Ayat
Terjemahan Per Kata
لَّوۡلَا
mengapa tidak
جَآءُو
mereka mendatangkan
عَلَيۡهِ
atasnya
بِأَرۡبَعَةِ
dengan empat
شُهَدَآءَۚ
saksi-saksi itu
فَإِذۡ
maka jika
لَمۡ
tidak
يَأۡتُواْ
mereka mendatangkan
بِٱلشُّهَدَآءِ
dengan saksi-saksi
فَأُوْلَٰٓئِكَ
maka mereka itu
عِندَ
di sisi
ٱللَّهِ
Allah
هُمُ
mereka
ٱلۡكَٰذِبُونَ
orang-orang yang berdusta
لَّوۡلَا
mengapa tidak
جَآءُو
mereka mendatangkan
عَلَيۡهِ
atasnya
بِأَرۡبَعَةِ
dengan empat
شُهَدَآءَۚ
saksi-saksi itu
فَإِذۡ
maka jika
لَمۡ
tidak
يَأۡتُواْ
mereka mendatangkan
بِٱلشُّهَدَآءِ
dengan saksi-saksi
فَأُوْلَٰٓئِكَ
maka mereka itu
عِندَ
di sisi
ٱللَّهِ
Allah
هُمُ
mereka
ٱلۡكَٰذِبُونَ
orang-orang yang berdusta
Terjemahan
Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak datang membawa empat saksi? Karena tidak membawa saksi-saksi, mereka itu adalah para pendusta dalam pandangan Allah.
Tafsir
(Mengapa tidak) (mendatangkan) golongan yang menuduh itu (empat orang saksi atas berita bohong itu?) maksudnya orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu. (Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah) menurut hukum-Nya (orang-orang yang dusta) dalam tuduhannya.
Tafsir Surat An-Nur: 12-13
Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong itu orang-orang mukmin dan muminat tidak berprasangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata, "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata. Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta. Hal ini merupakan pelajaran dari Allah kepada orang-orang mukmin dalam kisah Aisyah r.a. saat sebagian dari mereka memperbincangkan hal yang buruk dan pergunjingan mereka tentang berita bohong tersebut.
Allah ﷻ berfirman: Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong itu (yakni tuduhan yang dilontarkan terhadap diri Siti Aisyah r.a.) orang-orang mukmin dan muminat tidak berprasangka baik terhadap diri mereka sendiri. (An-Nur: 12) Yaitu mengapa pada diri mereka sendiri seandainya tuduhan seperti itu dilontarkan terhadap diri mereka. Jika tuduhan tersebut tidak layak dilontarkan terhadap diri mereka, maka terlebih lagi tidak layaknya jika dilontarkan kepada Ummul Muminin; ia lebih bersih dari pada diri mereka. Menurut pendapat lain, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Ayub Khalid ibnu Zaid Al-Ansari dan istrinya.
Seperti yang disebutkan di dalam riwayat Imam Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar, dari ayahnya, dari sebagian orang yang terkemuka dari kalangan Bani Najjar, bahwa Abu Ayub Khalid ibnu Zaid Al-Ansari ditanya oleh istrinya (yaitu Ummu Ayub), "Hai Abu Ayub, tidakkah engkau mendengar apa yang dikatakan oleh orang-orang tentang Aisyah r.a." Abu Ayub menjawab, "Ya, berita tersebut adalah dusta. Apakah engkau berani melakukan hal tersebut (seperti yang dituduhkan oleh mereka), hai Ummu Ayub?" Ummu Ayub menjawab, "Tidak, demi Allah, aku benar-benar tidak akan melakukan hal tersebut." Maka Abu Ayub menjawab, "Aisyah, demi Allah, lebih baik daripada kamu." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa setelah diturunkan ayat Al-Qur'an yang menyebutkan tentang apa yang telah dituduhkan oleh para penyiar berita bohong terhadap diri Aisyah, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. (An-Nur: 11) Maksudnya, Hassan dan teman-temannya yang mengatakan berita bohong itu.
