Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقَالَ
dan berkata
ٱلرَّسُولُ
Rasul
يَٰرَبِّ
Ya tuhanku
إِنَّ
sesungguhnya
قَوۡمِي
kaumku
ٱتَّخَذُواْ
mereka mengambil/menjadikan
هَٰذَا
ini
ٱلۡقُرۡءَانَ
Al Qur'an
مَهۡجُورٗا
menjauhi/tidak dipedulikan
وَقَالَ
dan berkata
ٱلرَّسُولُ
Rasul
يَٰرَبِّ
Ya tuhanku
إِنَّ
sesungguhnya
قَوۡمِي
kaumku
ٱتَّخَذُواْ
mereka mengambil/menjadikan
هَٰذَا
ini
ٱلۡقُرۡءَانَ
Al Qur'an
مَهۡجُورٗا
menjauhi/tidak dipedulikan
Terjemahan
Rasul (Nabi Muhammad) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini (sebagai) sesuatu yang diabaikan.”
Tafsir
(Berkatalah Rasul) Nabi Muhammad, ("Ya Rabbku! Sesungguhnya kaumku) kabilah Quraisy (menjadikan Al-Qur'an ini suatu yang diasingkan") ditinggal begitu saja. Maka Allah ﷻ berfirman,.
Tafsir Surat Al-Furqan: 30-31
Berkatalah Rasul, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan. Dan seperti itulah telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong. Allah ﷻ menceritakan tentang nabi-Nya, yaitu Muhammad ﷺ Bahwa dia mengatakan: Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan. (Al-Furqan: 30) Demikian itu karena orang-orang musyrik tidak mau mendengar Al-Qur'an dengan penuh ketaatan, tidak mau pula mendengarnya. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Firman-Nya dalam ayat lain: Dan orang-orang yang kafir berkata, "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur'an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya. (Fussilat: 26), hingga akhir ayat.
Apabila dibacakan Al-Qur'an kepada mereka, mereka melakukan hiruk-pikuk dan banyak berbicara tentang hal lainnya hingga orang-orang tidak dapat mendengarkannya. Ini merupakan salah satu sikap yang menggambarkan ketidakacuhan kepada Al-Qur'an, tidak mau beriman kepada Al-Qur'an serta tidak membenarkannya, termasuk sikap meninggalkan Al-Qur'an. Termasuk sikap tidak mengacuhkan Al-Qur'an ialah tidak mau merenungkan dan memahami maknanya. Termasuk ke dalam pengertian tidak mengacuhkan Al-Qur'an ialah tidak mengamalkannya dan tidak melaksanakan perintah-perintahnya, serta tidak meninggalkan larangan-larangannya.
Termasuk pula ke dalam pengertian tidak mengacuhkan Al-Qur'an ialah mengesampingkannya, lalu menuju kepada yang lainnya, baik berupa syair, pendapat, nyanyian atau main-main, cerita atau pun metode yang diambil bukan darinya. Semoga Allah Yang Maha Penganugerah lagi Mahakuasa atas segala sesuatu menyelamatkan kita dari hal-hal yang membuat-Nya murka, dan menggerakkan kita kepada hal-hal yang diridai oleh-Nya, seperti menghafal Al-Qur'an-Nya, memahaminya, dan mengamalkan apa yang dikandungnya di tengah malam dan siang hari, sesuai dengan cara yang disukai dan diridai-Nya.
Sesungguhnya Dia Mahamulia lagi Maha Pemberi. Firman Allah ﷻ: Dan seperti itulah telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. (Al-Furqan: 31) Seperti yang terjadi pada dirimu, hai Muhammad, dari kaummu, yaitu orang-orang yang tidak mengacuhkan Al-Qur'an. Hal yang sama telah terjadi pula di kalangan umat-umat terdahulu. Karena Allah menjadikan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari kalangan orang-orang yang berdosa yang menyeru manusia kepada kesesatan dan kekafiran mereka.
