Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱلۡخَبِيثَٰتُ
wanita-wanita yang keji
لِلۡخَبِيثِينَ
untuk laki-laki yang keji
وَٱلۡخَبِيثُونَ
dan laki-laki yang keji
لِلۡخَبِيثَٰتِۖ
untuk wanita-wanita yang keji
وَٱلطَّيِّبَٰتُ
dan wanita-wanita yang baik
لِلطَّيِّبِينَ
untuk laki-laki yang baik
وَٱلطَّيِّبُونَ
dan laki-laki yang baik
لِلطَّيِّبَٰتِۚ
untuk wanita-wanita yang baik
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
مُبَرَّءُونَ
orang-orang yang terlepas
مِمَّا
dari apa
يَقُولُونَۖ
mereka katakan
لَهُم
bagi mereka
مَّغۡفِرَةٞ
ampunan
وَرِزۡقٞ
dan rezeki
كَرِيمٞ
yang mulia
ٱلۡخَبِيثَٰتُ
wanita-wanita yang keji
لِلۡخَبِيثِينَ
untuk laki-laki yang keji
وَٱلۡخَبِيثُونَ
dan laki-laki yang keji
لِلۡخَبِيثَٰتِۖ
untuk wanita-wanita yang keji
وَٱلطَّيِّبَٰتُ
dan wanita-wanita yang baik
لِلطَّيِّبِينَ
untuk laki-laki yang baik
وَٱلطَّيِّبُونَ
dan laki-laki yang baik
لِلطَّيِّبَٰتِۚ
untuk wanita-wanita yang baik
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
مُبَرَّءُونَ
orang-orang yang terlepas
مِمَّا
dari apa
يَقُولُونَۖ
mereka katakan
لَهُم
bagi mereka
مَّغۡفِرَةٞ
ampunan
وَرِزۡقٞ
dan rezeki
كَرِيمٞ
yang mulia
Terjemahan
Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka (yang baik) itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia.
Tafsir
(Wanita-wanita yang keji) baik perbuatannya maupun perkataannya (adalah untuk laki-laki yang keji) pula (dan laki-laki yang keji) di antara manusia (adalah buat wanita-wanita yang keji pula) sebagaimana yang sebelumnya tadi (dan wanita-wanita yang baik) baik perbuatan maupun perkataannya (adalah untuk laki-laki yang baik) di antara manusia (dan laki-laki yang baik) di antara mereka (adalah untuk wanita-wanita yang baik pula) baik perbuatan maupun perkataannya. Maksudnya, hal yang layak adalah orang yang keji berpasangan dengan orang yang keji, dan orang baik berpasangan dengan orang yang baik. (Mereka itu) yaitu kaum laki-laki yang baik dan kaum wanita yang baik, antara lain ialah Siti Aisyah dan Sofwan (bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka) yang keji dari kalangan kaum laki-laki dan wanita. (Bagi mereka) yakni laki-laki yang baik dan wanita yang baik itu (ampunan dan rezeki yang mulia) di surga. Siti Aisyah merasa puas dan bangga dengan beberapa hal yang ia peroleh, antara lain, ia diciptakan dalam keadaan baik, dan dijanjikan mendapat ampunan dari Allah, serta diberi rezeki yang mulia.
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula); dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga). Ibnu Abbas mengatakan bahwa perkataan yang keji hanyalah pantas dilemparkan kepada lelaki yang berwatak keji, dan laki-laki yang keji hanyalah pantas menjadi bahan pembicaraan perkataan yang keji.
Perkataan yang baik-baik hanyalah pantas ditujukan kepada lelaki yang baik-baik, dan lelaki yang baik-baik hanyalah pantas menjadi bahan pembicaraan perkataan yang baik-baik. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Siti Aisyah dan para penyebar berita bohong. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ata, Sa'id ibnu Jubair, Asy-Syabi, Al-Hasan Al-Basri, Habib ibnu Abu Sabit, dan Ad-Dahhak.
Ibnu Jarir memilih pendapat ini dan memberikan komentarnya, bahwa perkataan yang keji pantas bila ditujukan kepada orang yang berwatak keji, dan perkataan yang baik pantas bila ditujukan kepada orang yang baik. Dan apa yang dikatakan oleh para penyebar berita dusta terhadap diri Siti Aisyah, sebenarnya merekalah yang lebih utama menyandang predikat itu. Siti Aisyah lebih utama beroleh predikat bersih dan suci daripada diri mereka.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh para penuduhnya. (An-Nur: 26) Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini bahwa orang-orang yang keji dari kalangan kaum wanita adalah untuk orang-orang yang keji dari kalangan kaum pria. Dan orang-orang yang keji dari kalangan kaum pria adalah untuk orang-orang yang keji dari kalangan kaum wanita.