Kemudian Allah ﷻ berfirman: Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong itu orang-orang mukmin dan muminat tidak berprasangka baik. (An-Nur: 12), hingga akhir ayat. Yakni seperti apa yang dikatakan oleh Abu Ayub dan istrinya. Muhammad ibnu Umar Al-Waqidi mengatakan telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Habib, dari Daud ibnul Husain, dari Abu Sufyan, dari Aflah maula Abu Ayyub, bahwa Ummu Ayyub berkata kepada Abu Ayyub, "Tidakkah engkau mendengar apa yang dikatakan oleh orang-orang tentang Aisyah?" Abu Ayyub menjawab, "Ya, benar, dan itu adalah berita bohong.
Apakah kamu berani melakukan hal itu, hai Ummu Ayyub?" Ummu Ayyub menjawab, "Tidak, demi Allah." Abu Ayyub berkata, "Aisyah, demi Allah, lebih baik daripada kamu." Setelah diturunkan wahyu yang menceritakan tentang para penyiar berita bohong itu, Allah ﷻ berfirman: Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong itu orang-orang mukmin dan mukminat tidak berprasangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata, "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata. (An-Nur: 12) Yaitu seperti yang dikatakan oleh Abu Ayyub saat berkata kepada istrinya, Ummu Ayyub.
Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya orang yang berprasangka baik itu hanyalah, Ubay ibnu Ka'b. Firman Allah ﷻ: orang-orang mukmin (tiada) berprasangka. (An-Nur: 12), hingga akhir ayat. Artinya, mengapa mereka tidak berprasangka baik, karena sesungguhnya Ummul Muminin adalah orang yang ahli kebaikan dan lebih utama sebagai ahli kebaikan. Hal ini berkaitan dengan hati, yakni batin orang yang bersangkutan. Firman Allah ﷻ: Dan (mengapa tidak) berkata, "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata. (An-Nur: 12) Kemudian lisan mereka mengatakan bahwa berita tersebut adalah dusta dan bohong belaka yang mereka lontarkan terhadap pribadi Siti Aisyah Ummul Muminin.
Karena sesungguhnya kejadian yang sebenarnya sama sekali tidak mengandung hal yang mencurigakan, sebab Siti Aisyah Ummul Muminin datang dengan mengendarai unta Safwan ibnul Mu'attal di waktu tengah hari, sedangkan semua pasukan menyaksikan kedatangan tersebut dan Rasulullah ﷺ ada di antara mereka. Seandainya hal tersebut mengandung kecurigaan, tentulah kedatangan tersebut tidak dilakukan secara terang-terangan, tentu pula kedatangan keduanya tidak mau disaksikan oleh semua orang yang ada dalam pasukan itu. Bahkan dengan segala upaya seandainya mengandung hal yang mencurigakan, tentu kedatangan mereka dilakukan dengan sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh orang lain.
Berdasarkan kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa apa yang mereka lontarkan terhadap diri Siti Aisyah berupa tuduhan tidak baik hanyalah bohong belaka dan buat-buatan, serta tuduhan keji dan merupakan transaksi yang merugikan pelakunya. Allah ﷻ berfirman: Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan. (An-Nur:. 13) Yakni untuk membuktikan apa yang mereka katakan dalam tuduhannya itu. empat orang saksi. (An-Nur: 13) untuk mempersaksikan kebenaran dari apa yang mereka tuduhkan. Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta. (An-Nur: 13) Menurut hukum Allah, mereka adalah orang-orang yang dusta lagi durhaka."
