Ayat
Terjemahan Per Kata
أَفِي
apakah dalam
قُلُوبِهِم
hati mereka
مَّرَضٌ
penyakit
أَمِ
ataukah
ٱرۡتَابُوٓاْ
mereka ragu-ragu
أَمۡ
ataukah
يَخَافُونَ
mereka takut
أَن
bahwa
يَحِيفَ
berlaku tidak adil/zalim
ٱللَّهُ
Allah
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
وَرَسُولُهُۥۚ
dan Rasul-Nya
بَلۡ
sebenarnya
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
هُمُ
mereka
ٱلظَّـٰلِمُونَ
orang-orang yang zalim
أَفِي
apakah dalam
قُلُوبِهِم
hati mereka
مَّرَضٌ
penyakit
أَمِ
ataukah
ٱرۡتَابُوٓاْ
mereka ragu-ragu
أَمۡ
ataukah
يَخَافُونَ
mereka takut
أَن
bahwa
يَحِيفَ
berlaku tidak adil/zalim
ٱللَّهُ
Allah
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
وَرَسُولُهُۥۚ
dan Rasul-Nya
بَلۡ
sebenarnya
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
هُمُ
mereka
ٱلظَّـٰلِمُونَ
orang-orang yang zalim
Terjemahan
Apakah (sikap mereka yang demikian itu karena) dalam hati mereka ada penyakit atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya berbuat zalim kepada mereka? Sebaliknya, mereka itulah orang-orang yang zalim.
Tafsir
(Apakah di dalam hati mereka ada penyakit) yakni kekafiran (atau karena mereka ragu-ragu) mereka meragukan kenabiannya (ataukah karena mereka takut kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka?) di dalam peradilan, yakni mereka diperlakukan secara aniaya di dalamnya. Tidak (sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim) karena mereka berpaling dari peradilan itu.
Tafsir Surat An-Nur: 47-52
Dan mereka berkata, "Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami menaati (keduanya)." Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh. Apakah (ketidakdatangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit- atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya mereka itulah orang-orang yang zalim.
Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, "Kami mendengar dan kami patuh. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. Allah ﷻ memberitahukan (kepada kaum mukmin) tentang sifat-sifat orang munafik yaitu mereka yang menampakkan apa yang berbeda dengan yang tersimpan di dalam batin mereka; mereka mengucapkan suatu kalimat dengan lisan mereka: Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami menaati (keduanya).
Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu. (An-Nur: 47) Yakni ucapan mereka berbeda dengan amal perbuatannya, dan mereka mengatakan apa yang tidak mereka lakukan. Karena itulah disebutkan oleh firman berikutnya: sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. (An-Nur: 47) Firman Allah ﷻ: Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka. (An-Nur: 48), hingga akhir ayat. Yaitu bilamana mereka diseru untuk mengikuti petunjuk sesuai dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada rasul-Nya, maka mereka berpaling dari seruan itu dan merasa besar diri untuk mengikutinya.
Ayat ini sama pengertiannya dengan firman-Nya dalam ayat lain, yaitu: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu. (An-Nisa: 60) sampai dengan firman-Nya: niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (An-Nisa: 61) Di dalam kitab Imam Tabrani disebutkan melalui hadis Rauh ibnu Ata dari Abu Maimunah, dari Al-Hasan, dari Samurah secara marfu': "Barang siapa yang dipanggil oleh sultan, lalu ia tidak memenuhinya, maka dia adalah orang yang zalim, tiada hak baginya." Firman Allah ﷻ: Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh. (An-Nur: 49) Yakni apabila keputusan peradilan itu menyangkut kemaslahatan mereka, bukan melawan mereka, maka mereka mau datang dengan patuh.
Apabila keputusannya kelak melawan diri mereka, maka mereka berpaling dan mencari alasan untuk membela ketidakbenaran dirinya, serta lebih suka mencari keputusan hukum dari selain Nabi ﷺ agar kebatilannya menang. Kepatuhan orang yang seperti ini pada mulanya bukan timbul dari keyakinan bahwa Nabi ﷺ benar dalam keputusannya, melainkan karena kebetulan sesuai dengan hawa nafsu mereka. Karena itulah setelah mereka merasakan bahwa apa yang akan diputuskan oleh Nabi nanti pasti bertentangan dengan keinginan hawa nafsu mereka, maka mereka berpaling darinya kepada yang lainnya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Apakah (ketidakdatangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit. (An-Nur: 50), hingga akhir ayat.