Orang-orang yang baik dari kalangan kaum wanita adalah untuk orang-orang yang baik dari kalangan kaum pria. Dan orang-orang yang baik dari kalangan kaum pria adalah untuk orang-orang yang baik dari kalangan kaum wanita. Takwil inipun senada dengan apa yang telah dikatakan oleh para ulama di atas sebagai suatu kepastian. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa tidaklah Allah menjadikan Aisyah r.a. sebagai istri Nabi ﷺ melainkan karena dia adalah wanita yang baik, sebab Rasulullah ﷺ adalah manusia yang terbaik di antara yang baik. Seandainya Aisyah adalah seorang wanita yang keji tentulah tidak pantas, baik menurut penilaian syari'at maupun penilaian martabat, bila ia menjadi istri Rasulullah ﷺ Karena itu Allah ﷻ berfirman dalam penghujung ayat ini: mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka yang melancarkan tuduhan (an-Nur: 26) Maksudnya, mereka jauh sekali dari apa yang dituduhkan oleh para penyiar berita bohong dan musuh-musuhnya.
Bagi mereka ampunan. (An-Nur: 26) Disebabkan kedustaan yang dilemparkan terhadap diri mereka (yang hal itu mencuci dosa mereka). dan rezeki yang mulia. (An-Nur; 26) Yakni di sisi Allah yaitu surga yang penuh dengan kenikmatan. Di dalam makna ayat ini terkandung suatu janji yang menyatakan bahwa istri Rasulullah ﷺ pasti masuk surga. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Harb, dari Yazid ibnu Abdur Rahman, dari Al-Hakam berikut sanadnya sampai kepada Yahya ibnul Jazzar yang mengatakan bahwa Asir ibnu Jabir datang kepada Abdullah, lalu berkata, "Sesungguhnya saya telah mendengar Al-Walid ibnu Uqbah pada hari ini mengatakan suatu pembicaraan yang mengagumkan saya." Maka Abdullah menjawab, "Sesungguhnya seorang lelaki mukmin di dalam kalbunya terbetik kalimat yang baik hingga meresap ke dalam hatinya sampai dalam, hingga manakala dia mengucapkannya dan memperdengarkannya kepada orang lain yang ada di hadapannya, maka lelaki itu akan mendengarkannya dan meresapkannya di dalam hatinya.
Sesungguhnya seseorang yang durhaka yang di dalam hatinya terbetik perkataan yang kotor hingga meresap ke dalam relung hatinya, hingga manakala dia mengutarakannya dan memperdengarkannya kepada orang lain yang ada di hadapannya, maka orang itu akan mendengarkannya dan meresapinya di dalam hatinya." Kemudian Abdullah membaca firman-Nya: Perkataan-perkataan yang keji hanyalah untuk orang-orang yang keji, dan orang-orang yang keji hanyalah untuk perkataan-perkataan yang keji; dan perkataan-perkataan yang baik-baik hanyalah untuk orang-orang yang baik-baik, dan orang-orang yang baik-baik hanyalah untuk perkataan-perkataan yang baik-baik (pula). (An-Nur: 26) (Terjemahan ini berdasarkan tafsir yang dimaksudkan oleh sahabat Ibnu Ma'sud r.a., pent.) Pengertian ini mirip dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya secara marfu', yaitu: .
Perumpamaan orang yang mendengar kalimat yang bijak, kemudian ia tidak menceritakannya melainkan kebalikan dari apa yang ia dengar, sama dengan seorang lelaki yang datang kepada pemilik ternak kambing, lalu ia berkata, "Sembelihkanlah seekor kambing untukku. Lalu dijawab, "Pilihlah sendiri dan peganglah telinga kambing mana yang kamu sukai. Kemudian ia memilih dan memegang telinga anjing (penjaga) ternak kambingnya. Di dalam hadis lain disebutkan: Hikmah adalah sesuatu yang dicari oleh orang mukmin; di mana pun ia menjumpainya, maka dia boleh mengambilnya."
Pada ayat ketiga dari surah ini Allah menegaskan bahwa pezina tidak layak mengawini kecuali pezina. Sudah menjadi sunatullah bahwa seseorang selalu cenderung kepada orang yang memiliki kesamaan dengannya. Hal itu kembali ditegaskan pada ayat ini. Perempuan-perempuan yang keji jiwanya dan buruk perangainya adalah untuk laki-laki yang keji layaknya perempuan itu, dan laki-laki yang keji jiwanya dan buruk perangainya untuk perempuan-perempuan yang keji seperti itu pula; dan sebaliknya, perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik pula. Rasulullah adalah manusia terbaik, maka istri-istrinya pastilah wanita yang baik dan terhormat. Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan atas kekhilafan mereka dan mendapat rezeki yang mulia di dunia dan akhirat. 27. Ayat-ayat berikut ini berbicara tentang etika berkunjung. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah tinggal yang bukan rumah tinggal-mu sebelum meminta izin kepada orang yang berada di dalamnya, dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu daripada masuk tanpa izin, agar kamu selalu ingat bahwa cara itulah yang terbaik bagi kamu.
