Ayat
Terjemahan Per Kata
أَوۡ
atau
كَظُلُمَٰتٖ
seperti gelap gulita
فِي
dalam
بَحۡرٖ
laut
لُّجِّيّٖ
yang dalam
يَغۡشَىٰهُ
meliputinya
مَوۡجٞ
ombak
مِّن
dari
فَوۡقِهِۦ
atasnya
مَوۡجٞ
ombak
مِّن
dari
فَوۡقِهِۦ
atasnya
سَحَابٞۚ
awan
ظُلُمَٰتُۢ
gelap gulita
بَعۡضُهَا
sebagiannya
فَوۡقَ
di atas
بَعۡضٍ
sebagian yang lain
إِذَآ
apabila
أَخۡرَجَ
dia mengeluarkan
يَدَهُۥ
tangannya
لَمۡ
tidak
يَكَدۡ
hampir
يَرَىٰهَاۗ
dia melihatnya
وَمَن
dan barangsiapa
لَّمۡ
tidak
يَجۡعَلِ
menjadikan
ٱللَّهُ
Allah
لَهُۥ
baginya
نُورٗا
cahaya
فَمَا
maka tidak
لَهُۥ
baginya
مِن
dari
نُّورٍ
cahaya
أَوۡ
atau
كَظُلُمَٰتٖ
seperti gelap gulita
فِي
dalam
بَحۡرٖ
laut
لُّجِّيّٖ
yang dalam
يَغۡشَىٰهُ
meliputinya
مَوۡجٞ
ombak
مِّن
dari
فَوۡقِهِۦ
atasnya
مَوۡجٞ
ombak
مِّن
dari
فَوۡقِهِۦ
atasnya
سَحَابٞۚ
awan
ظُلُمَٰتُۢ
gelap gulita
بَعۡضُهَا
sebagiannya
فَوۡقَ
di atas
بَعۡضٍ
sebagian yang lain
إِذَآ
apabila
أَخۡرَجَ
dia mengeluarkan
يَدَهُۥ
tangannya
لَمۡ
tidak
يَكَدۡ
hampir
يَرَىٰهَاۗ
dia melihatnya
وَمَن
dan barangsiapa
لَّمۡ
tidak
يَجۡعَلِ
menjadikan
ٱللَّهُ
Allah
لَهُۥ
baginya
نُورٗا
cahaya
فَمَا
maka tidak
لَهُۥ
baginya
مِن
dari
نُّورٍ
cahaya
Terjemahan
Atau, (amal perbuatan orang-orang yang kufur itu) seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh gelombang demi gelombang yang di atasnya ada awan gelap. Itulah gelap gulita yang berlapis-lapis. Apabila dia mengeluarkan tangannya, ia benar-benar tidak dapat melihatnya. Siapa yang tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka dia tidak mempunyai cahaya sedikit pun.
Tafsir
(Atau) amal perbuatan orang-orang kafir yang buruk (seperti gelap-gulita di lautan yang dalam) yakni laut yang amat dalam (yang diliputi oleh ombak di atasnya) di atas ombak itu (ada ombak pula, di atasnya lagi) maksudnya di atas ombak yang kedua itu (awan) yang mendung dan gelap; ini adalah (gelap-gulita yang tindih-menindih) yakni gelapnya laut, gelapnya ombak yang pertama, gelapnya ombak yang kedua, dan gelapnya mendung (apabila dia mengeluarkan) yakni orang yang melihatnya (tangannya) di dalam gelap-gulita yang sangat ini (tiadalah dia dapat melihatnya) artinya hampir saja ia tidak dapat melihat tangannya sendiri (dan barang siapa yang tiada diberi cahaya oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun) maksudnya barang siapa yang tidak diberi petunjuk oleh Allah, niscaya ia tidak akan mendapatkan petunjuk.
Tafsir Surat An-Nur: 39-40
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu, dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya. Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang bertindih-tindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun, Kedua ayat ini merupakan dua buah tamsil (perumpamaan) yang dibuat oleh Allah ﷻ untuk menggambarkan keadaan dua macam orang kafir.
Seperti halnya perumpamaan yang telah dibuat-Nya tentang orang-orang munafik dalam permulaan surat Al-Baqarah, dua buah perumpamaan, yaitu api dan air. Allah telah membuat perumpamaan pula sehubungan dengan hidayah dan ilmu yang telah mapan di dalam kalbu, yaitu dalam surat Ar-Ra'd sebanyak dua perumpamaan, air dan api. Kami telah membicarakan keterangan masing-masing di tempatnya sehingga tidak perlu dikemukakan lagi dalam tafsir surat ini.
Segala puji bagi Allah dan semua karunia dari-Nya. Perumpamaan pertama menggambarkan tentang keadaan orang-orang kafir militan yang menyeru orang lain kepada kekafirannya. Mereka menduga bahwa dirinya berada dalam jalan dan keyakinan yang benar, padahal kenyataannya mereka sama sekali tidak benar. Perumpamaan mereka dalam hal ini sama dengan fatamorgana yang terlihat di tanah datar yang luas dari kejauhan.
Pemandangannya kelihatan seakan-akan seperti lautan yang berombak. Al-qai'ah bentuk jamaknya adalah qa'un, sama wazan-nya. dengan lafaz jarun yang bentuk jamaknya adalah jarah. Al-qa' juga dapat dikatakan sebagai bentuk tunggal dari al-qai'an; sebagaimana dikatakan jarun, bentuk jamaknya jiran. Artinya tanah datar yang luas dan membentang, fatamorgana akan kelihatan dari tanah seperti itu, dan terjadinya sesudah lewat tengah hari.
