Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَآ
dan Kami
أَرۡسَلۡنَا
tidak mengutus
قَبۡلَكَ
sebelummu
مِنَ
dari
ٱلۡمُرۡسَلِينَ
Rasul-rasul
إِلَّآ
kecuali
إِنَّهُمۡ
sesungguhnya mereka
لَيَأۡكُلُونَ
sungguh mereka memakan
ٱلطَّعَامَ
makanan
وَيَمۡشُونَ
dan mereka berjalan
فِي
di
ٱلۡأَسۡوَاقِۗ
pasar-pasar
وَجَعَلۡنَا
dan Kami jadikan
بَعۡضَكُمۡ
sebagian kamu
لِبَعۡضٖ
bagi sebagian yang lain
فِتۡنَةً
fitnah/cobaan
أَتَصۡبِرُونَۗ
apakah/maukah kamu bersabar
وَكَانَ
dan adalah
رَبُّكَ
Tuhanmu
بَصِيرٗا
Maha Melihat
وَمَآ
dan Kami
أَرۡسَلۡنَا
tidak mengutus
قَبۡلَكَ
sebelummu
مِنَ
dari
ٱلۡمُرۡسَلِينَ
Rasul-rasul
إِلَّآ
kecuali
إِنَّهُمۡ
sesungguhnya mereka
لَيَأۡكُلُونَ
sungguh mereka memakan
ٱلطَّعَامَ
makanan
وَيَمۡشُونَ
dan mereka berjalan
فِي
di
ٱلۡأَسۡوَاقِۗ
pasar-pasar
وَجَعَلۡنَا
dan Kami jadikan
بَعۡضَكُمۡ
sebagian kamu
لِبَعۡضٖ
bagi sebagian yang lain
فِتۡنَةً
fitnah/cobaan
أَتَصۡبِرُونَۗ
apakah/maukah kamu bersabar
وَكَانَ
dan adalah
رَبُّكَ
Tuhanmu
بَصِيرٗا
Maha Melihat
Terjemahan
Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu (Nabi Muhammad), melainkan mereka pasti menyantap makanan dan berjalan di pasar. Kami menjadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Tuhanmu Maha Melihat.
Tafsir
(Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelum kamu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar) maka kamu adalah sama seperti mereka dalam hal ini. Maksudnya, telah dikatakan pula hal yang serupa terhadap mereka, sebagaimana apa yang dikatakan kepadamu sekarang ini. (Dan Kami jadikan sebagian kalian cobaan bagi sebagian yang lain) yakni orang yang kaya dicoba dengan adanya orang fakir dan orang yang sehat dicoba dengan adanya orang yang sakit, dan orang yang terhormat dicoba dengan adanya orang yang rendah. Maka golongan yang kedua dari orang-orang tadi mengatakan, 'Mengapa aku tidak seperti dia dalam segala hal?' (Maukah kalian bersabar?) di dalam menghadapi perkataan yang kalian dengar dari orang-orang yang kalian mendapat cobaan dari mereka. Istifham atau kata tanya di sini mengandung arti perintah, maksudnya bersabarlah kalian (dan adalah Rabbmu Maha Melihat") terhadap orang-orang yang sabar dan yang tidak sabar.
Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebagian kalian cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kalian bersabar? Dan adalah Tuhanmu Maha Melihat. Allah ﷻ berfirman, memberitahukan tentang para rasul terdahulu yang telah Dia utus, bahwa mereka memakan makanan dan memerlukan gizi, serta biasa berjalan di pasar-pasar untuk mencari mata pencaharian dan berdagang. Hal tersebut tidaklah bertentangan dengan keadaan mereka dan juga kedudukan mereka, karena sesungguhnya Allah ﷻ telah menjadikan pada diri mereka tanda-tanda yang baik, sifat-sifat yang terpuji, ucapan-ucapan yang utama, amal perbuatan yang sempurna, dan mukjizat-mukjizat yang cemerlang serta dalil-dalil (bukti-bukti) yang jelas sehingga orang yang mempunyai hati yang sehat dan pandangan yang lurus akan membenarkan bahwa apa yang disampaikan oleh mereka itu dari Allah ﷻ Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu: Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk kota. (Yusuf: 109) Dan firman Allah ﷻ: Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan. (Al-Anbiya: 8), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah ﷻ: Dan Kami jadikan sebagian kalian cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kalian bersabar? (Al-Furqan: 20) Yaitu Kami uji sebagian kalian dengan sebagian yang lain, dan Kami cobai sebagian kalian dengan sebagian yang lain agar Kami mengetahui siapa orang yang taat dan siapa orang yang durhaka (di antara kalian). Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya: Maukah kalian bersabar? Dan adalah Tuhanmu Maha Melihat. (Al-Furqan: 20) Yakni siapakah yang patut diberi wahyu.
Pengertiannya sama dengan apa yang terkandung di dalam firman-Nya: Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. (Al-An'am: 124) Maksudnya, siapa yang berhak dianugerahi tugas kerasulan, dan siapa yang tidak berhak menerimanya. Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah ﷻ: Dan Kami jadikan sebagian kalian cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kalian bersabar? (Al-Furqan: 20) Seakan-akan Allah berfirman, "Seandainya Aku menghendaki dunia ini Aku jadikan bersama para rasul-Ku, agar mereka tidak ditentang, tentulah Aku dapat melakukannya.
Akan tetapi, sengaja Aku menghendaki untuk menguji hamba-hamba-Ku dengan para rasul-Ku, dan Aku menguji para rasul-Ku dengan mereka." Di dalam kitab Sahih Muslim telah diriwayatkan melalui Iyad ibnu Hammad, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan mengujimu dan menguji (hamba-hamba)-Ku denganmu." Di dalam kitab musnad disebutkan dari Rasulullah ﷺ: Seandainya aku menghendaki, tentulah Allah akan menjadikan untukku gunung-gunung itu emas dan perak. Di dalam kitab sahih disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah disuruh memilih antara menjadi seorang nabi lagi seorang raja atau menjadi seorang hamba lagi seorang rasul. Maka Nabi ﷺ memilih agar dirinya dijadikan seorang hamba lagi seorang rasul. [Inilah akhir juz 18]"
Ayat ini kembali menegaskan sisi kemanusiaan seorang rasul un-tuk membantah keberatan kaum musyrik. Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, wahai Nabi Muhammad, melainkan mereka adalah manusia-manusia juga sepertimu, dan karenanya mereka pasti memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar seperti halnya manusia pada umumnya. Demikianlah keadaan semua nabi dan rasul. Dan ingatlah wahai manusia, Kami sengaja menjadikan keadaan rasul-rasul seperti itu karena telah menjadi ketetapan Kami bahwa sebagian kamu akan menjadi cobaan bagi sebagian yang lain. Nabi menjadi cobaan bagi umatnya, demikian juga sebaliknya; orang kaya menjadi cobaan bagi orang miskin, begitupun sebaliknya; kaum musyrik menjadi cobaan bagi kaum mukmin, demikian sebaliknya, dan begitulah seterusnya. Maukah kamu bersabar dalam menghadapi cobaan itu' Dan ingatlah juga wahai manusia, Tuhanmu Maha Melihat lagi Maha Mengetahui segala sesuatu. []21. Ayat ini menjelaskan tentang alasan lainnya yang dibuat-buat kaum musyrik Mekah karena keengganan mereka beriman kepada Nabi Muhammad. Dan orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami di akhirat karena keingkaran mereka terhadap adanya hari akhir, atau karena ketidaktakutan mereka terhadapnya, mereka berkata, 'Mengapa bukan para malaikat yang diturunkan kepada kita dalam wujudnya yang nyata, yang memberitahukan tentang kebenaran Nabi Muhammad, atau mengapa kita tidak melihat Tuhan kita' dengan mata kepala kita yang juga memberitahukan tentang kebenaran Nabi Muhammad. " Permintaan-permintaan tersebut jelas mengada-ada, sama dengan apa yang dilakukan Bani Israil dahulu. Hal itu jelas muncul dari hati mereka yang penuh kedengkian. Sungguh, mereka telah me-nyombongkan diri mereka karena terbujuk oleh hawa nafsu. Mereka meng-anggap bahwa merekalah yang lebih mulia, baik karena kekayaan atau kedudukan mereka di masyarakat. Dan mereka benar-benar telah melampaui batas dalam melakukan kezaliman. Demikianlah jika hati telah tertutup oleh kekafiran, semua kebenaran yang ada di hadapan, walau sudah terang benderang, tidak diacuhkan sama sekali.