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa perempuan-perempuan yang tidak baik biasanya menjadi istri laki-laki yang tidak baik pula. Begitu pula laki-laki yang tidak baik adalah untuk perempuan-perempuan yang tidak baik pula, karena bersamaan sifat-sifat dan akhlak itu, mengandung adanya persahabatan yang akrab dan pergaulan yang erat. Perempuan-perempuan yang baik-baik adalah untuk laki-laki yang baik-baik pula sebagaimana diketahui bahwa keramah-tamahan antara satu dengan yang lain terjalin karena adanya persamaan dalam sifat-sifat, akhlak, cara bergaul dan lain-lain. Begitu juga laki-laki yang baik-baik adalah untuk perempuan-perempuan yang baik-baik pula, ketentuan itu tidak akan berubah dari yang demikian itu.
Oleh karena itu, kalau sudah diyakini bahwa Rasulullah adalah laki-laki yang paling baik, dan orang pilihan di antara orang-orang dahulu dan orang kemudian, maka tentulah istri Rasulullah Aisyah r.a. adalah perempuan yang paling baik pula. Ini merupakan kebohongan dan tuduhan yang dilontarkan kepada diri Aisyah r.a. Mereka yang baik-baik, baik laki-laki maupun perempuan termasuk Safwan bin Muattal dan Aisyah r.a. adalah bersih dari tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang yang keji, baik laki-laki maupun perempuan, mereka itu memperoleh ampunan dari Allah dan rezeki yang mulia di sisi Allah dalam surga.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Kekotoran Hanya Bagi Orang Yang Kotor
Ayat 26 Inilah penutup dari ayat wahyu membersihkan isteri Nabi Siti Aisyah dari tuduhan hina niata itu. Di dalam ayat ini diberikan pedoman hidup bersihkan oleh Tuhan Allah sendiri dengan serba kemulIsan adalah menjadi
orang-orang yang kena tuduh itu bersihlah mereka dari apa yang diperkatakan orang-orang itu. Untuk mereka adalah ampunan dan rezeki'yang mulia.
bagi setiap orang yang beriman. Tuduhan niata adalah perbuatan yang amat kotor hanya akan timbul daripada orang yang kotor pula. Memang orang-orang yang kotorlah yang menimbulkan perbuatan kotor. Adapun perkara-perkara yang baik adalah hasil dari orang-orang yang baik pula, dan memang-lah orang baik yang sanggup menciptakan perkara baik. Orang kotor tidak menghasilkan yang bersih, dan orang baik tidaklah akan menghasilkan yang kotor.
Orang yang kotor ialah orang yang iman kosong dari dalamnya. Lantaran dia kosong dari iman maka dipenuhilah yang kosong itu oleh penyakit-penyakit hati, khizit, dengki, dendam dan berici. Tidak ada yang mengendalikan dirinya untuk berbuat baik, maka terhamburlah kekotoran hatinya itu -menjadi kekotoran perbuatan. Sebab'itu maka orang yang kotor senantiasa mengotori masyarakat dengan hasil usahanya yang kotor. Dan orang yang baik karena imannya, selalu pulalah dia berjuang betapa supaya dia menghasilkan yang baik, untuk dihidangkan ke dalam masyarakat.
Yang lebih hebat lagi perjuangan itu ialah sekiranya orang yang berpendirian baik diganggu oleh orang yang berjiwa kotor, berhati kotor, bemiat kotor, supaya turun ke bawah, ke tempat yang kotor pula. Artinya tempat mereka. MIsalnya diludahinya mukanya, dihamun makinya, diaumpahi niatanya. Sampai kadang-kadang gemetar seluruh tubuh orang yang yakin akan kebaikannya itu mendengar atau membaca caci-makinya itu. Maka timbullah peperangan dalam hatinya, akan dilawan atau akan diam. Akan turun ke bawah atau akan tetap di tempat.
Itulah saat ujian jiwa bagi orang yang masih bemiat menegakkan kesucian dan kebaikan dalam dunia ini. Demikian payah membina kebaikan kadang-kadang meminta sepenuh tenaga, keringat, airmata dan darah. Di saat kalau dia silap sedikit saja, kalau dia terjebak oleh jerat yang dipasang oleh si kotor itu lalu dia turun ke tempat yang rendah, cacatlah peperangan batinnya, dan tidaklah berarti apa yang telah ditempuhnya tahun demi tahun dengan susah-payah itu. Apalagi kalau apa yang telah dikerjakan itu tersurat hitam di atas putih. Kalau seorang yang ingin menegakkan kebaikan di dunia ini, dan telah banyak meninggalkan bekas tulIsan yang baik dan telah dijadikan orang pedoman hidup, satu kali karena pancingan si jahat dia sampai lupa tujuan hidupnya, lalu dia menuliskan pula atau mengucapkan pula kata-kata yang kotor dan najia, niscaya dirusakkannyalah susu sebelanga dengan nila setitik.