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebut dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. (Al-An'am: 112) Karena itulah dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya: Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong. (Al-Furqan: 31) bagi orang yang mengikuti Rasul-Nya, beriman kepada Kitab-Nya, membenarkannya dan mengikuti petunjuknya. Sesungguhnya Allah akan memberinya petunjuk dan menolongnya di dunia dan di akhirat.
Disebutkan oleh firman-Nya: menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong. (Al-Furqan: 31) tiada lain karena orang-orang musyrik selalu menghalang-halangi manusia dari mengikuti ajaran Al-Qur'an, dengan tujuan agar tiada seorang pun yang memakai petunjuknya, dan agar jalan mereka (orang-orang musyrik) dapat mengalahkan petunjuk Al-Qur'an. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. (Al-Furqan: 31), hingga akhir ayat."
Nabi Muhammad sendiri mengeluhkan lingkungan masyarakat Quraisy yang buruk. Mereka lalai terhadap kitab suci Al-Qur'an yang berisi peringatan-peringatan. Dan Rasul Muhammad berkata, dengan segala keluh kesahnya 'Ya Tuhanku Yang Maha Rahman dan Rahim! Sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur'an ini diabaikan. Mereka tidak mau mendengarkan, apalagi mengamalkannya. " Ayat ini meng-isyarahkan bahwa lingkungan ikut mempengaruhi jalan hidup se-seorang. Allah lalu ingin menenangkan hati Nabi Muhammad, bahwa setiap nabi dari masa lalu adalah sama. Selalu saja berhadapan dengan para pengingkar. 31. Begitulah, bagi setiap nabi, semenjak masa lalu, telah Kami adakan musuh dari orang-orang yang berdosa, baik dari kalangan Jin atau manusia (Lihat: al-An'am/7: 112). Manusia gampang terpedaya oleh rayuan setan. Dengan itu Allah ingin mengetahui siapa di antara mereka yang taat kepada-Nya dan mana yang tidak. Tetapi cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong bagi siapa yang dikehendaki-Nya yaitu mereka yang ikhlas berada di jalan yang benar.
Pada ayat ini, Rasulullah mengadu kepada Allah dengan berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur'an ini sesuatu yang tidak perlu dihiraukan. Mereka tidak beriman kepadanya, tidak memperhatikan janji dan peringatan-nya. Bahkan mereka berpaling darinya dan menolak mengikuti-nya. Kemudian Allah menyuruh rasul-Nya berlaku sabar dan tabah menghadapi kaumnya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Keluhan Rasul
Pada ayat 30 Tuhan mengisahkan bahwa Rasul Allah itu pun pernah mengeluh. Dia mengadukan kesedihan hatinya kepada Tuhan, sebab kaumnya, kaum Quraisy yang sangat diharapkannya hendak menerima kebenaran al-Qur'an, bahkan telah menjauhkannya, tidak memperdulikannya. Diambil Kalimat “Mahjuran", laksana suatu tempat yang telah lama ditinggalkan dan tidak diperdulikan lagi.
Tuhan menganjurkan agar kita sebagai Muslim selalu membaca al-Qur'an. Dan Nabi pun memesankan agar membaca al-Qur'an itu dengan penuh minat dan perhatian, moga-moga dia masuk ke dalam hati sanubari, seayat demi se-ayat. Sehingga dia menyelusuk ke dalam rongga diri kita, menjadi sebahagian daripada darah kita, membentuk pandangan hidup kita. Bahkan Nabi pun mengizinkan membaca al-Qur'an dengan dilagukan, supaya pengaruh suara merdu itu membuka hati kita.