Pada ayat ini Allah menjelaskan kepada Nabi Muhammad ﷺ bahwa rasul-rasul sebelumnya juga makan dan minum seperti dia. Kecaman-kecaman orang kafir terhadap dirinya amat menyakitkan hati Muhammad, kecaman-kecaman itu bukan semata-mata kecaman saja, bahkan mengandung hinaan yang sangat merendahkan dirinya padahal dia adalah seorang Rasul yang dimuliakan Allah. Maka untuk menghibur dan meringankan tekanan batin yang diderita Nabi Muhammad ﷺ yang disebabkan kecaman dan hinaan itu, Allah menyatakan kepadanya bahwa Dia tidak pernah mengutus seorang rasul sebelumnya seperti yang dikehendaki oleh orang-orang kafir Mekah itu.
Semua Rasul yang diutusnya adalah manusia yang tidak bebas dari sifat-sifat manusiawinya, tetapi membutuhkan makanan dan minuman, tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan firman-Nya pada ayat-ayat yang lain.
Dan Kami tidak mengutus (rasul-rasul) sebelum engkau (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui. Dan Kami tidak menjadikan mereka (rasul-rasul) suatu tubuh yang tidak memakan makanan dan mereka tidak (pula) hidup kekal. (al-Anbiya`/21: 7-8)
Jadi perbedaan antara manusia sebagai Rasul dan manusia umumnya terletak pada keutamaan pribadinya, ketinggian akhlaknya, kesucian hati dan keikhlasannya dalam menunaikan tugasnya, karena itu diturunkanlah wahyu Allah kepadanya dan dikuatkan pula dengan mukjizat-mukjizat yang tidak dapat manusia menandinginya apalagi mengalahkannya. Maka ejekan dan kecaman orang kafir itu amat jauh dari sasarannya, tidak wajar dilontarkan kepada Nabi Muhammad ﷺ Kalau mereka benar-benar hendak membatalkan kebenaran yang dibawanya bukannya dengan kecaman seperti itu yang harus mereka kemukakan.
Mereka telah ditantang untuk menandingi mukjizat yang diberikan Allah kepadanya yaitu membuat satu surah pendek saja yang serupa nilainya dengan surah pendek dari Al-Qur'an. Tetapi mereka tidak berdaya dan tidak sanggup membuatnya walaupun mereka sudah termasuk golongan orang yang pintar dan tinggi sastranya. Hanya rasa benci dan dengki telah menggelapkan hati nurani mereka dan rasa takut akan kehilangan pengaruh dan kedudukan telah meluapkan amarah mereka. Karena itu mereka tetap menantang walaupun dalam hati mereka telah menyadari kekhilafan mereka.
