Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
هُمۡ
mereka
عَلَىٰ
atas
صَلَوَٰتِهِمۡ
sholat mereka
يُحَافِظُونَ
mereka menjaga/memelihara
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
هُمۡ
mereka
عَلَىٰ
atas
صَلَوَٰتِهِمۡ
sholat mereka
يُحَافِظُونَ
mereka menjaga/memelihara
Terjemahan
Orang-orang yang memelihara salat mereka.
Tafsir
(Dan orang-orang yang terhadap salat mereka) dapat dibaca dalam bentuk jamak dan mufrad, yakni Shalawaatihim dan shalaatihim (mereka memeliharanya) mereka mengerjakannya tepat pada waktu-waktunya.
Tafsir Surat Al-Mu'minun: 1-11
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, 2. (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam sembahyangnya, 3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, 4. dan orang-orang yang menunaikan zakat, 5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, 6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. 7. Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.
8. dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. 9. dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. 10. mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi, 11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya. (al-Muminuun: 1-11) Firman Allah: qad aflahal muminuun (Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman) maksudnya mereka telah mendapatkan kemenangan, kebahagiaan, serta memperoleh keberuntungan. Mereka itulah orang-orang Mukmin yang bersifat dengan sifat-sifat berikut ini, alladziina Hum fii shalaatiHim khaasyiuuna (Orang-orang yang khusyu dalam shalatnya.) Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu Abbas: khaasyiuuna (Orang-orang yang khusyu) yaitu orang-orang yang takut lagi penuh ketenangan.
Dari Ali bin Abi Thalib ra: Yang dimaksud dengan khusyu di sini adalah kekhusyuan hati. Sedangkan al-Hasan al-Bashri mengungkapkan: Kekhusyuan mereka itu berada di dalam hati mereka, sehingga karenanya mereka menundukkan pandangan serta merendahkan diri mereka. Khusyu dalam shalat hanya dapat dilakukan oleh orang yang mengkonsentrasikan hati padanya serta melupakan berbagai aktifitas selain shalat, serta mengutamakan shalat atas aktifitas yang lain.
Pada saat itulah akan terwujud ketenangan dan kebahagiaan baginya. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah ﷺ dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan an-Nasa-i, dari Anas, dari Rasulullah ﷺ, dimana beliau bersabda: Diberikan kepadaku kecintaan terhadap wanita dan wangi-wangian, dan shalat dijadikan untukku sebagai amalan yang paling menyenangkan. (HR Ahmad dan an-Nasa-i). Firman Allah: walladziina Hum anil laghwi muri-dluun (Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari [perbuatan dan perkataan] yang tiada berguna.) yakni dari kebathilan.
Yang mana hal itu mencakup juga kemusyrikan, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian mereka, serta berbagai ucapan dan perbuatan yang tidak membawa faedah dan manfaat, sebagaimana yang difirmankan Allah: wa idzaa marruu bil laghwi marruu kiraaman (Dan apabila mereka bertemu dengan [orang-orang] yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui [saja] dengan menjaga kehormatan dirinya.) (al-Furqaan: 72) Qatadah berkata: Demi Allah, mereka didatangi perintah Allah yang menghentikan mereka dari hal tersebut [tak berguna].
Firman-Nya: walladziina Hum lizzakaati faailuun (dan orang-orang yang menunaikan zakat.) mayoritas berpendapat bahwa yang dimaksud dengan zakat disini adalah zakat maal (harta), padahal ayat ini adalah Makkiyyah. Yang tampak secara lahiriyah, bahwa yang diwajibkan di Madinah adalah nishab dan ukuran yang khusus. Jika tidak demikian, berarti dasar zakat pertama diwajibkan di Makkah. Dan dalam surah al-Anam yang merupakan surah Makkiyyah, Allah Taala berfirman: wa aatuu haqqaHuu yauma hashaadiHi (Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya.)(al-Anam: 141), bisa saja yang dimaksud dengan zakat di sini adalah penyucian jiwa dari kemusyrikan dan kotoran.
