Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِنَّكَ
dan sesungguhnya kamu
لَتَدۡعُوهُمۡ
benar-benar kamu menyeru mereka
إِلَىٰ
kepada
صِرَٰطٖ
jalan
مُّسۡتَقِيمٖ
lurus
وَإِنَّكَ
dan sesungguhnya kamu
لَتَدۡعُوهُمۡ
benar-benar kamu menyeru mereka
إِلَىٰ
kepada
صِرَٰطٖ
jalan
مُّسۡتَقِيمٖ
lurus
Terjemahan
Sesungguhnya engkau benar-benar menyeru mereka ke jalan yang lurus.
Tafsir
(Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan) tuntunan (yang lurus) yaitu agama Islam.
Tafsir Surat Al-Mu'minun: 68-75
Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu? Ataukah mereka tidak mengenal rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya? Atau (apakah patut) mereka berkata, "Padanya (Muhammad) ada penyakit gila. Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu. Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini dan semua yang ada di dalamnya.
Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al-Qur'an) mereka, tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. Atau kamu meminta upah kepada mereka? Maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik, dan Dia adalah Pemberi rezeki yang paling baik. Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan yang lurus. Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat benar-benar menyimpang dari jalan (yang lurus). Andaikata mereka Kami belas kasihani, dan Kami lenyapkan kemudaratan yang mereka alami, benar-benar mereka akan terus-menerus terombang-ambing dalam keterlaluan mereka.
Allah ﷻ ingkar terhadap sikap orang-orang musyrik karena mereka tidak mau memahami Al-Qur'an dan merenunginya, bahkan mereka menentangnya. Padahal Al-Qur'an itu diturunkan dengan bahasa mereka, tiada suatu kitab pun yang diturunkan oleh Allah kepada rasul-Nya lebih sempurna dan lebih mulia daripada Al-Qur'an. Terlebih lagi para pendahulu (nenek moyang) mereka yang telah mati di masa Jahiliah tidak pernah terjangkau oleh suatu kitab pun dan tidak pernah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan pun. Maka sudah sepantasnyalah mereka menerima nikmat yang dianugerahkan oleh Allah ini, yaitu dengan menerima Al-Qur'an dan mensyukurinya serta memahami dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya sepanjang siang dan malam hari.
Seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang cendekiawan dari kalangan mereka yang telah masuk Islam dan mengikuti Rasulullah ﷺ serta beliau merasa rela kepada mereka. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami). (Al Muminun: 68) Kalau begitu, demi Allah, mereka pasti menemukan di dalam Al-Qur'an sesuatu yang dapat mengekang mereka dari perbuatan maksiat terhadap Allah, seandainya mereka mau merenungi dan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi, ternyata mereka hanya mengambil hal-hal yang syubhat sehingga pada akhirnya mereka binasa.
Kemudian Allah berfirman mengingkari sikap orang-orang kafir dari kalangan Quraisy: Ataukah mereka tidak mengenal rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya? (Al Muminun: 69) Yakni apakah mereka tidak mengenal Muhammad dan kejujuran, amanah dan kepribadiannya yang terbaca oleh mereka. Dengan kata lain, apakah mereka mampu mengingkari kenyataan tersebut dan bersikap tidak mau tahu terhadapnya? Karena itulah Ja'far ibnu Abu Talib r.a. berkata kepada Raja Najasyi (raja negeri Habsyah), "Hai Raja, sesungguhnya Allah telah mengutus kepada kami seorang rasul yang telah kami kenal nasab, kejujuran, dan sifat amanahnya." Hal yang senada telah dikatakan pula oleh Al-Mugirah ibnu Syu'bah kepada wakil Kisra Persia saat dia menantang mereka untuk perang tanding.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Sufyan Sakhr ibnu Harb kepada Raja Romawi Heraklius, saat kaisar Romawi menanyakan kepadanya dan kepada teman-temannya tentang sifat-sifat Nabi ﷺ, nasab, kejujuran, dan sifat amanahnya. Padahal saat itu ia dan kawan-kawannya masih kafir dan belum masuk Islam, tetapi ia tidak mengatakan kecuali hanya kebenaran belaka; hal ini menunjukkan bahwa mereka mengakui beliau mempunyai sifat-sifat yang terpuji itu.