Setelah mengecam umat Islam yang pasif atas berita bohong itu, Allah lalu beralih berbicara tentang penyebar berita bohong itu. Diskursus pada ayat ini tidak diarahkan secara langsung kepada mereka untuk mengisyaratkan betapa besarnya kemurkaan Allah. Mengapa mereka yang menuduh itu tidak datang membawa empat saksi yang bersaksi atas kebenaran tuduhan mereka' Oleh karena mereka tidak membawa saksi-saksi maka mereka itu dalam pandangan Allah, yaitu dalam ketetapan hukum-Nya, khususnya dalam kasus ini, adalah orang-orang yang berdusta. 14. Dan seandainya bukan karena karunia Allah sehingga Dia tidak menyegerakan siksa-Nya, dan seandainya pula tidak ada rahmat-Nya yang berlimpah kepadamu di dunia dengan menerima tobat kamu, dan di akhirat dengan mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya, niscaya kamu ditimpa azab yang besar disebabkan oleh pembicaraan kamu tentang hal bohong itu.
Ayat ini menunjukkan kemarahan Allah kepada para penyebar berita bohong itu, mengapa mereka tidak mendatangkan empat orang saksi atas kebenaran fitnahan yang disebarkan dan dituduhkan kepada Aisyah r.a. itu? Tidak didatangkannya empat orang saksi oleh mereka itu, berarti bahwa mereka itu bohong, baik di sisi Allah maupun di kalangan manusia.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
“Hendaklah berbaik sangka terhadap sesama Islam."
Ayat 13
“Mengapa dalam hal ini mereka tidak mengemukakan empat orang saksi? Kalau mereka tidak mengemukakan saksi-saksi itu maka di sisi Allah adalah mereka pembohong belaka." (ayat 13).
Di sini nampaklah bahwa tidak boleh murah-murah menjatuhkan tuduhan. Tuduhan yang tidak beralasan hanyalah membawa kekacauan dan fitnah. Mu'min sejati tidaklah sudi menjadi tukang fitnah.
Di sisi Allah adalah mereka pembohong belaka. Tetapi di sisi'si munafik, bohong itulah yang mereka benarkan dan yang benar, itulah yang mereka bohongkan. Sekarang engkau hendak menuruti pendirian Allah atau menuruti pendirian orang-orang munafik?
Ayat 14
“Dan kalau tidaklah anugerah Tuhan dan rahmatNya kepada kamu di dunia dan di akhirat niscaya azhab siksa besarlah yang akan ditimpakan Tuhan kepadamu karena penyebaran berita bohong itu." (ayat 14).
Dapatlah dirasakan sendiri di dalam zaman moden ini apa intIsari ayat ini. Dalam satu masyarakat yang teratur, keamanan dan ketenteraman umum wajib dijaga. Dan di samping itu kehormatan Kepala Negara wajib pula dipelihara dan dibela. Adalah suatu dosa besar, suatu perbuatan yang amat merusak apabila maruah Rasulullah, Nabi dan Rasul, Pahlawan dan Pemimpin, pemberituk Agama dan masyarakat Agama, diganggu ketenteramannya dengan membuat tiiduhan demikian rendah terhadap kepada isterinya. Adalah suatu perbuatan yang sangat rendah dan mengacau ketenteraman umum jika kehormatan diri seorang pejuang besar, Abu Bakar, dijadikan permainan mulut dengan mem-perkatakan buruk bagi anak perempuannya yang'dengan penuh rasa cinta dan hormat telah diserahkannya menjadi isteri Rasulullah. Adalah suatu dosa besar menuduh buruk kepada perempuan suci, dan lebih besar lagi dosa itu jika dihartapkan kepada isteri Nabi dan anak pejuang besar Islam. Tetapi kurnia Tuhan masih ada, rahmatNya masih meliputi alam, sebab itu baru pengalaman
pertama. Dan dengan Wahyu-wahyu yang demikian keras, dapatlah menjadi pengajaran buat seterusnya.
Bagi kita di zaman moden hal ini pun menjadi perbandingan pula. Kita menegakkan demokrasi, kebebasan menyatakan perasaan dan fikiran. Tetapi demokrasi yang menjama'n keselamatan dunia adalah demokrasi yang timbul dari budi luhur. Hasad, dengki, berici dan dendam yang ada dalam batin yang kotor, bIsa juga memakai alasan “demokrasi" untuk melepaskan hawanafsu bericinya menyinggung kehormatan seseorang. Maka penguasa pun berhak membungkem demokrasi yang diartikan dengan salah itu.
