Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
أَخَذۡنَٰهُم
Kami telah menimpakan mereka
بِٱلۡعَذَابِ
dengan azab
فَمَا
maka (tetapi)
ٱسۡتَكَانُواْ
mereka tidak tunduk
لِرَبِّهِمۡ
kepada Tuhan mereka
وَمَا
dan tidak
يَتَضَرَّعُونَ
mereka merendahkan diri
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
أَخَذۡنَٰهُم
Kami telah menimpakan mereka
بِٱلۡعَذَابِ
dengan azab
فَمَا
maka (tetapi)
ٱسۡتَكَانُواْ
mereka tidak tunduk
لِرَبِّهِمۡ
kepada Tuhan mereka
وَمَا
dan tidak
يَتَضَرَّعُونَ
mereka merendahkan diri
Terjemahan
Sungguh, Kami benar-benar telah menimpakan siksaan kepada mereka, tetapi mereka tidak mau tunduk kepada Tuhannya, dan (juga) tidak merendahkan diri.
Tafsir
(Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka) kelaparan itu (tetapi mereka masih tidak tunduk) masih tidak mau merendahkan diri (kepada Rabb mereka, dan juga mereka tidak mau ber-tadharru' kepada-Nya) maksudnya mereka tidak mau juga meminta kepada Allah dengan berdoa kepada-Nya.
Tafsir Surat Al-Mu'minun: 76-83
Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri. Hingga apabila Kami bukakan untuk mereka suatu pintu yang ada azab yang amat sangat (di waktu itulah) tiba-tiba mereka menjadi putus asa. Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian pendengaran, penglihatan, dan hati. Amat sedikitlah kalian bersyukur. Dan Dialah yang menciptakan serta mengembangbiakkan kalian di bumi ini dan kepada-Nyalah kalian akan dihimpunkan.
Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kalian tidak memahaminya? Sebenarnya mereka mengucapkan perkataan yang serupa dengan perkataan yang diucapkan oleh orang-orang dahulu kita. Mereka berkata, "Apakah betul, apabila kami telah mati dan kami telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan? Sesungguhnya kami dan bapak-bapak kami telah diberi ancaman (dengan) ini dahulu, ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu kala! Firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka (Al Muminun: 76) Maksudnya Kami telah menguji mereka dengan berbagai macam musibah dan bencana.
maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri. (Al Muminun: 76) Maka hal itu tidak membuat mereka sadar dari kekafirannya dan sikap mereka yang menentang, bahkan mereka berkelanjutan dalam kesesatannya selama mereka berada. Dengan kata lain, mereka tidak pernah tunduk patuh. dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri. (Al Muminun: 76) Yakni tidak pernah berdoa (memohon) sebagaimana disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras. (Al-An'am: 43), hingga akhir ayat. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Hamzah Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Yazid An-Nahwi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Abu Sufyan datang kepada Rasulullah ﷺ, lalu berkata, "Hai Muhammad, saya memohon kepadamu demi Allah dan demi pertalian persaudaraan, sesungguhnya kami telah memakan 'alhaz (yakni bulu unta dan darah karena paceklik yang berkepanjangan)." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk. (Al Muminun: 76), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dari Muhammad ibnu Aqil, dari Ali ibnul Husain, dari ayahnya dengan sanad yang sama. Asal hadis berada pada kitab Sahihain, disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah mendoakan kebinasaan atas kaum Quraisy ketika mereka membangkang yaitu: Ya Allah, tolonglah aku dalam menghadapi mereka dengan (menimpakan) musim tujuh tahun paceklik seperti pacekliknya Nabi Yusuf (kepada mereka). Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ibrahim, dari Umar ibnu Kisan, telah menceritakan kepadaku Wahb ibnu Umar ibnu Kaisan yang mengatakan bahwa Wahb ibnu Munabbih pernah ditahan.
Maka berkatalah seorang laki-laki dari kalangan anak-anaknya, "Maukah aku bangunkan sebuah tenda dari kain bulu, hai Abu Abdullah?" Ia menjawab bahwa dirinya sedang mengalami suatu jenis dari azab Allah, dan Allah telah berfirman: Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri. (Al Muminun: 76) Kemudian Wahb melakukan puasa tiga hari berturut-turut. Ketika dikatakan kepadanya, "Hai Abu Abdullah, puasa apakah yang kamu lakukan ini?" Ia menjawab, "Saya ditimpa suatu cobaan, maka saya melakukan sesuatu." Maksudnya, penjara telah menempatkan dirinya dalam posisi orang yang sedang diu i, maka ia menambahkan ibadahnya, yakni agar berbeda dengan sikap orang-orang kafir.