Firman Allah ﷻ: Atau (apakah patut) mereka berkata, "Padanya (Muhammad) ada penyakit gila. (Al Muminun: 70) Ayat ini menyitir tentang perkataan kaum musyrik terhadap Nabi Muhammad ﷺ bahwa ia membuat-buat Al-Qur'an, yakni membuatnya sendiri; atau ia berpenyakit gila yang menyebabkannya tidak mengetahui apa yang dikatakannya sendiri. Allah menceritakan pula perihal mereka, bahwa hati mereka tidak beriman kepadanya, padahal mereka mengetahui (menyadari) kebatilan dari apa yang mereka katakan terhadap Al-Qur'an. Karena sesungguhnya Al-Qur'an itu merupakan Kalamullah yang datang kepada mereka dan mereka tidak mampu dan tidak kuat menandinginya. Sesungguhnya Allah telah menantang mereka dan seluruh penduduk bumi untuk mendatangkan hal yang semisal Al-Qur'an jika mereka mampu, dan pasti mereka tidak akan mampu untuk selama-lamanya.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu. (Al Muminun-70) Dapat diinterpretasikan bahwa kalimat ini merupakan kata keterangan keadaan, yang artinya 'sedangkan kebanyakan mereka tidak menyukai perkara yang hak'. Dapat pula diartikan sebagai kalimat berita atau kalimat baru. Hanya Allah-Iah Yang Maha Mengetahui. Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi pernah bersua dengan seorang lelaki, lalu beliau bersabda kepadanya, "Masuk Islamlah kamu!" Lelaki itu berkata, "Sesungguhnya engkau menyeruku kepada suatu perkara yang tidak aku sukai." Maka Nabi ﷺ bersabda, "Sekalipun kamu tidak menyukainya." Telah diceritakan pula kepada kami bahwa Nabi ﷺ bersua dengan lelaki lainnya, kemudian beliau bersabda kepadanya, "Masuk Islamlah kamu", maka temperamen lelaki itu naik dan timbul sikap sombongnya, lalu Nabi ﷺ bertanya kepadanya, "Bagaimanakah pendapatmu, jika kamu berada di jalan yang jelek dan banyak rintangannya, lalu kamu bersua dengan seseorang yang kamu kenal dan kamu ketahui nasabnya.
Kemudian orang itu mengajakmu ke jalan yang luas lagi mudah ditempuh, apakah kamu mau mengikutinya?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Nabi ﷺ bersabda, "Demi Allah yang jiwa Muhammad ini berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya kamu berada di jalan yang lebih buruk daripada jalan itu seandainya kamu berada padanya. Dan sesungguhnya aku sekarang mengajakmu ke jalan yang lebih mudah dari itu sekiranya kamu mau menurutiku." Telah diceritakan pula kepada kami bahwa Nabi ﷺ bersua dengan seorang lelaki, lalu beliau bersabda kepadanya, "Masuk Islamlah kamu!". Maka lelaki itu menjadi sombong, kemudian Nabi ﷺ bersabda kepadanya, "Bagaimanakah menurutmu jika kamu mempunyai dua orang pelayan yang salah seorangnya bila berbicara kepadamu, maka ia menepatinya kepadamu; dan jika kamu beri dia amanat, maka dia menunaikannya kepadamu; apakah dia kamu sukai? Ataukah pelayan lainnya yang apabila berbicara kepadamu, ia dusta kepadamu; dan apabila kamu percayai dia, maka ia khianat kepadamu?" Lelaki itu menjawab, "Tidak.
Bahkan yang kusukai adalah pelayanku yang apabila berbicara kepadaku, maka ia menepatinya; dan apabila aku beri dia amanat, maka ia menunaikannya kepadaku." Maka Nabi ﷺ bersabda, "Demikian pula keadaan kalian di sisi Tuhan Kalian." Firman Allah ﷻ: Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya. (Al Muminun: 71) Mujahid dan Abu Saleh serta As-Saddi mengatakan, yang dimaksud dengan al-haq ialah Allah ﷻ Dan makna yang dimaksud ialah bahwa sekiranya Allah menuruti kemauan hawa nafsu mereka dan mensyariatkan peraturan hukum sesuai dengan keinginan mereka.
pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya (Al-Muminun: 71) Yakni binasa karena hawa nafsu mereka dan keinginan mereka yang berbeda-beda, seperti yang diceritakan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya menyitir kata-kata mereka: Mengapa Al-Qur'an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Taif) ini. (Az-Zukhruf: 31) Kemudian dijawab oleh Allah ﷻ melalui firman selanjutnya: Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? (Az-Zukhruf: 32) Dan firman Allah ﷻ: Katakanlah, "Kalau seandainya kalian menguasai perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kalian tahan karena takut membelanjakannya. (Al-Isra: 100), hingga akhir ayat. Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (Kebajikan) kepada manusia. (An-Nisa: 53) Dalam hal ini jelas terkandung pengertian yang menerangkan tentang ketidakmampuan manusia, perbedaan pendapat, dan keinginan hawa nafsu mereka.