Yang demikian itu sama seperti firman-Nya: qad aflaha man zakkaaHaa wa qad khaaba man dassaaHaa (Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (asy-Syams: 9-10) wallaaHu alam. Firman Allah: walladziina Hum lifuruujiHim haafidhuun. Illaa alaa azwaajiHim au maa malakat aimaanuHum fa innaHum ghairu maluumiina. Famanibtaghaa waraa-a dzaalika fa-ulaa-ika Humul aaduun (Dan orang-orang yang menjaga kemaluaannya, kecuali terhadap istri-istri merek atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
Barangsiapa yang mencari dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.) yakni orang-orang yang telah memelihara kemaluan mereka dari yang haram, sehingga mereka tidak terjerumus dalam hal-hal yang dilarang oleh Allah ﷻ Baik itu dalam bentuk perzinaan maupun liwath [homoseksual]. Dan mereka tidak mendekati kecuali istri-istri mereka sendiri yang telah dihalalkan oleh Allah bagi mereka atau budak-budak yang mereka miliki.
Barangsiapa yang mengerjakan apa yang dihalalkan oleh Allah, maka tidak ada cela dan dosa baginya. Oleh karena itu, Allah Taala berfirman: fa innaHum ghairu maluumiin.famanibtaghaa waraa-a dzaalika (Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu.) maksudnya selain istri dan budak. Fa-ulaa-ika Humul aaduun (Maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.) wallaaHu alam. Imam asy-Syafii dan orang-roang yang sejalan dengannya telah menggunakan ayat berikut ini untuk mengharamkan onani: walladziina Hum lifuruujiHim haafidhuun.
Illaa alaa azwaajiHim au maa malakat aimaanuHum (Dan orang-orang yang menjaga kemaluaannya, kecuali terhadap istri-istri merek atau budak yang mereka miliki) dia mengatakan: Pelaku perbuatan ini di luar dari kedua bagian tersebut. Dan Allah Taala berfirman: Famanibtaghaa waraa-a dzaalika fa-ulaa-ika Humul aaduun (Barangsiapa yang mencari dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.) wallaaHu alam. Firman-Nya: walladziina Hum li amaanaatiHim wa aHdiHim raauuna (Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat [yang dipikulnya] dan janjinya.) yakni jika mereka diberi kepercayaan, maka mereka tidak akan mengkhianatinya tetapi mereka menunaikannya kepada yang berhak.
Dan jika mereka berjanji atau melakukan akan perjanjian, maka mereka menepatinya, tidak seperti sifat-sifat orang munafik. Firman Allah: walladziina Hum alaa shalawaatiHim yuhaafidhuuna (Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.) maksudnya senantiasa mereka mengerjakannya tepat pada waktunya, sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Masud, aku pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, kutanyakan: Ya Rasulallah, apakah amal perbuatan yang paling disukai Allah? Beliau menjawab: Shalat tepat pada waktunya.
Lalu apa lagi? tanyaku. Beliau menjawab: Berbakti kepada kedua orang tua. Kemudian apa lagi? tanyaku lebih lanjut. Maka beliau menjawab: Jihad di jalan Allah. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab ash-Shahihain. Qatadah berkata: Tepat pada waktunya, ruku dan sujudnya. Setelah Allah mensifati mereka dengan sifat-sifat terpuji dan berbagai perbuatan mulia, Dia berfirman: ulaa-ika Humul waaritsuuna.