Ayat 15
“Seketika kamu sambut berita itu dengan lidahmu, dan kamu katakan dengan mulutmu, perkara pang seberiampa tidak kamu ketahui duduknpa. dan kamu sangka bahwa itu perkara kecil, padahal di sisi Allah dia perkara besar. “ * (ayat 15).
Ayat ini mengandung bahan yang amat kaya untuk mengetahui apa yang dinamai “Ilmu Jiwa Masyarakat" atau “Mass Psychologies Tukang propokasi menyebarkan khabar-khabar bohong, di zaman perang dahulu dinamai “Radio Dengkul". Tidak tentu dari mana pangkalnya dan apa ujungnya. DIsambut dengan lidah saja, sambut-menyambut, lidah ke lidah, dan diberi nafas buat “menceknya" kata orang sekarang. Kadang-kadang timbullah kebingungan dan panik. Orang-orang yang hendak dirugikan dengan menyebarkan berita itu kadang-kadang tidak diberi kesempatan berfikir, sehingga dia sendiri pun kadang-kadang jadi ragu akan kebenaran pendiriannya. Orang-orang yang lemah jiwa, yang hidupnya tidak mempunyai pegangan mudah terjebak kepada propokasi yang demikian. Tetapi orang-orang yang masih sadar, karena teguh persandarannya kepada Tuhan, hanya seberitar dapat dibingungkan oleh berita itu. Di sini nampaklah kebesaran peribadi Aiayah. Dia yakin bahwa dia tidak salah. Demi seketika ayat turun membersihkannya dari tuduhan yang niata itu, ibunya menyuruhnya berdiri untuk mengucapkan terimakasih kepada Nabi, namun dia tidak berkocak. Dia berkata dengan tegas: “Tidak, anakanda tidak hendak berdiri mengucapkan terimakasih kepada Rasulullah, tetapi anakanda hendak menyampaikan puji-puja langsung kepada Allah, sebab Allahlah yang membersihkan anakanda dari tuduhan."
Memanglah dia berhak mendapat julukan “Ummul Mu'minin's ibu dari sekalian orang yang percaya.
Adapun si lemah yang tidak berpendirian, bIsalah diombang-ambingkan oleh berita itu. menjadi keinginan yang amat buruk, bila bertemu satu sama lain, mempercakapkan keburukan orang lain. Karena tabiat (instink) ingin tahu pada manusia, ingin pula mengemukakan berita ganjil, sehingga menjadi “rahasia umum". DIsangka perkara mudah, padahal perkara besar.
Ayat 16
Sesudah itu maka di ayat berikut (ayat 16) sekait lagi Tuhan memberikan pedoman hidup bagi orang beriman.
Ayat 16
*Mengapa ketika kamu menerima berita itu tidak kamu katakan saja: “Tiada sepatutnpa bagi kami akan turut memperkatakan hal itu. Amat Suci Engkau Tuhan, ini adalah suatu kebohongan besar “ (ayat 16).
lidak sepatutnya bagi kami, artinya bagi orang yang beriman terbawa rendang ke dalam kancah kerendahan budi. Hidup Muslimin mempunyai pegangan teguh, mempunyai apa yang di zaman moden disebut “kode" dan “etik".
• Orang yang beriman, lidahnya berbicara dengan penuh tanggungjawab. Dia mempunyai kepercayaan bahwa pendengaran, penglihatan dan hati sanubari, semuanya akan bertanggungjawab di hadapan Tuhan. Semua perbuatan dan perkataannya tercatat oleh kedua Malaikat, Raqib dan ‘Atid.
Memang berat menegakkan budi dalam dunia ini dan berat behari menjadi orang Islam. Pagar budi, membatasi kita jangan berlaku curang dalam hidup. Jika si munafik, tidak ada yang mengontrolnya buat membikin hasutan dan fitnahan, namun kita dijaga dan dipelihara oleh ayat-ayat Tuhan agar jangan berbuat begitu.