Sedangkan kalau terjadi pada permulaan siang hari berupa seakan-akan ada air antara langit dan bumi, maka dinamakan al-al (embun). Apabila fatamorgana terlihat oleh orang yang kehausan, maka ia akan menduganya sebagai air, lalu ia menuju ke arahnya dengan maksud untuk minum air darinya. Tetapi setelah dekat dengan fatamorgana, dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun. (An-Nur: 39) Demikian pula keadaan orang kafir, ia menduga bahwa dirinya telah mengerjakan suatu amal kebaikan, dan bahwa dirinya pasti mendapat sesuatu pahala.
Tetapi apabila ia menghadap kepada Allah pada hari kiamat nanti dan Allah menghisabnya serta menanyai semua amal perbuatannya, ternyata dia tidak menjumpai sesuatu pun dari apa yang telah dilakukan sebelumnya. Adakalanya karena tidak ikhlas, atau adakalanya karena tidak sesuai dengan tuntunan syariat, seperti yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya: Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (Al-Furqan: 23) Dan dalam surat ini Allah ﷻ berfirman: Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup, dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. (An-Nur: 39) Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan dari Ubay ibnu Ka'b, Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa di hari kiamat kelak dikatakan kepada orang-orang Yahudi, "Apakah yang kalian sembah?" mereka menjawab, "Kami dahulu menyembah Uzair anak Allah." Maka dikatakan, "Kalian dusta, Allah sama sekali tidak beranak. Lalu apakah yang kalian mau?" Mereka menjawab, "Wahai Tuhan, kami haus, berilah kami minum." Dikatakan, "Tidakkah kalian melihat?" Kemudian diperlihatkan kepada mereka neraka yang menurut pandangan mereka kelihatan seperti fatamorgana, sebagian darinya menghantam sebagian yang lainnya bagaikan ombak.
Lalu mereka berangkat menuju ke neraka itu, dan akhirnya mereka menjerit-jerit di dalam neraka. Perumpamaan ini merupakan gambaran tentang keadaan orang-orang yang jahil murakkab (bodoh kuadrat). Adapun orang-orang bodoh yang biasa adalah sejumlah besar manusia yang bertaklid kepada para pemimpin kekufuran yang bisu dan tuli, yaitu orang-orang yang tidak berakal. Perumpamaan mereka digambarkan Allah ﷻ melalui firman-Nya: atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam. (An-Nur: 40) Menurut Qatadah, lujiyyin artinya dalam. Yang diliputi oleh ombak, yang diatasnya ombak (pula), diatasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih bertindih, apabila ia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya. (An-Nur: 40) Yakni hampir saja tidak dapat melihatnya karena keadaan gelap yang sangat.
Hal ini merupakan gambaran yang menceritakan keadaan kalbu orang kafir yang sederhana yang bertaklid (mengikut), dia tidak mengetahui keadaan orang yang memimpinnya dan tidak mengetahui ke manakah dirinya dibawa pergi. Bahkan dapat dikatakan pula perumpamaan orang jahil seperti ini bila ditanya, "Hendak ke manakah kamu pergi?" Ia menjawab, "Mengikuti mereka." Dikatakan lagi, "Kemana mereka pergi?" Ia menjawab, "Tidak tahu." Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: yang diliputi oleh ombak. (An-Nur: 40), hingga akhir ayat. Yang dimaksud dengan maujun dalam ayat ini ialah penutup yang meliputi kalbu, pendengaran, dan penglihatan.
Dan pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. (Al-Baqarah: 7), hingga akhir ayat. Sama juga dengan firman-Nya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? (Al-Jatsiyah: 23), hingga akhir ayat.
Ubay ibnu Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: gelap gulita yang tindih bertindih. (An-Nur: 40) Dia berada dalam lima kegelapan. Perkataannya kegelapan, amalnya kegelapan, tempat masuknya kegelapan, tempat keluarnya kegelapan, dan tempat kembalinya kepada kegelapan kelak di hari kiamat, yaitu di dalam neraka. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi dan Ar-Rabi' ibnu Anas. Firman Allah ﷻ: dan barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun. (An-Nur: 40) Yakni barang siapa yang tidak mendapat petunjuk dari Allah, berarti dia binasa, jahil, terhalang, hancur, lagi kafir.
Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tiada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya. (Al-A'raf: 186) Hal ini merupakan kebalikan dari apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ mengenai perumpamaan orang-orang mukmin melalui firman-Nya: Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki. (An-Nur: 35) Kita memohon kepada Allah, semoga Dia memberikan cahaya dalam kalbu kita semua; juga cahaya di sebelah kanan kita, di sebelah kiri kita, dan hendaknyalah Dia membesarkan cahaya-Nya bagi kita."
Allah menyajikan perumpamaan lain terkait betapa sia-sianya amal orang kafir itu. Atau keadaan orang-orang kafir itu seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang tidak dapat dijangkau kedalamannya, yang diliputi oleh gelombang demi gelombang, di atasnya yaitu di atas gelom-bang yang bertumpuk dan bergulung-gulung itu ada lagi awan gelap yang menutupi sinar matahari. Itulah gelap gulita yang berlapis-lapis; perpaduan antara laut yang begitu dalam, ombak yang bergulung-gulung, dan awan yang kelam. Begitu pekat kegelapan itu hingga apabila dia mengeluarkan tangannya untuk didekatkannya ke mata, hampir saja dia tidak dapat melihatnya. Barang siapa tidak diberi cahaya petunjuk oleh Allah maka dia tidak mempunyai cahaya sedikit pun. 41. Allah menguraikan bukti kebesaran dan kekuasaan-Nya pada ayat berikut agar manusia beribadah kepada-Nya dan mengakui keesaan-Nya. Tidakkah engkau tahu, wahai Nabi Muhammad, bahwa kepada Allah-lah bertasbih apa yang di langit dan di bumi dengan keadaan atau cara masing-masing, dan bersama mereka bertasbih juga burung yang mengembangkan sayapnya; tidak ada yang mencegahnya jatuh kecuali atas kuasa dan izin Allah. Masing-masing makhluk itu sungguh telah me-ngetahui cara berdoa dan bertasbih-nya sendiri, tetapi kamu tidak me-ngetahuinya (Lihat juga: Surah al-Isr'/17: 44). Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. Allah pada ayat ini secara istimewa menyebut burung karena penciptaan burung dan kemampuannya terbang terasa nyata menunjukkan keajaiban penciptaan dan kesempurnaan Allah.