Kemudian Allah menjelaskan pula bahwa manusia diuji dengan berbagai macam ujian. Masing-masing manusia diberi kebebasan untuk apakah dia akan tabah dan sabar menghadapi ujian itu ataukah dia akan berpaling dari kebenaran karena tidak tahan menanggung amarah dan rasa dengki di dalam hatinya. Allah menjadikan sebagian manusia sebagai Nabi dan Rasul, pembawa risalah Tuhan-Nya, sebagian lain dijadikan-Nya raja dan penguasa yang berkuasa atas manusia lainnya, sebagian lagi dijadikan-Nya kaya dan kuat, miskin dan lemah dan demikian seterusnya. Orang-orang yang mempergunakan akal dan pikirannya, terutama orang-orang yang beriman tidaklah akan terpengaruh oleh perbedaan tingkat, derajat, kekayaan dan kedudukan, tetapi dia akan tetap menerima yang benar dan menolak yang salah tanpa memperhitungkan darimana datangnya kebenaran itu, apakah kebenaran itu datangnya dari seorang kepala negara atau menteri atau dari seorang hina dina tidak mempunyai pengaruh apa-apa.
Ali bin Abi Talib pernah berkata, "Perhatikanlah apa yang dikatakan dan janganlah kamu memperhatikan siapa yang mengatakannya." Si miskin diuji ketabahan hatinya menghadapi keadaannya yang serba kurang, tidak seperti orang kaya yang dapat menikmati berbagai macam kesenangan jasmani dengan kekayaannya itu.
Orang-orang kafir Mekah itu diuji kebersihan hati mereka dengan memberikan karunia kerasulan kepada Nabi Muhammad, sedang dia adalah seorang biasa saja di antara mereka, bukan dari orang-orang kaya atau dari pemimpin kabilah yang berpengaruh besar. Semua manusia diuji kekuatan mentalnya menghadapi perbedaan dan jurang pemisah antara berbagai macam golongan dalam masyarakat. Barang siapa yang menang dalam menghadapi ujian itu dialah yang akan mendapatkan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah ﷺ bersabda:
"Lihatlah kepada orang yang rendah derajatnya dari kamu, dan janganlah melihat orang yang lebih tinggi dari kamu, karena melihat kepada orang yang lebih tinggi itu akan membawamu kepada merendahkan nilai nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepadamu." (Riwayat Muslim)
Demikianlah ujian yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan Dia Maha Mengetahui siapa di antara hamba-Nya itu yang tabah dan sabar menghadapi ujian itu sehingga ia termasuk orang-orang yang lulus dan menang. Dia akan memberi balasan sebaik-baiknya kepada pemenangpemenang itu dan akan menimpakan siksaan kepada orang-orang yang kalah yang karena ketidaksabarannya dan karena kesombongannya dia sampai mendurhakai nikmat yang telah diberikan-Nya kepada mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Jiwa Yang Tidak Mempunyai Pengharapan
Jiwa yang kesat kasar, yang tidak mempunyai tujuan hidup dan penghidupan, yang penilaiannya akan sesuatu hanya pada kulit lahir, tidaklah sanggup menilai kebenaran yang dibawa Rasul. Mereka akan mengemukakan usul yang tidak-tidak, Ketika Rasul menyatakan kebenaran dan menyeru kepada jalan Allah, bukanlah seruan itu yang mereka perhatikan atau pertimbangkan Mereka minta yang datang itu jangan manusia, mereka minta Malaikat itu sendiri menyatakan diri kepada mereka. Dan ada permintaan mereka yang lebih hebat dari itu, yaitu meminta hendak melihat Tuhan.
Jelaslah bahwa permintaan-permintaan yang dikemukakan ini timbul dari kesombongan. Seakan-akan mereka orang-orang istimewa, tidak mau menerima saja kalau hanya “manusia" yang datang.
Padahal Malaikat sebagai makhluk yang suci tidaklah pantas diperlihatkan atau memperlihatkan diri kepada orang-orang yang sombong. Kalau dasar kesombongan sudah ada dalam hati, walaupun Malaikat itu sendiri yang datang, tidak jugalah akan mereka terima. Akan ada juga jawabnya buat mengelakkan diri.
