Ayat
Terjemahan Per Kata
يَوۡمَ
pada hari
يَرَوۡنَ
mereka melihat
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةَ
malaikat
لَا
tidak ada
بُشۡرَىٰ
kabar gembira
يَوۡمَئِذٖ
pada hari itu
لِّلۡمُجۡرِمِينَ
bagi orang-orang yang berdosa
وَيَقُولُونَ
dan mereka berkata
حِجۡرٗا
larangan/halangan
مَّحۡجُورٗا
terhalang
يَوۡمَ
pada hari
يَرَوۡنَ
mereka melihat
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةَ
malaikat
لَا
tidak ada
بُشۡرَىٰ
kabar gembira
يَوۡمَئِذٖ
pada hari itu
لِّلۡمُجۡرِمِينَ
bagi orang-orang yang berdosa
وَيَقُولُونَ
dan mereka berkata
حِجۡرٗا
larangan/halangan
مَّحۡجُورٗا
terhalang
Terjemahan
(Ingatlah) hari (ketika) mereka melihat para malaikat. Pada hari itu tidak ada kabar gembira bagi para pendosa dan mereka (para malaikat) berkata, “Sungguh terlarang bagi kamu (kabar gembira).”
Tafsir
(Pada hari mereka melihat Malaikat) di antara makhluk-makhluk Allah yang lainnya, yaitu pada hari kiamat. Lafal Yauma dinashabkan oleh lafal Udzkur, yang keberadaannya diperkirakan sebelumnya; maksudnya, ingatlah pada hari mereka melihat Malaikat (di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa) yakni orang-orang kafir, berbeda keadaannya dengan orang-orang Mukmin, bagi mereka kabar gembira yaitu mendapatkan surga (dan mereka berkata: 'Hijran mahjuuran'") sebagaimana kebiasaan mereka di dunia apabila mereka tertimpa kesengsaraan, artinya: lindungilah kami di tempat perlindungan. Mereka pada hari itu meminta perlindungan kepada Malaikat. Kemudian Allah berfirman,.
Tafsir Surat Al-Furqan: 21-24
Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya) dengan Kami, "Mengapakah tidak diturunkan malaikat kepada kita atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita? Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas (dalam melakukan) kezaliman. Pada hari mereka melihat malaikat di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa dan mereka berkata, "Hijran Mahjura. Dan Kami dapati segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya.
Allah ﷻ berfirman, menceritakan tentang kerasnya kekafiran dan keingkaran orang-orang kafir. Hal ini terbaca dari ucapan mereka, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Mengapakah tidak diturunkan malaikat kepada kita. (Al-Furqan: 21) Yakni untuk membawa risalah sebagaimana risalah diturunkan kepada para nabi, seperti yang diceritakan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain menyitir ucapan mereka melalui firman-Nya: Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah. (Al-An'am: 124) Makna ayat ini dapat pula ditakwilkan bahwa maksud mereka yang diutarakan oleh firman-Nya: Mengapakah tidak diturunkan malaikat kepada kita. (Al-Furqan: 21) sehingga kita dapat melihat mereka dan mereka memberitahukan kepada kita bahwa Muhammad adalah utusan Allah, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya menceritakan perkataan mereka: atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami. (Al-Isra: 92) Tafsir atau makna ayat ini telah diterangkan di dalam surat Al-Isra.
Karena itu, dalam ayat ini disebutkan bahwa mereka (orang-orang kafir) mengatakan: atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita? (Al-Furqan: 21) Dalam firman selanjutnya disebutkan: Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas (dalam melakukan) kezaliman. (Al-Furqan: 21) Dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya: Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka. (Al-An'am: 111), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah ﷻ: Pada hari mereka melihat malaikat di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa dan mereka berkata, "Hijran Mahjura. (Al-Furqan: 22) Maksudnya, mereka tidak dapat melihat malaikat di hari yang paling baik bagi mereka, bahkan di hari mereka dapat melihat para malaikat, tiada kabar gembira bagi mereka.