Pada ayat ini Allah memberi perumpamaan bagi amal orang-orang kafir dengan kegelapan yang hitam kelam yang berlapis-lapis sebagaimana kelamnya suasana di laut yang dalam di malam hari di mana ombak sambung-menyambung dengan hebatnya menambah kegelapan dalam laut itu, ditambah lagi dengan awan tebal yang hitam menutupi langit sehingga tidak ada sekelumit cahaya pun yang nampak. Semua bintang yang kecil maupun yang besar tidak dapat menampakkan dirinya ke permukaan laut itu karena dihalangi oleh awan tebal dan hitam itu. Tidak ada satu pun yang dapat dilihat ketika itu, sehingga apabila seseorang mengeluarkan tangannya di hadapan mukanya tangan itu tidak nampak sama sekali meskipun sudah dekat benar ke matanya. Demikianlah hitam kelamnya amal-amal orang kafir itu. Jangankan amal itu akan dapat menolong dalam menghadapi bahaya dan kesulitan di akhirat yang amat dahsyat itu, melihat amal itu saja pun mustahil, karena semua amal yang dikerjakannya tidak diterima dan tidak diridai oleh Allah karena akidahnya yang sesat dan ucapan-ucapan yang mengandung kesombongan atau tindakan mereka yang zalim.
Al-hasan al-Basri berkata tentang hal ini, "Orang kafir berada dalam tiga kegelapan, yaitu kegelapan akidah, kegelapan ucapan dan kegelapan amal perbuatan." Sedangkan Ibnu 'Abbas menyatakan, "Kegelapan hati, penglihatan dan pendengarannya."
Demikianlah keadaan orang-orang kafir, mereka berada dalam kegelapan yang pekat sekali, karena mereka sedikit pun tidak mendapat pancaran Nur Ilahi. Allah tidak akan memberikan kepada mereka pancaran Nur-Nya, karena itulah mereka selalu berada dalam kegelapan. Tidak ada pedoman yang dapat dijadikan pedoman karena memang mereka sudah sesat sangat jauh sekali tersesat dan tidak ada harapan lagi bagi mereka untuk kembali ke jalan yang benar sebagaimana firman-Nya:
Dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (Ibrahim/14: 27).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat An-Nur: 36-38
Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan salat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka.
Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas. Setelah membuat misal tentang kalbu orang mukmin dan menjelaskan tentang hidayah dan ilmu yang terkandung di dalamnya, yang semuanya itu diumpamakan dengan lentera yang berada di dalam kaca yang jernih, sedangkan bahan bakarnya adalah minyak yang baik. Yang hal tersebut dapat diserupakan dengan lentera besar.
Kemudian Allah menyebutkan tentang tempatnya yang layak, yaitu masjid-masjid. Masjid-masjid merupakan bagian dari kawasan bumi yang paling disukai oleh Allah ﷻ Masjid-masjid merupakan rumah-rumah Allah yang di dalamnya Dia disembah dan diesakan. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Di dalam masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan. (An-Nur: 36) Yakni telah diperintahkan oleh Allah agar dirawat dan dibersihkan dari kekotoran, omongan yang tidak ada gunanya, juga semua perbuatan yang tidak layak bagi kesuciannya. Demikianlah menurut apa yang telah dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini: Di dalam masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan. (An-Nur: 36) Allah melarang dilakukan percakapan yang tidak ada gunanya di dalam masjid-masjid.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Abu Saleh, Ad-Dahhak, Nafi' ibnu Jubair, Abu Bakar ibnu Sulaiman ibnu Abu Khaisamah, dan Sufyan ibnu Husain serta lain-lainnya dari kalangan ulama tafsir. Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan buyut (rumah-rumah) yang termaktub dalam ayat adalah masjid-masjid ini yang Allah ﷻ memerintahkan agar dibangun, diramaikan, dimuliakan, dan disucikan. Telah diriwayatkan kepada kami, Ka'b pernah mengatakan bahwa termaktub di dalam kitab Taurat, `Sesungguhnya rumah-rumah-Ku di bumi ini adalah masjid-masjid.
Dan sesungguhnya barang siapa yang berwudu dengan baik, lalu mengunjungi-Ku di rumah (masjid)-Ku, Aku akan menghormatinya, dan sudah merupakan suatu keharusan bagi orang yang dikunjungi untuk menghormati orang yang mengunjunginya.` Diriwayatkan oleh Abdur Rahman ibnu Abu Hatim di dalam kitab tafsirnya. Mengenai masalah membangun masjid-masjid, menghormatinya, memuliakannya, dan memberinya wewangian serta dupa, banyak disebutkan oleh hadis-hadis. Pembahasan mengenai hal ini ditulis secara terpisah, dan saya telah menulis pembahasan mengenainya dalam suatu juz secara rinci; segala puji bagi Allah dan semua karunia dari-Nya.
Dan dengan pertolongan dari Allah akan kami kemukakan beberapa petikan dari kandungan kitab tersebut, seperti yang disebutkan berikut: Diriwayatkan dari Amirul Muminin Usman ibnu Affan r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: `. Barang siapa yang membangun masjid karena mengharapkan rida Allah, maka Allah akan membangunkan untuknya hal yang semisal di dalam surga. Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahih masing-masing. Telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah melalui Umar ibnul Khattab r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Barang siapa yang membangun sebuah masjid yang di dalamnya disebut-sebut nama Allah, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di dalam surga. Dalam kitab Imam Nasai disebutkan hal yang semisal melalui Amr ibnu Anbasah; hadis-hadis mengenai hal ini banyak sekali.