Ayat 30 ini apabila kita baca dengan seksama dan penuh renungan, membukakan kepada hati suatu rahasia tersembunyi. Keluhan Nabi bahwa kaumnya telah menjauhi dan meninggalkan Al-Qur'an ini adalah mengandungi cinta, belas dan kasihan kepada mereka. Kasihan kaumku ini, ya Tuhan! Al-Qur'an yang Tuhan datangkan dan Tuhan suruh sampaikan kepadaku terhadap mereka, yang penuh dengan petunjuk kepada kebahagiaan, mereka tinggalkan dan tidak mereka perdulikan. Hanya hawanafsu mereka saja yang mereka turutkan. Mereka merasa bangga dalam kekufuran, padahal mereka telah sengsara mereka tak tahu.
Maka keluhan Rasul itu disambut oleh Tuhan dengan ayat 31. Diperingatkan: Memang sudah demikianlah halnya perjuangan di dalam dunia ini. Setiap Nabi datang menunjukkan jalan yang benar, petunjuk untuk keselamatan mereka dunia dan akhirat, mesti ada yang memusuhi menentang. Sebab “Manusia adalah budak dari kebiasaannya yang lama7'. Musuh-musuh itu terdiri daripada orang-orang yang jahat, mujrimin. Namun tentangan daripada musuh adalah ujian atas ketabahan hati pejuang.
Dalam ayat 20 yang terdahulu Tuhan telah menjelaskan kepada Nabi bahwa suatu cita yang tinggi, apatah lagi cita Wahyu dari langit akan ditegakkan dalam dunia ini atas ujian. Tantangan akan datang, sanggahan akan datang."Sabarkah atau tidak?"
Dalam ayat 31 ini Tuhan memberikan lagi kepastian jaminan:
“Cukuplah kiranya Tuhanmu menjadi pemimpin dan penolong."
Yang engkau perjuangkan itu adalah kebenaran. Dan kebenaran itu adalah salah satu dari sifat Tuhan. Sebab itu maka dia datang dari Tuhan. Panas betapa pun teriknya, sehingga bumi menjadi lekang. Hujan betapa pun lebatnya, sehingga bumi menjadi lumpur semuanya, namun KEBENARAN tidaklah akan dapat dipengaruhi oleh kemarau dan lumpur. Setiap engkau berjumpa dengan satu ujian ataupun rintangan, karena hatimu yang tidak pernah lepas dari mengingat Allah (zikir), tuntunan Tuhan mesti datang tepat pada waktunya dan pertolongan mesti tiba di saat yang sangat penting. Bertambah itu engkau hadapi dan alami, bertambah engkau akan yakin apa maknanya Kebenaran.
Maka dalam kisah Isra' dan Mi'raj terdapatlah satu kiasan yang mendalam tentang adanya rintangan dalam permulaan jalan menuju Kebenaran itu.
Seketika Rasul Allah memulai Isra'nya dengan Buraq ke alam tertinggi, datanglah berbagai panggilan di tengah jalan, yang maksudnya tidak lain ialah merintangi tujuan semula dengan soal-soal tetek-bengek yang lain, dan selalulah Jibril memberi ingat kepada Muhammad s.a.w. supaya himbauan-himbauan itu jangan diperdulikan. Supaya jalan terus.
Usul Supaya Al-Qur'an Diturunkan Sekaligus
Pada ayat 32 dibayangkan lagi usul kaum kafir itu agar al-Qur'an itu diturunkan sekaligus saja. Mereka mencari-cari saja soal-soal yang akan diusulkan. Dahulu mereka mengritik mengapa Nabi makan dan minum, mengapa Nabi masuk pasar keluar pasar. Kemudian diusulkannya pula kepada Nabi itu membawa pengiring dan pembantu yang terdiri daripada bangsa malaikat. Kemudian diusulkannya pula supaya Nabi itu kaya-raya mempunyai perbendaharaan yang besar. Ada pula usul mereka supaya Nabi mempunyai kebun yang luas. Bahkan pernah mereka mengusulkan hendak melihat betapa rupa malaikat. Dan ada yang lebih hebat lagi, mereka mengusulkan hendak melihat betapa rupanya Tuhan itu. Sekarang datang lagi usul lain, yaitu supaya al-Qur'an itu diturunkan sekaligus saja, jangan terpotong-potong, seayat demi seayat sebagai sekarang.