Lebih sombong lagi ialah permintaan hendak melihat Tuhan. Seorang yang telah beriman tidaklah akan sampai hati mengeluarkan perkataan demikian. Dengan apa Tuhanmu itu hendak engkau lihat? Apa alatmu yang lain daripada mata? Sedangkan mata itu pun, meskipun dia melihat benda yang nyata, kalau perhatiannya tidak ada kepada benda itu, tidaklah akan nampak olehnya, walaupun benda itu terbentang di hadapan matanya. Dan mata sebagal alai untuk melihat Tuhan itu sendiri pun belum pernah mereka lihat!
Bukalah hati terlebih dahulu dan hapuskan rasa sombong, tunduklah kepada Ilahi dan terimalah seruan Rasul. Jika ini telah engkau lakukan dan engkau peyang teguh-teguh, malaikat itu akan turun sendiri ke dalam dirimu, memberikan keberanian dan perangsang buat hidup. Sahabat-sahabat Nabi di Madinah, sedang duduk-duduk beramai-ramai dengan Rasul Allah, pemah didatangi oleh Malaikat, dan malaikat itu, yaitu Malaikat Jibril menyatakan dirinya, kelihatan oleh seluruh sahabat yang hadir. Padahal mereka itu tidak pernah meminta atau memasukkan usul buat “menonton" malaikat. Sedangkan ke dalam sebuah rumah yang ada anjing saja pun malaikat tidak mau masuk, kononlah ke dalam hati yang penuh sombong, yang lebih hina dari anjing.
Demikian juga dengan melihat Tuhan Allah.
Musa, Utusan pilihan Tuhan yang gagah berani, pernah terlanjur memohon hendak melihat Tuhan Allah, padahal dia bukanlah sombong. Maka Ta'allilah Nur Allah kepada salah satu puncak dari pegunungan Thursina. maka hancur lumatlah gunung itu laksana salju kena panas, tersungkurlah Musa memohon ampun.
“Innaka lantaraani" — Engkau takkan dapat melihatKu.
Siti Aisyah pernah bertanya kepada Muhammad Rasul Allah: “Seketika engkau dipanggil Mi'raj, wahai Utusan Tuhan, dapatkah engkau melihat Tuhan Allah?"
Rasul Allah menjawab: “Tidak! Aku hanya diliputi oleh Nur belaka!"
Tetapi di akhirat kelak, dalam Alam yang lepas bebas daripada tanah dan air ini, daging dan darah ini. Tuhan Allah menjanjikan bahwa Dia akan memperlihatkan diriNya kepada hambaNya yang percaya:
“Segala wajah pada masa itu akan berseri-seri, karena dia akan melihat Tuhannya."
Pada ayat 22 diterangkan bahwa nanti memang akan datang harinya, di hari akhirat, Malaikat-malaikat akan memperlihatkan diri, karena Roh Mu'minin telah setaraf dengan Roh Malaikat-malaikat, bahkan ada yang lebih tinggi tarafnya.
Sedang setengah Mu'min — sebagai tersebut dalam Hadis Shahih yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim daripada Umar bin Khathab -lagi dapat melihat malaikat di dunia, apatah lagi di hari akhirat itu kelak. Namun baginya mujrimin, orang-orang yang durjana dan sombong tidak ada artinya khabar gembira itu, mereka tidak akan dapat melihatnya, entah kalau malaikat-malaikat penjaga yang akan menjatuhkan siksaan kepadanya. Mereka terlarang keras meiihatnya, tidak ada kesempatan samasekali. Bagi mereka kesempatan itu tertutup rapat (Hijran Mahjuuran).
Bahkan sebagai dijelaskan di ayat 23 segala amalan dan usaha yang mereka kerjakan selama hidup akan diletakkan di hadapan mereka, supaya mereka lihat sendiri bahwa amalan itu akan hangus jadi debu yang beterbangan, karena tidak ada dasarnya.
“Yang batil itu tidak ada hakikatnya."
Arang habis besi binasa, tukang menghembus payah saja, karena amalan tidak mempunyai dasar dan tidak mempunyai tujuan.
