Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَا
dan mereka
يَأۡتُونَكَ
tidak datang kepadamu
بِمَثَلٍ
dengan suatu perumpamaan
إِلَّا
melainkan
جِئۡنَٰكَ
Kami datang kepadamu
بِٱلۡحَقِّ
dengan kebenaran
وَأَحۡسَنَ
dan sebaik-baik
تَفۡسِيرًا
penjelasan
وَلَا
dan mereka
يَأۡتُونَكَ
tidak datang kepadamu
بِمَثَلٍ
dengan suatu perumpamaan
إِلَّا
melainkan
جِئۡنَٰكَ
Kami datang kepadamu
بِٱلۡحَقِّ
dengan kebenaran
وَأَحۡسَنَ
dan sebaik-baik
تَفۡسِيرًا
penjelasan
Terjemahan
Tidaklah mereka datang kepadamu (membawa) sesuatu yang aneh, kecuali Kami datangkan kepadamu kebenaran dan penjelasan yang terbaik.
Tafsir
(Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil) untuk membatalkan perkaramu (melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar) yang menolak dan membantahnya (dan yang paling baik penjelasannya) untuk menjelaskan perkara yang sebenarnya kepada mereka.
Tafsir Surat Al-Furqan: 32-34
Berkatalah orang-orang yang kafir, "Mengapa Al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja? Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berturut-turut dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. Orang-orang yang dihimpunkan ke neraka Jahanam dengan diseret atas muka-muka mereka, mereka itulah orang yang paling buruk tempatnya dan paling sesat jalannya.
Allah ﷻ menceritakan tentang sikap orang-orang kafir yang banyak menentang dan ingkar, juga keusilan mereka terhadap hal yang bukan urusan mereka, karena mereka mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya: Mengapa Al-Qur'an ini tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja? (Al-Furqan: 32) Yakni mengapa Al-Qur'an yang diwahyukan kepada Muhammad tidak diturunkan sekali turun saja, sebagaimana telah diturunkan kitab-kitab yang sebelumnya sekaligus, seperti kitab Taurat, Injil, Zabur, dan kitab-kitab samawi lainnya? Maka Allah ﷻ menjawab perkataan tersebut. Sesungguhnya Dia menurunkan Al-Qur'an secara berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun menurut peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang berkaitan dengannya serta menurut hukum yang diperlukan, tiada lain untuk meneguhkan hati orang-orang mukmin terhadapnya.
Sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur. (Al-Isra: 106), hingga akhir ayat. Dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya: supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil. (Al-Furqan: 32) Qatadah mengatakan bahwa makna tartil ialah menjelaskan, yakni Kami menjelaskannya sejelas-jelasnya. Menurut Ibnu Zaid, makna yang dimaksud ialah Kami menafsirkannya dengan jelas. Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil. (Al-Furqan: 33) Yaitu dengan membawa sesuatu alasan dan tuduhan yang tidak benar.
melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (Al-Furqan: 33) Artinya, tidak sekali-kali orang-orang kafir itu mengatakan sesuatu untuk menentang perkara yang hak, melainkan Kami sanggah mereka dengan jawaban yang benar, lebih jelas, lebih terang, dan lebih fasih daripada ucapan mereka. Sa'id ibnu Jubair mengatakan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil. (Al-Furqan: 33 Yakni suatu usaha untuk menjatuhkan Al-Qur'an dan Rasulullah ﷺ melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar. (Al-Furqan: 33), hingga akhir ayat. kecuali Jibril turun mengemban tugas dari Allah untuk menjawab mereka.
Hal ini tiada lain menunjukkan bukti perhatian Allah yang besar dan kemuliaan Rasulullah ﷺ di sisi-Nya, sehingga wahyu selalu datang kepadanya dari Allah ﷻ, baik di pagi hari, maupun di petang hari, di siang hari maupun di malam hari, sedang dalam perjalanan maupun sedang berada di tempat. Setiap kali malaikat turun menemuinya selalu membawa Al-Qur'an, lain halnya dengan cara penurunan kitab-kitab yang terdahulu (yang diturunkan sekaligus). Hal ini merupakan suatu kedudukan yang lebih tinggi dan lebih besar serta lebih agung ketimbang saudara-saudaranya dari kalangan semua nabi.