Firman Allah ﷻ: Hingga apabila Kami bukakan untuk mereka suatu pintu yang ada azab yang amat sangat (di waktu itulah) tiba-tiba mereka menjadi putus asa. (Al Muminun: 77) Yakni manakala datang menimpa mereka perintah (azab) Allah dan kiamat datang kepada mereka dengan sekonyong-konyong, yang menyebabkan mereka mengalami azab Allah tanpa mereka duga-duga sebelumnya, tiba-tiba mereka merasa putus asa dari semua kebaikan dan putus harapan dari semua keadaan yang mengenakkan, serta terputuslah semua cita-cita dan harapan mereka.
Selanjutnya Allah menyebutkan nikmat-nikmat-Nya kepada semua hamba-Nya, bahwa Dia telah menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagi mereka; yang dengan kesemuanya itu mereka dapat mengingat segala sesuatu dan mengambil pelajaran dari semua yang ada di alam semesta berupa tanda-tanda yang menunjukkan keesaan Allah, dan bahwa Dialah yang melakukan segala sesuatunya.atas kehendak-Nya sendiri. Firman Allah ﷻ: Amat sedikitlah kalian bersyukur. (Al Muminun: 78) Artinya alangkah sedikitnya syukur kalian kepada Allah atas semua nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada kalian.
Sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain: Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf: 103) Kemudian Allah wt. menyebutkan tentang kekuasaan-Nya Yang Mahabesar dan pengaruh-Nya Yang Mahaperkasa terhadap makhluk-Nya, bahwa Dialah yang telah menciptakan mereka dan menyebarkan mereka ke segala penjuru dunia dengan berbagai macam bangsa, bahasa, dan sifat-sifat mereka.
Kemudian pada hari kiamat Dia akan menghimpunkan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian dari mereka di suatu tempat yang telah dimaklumi pada hari yang tertentu. Maka tiada seorang pun dari mereka yang tertinggal, baik yang kecil maupun yang besar, baik yang laki-laki maupun perempuan, baik yang terhormat maupun yang hina; semuanya dihidupkan kembali sebagaimana penciptaan semula.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan. (Al-Muminun: 80) Yaitu menghidupkan kembali tulang belulang mereka yang telah hancur dan mematikan semua umat. dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. (Al-Muminun: 80) Yakni berdasarkan perintah-Nyalah ditundukkan malam dan siang hari; masing-masing dari keduanya mengejar yang lainnya dengan cepat secara silih berganti, tidak pernah berhenti dan tidak pernah terpisah oleh suatu waktu pun yang menyela-nyelai keduanya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. (Yasin: 40), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah ﷻ: Maka apakah kalian tidak memahaminya? (Al Muminun: 80) Maksudnya apakah kalian tidak berakal yang menunjukkan kepada kalian akan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui yang mengalahkan segala sesuatu dan Mahaagung atas segala sesuatu, serta tunduk kepada-Nya segala sesuatu? Kemudian Allah ﷻ berfirman, menceritakan tentang orang-orang yang ingkar kepada hari berbangkit, yaitu orang-orang yang meniru sikap para pendahulu mereka yang mendustakannya: Sebenarnya mereka mengucapkan perkataan yang serupa dengan perkataan yang diucapkan oleh orang-orang dahulu kala.
Mereka berkata, "Apakah betul, apabila kami telah mati dan kami telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan? (Al Muminun: 81-82) Yakni mereka menganggap mustahil terjadinya hari berbangkit itu sesudah tubuh mereka hancur. "Sesungguhnya kami dan bapak-bapak kami telah diberi ancaman (dengan) ini dahulu, ini tidak lain hanyalah dongengan-dongengan orang-orang dahulu kala. (Al Muminun; 83) Maksudnya, hari berbangkit itu suatu hal yang mustahil. Sesungguhnya orang yang memberitahukannya hanyalah menukil dari kitab-kitab terdahulu dan disebutkan bahwa berita itu ditentang oleh umat di masanya.
Pengingkaran dan pendustaan terhadap hari berbangkit ini sama dengan yang ada di dalam firman-Nya yang menceritakan berita mereka: Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat? Mereka berkata, "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan. Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 11-14) Dan firman Allah ﷻ yang mengatakan: Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi musuh yang nyata? Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?" Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama.
Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk. (Yasin: 77-79)"
76-77. Dan sungguh Kami telah menimpakan siksaan semenjana kepada mereka, seperti penyakit, kelaparan, dan lainnya, tetapi mereka tetap tidak mau tunduk kepada Tuhannya yang telah berbuat baik kepada me-reka; dan tidak juga mereka mau merendahkan diri untuk bertobat dari kedurhakaan mereka. Sehingga apabila Kami bukakan untuk mereka pintu azab yang sangat keras, saat itulah mereka bingung, takut, dan seketika itu juga mereka menjadi putus asa karena tidak menemukan jalan untuk melarikan diri. 76-77. Dan sungguh Kami telah menimpakan siksaan semenjana kepada mereka, seperti penyakit, kelaparan, dan lainnya, tetapi mereka tetap tidak mau tunduk kepada Tuhannya yang telah berbuat baik kepada me-reka; dan tidak juga mereka mau merendahkan diri untuk bertobat dari kedurhakaan mereka. Sehingga apabila Kami bukakan untuk mereka pintu azab yang sangat keras, saat itulah mereka bingung, takut, dan seketika itu juga mereka menjadi putus asa karena tidak menemukan jalan untuk melarikan diri.
Allah telah menimpakan azab kepada mereka pada Perang Badar sehingga banyak pemimpin dan pembesar mereka yang mati terbunuh tetapi mereka tak pernah tunduk kepada Allah dan tak pernah patuh mengikuti ajaran dan perintah-Nya. Mereka tidak pernah mau berendah hati kepada-Nya, bahkan tetap sombong dan takabur dan tidak pernah berhenti melakukan kezaliman dan perbuatan dosa. Mereka bertambah sesat dan bertambah giat memerangi agama Allah sehingga mereka menyiapkan tentara dan alat-alat perang yang lebih banyak dan lebih besar lagi untuk memerangi Rasulullah. Allah berfirman:
Tetapi mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan kerendahan hati ketika siksaan Kami datang menimpa mereka? Bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menjadikan terasa indah bagi mereka apa yang selalu mereka kerjakan. (al-Anam/6:43).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Kebenaran
Sebagai diterangkan pada ayat yang lalu, kebenaran sudah nyata dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w. tetapi kebenaran itu benarlah yang berat mereka menerimartya. Mereka mau kalau kebenaran itu ditundukkan kepada ke hendak hawanafsu mereka.
Di ayat 71 ini sudah lebih terang lagi, bahwa kebenaran tidak mungkin diukur dengan kehendak mereka. Tuhan menyebarkan kuasanya dan kebenarannya dalam ukuran besar, meliputi seluruh alam semesta, langit dan bumi dan seluruh isinya. Sedang manusia berfikir dari segi hawanafsu sendiri. Kadang-kadang alam yang besar dan Tuhan Yang Besar hendak ditundukkannya kepada kehendaknya. Dan kalau tidak sesuai dengan kehendaknya, dia pun tidak mau tunduk. Akhinya siapa yang kalah? Niscaya mereka juga!
Lihatlah perumpamaan pertalian sebagian alam dengan alam yang lain di bawah naung kebesaran Tuhan. Ombak bergulung ke tepi pantai karena pergolakan angin di lautan, dan pergolakan angin itu adalah tekanan udara dan udara ditekan oleh cahaya matahari. Maka apabila ombak itu menghempaskan diri ke pantai, niscaya kenalah pasir di pantai itu oleh hempasan ombak, sehingga yang di atas bergulung ke bawah dan yang di bawah naik ke atas.
Kalau sekiranya peraturan alam yang luas itu diukur dengan kehendak pasir, niscaya pasir akan menyatakan keberatannya, mengapa yang terletak di atas dikebawahkan dan yang di bawah dikeataskan.
Untuk memperoleh kota dan membangun jalan raya, tanah-tanah yang ketinggian digiling dengan traktor. Kadang-kadang rumputnya bahkan kayu-kayu dan pohonnya yang besar-besar ditumbangkan dan tanah diriatarkan, lalu disiramkan aspal dan lancarlah perjalanan kendaraan bermotor. Kalau sekira-
selama ini hidup dengan aman damainya menghIsap cahaya matahari dan air hujan, tidaklah jadi jalan raya itu. Sebab itu kebenaran Ilahi adalah meliputi semua, bukan terbatas atas kehendak orang seorang. Karena sebanyak kepala manusia sebanyak itu pula kehendak dan hawanafsunya.
