kaum yang men-dustakan ayat-ayat dan peringatan Tuhan. Itulah Fir'aun dengan sekalian malaaihi, sekalian penyokong penganutnya atau regimnya, menurut istilah orang sekarang. Kekuasaan Fir'aun itu tegak atas kekafiran, yaitu menolak kata yang benar, kalau kebenaran itu akan mengyanggu kekuasaannya.
Adalah suatu pekerjaan yang sulit untuk menyampaikan seruan kepada orang yang telah mendinding hati sendiri dengan kekafiran. Dia terlebih dahulu telah berprasangka sebelum mendengar seruan. Tetapi pejuang-pejuang yang diutus istimewa untuk menghadapi itu, yaitu Musa dan Harun, tidaklah boleh berhati kecil atau patah semangat. Bertambah orang yang kafir itu membantah bertambah lebih keraslah hendaknuaTkedua Rasul itu berusaha dan bekerja.
Apa sebab? Sebabnya ialah karena Tuhan kasih kepada hambaNya. Dalam hakikat yang sejati; Tuhan pun kasih kepada Fir'aun itu, ataupun kepada orang-orang yang kafir itu. Sebab Tuhan telah menentukan suatu aturan pasti, bahwasanya orang yang kafir, zalim, aniaya dan ingkar pada akhir akibat, mesti jatuh kepada kehancuran. Suatu waktu dia akan mencapai apa yang di zaman sekarang disebut “Klimaks". Dalam pepatah orang kita tersebut ‘Terlalu paniang iadi patah'". Itu sebab maka Tuhan mengutus Utusan kepada manusia. Musa dan Harun selalu memperingatkan bahaya, tetapi Fir'aun selalu pula membantah dan ingkar, akhirnya dia hancur runtuh, bukan dari sebab tidak sampai kepadanya seruan dan bukan pula karena kelalaian Musa dan Harun, tetapi dari kesalahan Fir'aun sendiri.
Di ayat 36 diterangkan pula contoh yang lain, yaitu kaum Nabi Nuh. Lama sebelum Fir'aun. Mereka pun berbuat demikian pula. Seruan kebenaran yang dibawa oleh Utusan-utusan Tuhan mereka dustakan. Mendustakan bukan saja mulut berkata: “Engkau berdusta “ Bahkan sikap perbuatan yang tidak meng-acuhkan kebenaran, walaupun tidak dikatakan dengan mulut, adalah mendustakan juga. Akibatnya pun demikian pula. Tuhan menyuruh Nuh membuat bahtera karena bahaya besar akan datang kalau seruan Tuhan tidak juga diperhatikan. Mereka sambut ajakan naik bahtera itu dengan ejekan. Akhirnya bahtera dengan Nabi dan orang-orang yang beriman terlepas dari bahaya dan orang-orang yang menampik itu tenggelam belaka ke dasar laut. Sayangnya dalam yang tenggelam itu termasuk pula anak kandung Nabi Nuh sendiri."Hukum Besi" Ilahi tidaklah memilih bulu.
Hukum itu pun berlaku kepada kaum ‘Ad yang mengingkari seruan Nabi Hud, dan hukum itu pun berlaku kepada kaum Tsamud yang menolak seruan Nabi Shalih. Hukum itu pun berlaku kepada kaum yang empunya sumur tua, bahkan hukum itu pun berlaku kepada kaum-kaum yang lain dari kurun-kurun yang lain yang banyak sekali.
Kaum ‘Ad diajak Hud kepada jalan yang benar agar desa dan negeri mereka beroleh rahmat dan kesuburan, gemah npah loh jinawi, namun mereka hanya rintang dengan kemewahan. Kaum Tsamud diberi Allah tanda ke-benaranNya dengan melahirkan unta dari liang batu; unta itu mereka bunuh. Kaum yang empunya sumur tua pun demikian, didatangi oleh seorang Nabi mengajak kepada kebenaran. Nabi itu mereka tangkap dan mereka masukkan ke dalam Sumur tua itu, lalu mereka timbun dari atas. Begitu pula laku perangai kurun yang lain di tempat lain atau di waktu yang lain.