Yang demikian itu bertepatan dengan saat mereka menjelang kematiannya, yaitu di saat para malaikat memberitahukan kepada mereka bahwa mereka masuk neraka dan mendapat murka dari Tuhan Yang Mahaperkasa. Saat itu malaikat berkata kepada orang kafir tepat-padasaat roh keluar dari tubuhnya, "Keluarlah, hai jiwa yang kotor, dari tubuh yang kotor. Keluarlah kamu menuju ke dalam siksaan angin yang amat panas, air yang panas lagi mendidih, dan dalam naungan asap yang hitam." Roh orang kafir itu menolak, tidak mau keluar dan bercerai-berai ke seluruh tubuhnya.
Maka malaikat maut memukulinya (hingga keluar secara paksa). Hal ini digambarkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya: Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka. (Al-Anfal: 50), hingga akhir ayat. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedangkan para malaikat memukul dengan tangannya. (Al-An'am: 93) Yakni memukuli mereka dengan tangannya. (sambil berkata), "'Keluarkanlah nyawamu. Di hari kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (Al-An'am: 93) Karena itulah dalam ayat yang mulia ini Allah ﷻ berfirman: Pada hari mereka melihat malaikat di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa. (Al-Furqan: 22) Hal ini berbeda dengan keadaan yang dialami oleh orang-orang mukmin, saat mereka menjelang kematiannya.
Karena sesungguhnya mereka mendapat berita gembira akan kebaikan-kebaikan dan beroleh hal-hal yang menggembirakan. Allah ﷻ telah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), "Janganlah kalian merasa takut dan janganlah kalian merasa sedih; dan bergembiralah kalian dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepada kalian. Kamilah pelindung-pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kalian memperoleh apa yang kalian inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kalian minta.
Sebagai balasan (bagi kalian) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Fussilat: 30-32) Di dalam hadis sahih disebutkan melalui Al-Barra ibnu Azib, bahwa malaikat berkata kepada roh orang mukmin, "Keluarlah, hai jiwa yang baik, dari tubuh yang baik, jika kamu hendak memakmurkannya. Keluarlah kamu menuju kehidupan yang penuh dengan kenikmatan dan keharuman serta Tuhan yang tidak murka." Hadis ini secara utuh disebutkan di dalam tafsir surat Ibrahim pada pembahasan firman-Nya: Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (Ibrahim: 27) Ulama lain mengatakan, makna yang dimaksud dari firman-Nya: Pada hari mereka melihat malaikat di hari itu tidak ada kabar gembira. (Al-Furqan: 22) Yakni pada hari kiamat, menurut Mujahid dan Ad-Dahhak serta lain-lainnya.
Tidak ada pertentangan di antara pendapat ini dan pendapat sebelumnya. Karena para malaikat pada kedua hari tersebut yaitu hari kematian dan hari berbangkit menampakkan dirinya kepada orang-orang mukmin, juga orang-orang kafir. Maka para malaikat menyampaikan berita gembira kepada orang-orang mukmin, bahwa mereka akan mendapat rahmat dan rida. Sedangkan kepada orang-orang kafir para malaikat memberitahukan bahwa mereka akan mendapat kekecewaan dan kerugian, maka di hari itu tiada berita bagi orang-orang yang berdosa.
dan mereka berkata, "Hijran Mahjura. (Al-Furqan: 22) Yaitu para malaikat berkata kepada orang-orang kafir, "Haram berat bagi kalian mendapat keberuntungan pada hari ini." Asa! kata al-hijr artinya terlarang. Dikatakan, "Hajaral Qadi 'Ala Fulanin, (kadi menahan si Fulan)," yakni manakala si kadi menahan kebebasannya, adakalanya karena orang yang bersangkutan jatuh pailit (dalam usahanya), atau karena masih kecil (berusia muda) (sehingga dilarang melakukan tasarruf), atau karena kurang akalnya, atau karena faktor yang lain. Diambil dari kata ini juga pengertian Hijir (Isma'il) yang ada di sisi Ka'bah; karena orang-orang yang bertawaf dilarang melakukan tawaf di dalamnya, melainkan tawaf hanya dilakukan di luarnya.