Alladziina yaritsuunal firdausaHum fiiHaa khaaliduuna (Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, [yakni] yang akan mewarisi Surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.) dalam kitab ash-Shahihain disebutkan, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Jika kalian meminta surga kepada Allah, maka mintalah surga Firdaus kepada-Nya, karena sesungguhnay Firdaus adalah surga yang paling tengah-tengah dan paling tinggi. Diperlihatkan kepadaku di atasnya terdapat Arsy Rabb yang Mahapemurah. (HR Al-Bukhari dan Muslim) Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra.
dia bercerita, Rasulullah ﷺ bersabda: Tidak seorang pun dari kalian melainkan mempunyai dua kedudukan. Satu kedudukan di surga dan satu kedudukan di neraka. jika dia mati dan masuk neraka, maka kedudukannya di surga diwarisi oleh penghuni surga. Dan itulah makna firman-Nya: Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. (HR Ibnu Majah) Dan yang lebih mendalam dari hal itu adalah apa yang ditegaskan dalam shahih Muslim, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, dari ayahnya, dari Nabi, beliau bersabda: Pada hari kiamat kelak, akan datang beberapa orang dari kaum Muslimin dengan membawa dosa sebesar gunung, lalu Allah memberikan ampunan kepada mereka dan meletakkannya kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani.
Dan dalam lafadz yang juga milik Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda: Jika hari kiamat tiba, Allah menyodorkan kepada setiap Muslim seorang Yahudi atau Nasrani, lalu dikatakan: Inilah pembebas [tebusan]mu dari Neraka. (HR Muslim). Maka Umar bin Abdul Aziz pernah meminta kepada Abu Burdah untuk bersumpah dengan menyebut: Demi Allah yang tiada Ilah (Yang haq) selain Dia, sebanyak tiga kali, bahwa ayahnya pernah menyampaikan hadits dari Rasulullah ﷺ
tentang hal itu. Maka Abu Burdah pun bersumpah kepadanya. Perlu saya (Ibnu Katsir) katakan: Ayat ini senada dengan firman Allah Taala berikut ini, Itulah surge yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa. (QS. Maryam: 63). Wallahu alam.
Serta beruntung pulalah orang yang memelihara salatnya, di antaranya dengan memelihara waktu salat yang utama, yaitu awal waktu, serta memelihara pula rukun, wajib, dan sunahnya. 10-11. Demikianlah sifat-sifat orang mukmin yang akan meraih keberuntungan. Sebagai ganjarannya, mereka itulah orang yang akan mewarisi, yakni mewarisi dan memperoleh surga Firdaus. Mereka akan kekal di dalam kenikmatan dan kebahagiaan-nya.
Memelihara salat yang lima waktu. Dalam ayat ini Allah menerangkan sifat yang ketujuh, yaitu orang mukmin yang berbahagia itu selalu memelihara dan memperhatikan salat lima waktu secara sempurna, tepat waktu, dan memenuhi persyaratan dan rukun-rukun. Ayat ini tidak sama dengan ayat kedua di atas, sebab di sana disebutkan bahwa mereka khusyuk dalam salatnya, sedangkan di sini disebutkan, bahwa mereka selalu memelihara salat dengan tertib dan teratur. Kelompok ayat-ayat ini dimulai dengan menyebutkan salat dan disudahi pula dengan menyebut salat, hal ini memberi peringatan betapa pentingnya salat yang telah dijadikan tiang agama. Rasulullah pernah bersabda, "Barang siapa yang mendirikan salat sungguh ia telah mendirikan agama dan barang siapa yang meninggalkan salat, sungguh ia telah merobohkan agama." Berikut penjelasan hadis mengenai keutamaan salat:
Dari Abdullah bin Mas'ud berkata, saya bertanya kepada Rasulullah, amalan apa yang paling dicintai Allah, Nabi menjawab, salat pada waktunya, kemudian apa? Nabi menjawab, birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua). Kemudian apa lagi? Nabi bersabda, jihad di jalan Allah. (Riwayat asy-Syaikhan)
Tersebut pula dalam sebuah hadis Nabi saw:
Dari sauban, Nabi bersabda, "Istiqamahlah kamu dan jangan menghitung-hitung. Ketahuilah bahwa perbuatanmu yang paling baik ialah salat, dan tidak ada orang yang menjaga salat melainkan orang yang beriman. (Riwayat Ahmad, al-hakim dan al-Baihaqi).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Pembersihan Jiwa
Ayat 4
“Dan orang-orang yang mengerjakan ZAKAT." (ayat 4).