“Semua itu" -kata Tuhan pada ayat 39 -"Kami jadikan tamsil ibarat untuk engkau", hai utusan Kami, supaya engkau peringatkan pula kepada kaummu di Makkah itu. Hukum Tuhan itu adalah Hukum Besi. Manusia tidak akan diazab kalau tidak dari salahnya sendiri. Satu kaum, satu ummat, satu bangsa ataupun~satu generasi, kurun demi kurun di dalam hidup di dunia ini, harus tunduk kepada kebenaran sejarah itu.
Barangsiapa yang menyeleweng daripada garis kebenaran dan keadilan, mesti binasa. Azab Tuhanjtu datang adalah menuruti garis yang telah ditentukan, yang tidak ada kekuasaan manusia buat mengalihkannya."Lalang tidaklah menumbuhkan padi."
Hal ini bukanlah semata-mata dongeng, melainkan satu kenyataan Mereka orang Quraisy itu tidaklah mendengar semata-mata dongeng saja, bahkan dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri bekas kehancuran ummat yang menentang kebenaran. Mereka telah selalu pergi balik di antara Makkah dan Syam karena berniaga. Di tengah jalan mereka melalui suatu bekas runtuhan negeri Sadum (dekat laut Mati), bertemu runtuhan dari satu negeri besar. Warta berita nenek-moyang telah menyatakan dari mulut ke mulut bahwa penduduk negeri Sadum itu hancur-lebur seketika negeri mereka dihujani dengan hujan batu yang panas sehingga mereka semuanya terbakar hangus. Mereka telah diberi peringatan berkali-kali oleh Nabi Luth. Budi mereka sangat rusak, mereka memperisteri sesama laki-laki. Segala seruan kebenaran mereka abaikan, tidak mereka acuhkan. Mereka tidak sanggup lagi mengendalikan hawanafsu. Datang waktunya, mereka pun hancur-lebur dan hancur-lebur pula negeri tempat tinggal mereka. Bekasnya masih dapat dilihat.
“Tidaklah mereka lihat bekas itu?" Bahkan kaum itu pun tidak ada peng-harapan akan hari kebangkitan kembali, hari nusyur. Tidak adanya kepercayaan akan hari kiamat, hari nusyur, hari kebangkitan dan hari pembalasan, menyebabkan jiwa tidak terkendali dan hanya memperturutkan apa yang terkenang di hati saja.
Sikap orang-orang yang membantah itu sangat berbahaya bagi diri mereka sendin. Di dalam ayat yang selanjutnya (41) dinyatakan sikap mereka itu: “Jika mereka melihat engkau (ya utusanKu), tidak ada tingkah laku mereka selain mengejek."
Mengejek adalah alamat dan kesat hati, kerendahan budi dan tidak ada rasa tanggungjawab. Mereka berkata: “Orang semacam inikah yang diutus menjadi Rasul?"
“Dia hanya hendak menyesatkan kita saja dari tuhan-tuhan yang kita puja. Kita mesti sabar (bertahan) atas semuanya itu." Demikianlah mereka.
Apabila seseorang telah berani menghina orang lain, padahal orang yang dihina itu datang membawa kata kebenaran, adalah alamat bahwa jiwa itu sangat nista. Dengan sendirinya kepada orang yang bertingkah laku yang demikian, azab siksa Ilahi pasti datang Maka kalau azab itu datang kelak, waktu itulah baru dia tahu siapakah sebenarnya yang menempuh jalan sesat. Nabi yang mengajaknya kepada kebenaran lalu diejeknya itukah, atau mereka sendiri.
Tuhan memberi ingat pada ayat yang sesudahnya (43) bahwa orang-orang itu adalah orang yang telah mempertahankan hawanafsunya sendiri. Bagi orang yang bertuhan kepada hawanafsunya itu. ukuran dan nilai kebenaran tidak ada. Jiwanya kosong, yang berbicara adalah perasaannya belaka. Sebab itu dia tidak mempunyai pertimbangan tentang buruk dan baik, tentang mudharat dan manfaat.
Hawa diambil dari kata yang berarti “angin" atau “udara". Sebab itu maka sifatnya kosong. Rumpunnya hanya semata-mata perasaan, disebut juga oleh orang asing “gevoel"; apa yang terasa dicakapkan. Orang Indonesia moden menyebutnya “sentiment".