Termasuk ke dalam pengertian ini dikatakan kepada 'aql (penjamin) dengan sebutan hijr karena ia mencegah orang yang berada di bawah jaminannya melakukan hal-hal yang tidak layak. Kesimpulannya ialah bahwa damir yang terkandung di dalam firman-Nya: dan mereka mengatakan. (Al-Furqan: 22) kembali kepada malaikat. Demikianlah menurut pendapat Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Ad-Dahhak, Qatadah, Atiyyah Al-Aufi, Ata Al-Khurrasani, Khasif, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Musa (yakni Ibnu Qais), dari Atiyyah Al-Aufi, dari Abu Sa'id Al-Khudri sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mereka mengatakan, "Hijran Mahjura." (Al-Furqan: 22) Maksudnya, haram berat mendapat berita gembira seperti berita gembira yang diperoleh orang-orang yang bertakwa.
Ibnu Jarir meriwayatkan hal ini dari Ibnu Juraij yang pernah mengatakan bahwa hal itu merupakan perkataan orang-orang musyrik. Pada hari mereka melihat malaikat. (Al-Furqan: 22) Yakni orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepada Allah dari (kebengisan) para malaikat. Demikian itu (kata Ibnu Juraij) karena orang-orang Arab di masa dahulu bila seseorang dari mereka mengalami musibah atau kesengsaraan, ia mengatakan, "Hijran Mahjura." Pendapat ini sekalipun mempunyai alasan dan sumber, tetapi jika dipandang dari segi konteks ayat jauh sekali dari kebenaran, terlebih lagi jumhur ulama telah me-nas-kan hal yang bertentangan dengannya.
Akan tetapi, Ibnu Abu Nujaih pernah meriwayatkan dari Mujahid bahwa Mujahid pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Hijran Mahjura" Makna yang dimaksud ialah memohon perlindungan dengan sangat, sehingga pendapat ini mirip dengan apa yang telah dikemukakan oleh Ibnu Juraij. Tetapi herannya disebutkan di dalam riwayat Ibnu Abu Hatim, dari Abu Nujaih, dari Mujahid yang mengatakan bahwa Hijran Mahjura artinya memohon perlindungan, yang mengatakannya adalah para malaikat.
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui maksud sebenarnya. Firman Allah ﷻ: Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan (Al-Furqan: 23). Ini terjadi pada hari kiamat di saat Allah menghisab amal perbuatan yang telah dilakukan oleh semua hamba, amal yang baik dan amal yang buruk. Maka Allah memberitahukan bahwa orang-orang musyrik itu tidak akan memperoleh sesuatu imbalan pun dari amal-amal perbuatan yang telah mereka lakukan, padahal mereka menduga bahwa amal perbuatannya itu dapat menyelamatkan diri mereka.
Demikian itu karena amal perbuatannya tidak memenuhi syarat yang diakui oleh syariat, yaitu ikhlas dalam beramal karena Allah atau mengikuti syariat Allah. Setiap amal perbuatan yang dilakukan tidak secara ikhlas dan tidak sesuai dengan tuntunan syariat yang diridai adalah batil. Amal perbuatan orang-orang kafir itu tidak memenuhi salah satu dari kedua syarat tersebut, dan adakalanya kedua syarat tersebut tidak terpenuhi sehingga lebih jauh dari diterima.
Untuk itu.Allah ﷻ berfirman: Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kamijadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. (Al-Furqan: 23) Mujahid dan As'-Sauri mengatakan bahwa makna qadimna ialah Kami hadapi. Hal yang sama dikatakan oleh As-Saddi, sedangkan sebagian lain ada yang mengatakannya 'Kami datangi'. Firman Allah ﷻ: lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. (Al-Furqan: 23) Sufyan As-Sauri mengatakan dari Abu Ishaq, dari Al-Haris, dari Ali r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: debu yang beterbangan. (Al-Furqan: 23) Yaitu sinar matahari apabila memasuki sebuah lubang dinding. Hal yang sama diriwayatkan dari perawi lainnya yang bukan hanya seorang, dari Ali r.a. Hal yang semisal diriwayatkan-pula dari Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Sa'id Ibnu Jubair, As-Saddi, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya. Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri, yaitu sinar matahari yang memasuki lubang dinding rumah seseorang di antara kalian; seandainya dia meraupkan tangannya pada sinar itu, ia tidak dapat menangkapnya.