Kalau peribadi telah terbangun dan diberi beriteng jangan runtuh kembali, sudahlah masanya kita menceburkan diri ke tengah pergaulan ramai. Kekuatan peribadi bukanlah maksudnya untuk menyisihkan diri dari orang banyak. Timbulnya peribadi adalah setelah dibawa ke tengah. Barang yang telah dibawa ke tengah ialah barang yang sudah dibangun, dan dia selalu wajib dibersihkan, digosok terus dan diberi cahaya terus. Laksana lampu liatrik stroom-nya mesti selalu dialirkan, jangan dia padam di tengah gelanggang.
Lihatlah suatu majlia yang bermandi cahaya terang. Alangkah indah campuran wama. Sebabnya ialah karena segala cahaya yang timbul dari setiap lampu telah berkumpul menjadi satu mencipta cahaya besar.
Bersihkanlah hati itu dari sekalian penyakitnya yang akan meredupkan cahaya.
Dengki adalah debu yang mengotori jiwa.
Bakhil adalah debu yang mengotori jiwa.
Dusta adalah debu yang mengotori jiwa.
Berici adatah debu yang mengotori jiwa.
auaron seuao-seoao yang me i ijauit
n jiwa uuan uapai aioawa Ke tengah. Cahaya jiwa tertutup oleh karena kesalahan pilih. Kemumian Tauhid kepada Ilahi dan hati bersih terhadap sesama manusia adalah pengkalan dari kesucian: zakat.
(Lizzakati faa'ilun): Selalu bekerja, aktif membersihkan jiwa dan raga agar tercapai kemenangan.
“Menanglah barangsiapa yang selalu membersihkan diri." (al-A'la: )4)
Yang dibersihkan bukan jiwa saja, bahkan tubuh lahir pun. Sebab yang lahir adalah cetmin dari yang batin. Sebab itu sebelum mengaji ‘A (rubu') ilmu Fiqh, dibicarakan dahulu dari hal kebersihan (thaharah) panjang lebar.
Sebab itu maka pengeluaran Zakat harta yang telah cukup bilangannya (Niahab) dan cukup tahunnya (Haul), hanyalah sebagian saja dari usaha membersihkan jiwa itu. Orang yang tidak cukup hartanya satu niahab dan belum sampai bilangan setahun masih ada yang memberikan derma atau wakaf untuk kebaikan. Karena berasal dari kebersihan jiwanya.
Orang yang membayar Zakat Fithrah, ukuran Zakat Fithrah hanya 3.5 liter buat satu orang. Tetapi ada orang yang mengeluarkannya Fithrah satu pikul beras, karena diriorong oleh kesucian hati yang bersih daripada pengaruh bakhil, dia menjadi seorang yang dermawan.
Marilah perhatikan dengan seksama kalimat “Fa'iluun" yang berarti mengerjakan. Mengerjakan Zakat. Sebagai tadi diketahui Surat al-Mu'minun diturunkan di Makkah dan di Makkah belum ada lagi syariat Zakat yang berarti membayarkan bilangan harta tertentu kepada yang mustahak menerimanya. Peraturan berzakat demikian, sebagai salah satu tiang (rukun) Islam baru turun di Madinah dan perintah mengeluarkan zakat harta itu dimulai dengan kalimat: Aatu, r'Jj memberikan atau mengeluarkan zakat. Sedang dalam ayat ini disebut Lizzakati Faa'ilun, mengerjakan zakat. Lantaran itu jelaslah bahwa dalam ayat ini belum ada perintah mengeluarkan harta dengan bilangan tertentu (niahab), melainkan barulah perintah yang umum untuk bekerja keras membersihkan perangai, akhlak dan budi. Berlatih diri, sehingga ketaknya bukan harta saja yang ringan memberikannya untuk kepentingan Agama Allah, bahkan nyawa pun dikurharikan apabila datang waktunya.