Sikapnya angin-anginan. Kalau datang orang memuji-mujinya setinggi langit, kembang-kempislah hidungnya karena girang. Apa yarig diminta kepadanya ketika itu akan dapat saja. Tetapi kalau hatinya sudah benci, mukanya berubah sekali. Kekusutan perasaan dan hawanya itu membayang kepada mukanya. Apabila dia marah, dirinya tidak dapat dikendalikannya. Dia tidak dapat menguasai dirinya. Sebab hawanya telah menjadi Tuhannya.
“Adakah engkau lihat, hai utusanKu, bagaimana rupanya orang yang mempertuhan hawanya?"
Dengan orang yang seperti ini, amat susah berurusan. Apatah lagi tentang hal perubahan jiwa manusia iiu, menunjukinya jalan atau menginsafkannya, tidaklah Kami wakilkan kepada engkau. Kewajibanmu adalah menyampaikan. Engkau tidak boleh bosan-bosan di dalam menyampaikan itu, sebagaimana tidak boleh bosan-bosannya Nabi-nabi yang terdahulu daripada engkau. Karena apabila manusia telah terlepas dari cengkeraman “tuhan hawa", akan jernihlah kembali jiwanya dan akan timbullah hakikat Iman yang sejati.
“Apakah engkau sangka mereka mendengar atau berfikir?"
Ayat 44
Tidak, mereka tidak mendengar atau berfikir Mereka hanya tahu makan dan minum dan kepuasan berkelamin. Hidupnya tidak mempunyai tujuan sebab itu tidak bernilai, “Bahkan mereka serupa dengan binatang, bahkan mereka lebih dari binatang." (ayat 44).
Memang, apabila orang telah memperturutkan. Kehendak hawanya dan nafsunya, cahaya ketuhanan kabur dalam hatinya. Hawa itulah yang menutup pendengaran dan penglihatannya, hawa membatas saluran penghubung di antara pendengarannya dengan hatinya. Sebab itu meskipun mata mereka melihat, tidak ada yang nampak. Meskipun telinga mendengar tidak ada yang masuk. Hati telah lama putus denganpancaindera. Maka lebih rendahlah dia dan binatang.
Dia insan, dipakainya sifat binatang, niscaya lebih rendah dia dari binatang. Binatang pun masih dapat dipuji karena kepatuhannya mengikuti perintah tuannya. Tetapi manusia yang telah kehilangan pangkalan fikiran waras siapa yang akan dipatuhinya? Manusia yang demikian sengsara batinnya, sebab sebagai manusia dia masih mempunyai akal. Dia melawan akalnya sendiri, sebab itu dia sengsara. Akan langsung jadi binatang pun dia tidak bisa.
Tuhan memberi peringatan kepada UtusanNya begitu berat tugas yang dihadapinya. Dia wajib jalan terus. Dia adalah Utusan, makhluk yang terpilih untuk memberi tuntunan bagi manusia, dan manusia adalah medan perjuangan di antara aslinya sebagai binatang dengan keinginan batinnya yang ingin naik ke tempat mulia, sebagai manusia.
Dengan kesepuluh ayat ini kita mendapat kesan yang mendalam betapa cinta kasih-sayang Tuhan kepada makhlukNya yang bernama Insan itu. Insan adalah Khalifah Ilahi di atas dunia ini. Mereka diberinya akal budi buat menyisihkan di antara yang, buruk dengan yang baik. Dia disuruh memakai akalnya buat menimbang segala perkara. Namun kasih cinta Tuhan itu tidak dicukupkanNya hanya hingga sekian saja, lalu diutusNya para UtusanNya, menunjukkan jalan. Ini adalah amat perlu, karena di dalam diri manusia itu selalu terjadi pertentangan di antara cita-cita yang tinggi dengan hawa dan nafsu, angkara dan murka. Sudah terang, apabila hawanafsu dan angkara murka itu tidak terkendali, Iman akan hancur ke dalam kehancuran dan derajatnya akan jatuh menjadi binatang. Sudah nyata bahwa hidupnya akan kusut dan masyarakatnya berkacau-balau, yang kuat menindas yang lemah dan yang kuasa menekan yang tidak berkuasa, padahal makhluk yang ditindas itu manusia juga, mempunyai pula nilai-nilai kemanusiaan yang dapat dipergunakan menghasilkan rahasia Tuhan dalam Alam, yang menurut istilah-istilah yang kita sebut sekarang mempunyai “Hak-hak Asasi Manusia".