Orang yang kaya-raya tidak suka kalau hartabendanya diambil sebagian dan diberikan kepada fakir-miakin, sebab tabiat asli manusia itu ialah mementingkan diri sendiri. Nafsu kelaminan manusia tertarik kepada kecantikan perempuan, walaupun perempuan itu belum diriikahinya. Kalau sekiranya semua orang boleh mengambil saja perempuan yang diaukainya buat di-setubuhinya, sebab nafsunya menghendaki, niscaya yang kuat juga yang akan mendapat bini, atau melepaskan nafsu sebagai meminum seteguk air. Akhinya terjadilah perlawanan si lemah kepada si kuat. Kalau sekiranya saya boleh saja mengambil hartabenda saudara karena saya senang, sedang bagi saudara hartabenda itu perlu pula, niscaya terjadilah adu tenaga dan menanglah yang kuat dan teraniayalah yang lemah.
Kalau demikian niscaya kacaulah kehidupan manusia. Dan kalau peraturan yang tidak diatur oleh akal sihal dan kebenaran mutlak itu berlaku pula di langit, niscaya rusaklah langit. Dan jika beriaku di bumi niscaya rusaklah bumi. Apabila bertambah pengetahuan kita tentang rahasia alam ini, akan tahulah kita bahwa semuanya tidak terlepas dari aturan yang mengurus. Dengan akalnya yang sihal, manusia harus tunduk kepada peraturan itu. Kebenaran tidaklah harus mengikut kepada kehendak hawanafsu manusia, melainkan manusialah yang hendaknya menundukkan kehendak hawanafsunya kepada kebenaran, supaya dia selamat dan seluruh pergaulan hidup selamat pula.
Selanjutnya Tuhan memberi ingat kehormatan yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka, terutama kaum Quraisy yang mula diaeru oleh Nabi Muhammad s.a.w. itu. Al-Qur'an sebagai Wahyu telah diturunkan dalam bahasa mereka sendiri, bahasa Arab. Diturunkan dalam bahasa yang sefasih-fasihnya. Sepatutnya merekalah yang terlebih dahulu menjunjung tinggi kehormatan yang diberikan itu. Tetapi sayang kehormatan yang mulia itu mereka tolak. Mereka berpaling daripadanya dan mereka tiada perduli.
Sesungguhnya suatu kebahagIsan dan kehormatan yang telah dianugerahkan Tuhan kepada bangsa Arab. Dan kalau dikhususkan lagi, ialah kaum Quraisy, dengan sebab al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab dialek Quraisy. Telah berapa banyaknya bahasa yang telah hilang di dunia ini, namun bahasa Arab sampai kepada zaman sekarang ini menjadi bahasa yang terjaga dan ter-•jatnin kerapiannya dan pokok bahasanya, dengan adanya al-Qur'an. Dan bangsa-bangsa lain yang menerima Islam telah menerima pula bahasa al-Qur'an, bahasa Nabi itu dengan segala sukarela dan rendah hati, sehingga dia telah tersebar di seluruh dunia dan menjadi bahasa suci di negeri-negeri yang diriiami oleh pemeluk Islam yang bukan Arab.
Leeih dan 20 tahun Kemai AttaturK yang ingin hendak membersihkan Turki dari pengaruh Arab dan bahasa Arab telah mencoba “mendekritkan" agar Azan (Bang) diucapkan dalam bahasa Turki. Oleh karena ditekan dengan sangkur dan piatol, menurutlah orang banyak. Tetapi setelah suatu partai politik ingin naik berkuasa dan mengkampanyekan dalam pemilihan umum, jika mereka berkuasa, Azan itu akari dikembalikan dengan bahasa Arab, mereka beroleh kemenangan dengan gilang-gemilang, dan rakyat Muslim Turki telah menangia terharu seketika Azan diucapkan kembali dalam bahasa Arab!
Kita sendiri sebagai umat yang beriman, tetapi tidak berkebangsaan Arab, tidak sedikit jua pun merasa dengki jika bahasa Arab tetap menjadi bahasa resmi Islam, bahasa al-Qur'an sebagai kehormatan bagi bangsa Arab. Kalau timbul rasa dengki itu pada kita, tandanya iman kita telah mulai goyah, karena digoyahkan oleh propaganda musuh-musuh Islam. Kita merasa bangga jika kita mengerti bahasa itu, sebab dia bahasanya Nabi kita Muhammad s. a. w.