Al-Qur'an adalah kitab yang paling mulia yang diturunkan oleh Allah ﷻ, dan Nabi Muhammad ﷺ adalah nabi yang paling besar yang diutus oleh Allah ﷻ Al-Qur'an mempunyai dua sifat kekhususan (dibandingkan dengan kitab-kitab terdahulu), yaitu Di alam mala'ul a'la, Al-Qur'an diturunkan sekaligus dari Lauh Mahfuz ke Baitul izzah di langit yang paling bawah. Sesudah itu Al-Qur'an diturunkan ke bumi secara berangsur-angsur menurut peristiwa dan kejadian (yang memerlukan penurunan)nya. Imam Nasai telah meriwayatkan berikut sanadnya melalui Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa Al-Qur'an diturunkan sekaligus ke langit yang paling bawah pada malam Qadar. Kemudian diturunkan ke bumi selama dua puluh tahun.
Kemudian membaca: Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (Al-Furqan: 33) Dan firman Allah ﷻ: Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (Al-Isra: 106) Kemudian Allah ﷻ menceritakan tentang buruknya keadaan orang-orang kafir di hari mereka dikembalikan kepada Allah, yaitu hari kiamat. Mereka digiring masuk ke dalam neraka Jahanam dalam keadaan yang paling buruk dan rupa yang paling jelek.
Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Orang-orang yang dihimpun ke neraka Jahanam dengan diseret atas muka-muka mereka, mereka itulah orang yang paling buruk tempatnya dan paling sesat jalannya. (Al-Furqan: 34) Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan melalui sahabat Anas yang telah mengatakan bahwa ada seorang lelaki bertanya (kepada Rasul ﷺ), "Wahai Rasulullah, bagaimanakah orang kafir digiring masuk ke neraka Jahanam di atas mukanya?" Rasulullah ﷺ menjawab: Sesungguhnya Tuhan yang membuatnya berjalan di atas kedua kakinya mampu membuatnya berjalan di atas mukanya kelak di hari kiamat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan mufassirin."
Kemudian Allah menghibur Nabi Muhammad agar beliau bertambah semangat dalam berdakwah, dan tidak peduli dengan semua permintaan orang musyrik yang mengada-ada itu. Dan mereka (orang-orang kafir itu) tidak datang kepadamu (membawa) sesuatu yang aneh, seperti permintaan mereka yang mengada-ada, dengan tujuan mencederai kenabianmu. melainkan Kami datangkan kepadamu suatu jawaban yang benar dan tepat, akan melemahkan anggahan-sanggahan mereka yang batil dan penjelasan yang paling baik, sehingga akan jelas mana yang benar dan mana yang salah. 34. Ayat berikut ini berisi peringatan keras kepada orang kafir tentang nasib mereka di akhirat nanti. Orang-orang yang dikumpulkan ke nera-ka Jahanam dengan diseret wajahnya secara hakiki. Wajah adalah ang-gota badan yang paling mulia. Pada hari Kiamat diputarbalikan oleh Allah sehingga berada di bawah dan dengan kondisi seperti itu mereka berjalan, sebagai balasan atas dosa-dosa mereka. Mereka itulah yang paling buruk tempatnya dibanding dengan tempat mana pun dan paling sesat jalannya. Kemudian Allah kembali menghibur nabi dengan menceritakan nasib kaum yang durhaka di masa lalu.
Dalam ayat ini, Allah mengatakan kepada Nabi Muhammad bahwa Dia tidak akan membiarkan orang-orang kafir itu datang kepada Nabi membawa sesuatu yang batil yang mereka ada-adakan untuk menodai kerasulannya. Allah hanya akan mendatangkan kepada Nabi suatu yang benar untuk menolak tuduhan mereka dan memberikan penjelasan yang paling baik. Hal seperti ini tersebut pula dalam firman Allah:
Sebenarnya Kami melemparkan yang hak (kebenaran) kepada yang batil (tidak benar) lalu yang hak itu menghancurkannya, maka seketika itu (yang batil) lenyap. (al-Anbiya'/21: 18).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Keluhan Rasul
Pada ayat 30 Tuhan mengisahkan bahwa Rasul Allah itu pun pernah mengeluh. Dia mengadukan kesedihan hatinya kepada Tuhan, sebab kaumnya, kaum Quraisy yang sangat diharapkannya hendak menerima kebenaran al-Qur'an, bahkan telah menjauhkannya, tidak memperdulikannya. Diambil Kalimat “Mahjuran", laksana suatu tempat yang telah lama ditinggalkan dan tidak diperdulikan lagi.