Dan bahwa hanya Allah sajalah Yang Mahasempurna dalam semua sifat, ucapan, perbuatan, syariat, takdir, dan pengaturan terhadap makhluk-Nya. Mahasuci Allah, tiada Tuhan selain Dia dan tiada Rabb selain Dia. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya: Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka. (Al Muminun: 71) Yang dimaksud dengan kebanggaan mereka adalah Al-Qur'an. tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (Al Muminun: 71) Adapun firman Allah ﷻ: Atau kamu meminta upah kepada mereka? (Al Muminun: 72) Menurut Al-Hasan, yang dimaksud dengan kharjan ialah upah.
Sedangkan menurut Qatadah yaitu imbalan. maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik. (Al Muminun: 72) Yakni kamu tidak meminta suatu upah pun dari mereka, tidak pula suatu imbalan pun atau sesuatu yang lain sebagai balasan dari dakwahmu kepada mereka yang menyeru mereka kepada petunjuk. Bahkan engkau-hanya mengharapkan imbalan dari Allah semata atas hal tersebut, yaitu pahala yang berlimpah dari-Nya. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain: Katakanlah, "Upah apa pun yang aku minta kepada kalian, maka itu untuk kalian.
Upahku hanyalah dari Allah. (Saba: 47) Katakanlah, "Aku tidak meminta upah sedikit pun kepada kalian atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan. (Shad: 86) Katakanlah, "Aku tidak meminta kepada kalian suatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan. (Asy-Syura: 23) Dan firman Allah ﷻ: Dan datanglah dari ujung kota seorang laki-laki (Habib An-Najjar) dengan bergegas-gegas ia berkata, "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu, ikutilah orang yang tiada minta balasan kepada kalian. (Yasin: 20-21) Adapun firman Allah ﷻ: .
Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan yang lurus. Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat benar-benar menyimpang dari jalan (yang lurus). (Al Muminun: 73-74) Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an, dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah ﷺ dalam mimpinya kedatangan dua malaikat. Salah seorangnya duduk di sebelah kedua kakinya, sedangkan yang lain duduk di dekat kepalanya.
Berkatalah malaikat yang ada di dekat kedua kakinya kepada malaikat yang ada di dekat kepalanya, "Buatlah perumpamaan bagi orang ini dan umatnya." Maka ia menjawab, "Sesungguhnya perumpamaan orang ini dan umatnya sama dengan suatu kaum yang sedang melakukan perjalanan. Mereka sampai di sebuah padang pasir yang luas, sementara itu tiada bekal lagi yang tersisa pada mereka untuk menempuh padang pasir tersebut, tidak ada pula bekal untuk pulangnya.
Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah kepada mereka seorang lelaki yang berpakaian hibarah. Lalu lelaki itu berkata, 'Bagaimanakah menurut kalian seandainya aku bawa kalian ke sebuah taman yang berumput subur penuh dengan tanam-tanaman dan telaga-telaga yang jernih airnya lagi menyegarkan, maukah kalian mengikutiku?' Mereka menjawab, 'Ya'." Ia melanjutkan kisahnya, bahwa lalu lelaki itu membawa mereka pergi menuju taman yang subur dan mempunyai mata air yang banyak lagi jernih.
Maka mereka makan dan minum darinya sehingga tubuh mereka menjadi segar dan gemuk. Kemudian lelaki itu berkata kepada mereka, "Bukankah aku telah menepati janjiku dan kalian telah berjanji kepadaku bahwa jika aku menuntun kalian ke sebuah taman yang subur lagi mempunyai banyak mata air, maka kalian akan mengikutiku?" Mereka menjawab, "Benar." Lelaki itu berkata, "Maka sesungguhnya di depan kalian terdapat banyak taman yang lebih subur daripada ini dan memiliki banyak telaga yang lebih berlimpah airnya daripada telaga ini, maka ikutilah aku." Ia melanjutkan kisahnya, "Maka segolongan dari umatnya mengatakan, 'Dia benar, demi Allah, kita harus mengikutinya.' Dan segolongan lainnya mengatakan, 'Kami rela dengan ini dan kami akan menetapinya'." .
: (1) Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abdullah Al-Asy'ari, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Humaid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Umar ibnu Khattab r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya aku memegang kendali kalian agar menjauh dari neraka, tetapi kalian mengalahkan aku; kalian menyerbu neraka sebagaimana laron dan kupu-kupu (menyerbu cahaya lampu), sehingga hampir saja aku melepaskan kendali kalian. Dan aku adalah pendahulu kalian berada di pinggir telaga-(ku), lalu kalian datang kepadaku secara berbarengan dan berpencar-pencar.
Aku mengenal kalian berikut dengan tanda-tanda dan nama-nama kalian, sebagaimana seseorang mengenali ternak unta sesat yang bergabung ke dalam kumpulan ternaknya. Akan tetapi, kalian tidak terkendali lagi ada yang pergi ke arah kanan dan ada yang pergi ke arah kiri. Maka aku memohon kepada Tuhan semesta alam untuk kalian, "Wahai Tuhanku, kaumku, wahai Tuhanku, (selamatkanlah) umatku!" Maka dikatakan, "Hai Muhammad, sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan sesudahmu.