Ali ibnu AbuTalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: debu yang beterbangan. (Al-Furqan: 23) Yang dimaksud ialah air yang ditumpahkan. Abul Ahwas meriwayatkan dari Abu Ishaq. dari Al-Haris, dari Ali, haba 'amansuran" bahwa makna al-haba ialah laratnya hewan. Hal yang semisal diriwayatkan pula oleh Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak, juga dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: debu yang beterbangan. (Al-Furqan: 23) Tidakkah engkau melihat pohon yang kering bila tertiup angin? Makna yang dimaksud adalah seperti dedaunannya yang berguguran itu.
Abdullah Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu Hakim, dari Abu Sari' At-Ta-i,dari Ubaid ibnu Ya'la yang mengatakan bahwa sesungguhnya al-haba itu adalah debu yang diterbangkan oleh angin. Kesimpulan dari semua pendapat di atas mengisyaratkan kepada makna yang dikandung oleh ayat. Demikian itu karena mereka telah melakukan banyak amal perbuatan yang menurut dugaan mereka benar.
Tetapi ketika ditampilkan di hadapan Raja, Hakim Yang Mahaadil, yang tidak pernah kelewat batas dan tidak pernah menganiaya seseorang (Dialah Allah), ternyata kosong belaka, tiada artinya sama sekali. Kemudian hal itu diumpamakan dengan sesuatu yang tiada artinya lagi berserakan, yang oleh pemiliknya tidak ada artinya sama sekali. Hal yang sama telah diungkapkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya: Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras. (Ibrahim: 18), hingga akhir ayat. Dan firman Allah ﷻ: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan. (Al Baqarah: 264) Juga firman Allah ﷻ: Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang- orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun. (An-Nur: 39) Tafsir mengenainya telah disebutkan di dalam tafsir surat An-Nur.
Firman Allah ﷻ: Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. (Al-Furqan: 24) Yakni kelak di hari kiamat. Tidak sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Hasyr: 20) Karena ahli surga memperoleh kedudukan-kedudukan yang tinggi dan gedung-gedung yang aman sentosa. Mereka berada di tempat yang aman, bagus pemandangannya, lagi harum tempat tinggalnya. mereka kekal di dalamnya.
Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman. (Al-Furqan: 76) Sedangkan ahli neraka berada di tempat yang paling bawah, kekecewaan yang berturut-turut, dan berbagai macam azab serta siksaan. Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (Al-Furqan: 66) Yaitu neraka adalah tempat yang paling buruk pemandangannya dan tempat tinggal yang paling jelek. Karena itulah disebutkan sebagai lawan katanya melalui firman-Nya: Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. (Al-Furqan: 24) Berkat amal perbuatan mereka yang diterima oleh Allah ﷻ.
akhirnya mereka memperoleh apa yang mereka peroleh dan menempati tempat mereka itu; berbeda halnya dengan keadaan ahli neraka. Sesungguhnya ahli neraka tidak mempunyai suatu amal pun yang menjadi alasan bagi mereka untuk dapat masuk surga dan selamat dari siksa neraka. Untuk itu Allah mengingatkan keadaan orang-orang yang berbahagia dengan membandingkannya dengan keadaan orang-orang yang celaka.