Tuhan menganjurkan agar kita sebagai Muslim selalu membaca al-Qur'an. Dan Nabi pun memesankan agar membaca al-Qur'an itu dengan penuh minat dan perhatian, moga-moga dia masuk ke dalam hati sanubari, seayat demi se-ayat. Sehingga dia menyelusuk ke dalam rongga diri kita, menjadi sebahagian daripada darah kita, membentuk pandangan hidup kita. Bahkan Nabi pun mengizinkan membaca al-Qur'an dengan dilagukan, supaya pengaruh suara merdu itu membuka hati kita.
Ayat 30 ini apabila kita baca dengan seksama dan penuh renungan, membukakan kepada hati suatu rahasia tersembunyi. Keluhan Nabi bahwa kaumnya telah menjauhi dan meninggalkan Al-Qur'an ini adalah mengandungi cinta, belas dan kasihan kepada mereka. Kasihan kaumku ini, ya Tuhan! Al-Qur'an yang Tuhan datangkan dan Tuhan suruh sampaikan kepadaku terhadap mereka, yang penuh dengan petunjuk kepada kebahagiaan, mereka tinggalkan dan tidak mereka perdulikan. Hanya hawanafsu mereka saja yang mereka turutkan. Mereka merasa bangga dalam kekufuran, padahal mereka telah sengsara mereka tak tahu.
Maka keluhan Rasul itu disambut oleh Tuhan dengan ayat 31. Diperingatkan: Memang sudah demikianlah halnya perjuangan di dalam dunia ini. Setiap Nabi datang menunjukkan jalan yang benar, petunjuk untuk keselamatan mereka dunia dan akhirat, mesti ada yang memusuhi menentang. Sebab “Manusia adalah budak dari kebiasaannya yang lama7'. Musuh-musuh itu terdiri daripada orang-orang yang jahat, mujrimin. Namun tentangan daripada musuh adalah ujian atas ketabahan hati pejuang.
Dalam ayat 20 yang terdahulu Tuhan telah menjelaskan kepada Nabi bahwa suatu cita yang tinggi, apatah lagi cita Wahyu dari langit akan ditegakkan dalam dunia ini atas ujian. Tantangan akan datang, sanggahan akan datang."Sabarkah atau tidak?"
Dalam ayat 31 ini Tuhan memberikan lagi kepastian jaminan:
“Cukuplah kiranya Tuhanmu menjadi pemimpin dan penolong."
Yang engkau perjuangkan itu adalah kebenaran. Dan kebenaran itu adalah salah satu dari sifat Tuhan. Sebab itu maka dia datang dari Tuhan. Panas betapa pun teriknya, sehingga bumi menjadi lekang. Hujan betapa pun lebatnya, sehingga bumi menjadi lumpur semuanya, namun KEBENARAN tidaklah akan dapat dipengaruhi oleh kemarau dan lumpur. Setiap engkau berjumpa dengan satu ujian ataupun rintangan, karena hatimu yang tidak pernah lepas dari mengingat Allah (zikir), tuntunan Tuhan mesti datang tepat pada waktunya dan pertolongan mesti tiba di saat yang sangat penting. Bertambah itu engkau hadapi dan alami, bertambah engkau akan yakin apa maknanya Kebenaran.
Maka dalam kisah Isra' dan Mi'raj terdapatlah satu kiasan yang mendalam tentang adanya rintangan dalam permulaan jalan menuju Kebenaran itu.
Seketika Rasul Allah memulai Isra'nya dengan Buraq ke alam tertinggi, datanglah berbagai panggilan di tengah jalan, yang maksudnya tidak lain ialah merintangi tujuan semula dengan soal-soal tetek-bengek yang lain, dan selalulah Jibril memberi ingat kepada Muhammad s.a.w. supaya himbauan-himbauan itu jangan diperdulikan. Supaya jalan terus.