Telah diriwayatkan melalui Siti Aisyah r.a. yang telah mengatakan: Rasulullah ﷺ telah memerintahkan kita untuk membangun masjid di perkampungan, masjid-masjid itu agar selalu dibersihkan dan diberi wewangian. Hadis riwayat Imam Ahmad dan Ahlus Sunan kecuali Imam Nasai. Telah diriwayatkan hal yang semisal oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Daud melalui Samurah ibnu Jundub. Imam Bukhari mengatakan bahwa Khalifah Umar pernah berkata, `Bangunlah tempat-tempat ibadah buat manusia, dan janganlah kalian mengecatnya dengan warna merah atau kuning karena akan berakibat mengganggu kekhusyukan ibadah mereka.` Ibnu Majah telah meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tidak sekali-kali amal perbuatan suatu kaum dinilai buruk, melainkan (bila mereka) menghiasi masjid-masjid mereka.
Tetapi di dalam sanad hadis ini terkandung kelemahan. Imam Abu Daud telah meriwayatkan melalui Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Aku tidak diperintahkan untuk menghiasi bangunan masjid. Ibnu Abbas mengatakan yakni menghiasinya dengan hiasan-hiasan sebagaimana yang dilakukan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani terhadap tempat-tempat peribadatan mereka. Diriwayatkan melalui sahabat Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum manusia saling bermegah-megahan dengan masjid-masjid (mereka). Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ahlus Sunan kecuali Imam Turmuzi. Diriwayatkan melalui Buraidah, bahwa seorang lelaki mengumumkan maklumat kehilangan di dalam masjid. Ia mengatakan, `Siapakah yang menemukan unta merah(ku)?` Maka Nabi ﷺ bersabda: `. Semoga kamu tidak menemukan (barang hilangmu). Sesungguhnya masjid-masjid itu dibangun hanyalah untuk kegunaan yang Sesuai dengan fungsinya (tempat untuk ibadah). Hadis riwayat Imam Muslim.
Diriwayatkan dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ melarang melakukan jual beli dan saling mendendangkan sya'ir di dalam masjid. Hadis riwayat Imam Ahmad dan Ahlus Sunan. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan. Abu Hurairah telah meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: `. Apabila kalian melihat seseorang melakukan penjualan atau pembelian di dalam masjid, maka katakanlah oleh kalian, `Semoga Allah tidak menguntungkan perdaganganmu. Dan apabila kalian melihat seseorang mempermaklumatkan barang yang hilang di dalam masjid, maka katakanlah oleh kalian, `Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.
Hadis riwayat Imam Turmuzi. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Ibnu Majah dan lain-lainnya telah meriwayatkan melalui hadis Ibnu Umar secara marfu'. Ibnu Umar mengatakah bahwa ada beberapa hal yang tidak layak dilakukan di dalam masjid; yaitu tidak boleh dijadikan jalan, tidak boleh menghunus senjata di dalam masjid, tidak boleh merentangkan busur di dalamnya, tidak boleh menebarkan anak panah di dalamnya, tidak boleh lewat di dalam masjid dengan membawa daging mentah, tidak boleh melakukan pukulan had di dalam masjid, tidak boleh melakukan hukum qisas di dalam masjid, dan tidak boleh menjadikannya sebagai pasar.
Diriwayatkan dari Wasilah ibnul Asqa', dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: `. Jauhkanlah masjid-masjid dari anak-anak kecil kalian, orang-orang gila kalian, jual beli kalian, persengketaan kalian, bersuara keras, menegakkan hukuman-hukuman had, dan menghunus pedang (senjata di dalamnya). Dan buatkanlah tempat bersucidi dekat pintu-pintunya, dan berilah dupa di dalamnya di hari-hari jumat. Hadis diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah, tetapi hadis ini dan hadis yang sebelumnya berpredikat lemah. Adapun mengenai masalah menjadikan masjid sebagai jalan untuk lewat, menurut sebagian ulama hukumnya makruh, terkecuali jika ada keperluan penting yang tidak terelakkan lagi melainkan harus melalui masjid.
Di dalam sebuah asar disebutkan bahwa para malaikat benar-benar merasa heran dengan seseorang yang melalui masjid tanpa melakukan salat di dalamnya. Adapun mengenai masalah tidak boleh menghunus senjata di dalam masjid, tidak boleh merentangkan busur, dan menebarkan anak panah, penyebabnya ialah karena dikhawatirkan mengenai diri orang lain, mengingat banyaknya orang yang melakukan salat di dalamnya.
Karena itulah maka Rasulullah ﷺ memerintahkan, apabila seseorang melalui masjid dengan membawa anak panah, hendaknya ia memegang bagian ujungnya agar tidak mengenai orang lain, seperti yang telah disebutkan di dalam hadis sahih. Adapun mengenai larangan melalui masjid sambil membawa daging mentah, penyebabnya ialah karena dikhawatirkan adanya darah yang menetes dari daging mentah itu sehingga mengotori masjid. Sebagaimana wanita yang berhaid dilarang melalui masjid bila dikhawatirkan darahnya akan mengotori masjid yang dilaluinya.