Tetapi lain halnya dengan Ash-habul Jannah, orang yang telah ditentukan buat ahli syurga, yang telah membina hidupnya dengan taat di kala di dunia, selain diberi kesempatan bergaul dengan malaikat, pun akan melihat wajah Tuhan. Itu saja pun telah menjadi puncak dari segala kebahagiaan dan menjadi obat dari segala jerih payah. Kemudian itu ditentukanlah bagi mereka tempat tinggal yang baik, yang tenteram dan yang seindah-indah tempat istirahat di Syurga.
Di sini teranglah bahwa segala keinginan yang tadinya dianggap besar dan hebat, menjadi perkara kecil belaka asal hati telah dibukakan terlebih dahulu buat menerima ‘Iman. Melihat malaikat, bahkan pun melihat Tuhan, atau tempat tinggal yang baik, atau tempat istirahat yang aman tenteram, kehidupan yang kekal dan bahagia, bebas daripada rasa takut dan cemas, semuanya itu perkara yang bukan sukar, apabila hidup beriman telah dimasuki. Dengan Iman kita menaiki tingkat hidup yang lebih tinggi; yaitu hidup kerohanian. Mulanya kita melalui taraf sebagai orang Muslim, naik ke tingkat Mu'min, naik ke tingkat Muttaqin. haik ke tingkat Muqarrabin, sehingga kita kian lama kian dekat dan kian mengenal siapa Tuhan Allah. Sesudah mengenal timbullah perkenalan. Maka sampailah kita kepada taraf peneguhan janji Allah bahwa dia menjadi pelindung kita;
“Allah adalah menjadi wali dari orang yang beriman, dikeluarkanNya mereka daripada kegelapan kepada terang-benderang (Nur)."
Dan ingatlah pula bahwa Malaikat itu pun terjadi daripada Nur.
Perlindungan positif dari Tuhan Allah menimbulkan kesadaran pada jiwa, sehingga meskipun pada kulit kita ini terjadi daripada daging dan tulang, namun latihan jiwa dapat menyampaikan kepada derajat wilayah. Kalau Allah telah menjadi Wali dari orang yang beriman, maka orang yang beriman itu pun berhak disebut menjadi Wali Allah.
Jika jalan raya keimanan itu hanya kita lihat dari luar, atau enggan memasuki, karena takut-takut akan durinya pada permulaan jalan, tidaklah kita akan mengenal nikmat yang ada di dalamnya. Tetapi apabila kita telah masuk ke dalam dan telah pasar jalan itu karena ditempuh, akan terasalah kebahagiaan jiwa yang tidak terpermanai. Segala kekayaan dalam dunia ini tidak ada yang dapat untuk menilainya, karena dia terletak dalam lubuk rohaniah. Kalau perjalanan diteruskan, sedang kemanisan Iman itu tidak juga dirasai, periksailah kembali, barangkali ada yang rusak atau salah pasang.
Berkata Rasulullah s.a.w. di dalam satu Hadis yang shahih:
“Tiga perkara, barangsiapa yang ada padanya, merasailah dia kemanisan Iman; yaitu barangsiapa yang telah merasai bahwa Allah dari RasulNya lebih dicintainya daripada apa dan siapa pun juga. Dan barangsiapa yang mencintai dia akan orang lain, dan cintanya itu tiada lain hanyalah dalam rangka cintanya kepada Aliah jua. Dan barangsiapa yang tidak suka lagi kembali ke dalam kufur, sesudah Tuhan Allah membebaskannya dari bahaya itu, sebagaimana bencinya akan dimasukkan ke dalam neraka."
Bertambah timbulnya kegembiraan itu, bertambahlah dekat kita kepada-Nya, dan bertambahlah Tuhan menjadi buah ingatan kita sepanjang hari, maka bertambahlah ringan rasanya segala beban yang dibebankanNya kepada kita, meskipun orang lain memandangnya berat. Dan kita jalan terus, dan jalan terus, dengan penuh kegembiraan.