Sesungguhnya mereka sesudah kamu tiada berjalan mundur ke belakang tumit mereka. Sesungguhnya aku benar-benar mengenal seseorang di antara kalian datang pada hari kiamat dengan membawa seekor kambing yang mengembik seraya berseru, "Hai Muhammad, hai Muhammad, (tolonglah aku). Maka aku katakan, "Aku tidak mempunyai kekuasaan apa pun di hadapan Allah untuk menolongmu, sesungguhnya aku telah menyampaikan (risalahku). Dan sesungguhnya aku benar-benar mengenal seseorang di antara kalian yang datang pada hari kiamat dengan membawa unta yang mengeluarkan suara lenguhannya seraya berkata, "Hai Muhammad, hai Muhammad, (tolonglah aku).
Maka kukatakan, "Aku tidak memiliki kekuasaan apa pun di hadapan Allah untuk menolongmu, sesungguhnya aku telah menyampaikan (risalahku). Dan sesungguhnya aku benar-benar mengenal seseorang di antara kalian yang datang pada hari kiamat dengan membawa kuda yang meringkik, lalu ia berkata, "Hai Muhammad, hai Muhammad, (tolonglah aku). Maka kukatakan.Aku tidak memiliki kekuasaan apa pun 'di hadapan Allah (untuk menolongmu), sesungguhnya aku telah menyampaikan (risalahku)." Dan sesungguhnya aku benar benar mengenal seseorang di antara kalian yang datang pada hari kiamat dengan membawa dirigen air minum terbuat dari kulit seraya berseru, "Hai Muhammad, hai Muhammad, (tolonglah aku).
Maka kukatakan, "Aku tidak memiliki kekuasaan apa pun untuk menolongmu, sesungguhnya aku telah menyampaikan (risalahku). Ali ibnul Madini mengatakan bahwa sanad hadis ini tiada lain karena Hafs ibnu Humaid adalah seorang yang majhul (tidak dikenal), saya tidak mengetahui ada seseorang meriwayatkan darinya selain Ya'qub ibnu Abdullah Al-Asy'ari Al-Qummi. Menurut saya, hadis ini telah diriwayatkan pula oleh Asy'as ibni Ishaq dari dia (Hafs ibnu Humaid). Yahya ibnu Mu'in mengatakan sehubungan dengannya, bahwa dia adalah seorang saleh dan dinilai siqah oleh Imam Nasai dan Imam Ibnu Hibban.
Firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat benar-benar menyimpang dari jalan (yang lurus). (Al Muminun: 74) Yakni benar-benar membelok, melampaui batas, dan menyimpang dari jalan yang lurus. Dikatakan oleh orang-orang Arab, "Nakaba Fulanun anit tariq (si Fulan menyimpang dari jalan yang semestinya)," yakni bila ia menyimpang darinya menuju ke jalur lain. Firman Allah ﷻ: Andaikata Kami belas kasihani mereka, dan Kami lenyapkan kemudaratan yang mereka alami, benar-benar mereka akan terus menerus terombang-ambing dalam keterlaluan mereka. (Al Muminun: 75) Allah ﷻ menceritakan tentang kemilitanan mereka dalam kekafirannya, bahwa seandainya Allah melenyapkan mudarat yang menimpa mereka dan memberikan pengertian kepada mereka tentang Al-Qur'an, tentulah mereka tidak mau tunduk kepadanya dan tentulah mereka tetap berada dalam kekafiran, keingkaran, dan keterlaluan mereka.
Seperti yang diungkapkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedangkan mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu). (Al-Anfal: 23) Dan firman Allah ﷻ: Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman, "(tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan).
Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta. Dan tentu mereka akan mengatakan (pula), "Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan. (Al-An'am: 27-29) Hal ini termasuk ke dalam ilmu Allah yang mengetahui segala sesuatu yang tidak akan terjadi, dan bagaimanakah akibatnya seandainya hal itu terjadi. Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setiap kalimat yang diawali dengan kata lau menunjukkan makna tidak akan terjadi selama-lamanya."