Mengenai masalah tidak boleh melakukan eksekusi hukuman had pukulan, juga had qisas di dalam masjid, karena dikhawatirkan akan keluarnya najis dari si terhukum atau siterpotong. Masalah tidak boleh menjadikan masjid sebagai pasar (untuk melakukan transaksi jual beli) karena adanya larangan melakukan hal tersebut, seperti yang telah diterangkan sebelum ini dalam sebuah hadis yang menerangkannya. Karena sesungguhnya masjid itu dibangun hanya untuk menyebut nama Allah dan salat di dalamnya, sebagaimana yang disebutkan oleh sebuah hadis yang menceritakan tentang sabda Nabi ﷺ kepada seorang Badui yang kencing di suatu sudut masjid, yaitu: Sesungguhnya masjid itu tidak dibangun untuk tujuan seperti itu, melainkan masjid dibangun untuk menyebut nama Allah dan melakukan salat di dalamnya.
Kemudian Nabi ﷺ memerintahkan agar bekas air kencing orang Badui itu disiram dengan setimba air. Dalam hadis yang kedua disebutkan: Hindarkanlah masjid-masjid kalian dari anak-anak kalian! Demikian itu karena kesukaan anak-anak bermain-main. Meraka tidak dapat membedakan antara masjid dan yang lainnya, sedangkan masjid itu bukanlah tempat untuk bermain-main. Dahulu Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. apabila melihat anak-anak bermain-main di dalam masjid, ia memukuli mereka dengan cemeti. Dan ia selalu memeriksa masjid sesudah isya, maka tidak dibiarkannya ada seseorang di dalamnya. Dalam teks hadis selanjutnya disebutkan, `(Hindarkanlah pula masj id-masjid kalian dari) orang-orang gila kalian,` yakni mengingat lemahnya akal mereka dan akan menjadi bahan olok-olokkan orang lain, sehingga berakibat terjadinya main-main di dalam masjid.
Juga karena dikhawatirkan orang-orang gila tersebut akan mengotori masjid serta melakukan perbuatan-perbuatan lain yang tidak sesuai dengan kesucian masjid. Dalam teks berikutnya disebutkan, `Dan (hindarkanlah masjid-masjid kalian dari) jual beli kalian,` seperti yang telah disebutkan di atas yang melarang melakukan jual beli di dalam masjid. Yang dimaksud dengan khusumatukum ialah peradilan kalian. Karena itu, kebanyakan ulama me-was-kan bahwa seorang hakim (kadi) tidak boleh melakukan suatu proses peradilan di dalam masjid, melainkan harus di tempat lain.
Demikian itu karena dalam suatu peradilan akan banyak terjadi pertengkaran dan kata-kata yang tidak pantas bagi kesucian masjid. Karena itulah dalam teks hadis berikutnya disebutkan, `Dan (hindarkanlah masjid kalian dari) suara keras kalian.` Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu-Sa'id, telah menceritakan kepada kami Al-Ja'd ibnu Abdur Rahman yang mengatakan, telah menceritakan kepadanya Yazid ibnu Khasifah, dari As-Sa-ib ibnu Yazid Al-Kindi yang mengatakan, `Ketika aku sedang berdiri di dalam masjid, maka ada seorang lelaki yang melempar dengan batu kerikil, lalu aku menoleh dan ternyata orang itu adalah Umar Ibnul Khattab.` Lalu Umar berkata, 'Pergilah dan bawalah ke hadapanku kedua orang itu (yang sedang bertengkar).' Maka aku membawa kedua orang itu ke hadapannya.
Umar r.a. bertanya, 'Siapakah kamu berdua?' Atau Umar bertanya, 'Dari manakah kamu berdua?' Keduanya menjawab, 'Kami dari penduduk Ta'if.' Umar berkata, 'Seandainya kamu berdua berasal dari kota ini (Madinah), tentulah aku akan membuat kamu berdua kesakitan. Kamu berdua mengangkat suaramu keras-keras di dalam masjid Rasulullah ﷺ'.` Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Nasr, dari Abdullah ibnul Mubarak, dari Syu'bah, dari Sa;id ibnu Ibrahim, dari ayahnya (yaitu Ibrahim ibnu Abdur Rahman ibnu Auf) yang mengatakan bahwa Umar mendengar suara keras seorang lelaki di dalam masjid, maka ia berkata, `Tahukah kamu di manakah kamu berada?` Asar ini pun berpredikat sahih.
Dalam teks berikutnya disebutkan, `Dan (janganlah kalian) melakukan hukuman-hukuman had kalian, jangan pula kalian menghunus pedang-pedang kalian (di dalam masjid).` Penjelasan mengenai makna teks ini telah disebutkan di atas. Teks hadis yang menyebutkan, `Dan buatkanlah di dekat pintu-pintunya tempat untuk bersuci.` Makna yang dimaksud ialah kamar-kamar kecil yang dapat digunakan untuk berwudu, juga sebagai tempat buang air besar dan buang air kecil. Dahulu di dekat masjid Rasulullah terdapat gentong-gentong besar berisikan air yang mereka gunakan untuk memberi minum hewan kendaraan mereka, untuk minum mereka, untuk bersuci, berwudu, serta kegunaan lainnya.
Teks hadis yang mengatakan, `Dan berilah dupa di setiap hari Jumat,` yakni berilah masjid bau-bauan yang harum seperti dupa pada setiap hari Jumat, karena banyaknya orang yang datang ke masjid. Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Abdullah ibnu Umar, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Khalifah Umar selalu memberi dupa masjid Rasulullah ﷺ setiap hari Jumat. Sanad asar ini hasan dan tidak mengandung cela.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Salat seseorang dalam jamaah, pahalanya berkali lipat salat di dalam rumahnya, dan di dalam pasarnya sebanyak dua puluh lima kali lipat. Demikian itu karena apabila ia berwudu dengan baik, lalu berangkat ke masjid tanpa niat lain kecuali hanya melakukan salat di masjid, maka tidaklah ia melangkah satu kali langkah melainkan ditinggikan baginya pahala satu derajat dan dihapuskan darinya satu buah dosa.