Kelamin Dan Rumahtangga
Ayat 5
“Dan orang-orang yang selalu menjaga faraj (kelamin) mereka." (ayat 5)."Kecuali terhadap ia terinya atau hambasahayanya, maka tidaklah
Ayat 7
… urang-orang gang telah melanggar garis." (ayat 7).
Hubungan dengan Ilahi telah diperteguh dengan sembahyang yang khusyu. Dengan demikian peribadi yang kuat telah dibangunkan. Segala tingkah laku, perbuatan dan perkataan yang sia-sia telah ditoiak dan ditampak. Dengan demikian peribadi telah diberi beriteng. Setiap waktu bekerja dan bekerja untuk menegakkan kesucian jiwa dan raga, sehingga layak masuk dalam masyarakat, mematiukan cahaya terang-bencierang untuk menyinari lebih luas. Tetapi semuanya itu belumlah terjamin, kalau belum tegak rumah-tangga yartg kokoh. Hubungan laki-laki dan perempuan dalam perkawinan yang diliputi kasih mesra. Suami-isteri yang diliputi kasih mesra dan kesetIsan dua belah pihak menimbulkan suasana suci mumi, menurunkan keturunan anak-pinak yang menyambung tugas takwa kepada Ilahi.
Hubungan suami-isteri dalam rumahtangga tegak atas “Mawaddah dan Rahimah" Di waktu badan masih sama-sama kuat dan muda, mawaddah (kasih cintajlah yang tertonjok Dan kalau sudah sama-sama berumur, rahmahlah (belas kasihan) yang terkemuka. Orang tua dikhidmati oleh anak-anak. Anak percaya dan sayang kepada ibu bapaknya, karena ibu bapak tidak pernah kecurian budi oleh anak-anaknya.
Kalau faraj (kelamin) tidak terjaga, si suami masih melantur malam mencari perempuan lain untuk menumpahkan hawanafsu di samping isterinya yang sah, kerusakantah yang akan timbul. Jiwanya akan rusak, kesucian akan hancur sima dan rumahtangga pecah berderai, bahkan menjadi neraka. Berapa pun uang disediakan tidaklah akan cukup. Dan apabila hawanafsu kelamin diperturutkan, tidaklah akan berhenti di tengah jalan. Air pelembahan yang kotor itu
akan diminum sampai habis, dan susah melepaskan diri dari dalamnya. Hari depan jadi gelap.
Ada perempuan yang sabar menanggungkan perangai jahat suaminya, tetapi ada pula yang tak tahan hati. Kalau lakinya nakal, “mengapa daku tidak nakal pula", katanya. Rumahtangga bertambah hancur, anak-anak kehilangan pegangan, penyakit jiwa, kehilangan kepercayaan di antara satu sama lain. Dan kalau sudah demikian, bangsalah yang hancur.
Nafsu kelamin menggelora di waktu muda. Hanya kekuatan Iman beragama yang dapat menahannya. Sedangkan pada yang halal kalau diperturutkan saja, orang akan cepat kehabIsan kalori dan hormon, apalagi kalau berzina. Karena zina tidak dapat dilakukan satu kali. Belum sampai separuh umur, kekuatan sudah habis, belum pula kalau ditimpa penyakit kelamin.
Islam mengizinkan beristeri lebih dari satu buat orang yang nafsu kelaminnya amat keras. Tetapi apabila diperhatikan ayat yang mengizinkan beristeri sampai 4 itu dengan seksama, jelas bahwa bagi orang yang masih “normal" lebih baiklah beristeri satu saja. Karena beristeri banyak itu pun menyusahkan untuk mendirikan rumahtangga bahagia, hanya menimbulkan permusuhan
yang berlain ibu.