73-75. Dan sesungguhnya engkau pasti telah menyeru mereka kepada jalan yang lurus. Orang-orang kafir itu menolak seruan Nabi karena mereka tidak meyakini adanya hari Pembalasan. Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat benar-benar telah menyimpang jauh dari jalan yang lurus menuju jalan kesesatan. Tidak ada jalan menuju kebahagiaan selain jalan Allah. Allah mengazab dan membinasakan mereka akibat bersikap keras kepala. Namun, seandainya mereka Kami kasihani, dan Kami lenyapkan malapetaka yang menimpa mereka, pasti mereka akan terus-menerus terombang-ambing dalam kesesatan mereka. Mereka akan tetap pada kekufuran dan kedurhakaan mereka seperti sediakala. 73-75. Dan sesungguhnya engkau pasti telah menyeru mereka kepada jalan yang lurus. Orang-orang kafir itu menolak seruan Nabi karena mereka tidak meyakini adanya hari Pembalasan. Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat benar-benar telah menyimpang jauh dari jalan yang lurus menuju jalan kesesatan. Tidak ada jalan menuju kebahagiaan selain jalan Allah. Allah mengazab dan membinasakan mereka akibat bersikap keras kepala. Namun, seandainya mereka Kami kasihani, dan Kami lenyapkan malapetaka yang menimpa mereka, pasti mereka akan terus-menerus terombang-ambing dalam kesesatan mereka. Mereka akan tetap pada kekufuran dan kedurhakaan mereka seperti sediakala.
Kemudian pada ayat ini Allah meyakinkan Nabi Muhammad ﷺ bahwa dia benar-benar seorang rasul yang menyeru kaumnya kepada jalan yang lurus yang membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah menghimbau Muhammad agar tidak terpengaruh dengan kata-kata orang-orang kafir itu yang menghina dan mencemoohkannya. Semua ucapan-ucapan mereka itu adalah bohong belaka yang keluar dari mulut mereka karena dengki dan sakit hati.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Kebenaran
Sebagai diterangkan pada ayat yang lalu, kebenaran sudah nyata dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w. tetapi kebenaran itu benarlah yang berat mereka menerimartya. Mereka mau kalau kebenaran itu ditundukkan kepada ke hendak hawanafsu mereka.
Di ayat 71 ini sudah lebih terang lagi, bahwa kebenaran tidak mungkin diukur dengan kehendak mereka. Tuhan menyebarkan kuasanya dan kebenarannya dalam ukuran besar, meliputi seluruh alam semesta, langit dan bumi dan seluruh isinya. Sedang manusia berfikir dari segi hawanafsu sendiri. Kadang-kadang alam yang besar dan Tuhan Yang Besar hendak ditundukkannya kepada kehendaknya. Dan kalau tidak sesuai dengan kehendaknya, dia pun tidak mau tunduk. Akhinya siapa yang kalah? Niscaya mereka juga!
Lihatlah perumpamaan pertalian sebagian alam dengan alam yang lain di bawah naung kebesaran Tuhan. Ombak bergulung ke tepi pantai karena pergolakan angin di lautan, dan pergolakan angin itu adalah tekanan udara dan udara ditekan oleh cahaya matahari. Maka apabila ombak itu menghempaskan diri ke pantai, niscaya kenalah pasir di pantai itu oleh hempasan ombak, sehingga yang di atas bergulung ke bawah dan yang di bawah naik ke atas.
Kalau sekiranya peraturan alam yang luas itu diukur dengan kehendak pasir, niscaya pasir akan menyatakan keberatannya, mengapa yang terletak di atas dikebawahkan dan yang di bawah dikeataskan.
Untuk memperoleh kota dan membangun jalan raya, tanah-tanah yang ketinggian digiling dengan traktor. Kadang-kadang rumputnya bahkan kayu-kayu dan pohonnya yang besar-besar ditumbangkan dan tanah diriatarkan, lalu disiramkan aspal dan lancarlah perjalanan kendaraan bermotor. Kalau sekira-
selama ini hidup dengan aman damainya menghIsap cahaya matahari dan air hujan, tidaklah jadi jalan raya itu. Sebab itu kebenaran Ilahi adalah meliputi semua, bukan terbatas atas kehendak orang seorang. Karena sebanyak kepala manusia sebanyak itu pula kehendak dan hawanafsunya.
Orang yang kaya-raya tidak suka kalau hartabendanya diambil sebagian dan diberikan kepada fakir-miakin, sebab tabiat asli manusia itu ialah mementingkan diri sendiri. Nafsu kelaminan manusia tertarik kepada kecantikan perempuan, walaupun perempuan itu belum diriikahinya. Kalau sekiranya semua orang boleh mengambil saja perempuan yang diaukainya buat di-setubuhinya, sebab nafsunya menghendaki, niscaya yang kuat juga yang akan mendapat bini, atau melepaskan nafsu sebagai meminum seteguk air. Akhinya terjadilah perlawanan si lemah kepada si kuat. Kalau sekiranya saya boleh saja mengambil hartabenda saudara karena saya senang, sedang bagi saudara hartabenda itu perlu pula, niscaya terjadilah adu tenaga dan menanglah yang kuat dan teraniayalah yang lemah.