Yakni sikap mereka itu tidak lain timbul dari dorongan adanya penyakit dalam kalbu mereka yang telah mematri, atau kalbu mereka dihinggapi oleh keraguan kepada agama, atau mereka khawatir bila Allah dan rasul-Nya berbuat aniaya dalam hukum terhadap mereka. Bagaimanapun alasannya, sikap seperti itu merupakan kekufuran murni; Allah Maha Mengetahui masing-masing orang dari kaum munafik, dan mengetahui apa yang tersembunyi di dalam hati mereka dari sifat-sifat tersebut.
Firman Allah ﷻ: Sebenarnya mereka itulah orang-orang yang zalim. (An-Nur: 50) Yaitu pada hakikatnya mereka adalah orang-orang yang zalim dan melampaui batas, Allah dan rasul-Nya bersih dari apa yang mereka duga dan apa yang mereka curigai, yaitu berbuat tidak adil dan lalim dalam memutuskan hukum. Mahatinggi Allah dan rasul-Nya dari perbuatan seperti itu. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Isma'il, telah menceritakan kepada kami Mubarak, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, bahwa dahulu bila seorang lelaki mempunyai persengketaan dengan orang lain, lalu ia dipanggil untuk menghadap kepada Nabi ﷺ, sedangkan dia dalam keadaan benar.
Maka ia datang dengan patuh karena ia mengetahui bahwa Nabi ﷺ pasti akan memutuskan kebenaran baginya. Tetapi bila ia berada dalam pihak yang zalim, lalu dipanggil untuk menghadap kepada Nabi ﷺ, ia berpaling dan mengatakan, "Aku akan pergi meminta peradilan kepada si Fulan." Maka Allah menurunkan ayat ini, dan Nabi ﷺ bersabda: Barang siapa antara dia dan saudaranya terjadi persengketaan, lalu ia dipanggil untuk menghadap kepada peradilan kaum muslim, dan dia menolak tidak mau memenuhinya, maka dia adalah orang yang zalim, tiada hak baginya. Hadis ini garib dan predikatnya adalah mursal.
Kemudian Allah ﷻ menyebutkan sifat-sifat kaum mukmin yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya, yaitu mereka yang tidak menginginkan dalam agamanya selain dari Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, "Kami mendengar dan kami patuh. (An-Nur: 51) Karena itulah dalam firman berikutnya Allah menyebutkan bahwa mereka adalah orang-orang beruntung karena berhasil memperoleh apa yang didambakannya dan selamat dari apa yang ditakutinya. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (An-Nur: 51) Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini: ialah ucapan (mereka), "Kami mendengar dan kami patuh. (An-Nur: 51) Telah diceritakan kepada kami bahwa Ubadah ibnus Samit seorang yang ikut dalam baiat Aqabah dan dalam Perang Badar, salah seorang pemuka sahabat Ansar saat menjelang kematiannya berkata kepada keponakannya yang bernama Junadah ibnu Abu Umayyah, "Maukah aku ceritakan kepadamu tentang kewajiban yang harus kamu lakukan dan hak yang kamu peroleh?" Junadah menjawab, "Tentu saja mau." Ubadah berkata, "Sesungguhnya kamu wajib tunduk dan patuh kepada pemerintah dalam keadaan sulit dan mudahmu, dan dalam keadaan suka dukamu, serta janganlah kamu mementingkan dirimu sendiri.
Kamu harus memberlakukan istri-istrimu dengan adil, dan janganlah kamu menentang pemerintah kecuali bila mereka memerintahkan kepadamu untuk berbuat durhaka kepada Allah secara terang-terangan. Apa saja yang diperintahkan kepadamu, tetapi bertentangan dengan Kitabullah maka ikutilah Kitabullah." Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Abu Darda pernah berkata, "Islam tidak akan dapat ditegakkan kecuali dengan menggalakkan ketaatan kepada Allah.