Apabila ia telah menunaikan salatnya, para malaikat terus-menerus memohonkan ampun baginya selama ia masih berada di tempat salatnya, `Ya Allah, ampunilah dia dan rahmatilah dia.` Dia telah berada dalam salatnya selagi ia menunggu kedatangan waktu salat itu. Dalam hadis Imam Daruqutni disebutkan sebuah hadis marfu' yang mengatakan: Tiada salat (yang sempurna) bagi tetangga masjid kecuali di dalam masjid. Di dalam kitab-kitab sunan disebutkan hadis berikut: Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang banyak berjalan kaki menuju ke masjid di kegelapan (malam) dengan nur (cahaya) yang sempurna kelak di hari kiamat.
Orang yang hendak memasuki masjid disunatkan melangkahkan kaki kanannya terlebih dahulu saat memasukinya, lalu mengucapkan doa berikut yang disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari, melalui Abdullah ibnu Umar r.a., dari Rasulullah ﷺ, bahwa beliau ﷺ apabila memasuki masjid mengucapkan doa berikut: Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung dan kepada Zat-Nya Yang Mahamulia, dan kepada Kekuasaan-Nya Yang Mahadahulu dari godaan setan yang terkutuk. Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa manakala Ibnu Umar mengucapkan doa ini, ia mengatakan, `Setan tidak dapat menggodaku sepanjang hari.
Imam Muslim telah meriwayatkan berikut sanadnya melalui Abu Humaid atau Abu Usaid yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: `. Apabila seseorang diantara kalian memasuki masjid, hendaklah ia mengucapkan, `Ya Allah, bukakanlah untukku semua pintu rahmat-Mu. Dan apabila keluar (dari masjid), hendaklah mengucapkan, `Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu karunia-Mu. Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui keduanya (Abu Humaid dari Abu Usaid) dari Nabi ﷺ Abu Hurairah r.a. telah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Apabila seseorang di antara kalian memasuki masjid, hendaklah mengucapkan salam kepada Nabi ﷺ, lalu mengucapkan, `Ya Allah, bukakanlah bagi semua pintu rahmat-Mu. Dan apabila keluar darinya, hendaklah mengucapkan salam kepada Nabi ﷺ, lalu mengucapkan, `Ya Allah, peliharalah diriku dari godaan setan yang terkutuk. Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah serta Ibnu Hibban telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing.
:` `. `. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Lais ibnu Abu Sulaim, dari Abdullah ibnu Husain, dari ibunya (yaitu Fatimah binti Husain), dari neneknya (yaitu Fatimah binti Rasulullah) yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bila memasuki masjid terlebih dahulu membaca salawat dan salam buat dirinya, kemudian mengucapkan doa berikut: Ya Allah, ampunilah semua dosaku dan bukakanlah untukku semua pintu rahmat-Mu. Apabila beliau keluar dari masjid, terlebih dahulu mengucapkan salawat dan salam untuk dirinya, lalu mengucapkan doa berikut:, Ya Allah, ampunilah semua dosaku dan bukakanlah bagiku semua pintu kemurahan-Mu.
Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan pula hadis ini. Imam Turmuzi mengatakan bahwa predikat hadis ini hasan, sanadnya tidak muttasil karena Fatimah binti Husain As-Sugra tidak menjumpai masa Fatimah Al-Kubra binti Rasulullah ﷺ Semua hadis yang telah kami ketengahkan di atas sengaja kami sajikan dengan singkat agar tidak bertele-tele, kesemuanya itu termasuk ke dalam pengertian firman Allah ﷻ yang mengatakan: Di dalam masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan. (An-Nur: 36) Adapun firman Allah ﷻ: dan disebut nama-Nya di dalamnya. (An-Nur: 36) Semisal dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Hai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid. (Al-A'raf: 31) Dan (katakanlah), `Luruskanlah muka (diri) kalian di setiap salat dan sembahlah Allah dengari mengikhlaskan ketaatan kalian kepada-Nya. (Al-A'raf: 29) Dan firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. (Al-Jin: 18), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah ﷻ: dan disebut nama-Nya di dalamnya. (An-Nur: 36) Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah dibaca kitabnya (Al-Qur'an) di dalamnya. Firman Allah ﷻ: bertasbih kepada Allah di dalam masjid-masjid itu, pada waktu pagi dan waktu petang. (An-Nur: 36) Yakni di waktu-waktu pagi hari dan waktu-waktu petang hari. Al-A'sal bentuk jamak dari asil yang artinya penghujung siang hari. Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setiap lafaz tasbih yang terdapat di dalam Al-Qur'an artinya salat.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan al-guduwwi ialah salat subuh, dan yang dimaksud dengan sal ialah salat asar. Kedua salat ini merupakan salat yang mula-mula difardukan oleh Allah ﷻ Karena itulah maka Allah ﷻ suka menyebutkan keduanya dan menceritakan keutamaan keduanya kepada hamba-hamba-Nya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan dan Ad-Dahhak. bertasbih kepada Allah di dalam masjid-masjid itu, pada waktu pagi dan waktu petang. (An-Nur: 36) Yaitu salat. Sebagian ulama ahli qiraat membacanya yusabbahu dengan mem-fathah-kan huruf ba-nya, yakni di-mabni maf'ul-kans dan di-waqaf-kan dengan waqaf tam pada firman-Nya, `Walasal` Sedangkan firman berikutnya merupakan kalimat baru, sehingga artinya menjadi seperti berikut: `Disucikan nama Allah di dalam masjid-masjid pada waktu pagi dan waktu petang.` Adapun mengenai firman-Nya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37) seakan-akan ia menjadi tafsir dari fa'il (pelaku) yang tidak disebutkan, seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair: ...