Orang-orang yang celaka itu sama sekali tidak ada kebaikan pada diri mereka. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. (Al-Furqan: 24) Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, sesungguhnya hal itu terjadi hanya dalam sesaat; kekasih-kekasih Allah datang dengan berada di atas dipan-dipan ditemani oleh bidadari-bidadari yang bermata jelita, sedangkan musuh-musuh Allah datang bersama setan-setan dalam keadaan terbelenggu. Sa'id Ibnu Jubair mengatakan bahwa Allah merampungkan hisab (perhitungan) amal perbuatan dalam waktu setengah hari, kemudian ahli surga mengambil tempatnya di surga dan ahli neraka mengambil tempatnya di neraka.
Allah ﷻ berfirman: Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. (Al-Furqan: 24) Ikrimah mengatakan, sesungguhnya dia benar-benar mengetahui saat ahli surga memasuki surga dan ahli neraka memasuki neraka. Kalau diumpamakan dengan waktu di dunia, terjadi pada saat seusai waktu duha, bilamana orang-orang pulang ke rumahnya untuk beristirahat siang hari. Ahli neraka digiring masuk ke dalam neraka; Sedangkan ahli surga dibawa masuk ke dalam surga, lalu mengambil tempat tinggalnya masing-masing di dalam surga.
Mereka langsung di jamu dengan makanan hati ikan paus hingga mereka semua kenyang. Yang demikian itu disebutkan oleh Allah ﷻ di dalam firman-Nya: Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. (Al-Furqan: 24) Sufyan meriwayatkan dari Maisarah, dari Al-Minhal, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa belum lagi setengah hari masing-masing golongan telah menempati tempat peristirahatannya. Kemudian Abdullah ibnu Mas'ud membaca firman-Nya: Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. (Al-Furqan: 24); -dan membaca- Kemudian sesungguhnya tempat kembali mereka benar-benar ke neraka Jahim. (As-Saffat: 68) Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. (Al-Furqan: 24) Mereka beristirahat di dalam gedung-gedung surga, dan hisaban mereka saat ditampilkan di hadapan Tuhan mereka hanya sekali tampil saja.
Yang demikian itu adalah hisab yang ringan, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. (AI-lnsyiqaq: 7-9) Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. (Al-Furqan: 24). Maqilan artinya tempat bernaung dan tempat tinggal. Qatadah mengatakan bahwa Safwan ibnu Muharriz pernah mengatakan, kelak di hari kiamat didatangkan dua orang laki-laki; salah seorangnya adalah seorang raja saat di dunia yang menguasai orang-orang yang berkulit merah dan berkulit putih, lalu ia menjalani hisabnya.
Ternyata dia adalah seorang hamba yang sama sekali tidak pernah melakukan suatu kebaikan pun, maka diperintahkanlah agar ia dimasukkan ke dalam neraka. Sedangkan lelaki yang lain adalah seseorang yang hanya memiliki pakaian yang menempel di tubuhnya, lalu ia menjalani hisabnya. Ia berkata, "Wahai Tuhanku, Engkau belum pernah memberikan sesuatu pun kepadaku yang layak Engkau lakukan hisab terhadapku karenanya." Allah berfirman, "Benarlah hambaku, maka lepaskanlah dia", lalu Allah memerintahkan agar dia dimasukkan ke dalam surga.
Setelah itu keduanya dibiarkan selama masa yang dikehendaki oleh Allah ﷻ Kemudian lelaki yang masuk neraka itu dipanggil, tiba-tiba ternyata rupanya seperti arang yang hitam legam. Dikatakan kepadanya, "Apakah yang telah engkau jumpai?" Ia menjawab, "Tempat peristirahatan yang paling buruk." Dikatakan pula kepadanya, "Kembalilah kamu (ke neraka)." Kemudian dipanggillah lelaki yang masuk surga. Tiba-tiba rupanya seperti bulan di malam purnama. Maka dikatakan kepadanya, "Apakah yang engkau jumpai ?" Ia menjawab, "Tempat peristirahatan yang paling baik wahai Tuhanku." Lalu dikatakan kepadanya, "Kembalilah kamu (ke surga)." Riwayat ini diketengahkan oleh Imam Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Haris. Sa'id As-Sawwaf pernah menceritakan kepadanya bahwa pernah sampai kepadanya sebuah hadis yang mengatakan, hari kiamat diperpendek bagi orang mukmin, sehingga lamanya seperti jarak waktu antara salat Asar dan tenggelamnya matahari. Mereka berada di dalam taman-taman surga, hingga manusia selesai dari hisabnya.