Abraham Lincoln,-meninggalkan pesan kata hikmat yang dalam: “Suatu kedustaan bIsa laku dalam satu masa untuk satu golongan. Tetapi satu kebohongan tidak bIsa laku untuk segala masa dan untuk segala golongan."
Kemudian itu Tuhan bersabda:
Ayat 17
“Tuhan memberi pengajaran bagi kamu, supaya jangan mengulangi lagi perbuatan seperti itu buat selama selamanya. Kaldu betul kamu mengakui beriman." (ayat 17).
Cukuplah hal yang sekali ini buat menjadi pengalaman bagi kamu. Janganlah terulang lagi yang kedua kali dan yang seterusnya. Karena perbuatan begini tidak mungkin timbul dari orang yang beriman, kalau tidak karena bodoh dan tololnya. Orang yang beriman tidaklah akan telap oleh propokasi. Penyiar khabar niata tidak mungkin orang yang beriman. Penyiar khabar dusta sudah pasti orang yang munafik atau busuk hati, karena maksud yang tertentu, dan yang sanggup menerimanya hanyalah orang yang goyang imannya. Kamu senantiasa wajib waspada, karena kesatuan imanmu tidak mungkin dirusakkan dari luar, tetapi hendak diruntuhkan dari dalam. Kaum munafikin tidak senang hati melihat gemilang jaya Nabi Muhammad dengan perjuangannya. Segala persekongkolan hendak menentang Nabi telah mereka coba. Semuanya gagal. Jalan satu-satunya buat melepaskan sakit hati ialah mengganggu perasaannya, menuduh isterinya berbuat serong. Sekarang ayat-ayat ini adalah Kurnia ilahi dan RahmatNya, cara kasanya ialah bahwa “Tuhan turun tangan" membersihkan nama Aiayah.'
Lalu Tuhan bersabda selanjutnya:
Ayat 18
“Dan telah dijelaskan oleh Tuhan ayat-ayatNya kepada kamu! Dan Tuhan Allah adalah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana." (ayat 18).
Tersimpullah sudah apa yang telah dIsabdakan Tuhan di permulaan Wahyu, bahwa hal ini meskipun ditimbulkan “musuh dalam selimut" dengan maksud buruk, akibatnya adalah baik. Nama Aiayah bersih, suci gemilang, yang bahkan Aiayah sendiri pun tadiriya tidak menyangka akan mendapat ke-
normatan dari Tuhan sebesar itu, sampai dia berkata yang artinya: “Belumlah tarafnya hamba mendapat kehormatan setinggi itu."
Dan seterusnya pun Aiayah menjadi peribadi yang besar, sehingga di atas haribaannyalah beberapa tahun di belakang itu. Rasulullah s.a.w. menghembuskan nafasnya yang penghabIsan, meninggalkan dunia yang fana ini. Di dalam bilik kediamannyalah Nabi dan kedua sahabat pembelanya, Abu Bakar dan Umar dikuburkan. Dan sebelum Umar dikuburkan di bilik itu Aiayah yang masih tetap pberdiam di dekat kubur suami dan ayahnya kerapkali dengan kutang sehelai saja di dalamnya, karena tidak ada orang lain. Tetapi setelah Umar bin Khalhab luka ditikam orang, dan merasa dirinya akan mati, mengirim puteranya Abdullah bin Umar, kepada Aiayah memohon diizinkan berkubur di dekat kedua sahabatnya, di unjuran saja pun jadi. Sampai beliau berpesan kepada Abdullah bin Umar: “Jika Aiayah izinkan, senanglah hatiku berkubur di sana, di dekat kedua orang kekasihku. Tetapi jika dia tidak berkenan, hantarkan aku ke Padang Baqi'."
Aiayah memberi izin.
Dan setelah Umar berkubur di sana, sampai Aiayah meninggal pula 65 tahun kemudian, diriiridirignya baik-baik di antara pusara itu dengan bangku tidunya, dan jika dia masuk ke pusara itu, dipakainya pakaian yang lengkap, ditutupnya rambutnya rapat-rapat.