Nabi Tidak Meminta Upah
Di ayat 72 Tuhan bertanya: “Apakah engkau minta upah kepada mereka? Jangan! Karena upah dari Tuhanmu sendiri adalah lebih baik, dan Dialah yang sebaik-baik pemberi kurnia."
Mengapa timbul pertanyaan demikian dari Tuhan kepada NabiNya? Pernahkah Nabi itu meminta upah? Pernahkah pejuang besar itu meminta agar perjuangannya diriilai dengan hartabenda? Niscaya bukanlah upah hartabenda yang beliau harapkan, yang kadang-kadang terlintas dalam fikiran beliau sebagai manusia.
Pejuang yang besar, yang yakin benar akan kebenaran seruannya, yang yakin benar bahwa dia telah mengurharikan segenap tenaga buat memimpin kaumnya kepada jalan yang benar, kadang-kadang melintas dalam fikirannya, bahwa tidaklah patut begini penerimaan kaumnya atas seruannya. Kalau mereka tahu benar akan maksud cita-cita Nabi, tidaklah akan sekeras itu tolakan mereka kepada Nabi.
Ingatlah isi ayat sebelumnya. Satu di antara kehormatan besar yang dilimpahkan Tuhan kepada mereka, walaupun telah menolak seruan itu dengan keras; ialah turunnya al-Qur'an dalam bahasa mereka. Bangsa Arab yang selama ini berbangga dengan bahasanya, yang sampai mengadakan kongres setiap tahun sekali di pasar Ukaz untuk memperbandingkan kelasihan lidah bersyair, sampai ada syair-syair itu yang digantungkan di Ka'bah, patutlah berterimakasih atas keindahan susunan Wahyu al-Qur'an. Malahan Abu Sufyan dan Abu Jahat, yaitu orang-orang yang memimpin perlawanan kaum Quraisy terhadap Nabi, pernah dengan diam-diam dan sembunyi-sembunyi datang malam hari ke pekarangan rumah Nabi buat mendengarkan Nabi membaca ayat-ayat dalam bahasa yang fasih itu. Mereka kagum, terpesona dan mengakui keindahan bahasa itu. Malahan Umar bin Khalhab tertarik masuk Islam oleh karena keindahan susun kata al-Qur'an.
Yang satu ini saja pun patutlah mereka hargai, patutlah mereka puji, kalau sekiranya mereka masih mempunyai budi yang tinggi. Tidaklah Nabi mengharapkan penghargaan benda, kalaupun mereka belum hendak tunduk kepada ajaran yang terkandung di dalamnya.
Di sInilah datang teguran Tuhan: “Jangan Muhammad!" Tak usahlah engkau mengharapkan penghargaan jasa dari mereka, tak usahlah engkau mengharapkan upah jerih menerima wahyu kata suci bahasa indah itu. Harapkan sajalah d&ripada Tuhanmu sendiri. Tuhan adalah yang sebaik-baik pemberi kurnia. Artinya, walaupun bahasa yang indah dari wahyu suci itu tidak mereka perdulikan, bahkan mereka berpaling namun kehormatan yang diberikan Tuhan kepada bahasa ini akan lebih jauh dan luas daripada apa yang dapat mereka fikirkan. Sampai sekarang telah 14 abad sesudah kejadian itu bangsa Arab yang telah pernah merasai pasang naik dan pasang turun, pernah berdaulat di Spanyol, di Eropa Timur dan sekarang telah merebak ke serata-rata dunia, kadang-kadang di beberapa tempat hanya bekasnya saja yang tinggal, namun kemegahannya tetap terpelihara sebab bahasa Arab tetap berkembang. Dan bahasa itu terpelihara terus selama al-Qur'an masih terpelihara. Kalaupun «Jda zaman muramnya, namun dia akan bangun kembali sebab bahasa pembangkit yang bermula itu belum pernah rusak. Dari sanalah sumber kekuatan Muslim.