Yang
demikian itu adalah firman Allah ﷻ: Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. (Al-Furqan: 24)"
Ingatlah pada hari ketika mereka melihat para malaikat, yang dahulu mereka mintakan kepada Nabi Muhammad didatangkan, ternyata yang datang kepada mereka adalah malaikat penyiksa. Pada hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa sementara kaum mukmin mendapatkan kabar gembira itu dari para malaikat bahwa dosa-dosa mereka diampuni oleh Allah, dan mereka akan dimasukkan ke dalam surga. dan mereka para malaikat itu berkata, kepada orang kafir 'Hijran mahjura. ' Artinya: terlarang bagi kalian mendapatkan berita gembira itu. 23. Kemudian Allah menjelaskan tentang nasib dari amal kebajikan yang telah diperbuat oleh orang kafir di akhirat nanti. Dan Kami akan perlihatkan segala amal kebajikan yang mereka kerjakan, seperti membantu orang miskin dan amal sosial lainnya. lalu Kami akan jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan. Sebab, perbuatan baik tidak akan diterima Allah jika pelakunya kafir. Hasil dari kebajikan itu hanya bermanfaat di dunia saja seperti mendapat pujian dan penghargaan dari masyarakat.
Pada ayat ini dijelaskan keadaan orang-orang kafir dan musyrik ketika berjumpa dengan malaikat di akhirat. Malaikat yang mereka inginkan sebagai rasul di dunia, atau sebagai saksi dari kebenaran kenabian Muhammad, akan mereka temui di akhirat. Namun demikian, pertemuan itu tidak seperti yang mereka harapkan karena mereka tidak akan mendengar kabar gembira dari para malaikat itu, baik berupa ampunan dari dosa, atau perintah masuk surga. Mereka hanya mendengar perkataan yang sangat menyakitkan hati, yaitu hijran mahjuran, yang berarti "(surga) haram dan diharamkan bagi mereka". Ucapan malaikat itu dianggap sangat menyakitkan, karena biasa diucapkan orang Arab ketika mendapatkan kesulitan.
Adapun orang-orang mukmin disambut baik oleh para malaikat yang datang menyongsong mereka dan memberi kabar gembira untuk masuk surga. Hal ini digambarkan dalam firman Allah:
Sesungguhnya orang-orang yang berkata, "Tuhan kami adalah Allah," kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu." (Fussilat/41: 30).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Jiwa Yang Tidak Mempunyai Pengharapan
Jiwa yang kesat kasar, yang tidak mempunyai tujuan hidup dan penghidupan, yang penilaiannya akan sesuatu hanya pada kulit lahir, tidaklah sanggup menilai kebenaran yang dibawa Rasul. Mereka akan mengemukakan usul yang tidak-tidak, Ketika Rasul menyatakan kebenaran dan menyeru kepada jalan Allah, bukanlah seruan itu yang mereka perhatikan atau pertimbangkan Mereka minta yang datang itu jangan manusia, mereka minta Malaikat itu sendiri menyatakan diri kepada mereka. Dan ada permintaan mereka yang lebih hebat dari itu, yaitu meminta hendak melihat Tuhan.
Jelaslah bahwa permintaan-permintaan yang dikemukakan ini timbul dari kesombongan. Seakan-akan mereka orang-orang istimewa, tidak mau menerima saja kalau hanya “manusia" yang datang.
Padahal Malaikat sebagai makhluk yang suci tidaklah pantas diperlihatkan atau memperlihatkan diri kepada orang-orang yang sombong. Kalau dasar kesombongan sudah ada dalam hati, walaupun Malaikat itu sendiri yang datang, tidak jugalah akan mereka terima. Akan ada juga jawabnya buat mengelakkan diri.