... Kupenuhi seruanmu, hai Yazid, seorang yang ganas dan tak pandang bulu dalam menghadapi persengketaan yang timbul dari keadaan zaman. Seakan-akan dikatakan, `Siapakah yang membuatnya menangis?` Maka dijawab, `Ini yang membuatnya menangis.` Dan seakan-akan dikatakan, `Siapakah yang bertasbih kepada Allah di dalam masjid-masjid?` Maka dijawab, `Laki-laki.` Adapun mengenai qiraat ulama yang membacanya yusabbihu, berarti menjadikannya sebagai fi'il dan fa'il-nya adalah rijalun.
Karena itu tidak baik melakukan waqaf melainkan hanya pada fa'il-nya, sebab fa'il' merupakan kesempurnaan kalimat yang sebelumnya. Penyebut rijalun (yang artinya laki-laki) mengandung pengertian yang mengisyaratkan kepada tugas mereka yang luhur dan niat serta tekadnya yang tinggi, yang berkat itu semua mereka menjadi pemakmur masjid-masjid yang merupakan rumah-rumah Allah di bumi-Nya, sebagai tempat untuk beribadah kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, mengesakan dan menyucikan-Nya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. (Al-Ahzab: 23), hingga akhir ayat Adapun mengenai kaum wanita, maka salat mereka di dalam rumahnya lebih utama bagi mereka, karena berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui sahabat Abdullah ibnu Mas'ud r.a., dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Salat wanita di dalam rumahnya lebih utama daripada salatnya di dalam ruangan tamunya, dan salatnya di dalam kamarnya lebih utama daripada salatnya di dalam rumahnya.
[] Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Rasyidin, telah menceritakan kepadaku Amr dari Abu Assamh, dari Assaib mau la Ummu Salamah, dari Ummu Salamah r.a., dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Sebaik-baik masjid kaum wanita ialah bagian dalam rumah mereka. `. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Qais, dari Abdullah ibnu Suwaid Al-Ansari, dari bibinya (yaitu Ummu Humaid, istri Abu Humaid As-Sa'idi), bahwa ia datang kepada Nabi ﷺ, lalu bertanya, `Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku suka mengerjakan salat bersamamu (Yakni berjamaah di masjid Rasulullah ﷺ).` Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Saya telah mengetahui bahwa engkau menyukai salat bersamaku.
Salat kamu di dalam rumahmu lebih baik daripada salatmu di dalam ruangan tamumu, dan salatmu di dalam ruangan tamumu lebih baik daripada salatmu di dalam pekarangan rumahmu, dan salatmu di dalam pekarangan rumahmu lebih baik daripada salatmu di dalam masjid kaummu, dan salatmu di dalam masjid kaummu lebih baik daripada salatmu di dalam masjidku. Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Ummu Humaid memerintahkan agar dibangunkan sebuah surau khusus buatnya di salah satu bagian rumahnya.
Maka ia selalu mengerjakan salatnya di dalam surau itu hingga meninggal dunia. Mereka (para ahli hadis) tidak ada yang mengetengahkan hadis ini. Perlu diingat bahwa seorang wanita diperbolehkan mengikuti salat jamaah bersama kaum laki-laki, tetapi dengan syarat hendaknya ia tidak mengganggu seseorang pun dari jamaah kaum laki-laki yang ada dengan menampakkan perhiasannya atau menebarkan bau wewangiannya. Seperti yang disebutkan di dalam kitab sahih melalui Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Janganlah kalian mencegah hamba-hamba wanita Allah dari masjid-masjid Allah.
Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim. Menurut riwayat Imam Ahmad dan Imam Abu Daud disebutkan: dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi (salat) mereka. Menurut riwayat lain disebutkan: dan hendaklah mereka (kaum wanita) keluar dalam keadaan tidak memakai wewangian. Di dalam kitab Sahih Muslim telah disebutkan melalui Zainab (istri Abdullah ibnu Mas'ud) yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepada kami (kaum wanita): Apabila seseorang di antara kalian mendatangi masjid (untuk salat berjamaah), janganlah ia memakai wewangian. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa dahulu kaum wanita mukmin mengikuti salat subuh bersama Rasulullah ﷺ, kemudian mereka pulang dengan menutupi kepala mereka dengan kain kerudungnya; mereka tidak dikenal karena cuaca masih gelap.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula dari Siti Aisyah r.a. yang telah mengatakan, `Seandainya Rasulullah ﷺ menjumpai masa timbulnya bid'ah yang dilakukan oleh kaum wanita (sekarang), tentulah beliau melarang mereka mendatangi masjid-masjid, sebagaimana kaum wanita Bani Israil dilarang (mendatangi tempat peribadatan mereka di masa lalu).` Firman Allah ﷻ: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37) Sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. (Al-Munafiqun: 9), hingga akhir ayat. Dan firman Allah ﷻ: Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. (Al-Jumu'ah: 9), hingga akhir ayat.
Allah ﷻ berfirman bahwa tidak dapat menyibukkan mereka dunia dan kegemerlapannya serta perhiasannya, juga kesenangan melakukan jual beli, dari mengingati Tuhan mereka Yang telah menciptakan mereka dan Yang memberi mereka rezeki. Mereka mengetahui bahwa pahala yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih bermanfaat bagi mereka daripada harta benda yang ada di tangan mereka; karena harta benda yang ada pada mereka pasti habis, sedangkan pahala yang ada di sisi Allah kekal.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan salat, dan (dari) membayarkan zakat. (An-Nur: 37) Yakni mereka lebih mendahulukan ketaatan kepada Allah dan perintah Allah serta apa yang disukai oleh-Nya: Hasyim telah meriwayatkan dari Syaiban; ia menceritakan sebuah hadis dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia melihat suatu kaum dari kalangan ahli pasar saat dikumandangkan seruan untuk menunaikan salat fardu. Maka mereka meninggalkan jual beli mereka, lalu bangkit menuju tempat salat untuk menunaikan salat.