Apabila kekuasaan mutlak Fir'aun tidak diberi Ilham oleh Wahyu Ilahi, alamat segala bangunan megah yang dia bangun hanyalah untuk kemegahan dirinya dengan mempergunakan tenaga “orang kecil". Karena merasa bahwa kuasanya tidak ada yang membatasi, dia akan bersikap lebih sombong, dan sekali kesombongan telah mempengaruhi jiwa, sudahlah sukar buat mengembalikannya kepada garis jalan yang lurus. Fir'aun akhirnya binasa. Ini adalah akibat yang wajar!
Kekuasaan para pemimpin dalam satu masyarakat, baik dia masyarakat kaum Nuh, atau masyarakat Fir'aun dan malaaihi (regimnya), atau masyarakat kaum ‘Ad yang tidak mengingat hari esok, atau masyarakat kaum Tsamud yang membunuh unta Tuhan karena angkuhnya, atau masyarakat kaum yang empunya sumur tua yang membenamkan Nabi mereka ke dalam sumur itu karena berani menegur kesalahan mereka, ataupun masyarakat Quraisy dengan Abu Jahal dan Abu Lahab dan lain-lainnya, jika terus-menerus menempuh jalan yang salah, mereka akan hancur. Yang hancur itu baik diri peri-badi, sebagai Fir'aun yang tenggelam dalam lautan Qubum. atau masyarakat itu sendiri sebagai kaum-kaum yang telah binasa itu.
Nabi Muhammad disuruh terus berusaha menyadarkan kaumnya dengan selalu memperingatkan langkah-langkah sesat yang telah ditempuh oleh ummat-ummat yang telah terdahulu tadi. Beliau tidak boleh bosan memberi ingatan. Hal-hal yang menyedihkan itu sedapat-dapatnya jangan kejadian lagi.
Karena kalau Tuhan menurunkan azabNya bukanlah sekali-kali karena Tuhan bersifat aniaya, melainkan bersifat adil, menurut aturan tertentu:
“Dan tidaklah pernah Allah akan berlaku zalim kepada mereka, melainkan mereka sendirilah yang berlaku zalim kepada diri mereka."
Dan sudah kehendak Tuhan pula, apabila bahaya itu datang, kerapkali bukan saja orang yang bertanggungjawab bermula yang kena, bahkan orang yang tak bersalah pun turut teraniaya:
“Dan awasi/ah olehmu suatu fitnah yang bukan saja khusus mengenai orang yang aniaya (bersalah), dan ketahuilah bahwasanya hukuman Tuhan itu sangat dahsyat."
Di sini kita pun mendapat pula suatu rahasia yang mendalam lagi. Yaitu bukan saja Tuhan yang kasih cinta kepada Insan, malahan Nabi Muhammad s.a.w. itu sendiri pun kasih cinta kepada ummat. Dalam perjalanan beliau melakukan Da'wah ke Thaif, beliau telah dilempari batu, sehingga mengalir darah sampai ke terompahnya karena bekas luka dilempar. Di tengah perjalanan pulang datanglah Malaikat Jibril menyatakan sesal atas kejadian itu dan dia bersedia jika Muhammad menghendaki, hendak menghancurkan negeri yang telah berlaku sangat rendah kepada Nabinya.
Tetapi Rasulullah s.a.w. telah menolak tawaran itu dan berkata bahwa yang diharapnya akan menerima petunjuk yang akan diberikan Tuhan kepadanya untuk disampaikan kepada kaumnya, bukanlah semata-mata daripada yang tua-tua, yang telah berat melepaskan kebiasaan yang lama. Beliau mengharapkan seruan ini akan diterima oleh anak cucu mereka, oleh generasi yang akan datang di belakang. Pada waktu itulah hati beliau terobat, karena di tengah jalan bertemu dengan seorang pemuda bangsa Ninive bersama ‘Adas, beragama Nasrani. Sedang Nabi berlindung di bawah sepohon kayu, dia pun datang. Dia dengarkan ajaran Nabi s. a. w. dan difahamkannya baik-baik lalu dia pun mengakui: “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad hambaNya dan UtusanNya."
Dalam perjalanan pulang itu dia berdoa dengan penuh ‘khusyuk
“Ya Tuhanku, beri hidayat kiranya kaumku, karena mereka itu tidak mengetahui."
Memanglah patut kalau jiwa yang sebesar itu diangkat Tuhan menjadi Nabi Akhir Zaman, tidak ada Nabi sesudahnya lagi.