Usul Supaya Al-Qur'an Diturunkan Sekaligus
Pada ayat 32 dibayangkan lagi usul kaum kafir itu agar al-Qur'an itu diturunkan sekaligus saja. Mereka mencari-cari saja soal-soal yang akan diusulkan. Dahulu mereka mengritik mengapa Nabi makan dan minum, mengapa Nabi masuk pasar keluar pasar. Kemudian diusulkannya pula kepada Nabi itu membawa pengiring dan pembantu yang terdiri daripada bangsa malaikat. Kemudian diusulkannya pula supaya Nabi itu kaya-raya mempunyai perbendaharaan yang besar. Ada pula usul mereka supaya Nabi mempunyai kebun yang luas. Bahkan pernah mereka mengusulkan hendak melihat betapa rupa malaikat. Dan ada yang lebih hebat lagi, mereka mengusulkan hendak melihat betapa rupanya Tuhan itu. Sekarang datang lagi usul lain, yaitu supaya al-Qur'an itu diturunkan sekaligus saja, jangan terpotong-potong, seayat demi seayat sebagai sekarang.
Meskipun segala usul dan sanggahan itu dipandang dari hati yang Mu'min adalah soal kecil belaka, namun bagi orang yang imannya sedang dibangun perlu juga penerangan yang jelas. Usulan yang demikian akan mereka turuti lagi dengan usulan yang lain, yang kadang-kadang amat ganjil, lucu dan jenaka, memperlihatkan kecilnya jiwa orang-orang yang kafir itu. Namun Tuhan masih menunjukkan jawabNya kepada Nabi UtusanNya.
Tuhan menerangkan: Demikianlah adanya; supaya Kami tetapkan hatimu.
Turun al-Qur'an seayat demi seayat, sehingga setiap yang tiba dapat masuk ke dalam hati dan dapat memperteguh hati. Kemudian itu ‘Wa Rattainaahu tartilanKami ajarkan kepadamu membacanya dengan sebenar-benar bacaan.
Konon setiap ayat yang telah turun, diajarkan lagi oleh Jibril kepada Nabi dengan bacaan yang seksama, sehingga mana ayat yang telah turun, terus sekali masuk menyelinap ke dalam hati, bukan hanya semata-mata masuk, ke dalam catatan Surat. Dan diajarkan pula oleh Nabi seayat demi seayat kepada para sahabat.
Di dalam Surat al-Baqarah ayat 121 Tuhan menerangkan:
“Orang-orang yang Kami berikan kepadanya Kitab, lalu mereka baca Kitab itu sebenar-benarnya membaca, itulah orang-orang yang akan beriman kepadanya."
Pembacaan yang benar-benar itu hanya akan didapat jika setiap yang turun dibaca dengan seksama, dengan tartil. Tetapi kalau diturunkan sekaligus, mungkin dibaca juga, namun karena banyaknya, menjadi ragu, mana yang akan didahulukan. Itulah sebabnya maka “Arra'i-lul awwal", rombongan penyambut Islam yang pertama amat besar pengaruh al-Qur'an kepada dirinya, sebab setiap ayat yang datang dia memahamkan benar-benar ayat demi ayat.
Itulah sebabnya pula, setelah al-Qur'an menjadi mushhaf, telah terkumpul semuanya, banyak orang yang hafal Al-Qur'an, cuma menghafal saja, namun pengaruh kepada jiwanya tidak ada. Inilah yang dikatakan Nabi bahwa nanti akan datang zamannya orang membaca al-Qur'an laksana dengung lebah terbang, tetapi Iman tidak sampai masuk ke bawah dari kerongkongannya.
Pada ayat 33 diterangkan lagi sebab yang kedua mengapa al-Qur'an tidak diturunkan sekaligus."Dan tidaklah mereka datang dengan suatu perumpamaan, atau tegasnya suatu masalah, melainkan Kami datangkan pula suatu kebenaran, dan dengan tafsir (penjelasan) yang sebaik-baiknya."
Artinya di antara Wahyu itu diturunkan setelah ada suatu pertanyaan atau suatu kemusykilan. Nabi sendiri secara peribadi tidaklah sanggup menjawabnya. Barulah beliau jawab setelah datang Wahyu, ini terbukti setelah beliau pindah (hijrah) ke Madinah, banyak pertanyaan datang, sampai urusan haidh (perempuan datang bulan), sampai urusan hartabenda yang didapat dalam perang, sampai urusan minum khamar (alkohol) dan perjudian, semua pertanyaan itu dijawab oleh Wahyu. Di Makkah pun pernah kaum Quraisy bertanya tentang Raja Iskandar Zulkarpain, pun datang jawabnya dengan Wahyu.