Kalau demikian niscaya kacaulah kehidupan manusia. Dan kalau peraturan yang tidak diatur oleh akal sihal dan kebenaran mutlak itu berlaku pula di langit, niscaya rusaklah langit. Dan jika beriaku di bumi niscaya rusaklah bumi. Apabila bertambah pengetahuan kita tentang rahasia alam ini, akan tahulah kita bahwa semuanya tidak terlepas dari aturan yang mengurus. Dengan akalnya yang sihal, manusia harus tunduk kepada peraturan itu. Kebenaran tidaklah harus mengikut kepada kehendak hawanafsu manusia, melainkan manusialah yang hendaknya menundukkan kehendak hawanafsunya kepada kebenaran, supaya dia selamat dan seluruh pergaulan hidup selamat pula.
Selanjutnya Tuhan memberi ingat kehormatan yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka, terutama kaum Quraisy yang mula diaeru oleh Nabi Muhammad s.a.w. itu. Al-Qur'an sebagai Wahyu telah diturunkan dalam bahasa mereka sendiri, bahasa Arab. Diturunkan dalam bahasa yang sefasih-fasihnya. Sepatutnya merekalah yang terlebih dahulu menjunjung tinggi kehormatan yang diberikan itu. Tetapi sayang kehormatan yang mulia itu mereka tolak. Mereka berpaling daripadanya dan mereka tiada perduli.
Sesungguhnya suatu kebahagIsan dan kehormatan yang telah dianugerahkan Tuhan kepada bangsa Arab. Dan kalau dikhususkan lagi, ialah kaum Quraisy, dengan sebab al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab dialek Quraisy. Telah berapa banyaknya bahasa yang telah hilang di dunia ini, namun bahasa Arab sampai kepada zaman sekarang ini menjadi bahasa yang terjaga dan ter-•jatnin kerapiannya dan pokok bahasanya, dengan adanya al-Qur'an. Dan bangsa-bangsa lain yang menerima Islam telah menerima pula bahasa al-Qur'an, bahasa Nabi itu dengan segala sukarela dan rendah hati, sehingga dia telah tersebar di seluruh dunia dan menjadi bahasa suci di negeri-negeri yang diriiami oleh pemeluk Islam yang bukan Arab.
Leeih dan 20 tahun Kemai AttaturK yang ingin hendak membersihkan Turki dari pengaruh Arab dan bahasa Arab telah mencoba “mendekritkan" agar Azan (Bang) diucapkan dalam bahasa Turki. Oleh karena ditekan dengan sangkur dan piatol, menurutlah orang banyak. Tetapi setelah suatu partai politik ingin naik berkuasa dan mengkampanyekan dalam pemilihan umum, jika mereka berkuasa, Azan itu akari dikembalikan dengan bahasa Arab, mereka beroleh kemenangan dengan gilang-gemilang, dan rakyat Muslim Turki telah menangia terharu seketika Azan diucapkan kembali dalam bahasa Arab!
Kita sendiri sebagai umat yang beriman, tetapi tidak berkebangsaan Arab, tidak sedikit jua pun merasa dengki jika bahasa Arab tetap menjadi bahasa resmi Islam, bahasa al-Qur'an sebagai kehormatan bagi bangsa Arab. Kalau timbul rasa dengki itu pada kita, tandanya iman kita telah mulai goyah, karena digoyahkan oleh propaganda musuh-musuh Islam. Kita merasa bangga jika kita mengerti bahasa itu, sebab dia bahasanya Nabi kita Muhammad s. a. w.
Nabi Tidak Meminta Upah
Di ayat 72 Tuhan bertanya: “Apakah engkau minta upah kepada mereka? Jangan! Karena upah dari Tuhanmu sendiri adalah lebih baik, dan Dialah yang sebaik-baik pemberi kurnia."
Mengapa timbul pertanyaan demikian dari Tuhan kepada NabiNya? Pernahkah Nabi itu meminta upah? Pernahkah pejuang besar itu meminta agar perjuangannya diriilai dengan hartabenda? Niscaya bukanlah upah hartabenda yang beliau harapkan, yang kadang-kadang terlintas dalam fikiran beliau sebagai manusia.
Pejuang yang besar, yang yakin benar akan kebenaran seruannya, yang yakin benar bahwa dia telah mengurharikan segenap tenaga buat memimpin kaumnya kepada jalan yang benar, kadang-kadang melintas dalam fikirannya, bahwa tidaklah patut begini penerimaan kaumnya atas seruannya. Kalau mereka tahu benar akan maksud cita-cita Nabi, tidaklah akan sekeras itu tolakan mereka kepada Nabi.