Lebih sombong lagi ialah permintaan hendak melihat Tuhan. Seorang yang telah beriman tidaklah akan sampai hati mengeluarkan perkataan demikian. Dengan apa Tuhanmu itu hendak engkau lihat? Apa alatmu yang lain daripada mata? Sedangkan mata itu pun, meskipun dia melihat benda yang nyata, kalau perhatiannya tidak ada kepada benda itu, tidaklah akan nampak olehnya, walaupun benda itu terbentang di hadapan matanya. Dan mata sebagal alai untuk melihat Tuhan itu sendiri pun belum pernah mereka lihat!
Bukalah hati terlebih dahulu dan hapuskan rasa sombong, tunduklah kepada Ilahi dan terimalah seruan Rasul. Jika ini telah engkau lakukan dan engkau peyang teguh-teguh, malaikat itu akan turun sendiri ke dalam dirimu, memberikan keberanian dan perangsang buat hidup. Sahabat-sahabat Nabi di Madinah, sedang duduk-duduk beramai-ramai dengan Rasul Allah, pemah didatangi oleh Malaikat, dan malaikat itu, yaitu Malaikat Jibril menyatakan dirinya, kelihatan oleh seluruh sahabat yang hadir. Padahal mereka itu tidak pernah meminta atau memasukkan usul buat “menonton" malaikat. Sedangkan ke dalam sebuah rumah yang ada anjing saja pun malaikat tidak mau masuk, kononlah ke dalam hati yang penuh sombong, yang lebih hina dari anjing.
Demikian juga dengan melihat Tuhan Allah.
Musa, Utusan pilihan Tuhan yang gagah berani, pernah terlanjur memohon hendak melihat Tuhan Allah, padahal dia bukanlah sombong. Maka Ta'allilah Nur Allah kepada salah satu puncak dari pegunungan Thursina. maka hancur lumatlah gunung itu laksana salju kena panas, tersungkurlah Musa memohon ampun.
“Innaka lantaraani" — Engkau takkan dapat melihatKu.
Siti Aisyah pernah bertanya kepada Muhammad Rasul Allah: “Seketika engkau dipanggil Mi'raj, wahai Utusan Tuhan, dapatkah engkau melihat Tuhan Allah?"
Rasul Allah menjawab: “Tidak! Aku hanya diliputi oleh Nur belaka!"
Tetapi di akhirat kelak, dalam Alam yang lepas bebas daripada tanah dan air ini, daging dan darah ini. Tuhan Allah menjanjikan bahwa Dia akan memperlihatkan diriNya kepada hambaNya yang percaya:
“Segala wajah pada masa itu akan berseri-seri, karena dia akan melihat Tuhannya."
Pada ayat 22 diterangkan bahwa nanti memang akan datang harinya, di hari akhirat, Malaikat-malaikat akan memperlihatkan diri, karena Roh Mu'minin telah setaraf dengan Roh Malaikat-malaikat, bahkan ada yang lebih tinggi tarafnya.
Sedang setengah Mu'min — sebagai tersebut dalam Hadis Shahih yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim daripada Umar bin Khathab -lagi dapat melihat malaikat di dunia, apatah lagi di hari akhirat itu kelak. Namun baginya mujrimin, orang-orang yang durjana dan sombong tidak ada artinya khabar gembira itu, mereka tidak akan dapat melihatnya, entah kalau malaikat-malaikat penjaga yang akan menjatuhkan siksaan kepadanya. Mereka terlarang keras meiihatnya, tidak ada kesempatan samasekali. Bagi mereka kesempatan itu tertutup rapat (Hijran Mahjuuran).
Bahkan sebagai dijelaskan di ayat 23 segala amalan dan usaha yang mereka kerjakan selama hidup akan diletakkan di hadapan mereka, supaya mereka lihat sendiri bahwa amalan itu akan hangus jadi debu yang beterbangan, karena tidak ada dasarnya.
“Yang batil itu tidak ada hakikatnya."
Arang habis besi binasa, tukang menghembus payah saja, karena amalan tidak mempunyai dasar dan tidak mempunyai tujuan.