Bukankah ini upah yang lebih meliputi kebesaran bagi seluruh dunia, yang walaupun Nabi Muhammad sendiri telah wafat, namun kehormatan bahasa Arab itu masih terus? Apalah artinya “upah" pengakuan daripada orang-orang yang masih ingkar di zaman Makkah itu jika dibandingkan dengan pengaruh al-Qur'an sampai sekarang? Orang-orang yang tidak sudi memberi upah itu setengahnya mati dengan hati sakit, sebagai Abu Lahab, atau mati dalam peperangan dengan kaum Muslimin sebagai Abu Jahat atau tunduk tak dapat mengelak lagi, sebagai Abu Sufyan dan anak-anak dari orang-orang yang tak tahu terimakasih itu, sepeninggal mereka telah menjadi pembela al-Qur'an, sebagai Ikrimah bin Abu Jahat dan Mu'awiyah bin Abu Sufyan.
“Fakharaju rabbika khairun", upah dari Tuhanmu lebih baik daripada hanya sanjung pujji sementara. Sekarang sudah lebih dari 1390 tahun wahyu itu turun, bahasa Arab masih bertahan dengan teguhnya di seluruh permukaan bumi. Menjadi ucapan ibadat dalam sembahyang, menjadi seruan di kala azan (bang). Bahkan ahli-ahli bahasa yang besar pembela bahasa Arab yang utama bukan saja lagi orang Quraisy, tetapi seluruh bangsa. Di saat kini tidaklah kurang daripada 500 juta manusia yang bersembahyang dengan bahasa itu."Upah jerih dari Tuhan jauh lebih baik."
Nabi Menyeru Kepada Jalan Yang Lurus
Di dalam ayat 73 dikatakan oleh Tuhan: “Sesungguhnya engkau mengajak mereka kepada jalan yang lums."
ialah pihak hamba (‘abdun) dan pihak kedua ialah pihak tempat menghambakan diri (ma'bud). Meskipun garis itu lurus dalam ukuran namun dalam kenyataan dia banyak berbelok. Dan banyak gangguan buat sampai ke dalami garis itu. Gangguannya yang utama ialah syaitan Iblis dan hawanafsu manusia. Dengan jalan lurus itu manusia diangkatkan martabatnya dari tabiat aslinya, yaitu kebinatangan. Yang mempunyai nilai-nilai tujuan hidup hanyalah manusia. Kedatangan Nabi-nabi dan Rasul-rasul ialah menuntut insani dalam mencari jalan yang lurus itu. Yang sukar hanyalah sebelum jalannya bertemu. Apakah insan mempunyai pangkalan tempat bertolak pertama, yaitu kepercayan kepada Allah dan tujuan perhentian terakhir, hidup yang kedua kali sesudah hidup ini, bertemulah dia sudah dengan jalan itu. Sebab itu maka “Ash-Shirathci/ Mustagim" adalah iman itu sendiri."Ash-Shirathal Mustaqim" ialah jalan yang di muka sekali dipandui oleh Rasulullah s.a.w.
Tetapi rayuan untuk keluar kembali dari jalan itu, atau menyeleweng dan mengencong banyak sekali. Iman menyuruh kita percaya kepada perkara-perkara yang tidak nampak oleh mata. Hanya sekali-kali nampak orang mati, lalu timbul keinsafan melihat mayat terbujur. Nanti sore hilang lagi. Rayuan duniawi, kemegahan dan kemewahan, ketenangan yang hanya seberitar, fatamorgana, bayangan panas di padang pasir yang dIsangka air. Nanti kalau sudah ditempuh barulah ketahuan bahwa itu bukan air, melainkan gejala paneia.
Seorang Nabi adalah menerima tugas berat untuk membawa manusia ke dalam garis lurus itu. Orang yang sakit kadang-kadang tidak mau kalau penyakitnya diobati. Dia mau menempeleng muka doktor seketika suntikan ditusukkan ke dalam lengannya, padahal yang dituju doktor adalah kesihalan dirinya. Sebab itu dijelaskan pada ayat yang berikutnya. ‘Tetopr sesungguhnya orang-orang yang tidak percaya akan hari kemudian, berpaling jua dia dari jalan yang lurus itu."
Sebab itu di dalam menegakkan jalan yang lurus tidaklah diadakan tolak-ansur.
“Supaya Dia kokohkan kebenaran dan Dia hancur-leburkan kebatilan walaupun orang yang durjana tidak menyukainya." (al-Anfal: 8)
Jalan yang lurus membujuk merayu kepada yang mau, tetapi tidak memberi hati kepada yang ingkar. Sebab di antara hak dengan batil tidaklah dapat dinamaikan, dikompromikan.