Dan tiada kebaikan kecuali dalam jamaah dan berikhlas diri kepada Allah dan Rasul-Nya, serta bernasihat kepada khalifah dan kaum mukmin seluruhnya." Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Umar ibnul Khattab r.a. pernah mengatakan, "Tali Islam ialah menyatakan kesaksian bahwa tidak ada Tuhan (yang wajib disembah) selain Allah, mengerjakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada orang yang dipercaya oleh Allah untuk memerintah urusan kaum muslim." Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Hadis-hadis dan asar-asar yang menyatakan wajib taat kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, serta para Khulafaur Rasyidin dan para Imam bila mereka menganjurkan untuk taat kepada Allah, jumlahnya cukup banyak dan tidak dapat diketengahkan dalam pembahasan ini. Firman Allah ﷻ: Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (An-Nur: 52) Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah taat kepada Allah dan Rasul-Nya dalam mengerjakan apa yang diperintahkan oleh keduanya, meninggalkan apa yang dilarang oleh keduanya, dan takut kepada Allah atas dosa-dosa yang telah lalu serta bertakwa kepada Allah dalam menghadapi masa depannya.
Firman Allah ﷻ: maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. (An-Nur: 52) Yakni orang-orang yang berhasil meraih semua kebaikan dan selamat dari semua keburukan di dunia dan akhirat."
Perilaku mereka sungguh mengherankan. Apakah keberpalingan mereka dari hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah itu karena dalam hati mereka ada penyakit, atau karena mereka ragu-ragu terkait keadilan dan kebenaran hukum Rasulullah itu, ataukah karena mereka takut kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka' Sebenarnya, keberpalingan mereka itu adalah kezaliman yang nyata karena mereka itu adalah orang-orang yang zalim dengan sesungguh'nya. 51. Lain halnya dengan penolakan kaum munafik saat diajak berhukum kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya ucapan orang-orang mukmin yang beriman dengan mantap apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan perkara di antara mereka, mereka berkata, 'Kami mendengar, dan kami taat pada keputusan apa pun yang ditetapkan oleh Rasul. ' Mereka itulah orang-orang mukmin sejati, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Kemudian Allah mengemukakan pertanyaan mengenai sebab-sebab yang menjadikan orang-orang munafik itu bersifat demikian. Apakah karena memang dalam hati mereka ada penyakit sehingga mereka selalu ragu terhadap segala putusan yang merugikan mereka walaupun bukti-bukti dan dalil-dalil menguatkan putusan itu? Ataukah memang mereka pada dasarnya ragu-ragu terhadap kerasulan dan kenabian Muhammad ﷺ Ataukah mereka khawatir Allah dan Rasul-Nya akan berlaku zalim terhadap mereka? Itulah akhlak, tingkah laku, dan sifat-sifat mereka. Sifat-sifat orang yang telah sesat, tidak mau menerima kebenaran bila akan merugikan mereka. Itulah sifat-sifat orang-orang kafir yang telah tersesat. Mereka itulah orang-orang yang zalim yang suka merugikan orang lain dan zalim pula terhadap diri mereka sendiri.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Iman Sepuhan
Sesudah Tuhan menyatakan arti cahaya iman sebagai pancaran daripada Nur Ilahi, yang mencahayai langit dan bumi dan sesudah Tuhan menerangkan pula orang yang meraba-raba di tengah padang pasir karena mengharapkan air, tetapi hanya gejala panas yang bertemu, sehingga haus tidaklah hilang melainkan bertambah haus, lalu diterangkan Tuhan pula orang yang belayar dalam samudera hayat, lalu kehilangan haluan dan pedoman karena saking besanya badai dan gelapnya hari, sekarang Tuhan menjelaskan lagi betapa perangai, kelakuan dan sikap hidup orang-orang yang imannya sepuhan belaka. Iman yang bukan terletak dalam lubuk hati tetapi hanya bermain di ujung lidah. Pengakuan iman, tetapi tidak berani bertanggungjawab atau pengakuan iman yang hanya diriilai dari segi keuntungan diri sendiri.