Di dalam ayat ini diberi pula kekecualian yang kedua, yaitu terhadap hambasahaya yang dijadikan gundik. Ayat ini berlaku semasa perbudakan masih diizinkan. Di zaman Nabi hidup, perbudakan masih ada di dalam masyarakat dunia dan menjadi tradisi umum bangsa-bangsa zaman itu. Perbudakan telah ada sejak zaman Yunani dan Romawi, bahkan telah ada sejak jauh sebelum itu. Maka jika Nabi masih mengakui kenyataan itu, adalah hal yang wajar. Kalau terjadi perang, sedang Nabi tidak lagi memandang orang tawanan yang tidak ditebus sebagai hambasahaya, padahal negara lain yang berperang dengan dia masih berpegang kepada aturan itu, alangkah timpangnya. Orang lain ditawan oleh tentara Islam tidak diperlakukan sebagai budak dan dibebaskan, sedangkan tawanan Muslimin masih diperlakukan demikian oleh musuh. Betapakan jadiriya?
Di akhir abad kesembilanbelas, barulah dunia sopan menghabiskan perbudakan. Di Amerika penghapusan perbudakan menimbulkan perang saudara dan penganjunya sendiri Abraham Lincoln menjadi kurhari dari cita-citanya. Namun demikian peperangan yang terjadi kemudiannya sampai perang dunia kedua, tawanan perang oleh setengah negen masih diperlakukan sebagai budak, dipekerjakan di Siberia dan lain-lain dengan amat kejam. Dan terkenallah betapa kacau-balaunya wanita-wanita Jerman ketika tentara sekutu masuk ke negeri itu. Perbudakan tidak diadakan lagi, tetapi wanita-wanita dari bangsa yang kalah diperkosa oleh tentara pendudukan dengan tidak ada garis aturan tertentu.
Tentara pendudukan Amerika di Jepang meninggalkan beratus ribu anak-anak di luar nikah. Adapun dalam Islam, kalau suatu negeri ditaklukkan, dan perempuan-perempuan kehilangan suami, kehilangan hartabenda, menjadi tawanan, kalau tidak dapat menebus dirinya lagi, bolehlah dia diambil menjadi budak. Dan boleh menjadi tambahan isteri dengan nikah, dan anak-anak dari hubungan perkawinan dengan budak itu menjadi anak Bani Abbas, termasuk Harun al-Rasyid dan al-Ma'mun sendiri adalah anak dari budak yang dijadikan isteri itu.
Sungguhpun demikian, namun cita-cita tertinggi berakhir rumahtangga bahagia ialah iaten satu, dan habisnya perbudakan.
Rumahtangga bahagia adalah sendi pertama dari Negara yang adil dan makmur.
Kalau ini dilanggar, hubungan kelamin tidak lagi menurut garis kemanusiaan dan orang telah kembali hidup seperti binatang, sehingga persetubuhan tidak mengenal lagi batas zina dan nikah, hancurlah semuanya dan orang turun ke dalam kebinatangan.
Ayat 8
“Dan orang-orang yang menjaga dengan baik terhadap amanat dan janjinya." (ayat 8).
Peribadi telah dibangun dan diberi beriteng, jiwa dan raga telah dibersihkan ketika'masuk dalam gelanggang masyarakat, dan rumahtangga bahagia yang terlepas dari bahaya kecabulan dan pelacuran telah ditegakkan pula, niscaya tujuan terakhir akan tercapai, yaitu negara yang adil dan makmur.
Dalan negara yang adil dan makmur setiap orang memikul amanatnya dengan baik.