Oleh sebab itu Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:
“Bukanlah orang gang gagah perkasa itu yang terburu bertindak setelah tersinggung. Tetapi orang yang gagah perkasa ialah orang yang sanggup mengendalikan dirinya seketika dia sudah sangat marah."
Di akhir ayat 26 Tuhan menutup perkara tuduhan ini dengan ucapan putus, yaitu bahwa sekalian orang yang difitnah itu adalah bersih belaka dari segala tuduhan, mereka tidak bersalah samasekali. Adapun si penuduh yang hanya terbawa-bawa diberi ampun oleh Tuhan atas dosanya, setelah yang patut menjalani hukuman telah menjalaninya. Dan rezeki serta kehidupan orang-orang yang kena tuduh akan diberi ganda oleh Tuhan.
Dari kejadian tuduhan berat kepada keluarga Rasulullah ini kita mendapat peringatan yang penting. Yang harus menjadi pegangan teguh bagi setiap masyarakat orang Mu'min. Tersebut “di dalam Surat al-Hujurat ayat 6:
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila datang kepada kamu seorang yang fasik membawa suatu berita, hendaklah selidiki terlebih dahulu, supaya /camu jangan mengambil suatu sikap terhadap suatu kaum dengan pengetahuan yang tidak cukup, yang kelaknya kamu menyesal atas apa yang telah kamu kerjakan itu."
Inilah pedoman orang yang beriman dah Inilah pegangan orang yang berbudi baik. Kalau kiranya diterima khabar buruk, selidiki terlebih dahulu si pembawa khabar, orang fasikkah atau orang adil. Setelah itu selidiki khabar itu sendiri, betapa sumber kebenarannya, sehingga masyarakat jangan sampai dikacaukan oleh fitnahnya tukang fitnah, atau perkara kotor dari orang yang kotor.
Kemudian itu meskipun telah berlalu 1390 tahun sampai sekarang dan telah tertera dalam al-Qur'an Surat an-Nur tentang kesucian Ibu kaum yang beriman Siti Aiayah, namun beberapa orang Orientalia Barat masih saja mengadakan analIsa-analIsa yang katanya “Ilmiah" yang dapat menimbulkan keraguan orang Islam yang kurang iman atas kesucian isteri Rasulullah s.a.w. itu. Maka hendaklah kita fahamkan bahwasanya “objektifita" penyelidikan tidaklah ada, sebab lebih dahulu mereka telah mendiridirig diri dengan tidak percaya. Beberapa orang di antara “penyelidik" yang bergelar Orientalia itu mengukur kesucian Siti Aiayah dengan ukuran gadia barat berlaki tua, sehingga meninggalkan kesan bahwa Aiayah mungkin saja berbuat kejahatan itu. Apatah lagi mereka mengambil kesaksian Ali bin Abu Thatib yang seakan-akan memberatkan tetapi mereka tinggalkan kesaksian Umar bin Khalhab yang membela, bahkan mereka tinggalkan pertimbangan dari matiu Aiayah sendiri Zainab binti Jahasy. Terutama dalam sejarah isteri-isteri Rasulullah bahwasanya Zainab binti Jahasy itu kurang diaenangi oleh Aiayah sebagai matiu. Seketika Rasulullah bertanya kepada Zainab bagaimana pertimbangan tentang fitnah orang itu.
Zainab telah menjawab: “Aku pelihara pendengaran dan penglihatanku ya Rasulullah. Tidaklah aku mengenal Aiayah melainkan seorang perempuan yang baik."
Sebagai seorang Islam kita hendak diragukan tentang Aiayah oleh kaum Orientalia itu, dan dengan demikian sekaligus kita pun telah ragu akan kebenaran wahyu yang diturunkan Tuhan Allah kepada Nabi Muhammad s.a.w. yang membela kehormatan ibu kita Siti Aiayah. Sebagaimana telah membela pula kehormatan perempuan yang Mulia Siti Maryam Ibu Isa ‘alaihiwas-salam karena tuduhan yang demikian pula. Cuma bedanya di antara Maryam dengan Aiayah ialah bahwa Aiayah tidak sampai beranak, sedang Maryam adalah beroleh putera yang mulia, atas kehendak Tuhan.
Dan bagi orang Islam yang mengerti Akidah agamanya sudahlah nyata bahwa ragu akan kebenaran al-Qur'an tidak lain hukumannya daripada kufur. Keluar dari Islam. Dan itulah yang dikehendaki oleh Orientalia Barat itu.