Maka Abdullah ibnu Mas'ud berkata bahwa mereka termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37), hingga akhir ayat. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Amr ibnu Dinar Al-Qahramani, dari Salim, dari Abdullah ibnu Umar r.a., bahwa ketika ia berada di sebuah pasar dan seruan untuk salat dikumandangkan, maka mereka menutup kios-kios mereka, lalu masuk ke dalam masjid (untuk menunaikan salat). Maka Ibnu Umar berkata sehubungan dengan sikap mereka itu, bahwa berkenaan dengan orang-orang seperti merekalah ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah ﷻ: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37) Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bukair As-San'ani, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Bujair, telah menceritakan kepada kami Abu Abdu Rabbihi, bahwa Abu Darda pernah mengatakan bahwa sesungguhnya ia mangkal di tangga ini untuk menjajakan barang dagangan, setiap hari ia beroleh keuntungan tiga ratus dinar, dan setiap hari ia dapat melakukan salat berjamaah di masjid.
Kemudian ia menegaskan bahwa sesungguhnya ia tidak mengatakan bahwa perbuatannya itu tidak halal, tetapi ia suka bila termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Allah ﷻ di dalam firman-Nya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37) Amr ibnu Dinar Al-A'war mengatakan bahwa pada suatu hari ia bersama Salim ibnu Abdullah menuju ke masjid. Mereka melalui pasar kota Madinah, sedangkan saat itu mereka sedang bangkit menuju ke tempat salat mereka dan barang dagangan mereka telah mereka tutupi dengan kain.
Salim melihat ke arah barang dagangan mereka, dan ternyata tiada seorang pun yang menjaganya. Maka Salim membacakan ayat ini, yaitu firman-Nya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37) Kemudian Salim mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah orang-orang seperti mereka itu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Abul Hasan dan Ad-Dahhak, bahwa perniagaan dan jual beli tidak melalaikan mereka untuk mengerjakan salat tepat pada waktunya masing-masing.
Matar Al-Waraq mengatakan, dahulu mereka biasa melakukan jual beli, tetapi jika seseorang dari mereka mendengar seruan azan sedang timbangannya berada di tangannya, maka mereka meletakkan timbangannya dan pergi untuk mengerjakan salat. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37) Yakni dari mengerjakan salat fardu.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan dan Ar-Rabi' ibnu Anas. As-Saddi mengatakan makna yang dimaksud ialah tidak melalaikan untuk mengerjakan salat berjamaah. Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, bahwa kesibukan mereka dalam berbisnis tidak melalaikan mereka untuk menghadiri salat jamaah dan menunaikannya seperti yang diperintahkan oleh Allah ﷻ, dan mereka memelihara waktu salat lima waktu berikut semua hal yang diperintahkan oleh Allah ﷻ agar dipelihara oleh mereka dalam mengerjakan salat lima waktu tersebut.
Firman Allah ﷻ: Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. (An-Nur: 37) Yaitu hari kiamat, yang di hari itu semua hati dan penglihatan guncang karena kedahsyatannya yang sangat dan kengerian-kengerian yang terjadi padanya. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Berilah mereka peringatan dengan hari peristiwa yang dekat (hari kiamat). (Al-Mumin: 18) Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. (Ibrahim: 42) Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.
Sesungguhnya kami memberi makanan kepada kalian hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kalian dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan azab suatu hari yang (di hari itu orang-orang bermuka) masam, penuh kesulitan (yang datang) dari Tuhan kami. Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera. (Al-Insan: 8-12) Dan firman Allah ﷻ dalam surat ini: supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik daripada yang telah mereka kerjakan. (An-Nur: 38) Yakni mereka termasuk orang-orang yang diterima amal kebaikannya dan dimaafkan kesalahan dan keburukannya.
Firman Allah ﷻ: dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. (An-Nur: 38) Artinya, Allah menerima dengan baik amal kebaikan mereka dan melipatgandakan pahalanya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang, walaupun sebesar zarrah. (An-Nisa: 40), hingga akhir ayat. Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya. (Al-An'am: 160) Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah). (Al-Baqarah: 245), hingga akhir ayat. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. (Al-Baqarah:261) Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya: Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (An-Nur: 38) Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa disuguhkan kepadanya minuman susu laban, lalu ia menawarkannya kepada teman-teman sekedudukannya seorang demi seorang.
Ternyata mereka semua tidak mau meminumnya karena mereka sedang berpuasa. Untuk itu maka Ibnu Mas'ud mengambil wadah susu itu dan meminumnya karena dia sedang tidak puasa, kemudian ia membaca firman-Nya: Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. (An-Nur: 37) Imam Nasai dan Imam Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Ibnu Mas'ud. .
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Misar, dari Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Asma binti Yazid ibnus Sakan yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Apabila Allah menghimpunkan orang-orang yang pertama dan orang-orang yang kemudian di hari kiamat, maka datanglah juru penyeru yang mengumandangkan seruannya dengan suara yang dapat terdengar oleh semua makhluk, maka semua makhluk yang ada di padang mahsyar itu mengetahui siapakah yang mendapat kehormatan, `Berdirilah orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual belinya dari mengingati Allah!` Maka berdirilah mereka, sedangkan jumlah mereka sedikit.
Kemudian semua makhluk menjalani hisab. Imam Tabrani telah meriwayatkan melalui hadis Baqiyyah, dari Isma'il ibnu Abdullah Al-Kindi, dari Al-A'masy, dari Abu Wa-il, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan makna firman-Nya: agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. (Fathir: 30) Bahwa pahala mereka ialah Allah memasukan mereka ke dalam surga, dan Allah memberikan tambahan dari karunia-Nya kepada mereka, yaitu memberikan izin kepada mereka untuk memberi syafaat kepada orang-orang yang berhak mendapat syafaat, yakni kepada orang-orang yang telah berbuat kebaikan kepada mereka sewaktu di dunia.