Tetapi lain halnya dengan Ash-habul Jannah, orang yang telah ditentukan buat ahli syurga, yang telah membina hidupnya dengan taat di kala di dunia, selain diberi kesempatan bergaul dengan malaikat, pun akan melihat wajah Tuhan. Itu saja pun telah menjadi puncak dari segala kebahagiaan dan menjadi obat dari segala jerih payah. Kemudian itu ditentukanlah bagi mereka tempat tinggal yang baik, yang tenteram dan yang seindah-indah tempat istirahat di Syurga.
Di sini teranglah bahwa segala keinginan yang tadinya dianggap besar dan hebat, menjadi perkara kecil belaka asal hati telah dibukakan terlebih dahulu buat menerima ‘Iman. Melihat malaikat, bahkan pun melihat Tuhan, atau tempat tinggal yang baik, atau tempat istirahat yang aman tenteram, kehidupan yang kekal dan bahagia, bebas daripada rasa takut dan cemas, semuanya itu perkara yang bukan sukar, apabila hidup beriman telah dimasuki. Dengan Iman kita menaiki tingkat hidup yang lebih tinggi; yaitu hidup kerohanian. Mulanya kita melalui taraf sebagai orang Muslim, naik ke tingkat Mu'min, naik ke tingkat Muttaqin. haik ke tingkat Muqarrabin, sehingga kita kian lama kian dekat dan kian mengenal siapa Tuhan Allah. Sesudah mengenal timbullah perkenalan. Maka sampailah kita kepada taraf peneguhan janji Allah bahwa dia menjadi pelindung kita;
“Allah adalah menjadi wali dari orang yang beriman, dikeluarkanNya mereka daripada kegelapan kepada terang-benderang (Nur)."
Dan ingatlah pula bahwa Malaikat itu pun terjadi daripada Nur.
Perlindungan positif dari Tuhan Allah menimbulkan kesadaran pada jiwa, sehingga meskipun pada kulit kita ini terjadi daripada daging dan tulang, namun latihan jiwa dapat menyampaikan kepada derajat wilayah. Kalau Allah telah menjadi Wali dari orang yang beriman, maka orang yang beriman itu pun berhak disebut menjadi Wali Allah.
Jika jalan raya keimanan itu hanya kita lihat dari luar, atau enggan memasuki, karena takut-takut akan durinya pada permulaan jalan, tidaklah kita akan mengenal nikmat yang ada di dalamnya. Tetapi apabila kita telah masuk ke dalam dan telah pasar jalan itu karena ditempuh, akan terasalah kebahagiaan jiwa yang tidak terpermanai. Segala kekayaan dalam dunia ini tidak ada yang dapat untuk menilainya, karena dia terletak dalam lubuk rohaniah. Kalau perjalanan diteruskan, sedang kemanisan Iman itu tidak juga dirasai, periksailah kembali, barangkali ada yang rusak atau salah pasang.
Berkata Rasulullah s.a.w. di dalam satu Hadis yang shahih:
“Tiga perkara, barangsiapa yang ada padanya, merasailah dia kemanisan Iman; yaitu barangsiapa yang telah merasai bahwa Allah dari RasulNya lebih dicintainya daripada apa dan siapa pun juga. Dan barangsiapa yang mencintai dia akan orang lain, dan cintanya itu tiada lain hanyalah dalam rangka cintanya kepada Aliah jua. Dan barangsiapa yang tidak suka lagi kembali ke dalam kufur, sesudah Tuhan Allah membebaskannya dari bahaya itu, sebagaimana bencinya akan dimasukkan ke dalam neraka."
Bertambah timbulnya kegembiraan itu, bertambahlah dekat kita kepada-Nya, dan bertambahlah Tuhan menjadi buah ingatan kita sepanjang hari, maka bertambahlah ringan rasanya segala beban yang dibebankanNya kepada kita, meskipun orang lain memandangnya berat. Dan kita jalan terus, dan jalan terus, dengan penuh kegembiraan.