Meskipun segala usul dan sanggahan itu dipandang dari hati yang Mu'min adalah soal kecil belaka, namun bagi orang yang imannya sedang dibangun perlu juga penerangan yang jelas. Usulan yang demikian akan mereka turuti lagi dengan usulan yang lain, yang kadang-kadang amat ganjil, lucu dan jenaka, memperlihatkan kecilnya jiwa orang-orang yang kafir itu. Namun Tuhan masih menunjukkan jawabNya kepada Nabi UtusanNya.
Tuhan menerangkan: Demikianlah adanya; supaya Kami tetapkan hatimu.
Turun al-Qur'an seayat demi seayat, sehingga setiap yang tiba dapat masuk ke dalam hati dan dapat memperteguh hati. Kemudian itu ‘Wa Rattainaahu tartilanKami ajarkan kepadamu membacanya dengan sebenar-benar bacaan.
Konon setiap ayat yang telah turun, diajarkan lagi oleh Jibril kepada Nabi dengan bacaan yang seksama, sehingga mana ayat yang telah turun, terus sekali masuk menyelinap ke dalam hati, bukan hanya semata-mata masuk, ke dalam catatan Surat. Dan diajarkan pula oleh Nabi seayat demi seayat kepada para sahabat.
Di dalam Surat al-Baqarah ayat 121 Tuhan menerangkan:
“Orang-orang yang Kami berikan kepadanya Kitab, lalu mereka baca Kitab itu sebenar-benarnya membaca, itulah orang-orang yang akan beriman kepadanya."
Pembacaan yang benar-benar itu hanya akan didapat jika setiap yang turun dibaca dengan seksama, dengan tartil. Tetapi kalau diturunkan sekaligus, mungkin dibaca juga, namun karena banyaknya, menjadi ragu, mana yang akan didahulukan. Itulah sebabnya maka “Arra'i-lul awwal", rombongan penyambut Islam yang pertama amat besar pengaruh al-Qur'an kepada dirinya, sebab setiap ayat yang datang dia memahamkan benar-benar ayat demi ayat.
Itulah sebabnya pula, setelah al-Qur'an menjadi mushhaf, telah terkumpul semuanya, banyak orang yang hafal Al-Qur'an, cuma menghafal saja, namun pengaruh kepada jiwanya tidak ada. Inilah yang dikatakan Nabi bahwa nanti akan datang zamannya orang membaca al-Qur'an laksana dengung lebah terbang, tetapi Iman tidak sampai masuk ke bawah dari kerongkongannya.
Pada ayat 33 diterangkan lagi sebab yang kedua mengapa al-Qur'an tidak diturunkan sekaligus."Dan tidaklah mereka datang dengan suatu perumpamaan, atau tegasnya suatu masalah, melainkan Kami datangkan pula suatu kebenaran, dan dengan tafsir (penjelasan) yang sebaik-baiknya."
Artinya di antara Wahyu itu diturunkan setelah ada suatu pertanyaan atau suatu kemusykilan. Nabi sendiri secara peribadi tidaklah sanggup menjawabnya. Barulah beliau jawab setelah datang Wahyu, ini terbukti setelah beliau pindah (hijrah) ke Madinah, banyak pertanyaan datang, sampai urusan haidh (perempuan datang bulan), sampai urusan hartabenda yang didapat dalam perang, sampai urusan minum khamar (alkohol) dan perjudian, semua pertanyaan itu dijawab oleh Wahyu. Di Makkah pun pernah kaum Quraisy bertanya tentang Raja Iskandar Zulkarpain, pun datang jawabnya dengan Wahyu.