Amanat terbagi dua, yaitu amanat raya dan amanat peribadi. Amanat raya ialah tugas yang dipikulkan Tuhan atas perikemanusiaan seluruhnya, menjadi Khatifatullah fil-Ardhi. Amanat tidak terpikul oleh langit dan bumi dan oleh bukit dan gunung pun. Hanya hati yang Mu'min yang sanggup memikul amanat itu, karena hati Mu'min itu lebih luas daripada langit dan bumi dan lebih tinggi daripada bukit dan gunung. Adapun amanat peribadi ialah tugas kita masing-masing menurut kesanggupan diri, bakat dan nasib. Diingatkan oleh Tuhan bahwa tugas hidup hanyalah pembagian pekerjaan, bukanlah kemuliaan dan kehinaan. Yang mulia di sisi Allah ialah barangsiapa yang lebih takwa kepadaNya.
Derajat kita dihartapkan Allah sama dan kejadian kita sama, tetapi tugas terbagi. Ada pemegang pemerintahan dengan pangkat tinggi dan ada petani pemegang cangkul. Ada Bapak menteri, tetapi Bapak menteri tidak akan sampai ke kantor departemennya kalau tidak ada Bung Sopir.
Ada pengusaha swasta membuka kantor besar dan ada abang tukang menjual buah. Ada laki-laki dan ada perempuan, ada mahasiswa dan ada guru besar. Asal samasekali setia memikul tugas, adil dan makmur mesti tercapai.
“Dan bagi tiap-tiap orang ada jurusan gang dihartapi. Sebab itu maka berlomba-lombalah berbuat baik. Karena di mana saja pun kamu ada, namun Allah akan mengumpulkan kamu sekalian jua." (al-Baqarah: 148)
Peganglah tugas amanat masing-masing dan pulanglah ke tempat itu kalau tadiriya salah pilih.
Di samping tugas sebagai amanat ada lagi janji-janji. Negara terdiri atas janji. Janji rakyat hendak tunduk dan setia, janji pemerintah hendak menegakkan keadilan. Janji tentara dengan disiplinnya yang keras, janji bangsa dengan bangsa, janji negara dengan negara. Janji atau sumpah di parlemen, janji dan sumpah menten ketika dilantik. Janji polisi memelihara keamanan dan ber-
leuzpi aaoiuan selalu berjumpa apa yang kita harapkan. Rencana Uahi yang lebih tinggi berbeda dengan rencana kita sendiri. Tuhan yang tahu, dan kita tak tahu. Kadang-kadang khittah pertama gagal atau kita terberitur. Tetapi tidaklah kita mengenal putusasa, sebab kita mempunyai kepercayaan akan “hari esok".
Alam fikiran yang bersendi atas kebenaran dan kepercayaan tidaklah mengenal umur dan tidaklah mengenal jangka waktu. Lantaran kepercayaan akan hari esok itu, seorang Mu'min tidaklah cemas kalau dia menutup mata sebelum cita-cita tercapai. Karena dia mempunyai keyakinan bahwa akan ada yang meneruskan usahanya. Dan dia pun mati dengan bibir tersenyum simpul karena yakin akan kebenarannya dan yakin pula bahwa dia akan mewarisi Jannatul Firdaus, dan akan kekal selamanya di dalamnya.
Alangkah sempitnya hidup kalau tidak lapang cita-cita.
Akhlak Nabi
Diriwayatkan orang bahwa beberapa orang sahabat pernah bertanya kepada Ibu orang yang beriman, Siti Aiayah r.a. isteri beliau tentang bagaimana Akhlak Nabi kita.
Aiayah telah menjawab: “Akhlak beliau adalah al-Qur'an," kemudian itu beliau baca ayat-ayat Surat al-Mu'minun ini, sejak ayat pertama Qad Aftahal Mu'minun, sampai ayat “dan orang-orang yang memelihara akan sembahyangnya" itu. Dan beliau (Siti Aiayah) berkata lagi: “Begitulah Akhlak Rasulullah
s.a.w."
Dan begitu pulalah akhlak kita hendaknya.