Ingatlah isi ayat sebelumnya. Satu di antara kehormatan besar yang dilimpahkan Tuhan kepada mereka, walaupun telah menolak seruan itu dengan keras; ialah turunnya al-Qur'an dalam bahasa mereka. Bangsa Arab yang selama ini berbangga dengan bahasanya, yang sampai mengadakan kongres setiap tahun sekali di pasar Ukaz untuk memperbandingkan kelasihan lidah bersyair, sampai ada syair-syair itu yang digantungkan di Ka'bah, patutlah berterimakasih atas keindahan susunan Wahyu al-Qur'an. Malahan Abu Sufyan dan Abu Jahat, yaitu orang-orang yang memimpin perlawanan kaum Quraisy terhadap Nabi, pernah dengan diam-diam dan sembunyi-sembunyi datang malam hari ke pekarangan rumah Nabi buat mendengarkan Nabi membaca ayat-ayat dalam bahasa yang fasih itu. Mereka kagum, terpesona dan mengakui keindahan bahasa itu. Malahan Umar bin Khalhab tertarik masuk Islam oleh karena keindahan susun kata al-Qur'an.
Yang satu ini saja pun patutlah mereka hargai, patutlah mereka puji, kalau sekiranya mereka masih mempunyai budi yang tinggi. Tidaklah Nabi mengharapkan penghargaan benda, kalaupun mereka belum hendak tunduk kepada ajaran yang terkandung di dalamnya.
Di sInilah datang teguran Tuhan: “Jangan Muhammad!" Tak usahlah engkau mengharapkan penghargaan jasa dari mereka, tak usahlah engkau mengharapkan upah jerih menerima wahyu kata suci bahasa indah itu. Harapkan sajalah d&ripada Tuhanmu sendiri. Tuhan adalah yang sebaik-baik pemberi kurnia. Artinya, walaupun bahasa yang indah dari wahyu suci itu tidak mereka perdulikan, bahkan mereka berpaling namun kehormatan yang diberikan Tuhan kepada bahasa ini akan lebih jauh dan luas daripada apa yang dapat mereka fikirkan. Sampai sekarang telah 14 abad sesudah kejadian itu bangsa Arab yang telah pernah merasai pasang naik dan pasang turun, pernah berdaulat di Spanyol, di Eropa Timur dan sekarang telah merebak ke serata-rata dunia, kadang-kadang di beberapa tempat hanya bekasnya saja yang tinggal, namun kemegahannya tetap terpelihara sebab bahasa Arab tetap berkembang. Dan bahasa itu terpelihara terus selama al-Qur'an masih terpelihara. Kalaupun «Jda zaman muramnya, namun dia akan bangun kembali sebab bahasa pembangkit yang bermula itu belum pernah rusak. Dari sanalah sumber kekuatan Muslim.
Bukankah ini upah yang lebih meliputi kebesaran bagi seluruh dunia, yang walaupun Nabi Muhammad sendiri telah wafat, namun kehormatan bahasa Arab itu masih terus? Apalah artinya “upah" pengakuan daripada orang-orang yang masih ingkar di zaman Makkah itu jika dibandingkan dengan pengaruh al-Qur'an sampai sekarang? Orang-orang yang tidak sudi memberi upah itu setengahnya mati dengan hati sakit, sebagai Abu Lahab, atau mati dalam peperangan dengan kaum Muslimin sebagai Abu Jahat atau tunduk tak dapat mengelak lagi, sebagai Abu Sufyan dan anak-anak dari orang-orang yang tak tahu terimakasih itu, sepeninggal mereka telah menjadi pembela al-Qur'an, sebagai Ikrimah bin Abu Jahat dan Mu'awiyah bin Abu Sufyan.
“Fakharaju rabbika khairun", upah dari Tuhanmu lebih baik daripada hanya sanjung pujji sementara. Sekarang sudah lebih dari 1390 tahun wahyu itu turun, bahasa Arab masih bertahan dengan teguhnya di seluruh permukaan bumi. Menjadi ucapan ibadat dalam sembahyang, menjadi seruan di kala azan (bang). Bahkan ahli-ahli bahasa yang besar pembela bahasa Arab yang utama bukan saja lagi orang Quraisy, tetapi seluruh bangsa. Di saat kini tidaklah kurang daripada 500 juta manusia yang bersembahyang dengan bahasa itu."Upah jerih dari Tuhan jauh lebih baik."