Itulah sebabnya maka al-Qur'an tidak turun sekaligus. Kalau dia turun sekaligus, niscaya kita tidak akan dapat memahamkan isinya. Sebab al-Qur'an tidak semata-mata d6a munajat kepada Tuhan, sebagai Kitab Zabur misalnya, tetapi pun mengenai juga segi-segi kegiatan dan perkembangan masyarakat setiap masa.
Setelah disambut kemusykilan orang kafir mengapa al-Qur'an tidak diturunkan sekaligus, sehingga jawabnya telah dapat memuaskan orang beriman, namun pada ayat 34, dijelaskan lagi penyelesaian menghadapi orang-orang yang kafir, yang banyak merengek, meminta, mengemukakan usul yang tetek-bengek karena keengganan menerima kebenaran itu.
“Orang-orang yang akan dikumpulkan dan dihadapkan mukanya ke dalam neraka jahannam, itulah orang-orang yang akan mendapat tempat yang sejahat-jahatnya dan itulah orang yang menempuh jalan yang sesesat-sesatnya."
I'tibar yang mendalam dapat pulalah kita ambil daripada ayat-ayat ini. Tuhan Allah dan RasulNya bukanlah tidak sanggup meladeni segala permintaan atau segala usul. Tetapi haruslah diingat siapa engkau seketika bertanya itu. Dalam menghadapi Da'wah Islam, seorang pejuang penegak agama Rasul pun akan dihujani dengan pertanyaan dan permintaan yang bertubi-tubi. Tetapi tanya dan tanya ada dua. Tanya karena hendak mengelak tanya yang semata hendak melepaskan diri, sok-sok pintar, sewaktu-waktu boleh juga diladeni. Gayung disambut, kata berjawab. Namun memberi jawaban atas pertanyaan itu, bukanlah berarti bahwa si penanya telah lepas apa yang dimauinya, kalau dasar jiwa memang telah membantah sejak semula. Kalau pertanyaan itu dijawab maksud pertama hanyalah untuk menguatkan pendirian, kawan-kawan yang sefaham, bukan untuk meladeni orang yang memang sejak bermula sudah ada pendirian menolak.
Adapun orang yang beriman, dia pun akan bertanya pula. Tanyanya itu semata dari tidak tahu, maka jawaban kepadanya adalah pimpinan buat perjalanannya. Orang yang tidak pandai, memang sewajarnya bertanya kepada orang yang lebih pandai. Namun orang-orang yang “sok pandai" dan kufur, pertanyaan atau permintaannya hanyalah membayangkan kekafirannya belaka.
Dalam zaman kita sekarang pun kadang-kadang didengar pertanyaan yang sok-sok pandai itu, yang membayangkan bahwa caranya berfikir tidak dalam lingkungan Iman lagi. Misalnya orang yang masih mengakui Islam ialu bertanya dengan penuh “cemuh" (sinis), mengapa maka daging babi diharamkannya memakannya.
Guru yang menjawab mengatakan bahwa daging babi diharamkan karena dia mempunyai suatu zat hama atau cacing yang amat berbahaya bagi ke-sihatan. Maka yang bertanya tadi mengatakan bahwa hama atau cacing itu bisa mati dan hilang penyakit yang mengancam itu apabila daging babi itu dimasak dengan air yang sangat panas. Ketika yang ditanya itu memberikan jawab lagi yang tidak memuaskannya, dia pun menuduh bahwa Agama Islam tidak sesuai lagi dengan zaman kemajuan,"sebab masih mengharamkan daging babi.
Padahal kalau orang Mu'min, apabila datang perintah atau larangan daripada Allah dan Rasul, dia tidak bertanya lagi. Dia akan menyambut dengan “Sami'na wa atha'na". Namun seorang pejuang yang hendak menegakkan Agama Rasul, patut juga mempelajari jawab-jawab pertanyaan orang yang “kafir", bukan buat memuaskan si kafir, melainkan untuk meneguhkan hati orang yang beriman jua adanya.