Sebab itu maka ditegaskan Tuhan pada ayat selanjutnya: “Dan kalaupun Kami kasihani mereka dan Kami hilangkan segenap kepayahan yang ada pada
tidak juga mereka akan bertunduk memohon ampun."
Kalau ada bahaya datang, bukanlah Tuhan yang mereka ingat, melainkan berhala-berhala yang tidak sanggup memberi sebuah manfaat pun kepada mereka dan berhala yang tidak sanggup memberi mudharat kepada mereka. Dan kalau ada keuntungan yang mereka peroleh karena mereka adalah kaum penjaga, bukanlah Tuhan yang mereka syukuri, melainkan mereka berbangga-banggaan, lebih-melebihi. Di dalam majlia mereka tidak ada pembicaraan tentang hari depan, hanyalah betapa supaya perut berisi. Untuk perintang hati dan mencari kegembiraan, mereka minumlah tuak. Kecelakaan yang ditimpakan Tuhan tidak menyebabkan mereka insaf. Hidup yang selalu hampa.
Dalam ayat-ayat ini jelaslah dibayangkan betapa coraknya kehidupan jahiliyah itu. Hidup yang gelap dan bodoh, yang hanya mementingkan benda, persembahan adalah benda yang diperbuat dengan tangan sendiri lalu disembah. Batu dan pasir ataupun kayu ditegakkan sesudah diukir-ukir, tidak ada isinya, usahkan nyawanya, dibuat rupanya yang hebat dan menakutkan supaya diri sendiri takut kepada ukiran tangan sendiri.
Kalau mendapat keuntungan beramai-ramai membuat pesta, meminum minuman yang memabukkan. Orang yang kaya duduk goyang kaki, karena hidupnya ialah dengan memeras keringat si melarat dengan melepaskan uang dengan riba. Perempuan-perempuan cantik tersedia untuk melepaskan nafsu berahi, sehingga Abu Sufyan sendiri pernah mendengar seorang pemuda yang baru datang dari Thaif berpidato (setelah dia memeluk Islam), amat tertarik kepada pidato itu, lalu berbisik kepada teman di kiri kanannya, besar kemungkinan bahwa anak ini adalah anaknya sendiri. Bahkan sahabat utama ‘Amr bin al-'Ash mengakui terus-terang setelah dia masuk Islam, bahwa nama ibunya adalah kurang baik di zaman jahiliyah. Orang bermegah dengan bilangan hartanya dan keunggulan keturunan nenek-moyangnya. Kadang-kadang tertumpah darah karena perkara unta atau barang kecil yang lain, di antara satu kabilah dengan lain kabilah. Kalau datang siksaan Tuhan, mIsalnya kelaparan, kekurangan makanan, kerugian bemiaga dan sebagainya, tidak mereka hendak menyalahkan diri sendiri, bahkan orang lain juga yang mereka salahkan. Dan tidak pernah mereka mencoba hendak mengoreksi diri sendiri lalu ingat kepada Tuhan, dan memohon ampun dan berdoa. Karena mereka merasa bahwa orang-orang yang berdoa itu adalah orang-orang yang lemah, padahal mereka merasa kuat selalu. Kalau datang mIsalnya panas terik se-hingga timbul kemarau yang bersangatan, ataupun hujan lebat berturut-turut yang mendatangkan harijir besar, merusak tanam-tanaman, belum juga mereka teringat hendak mendekati Ilahi, karena yang mendekati Ilahi itu biasanya hanyalah budak-budak yang miakin.
Maka disebutkan Tuhanlah: “Sehingga apabila Kami bukakan atas mereka suatu pintu yang mempunyai azhab siksa yang sangat, di waktu itulah akan putus segala harapan mereka."
Betapa tidaklah putus segala harapan? Bukankah pegangan sudah tidak ada dari semula? Kepada siapa mereka akan meminta tolong dan minta haritu? Kepada Tuhan Allah? Padahal Tuhan itulah yang mereka durhakai selama ini?
Maka diberilah mereka peringatan, sekali lagi peringatan, supaya kembali segera ke dalam jalan yang lurus. Sebab bagi Tuhan membukakan satu pintu yang di dalamnya bergelora azhab dan siksaan adalah perkara mudah belaka.
Telah berapa banyak umat yang terdahulu hancur musnah karena azhab siksa itu, tidak seorang pun yang dapat membebaskan dirinya.