Itulah sebabnya maka al-Qur'an tidak turun sekaligus. Kalau dia turun sekaligus, niscaya kita tidak akan dapat memahamkan isinya. Sebab al-Qur'an tidak semata-mata d6a munajat kepada Tuhan, sebagai Kitab Zabur misalnya, tetapi pun mengenai juga segi-segi kegiatan dan perkembangan masyarakat setiap masa.
Setelah disambut kemusykilan orang kafir mengapa al-Qur'an tidak diturunkan sekaligus, sehingga jawabnya telah dapat memuaskan orang beriman, namun pada ayat 34, dijelaskan lagi penyelesaian menghadapi orang-orang yang kafir, yang banyak merengek, meminta, mengemukakan usul yang tetek-bengek karena keengganan menerima kebenaran itu.
“Orang-orang yang akan dikumpulkan dan dihadapkan mukanya ke dalam neraka jahannam, itulah orang-orang yang akan mendapat tempat yang sejahat-jahatnya dan itulah orang yang menempuh jalan yang sesesat-sesatnya."
I'tibar yang mendalam dapat pulalah kita ambil daripada ayat-ayat ini. Tuhan Allah dan RasulNya bukanlah tidak sanggup meladeni segala permintaan atau segala usul. Tetapi haruslah diingat siapa engkau seketika bertanya itu. Dalam menghadapi Da'wah Islam, seorang pejuang penegak agama Rasul pun akan dihujani dengan pertanyaan dan permintaan yang bertubi-tubi. Tetapi tanya dan tanya ada dua. Tanya karena hendak mengelak tanya yang semata hendak melepaskan diri, sok-sok pintar, sewaktu-waktu boleh juga diladeni. Gayung disambut, kata berjawab. Namun memberi jawaban atas pertanyaan itu, bukanlah berarti bahwa si penanya telah lepas apa yang dimauinya, kalau dasar jiwa memang telah membantah sejak semula. Kalau pertanyaan itu dijawab maksud pertama hanyalah untuk menguatkan pendirian, kawan-kawan yang sefaham, bukan untuk meladeni orang yang memang sejak bermula sudah ada pendirian menolak.
Adapun orang yang beriman, dia pun akan bertanya pula. Tanyanya itu semata dari tidak tahu, maka jawaban kepadanya adalah pimpinan buat perjalanannya. Orang yang tidak pandai, memang sewajarnya bertanya kepada orang yang lebih pandai. Namun orang-orang yang “sok pandai" dan kufur, pertanyaan atau permintaannya hanyalah membayangkan kekafirannya belaka.
Dalam zaman kita sekarang pun kadang-kadang didengar pertanyaan yang sok-sok pandai itu, yang membayangkan bahwa caranya berfikir tidak dalam lingkungan Iman lagi. Misalnya orang yang masih mengakui Islam ialu bertanya dengan penuh “cemuh" (sinis), mengapa maka daging babi diharamkannya memakannya.
Guru yang menjawab mengatakan bahwa daging babi diharamkan karena dia mempunyai suatu zat hama atau cacing yang amat berbahaya bagi ke-sihatan. Maka yang bertanya tadi mengatakan bahwa hama atau cacing itu bisa mati dan hilang penyakit yang mengancam itu apabila daging babi itu dimasak dengan air yang sangat panas. Ketika yang ditanya itu memberikan jawab lagi yang tidak memuaskannya, dia pun menuduh bahwa Agama Islam tidak sesuai lagi dengan zaman kemajuan,"sebab masih mengharamkan daging babi.
Padahal kalau orang Mu'min, apabila datang perintah atau larangan daripada Allah dan Rasul, dia tidak bertanya lagi. Dia akan menyambut dengan “Sami'na wa atha'na". Namun seorang pejuang yang hendak menegakkan Agama Rasul, patut juga mempelajari jawab-jawab pertanyaan orang yang “kafir", bukan buat memuaskan si kafir, melainkan untuk meneguhkan hati orang yang beriman jua adanya.