Nabi Menyeru Kepada Jalan Yang Lurus
Di dalam ayat 73 dikatakan oleh Tuhan: “Sesungguhnya engkau mengajak mereka kepada jalan yang lums."
ialah pihak hamba (‘abdun) dan pihak kedua ialah pihak tempat menghambakan diri (ma'bud). Meskipun garis itu lurus dalam ukuran namun dalam kenyataan dia banyak berbelok. Dan banyak gangguan buat sampai ke dalami garis itu. Gangguannya yang utama ialah syaitan Iblis dan hawanafsu manusia. Dengan jalan lurus itu manusia diangkatkan martabatnya dari tabiat aslinya, yaitu kebinatangan. Yang mempunyai nilai-nilai tujuan hidup hanyalah manusia. Kedatangan Nabi-nabi dan Rasul-rasul ialah menuntut insani dalam mencari jalan yang lurus itu. Yang sukar hanyalah sebelum jalannya bertemu. Apakah insan mempunyai pangkalan tempat bertolak pertama, yaitu kepercayan kepada Allah dan tujuan perhentian terakhir, hidup yang kedua kali sesudah hidup ini, bertemulah dia sudah dengan jalan itu. Sebab itu maka “Ash-Shirathci/ Mustagim" adalah iman itu sendiri."Ash-Shirathal Mustaqim" ialah jalan yang di muka sekali dipandui oleh Rasulullah s.a.w.
Tetapi rayuan untuk keluar kembali dari jalan itu, atau menyeleweng dan mengencong banyak sekali. Iman menyuruh kita percaya kepada perkara-perkara yang tidak nampak oleh mata. Hanya sekali-kali nampak orang mati, lalu timbul keinsafan melihat mayat terbujur. Nanti sore hilang lagi. Rayuan duniawi, kemegahan dan kemewahan, ketenangan yang hanya seberitar, fatamorgana, bayangan panas di padang pasir yang dIsangka air. Nanti kalau sudah ditempuh barulah ketahuan bahwa itu bukan air, melainkan gejala paneia.
Seorang Nabi adalah menerima tugas berat untuk membawa manusia ke dalam garis lurus itu. Orang yang sakit kadang-kadang tidak mau kalau penyakitnya diobati. Dia mau menempeleng muka doktor seketika suntikan ditusukkan ke dalam lengannya, padahal yang dituju doktor adalah kesihalan dirinya. Sebab itu dijelaskan pada ayat yang berikutnya. ‘Tetopr sesungguhnya orang-orang yang tidak percaya akan hari kemudian, berpaling jua dia dari jalan yang lurus itu."
Sebab itu di dalam menegakkan jalan yang lurus tidaklah diadakan tolak-ansur.
“Supaya Dia kokohkan kebenaran dan Dia hancur-leburkan kebatilan walaupun orang yang durjana tidak menyukainya." (al-Anfal: 8)
Jalan yang lurus membujuk merayu kepada yang mau, tetapi tidak memberi hati kepada yang ingkar. Sebab di antara hak dengan batil tidaklah dapat dinamaikan, dikompromikan.
Sebab itu maka ditegaskan Tuhan pada ayat selanjutnya: “Dan kalaupun Kami kasihani mereka dan Kami hilangkan segenap kepayahan yang ada pada
tidak juga mereka akan bertunduk memohon ampun."
Kalau ada bahaya datang, bukanlah Tuhan yang mereka ingat, melainkan berhala-berhala yang tidak sanggup memberi sebuah manfaat pun kepada mereka dan berhala yang tidak sanggup memberi mudharat kepada mereka. Dan kalau ada keuntungan yang mereka peroleh karena mereka adalah kaum penjaga, bukanlah Tuhan yang mereka syukuri, melainkan mereka berbangga-banggaan, lebih-melebihi. Di dalam majlia mereka tidak ada pembicaraan tentang hari depan, hanyalah betapa supaya perut berisi. Untuk perintang hati dan mencari kegembiraan, mereka minumlah tuak. Kecelakaan yang ditimpakan Tuhan tidak menyebabkan mereka insaf. Hidup yang selalu hampa.
Dalam ayat-ayat ini jelaslah dibayangkan betapa coraknya kehidupan jahiliyah itu. Hidup yang gelap dan bodoh, yang hanya mementingkan benda, persembahan adalah benda yang diperbuat dengan tangan sendiri lalu disembah. Batu dan pasir ataupun kayu ditegakkan sesudah diukir-ukir, tidak ada isinya, usahkan nyawanya, dibuat rupanya yang hebat dan menakutkan supaya diri sendiri takut kepada ukiran tangan sendiri.
Kalau mendapat keuntungan beramai-ramai membuat pesta, meminum minuman yang memabukkan. Orang yang kaya duduk goyang kaki, karena hidupnya ialah dengan memeras keringat si melarat dengan melepaskan uang dengan riba. Perempuan-perempuan cantik tersedia untuk melepaskan nafsu berahi, sehingga Abu Sufyan sendiri pernah mendengar seorang pemuda yang baru datang dari Thaif berpidato (setelah dia memeluk Islam), amat tertarik kepada pidato itu, lalu berbisik kepada teman di kiri kanannya, besar kemungkinan bahwa anak ini adalah anaknya sendiri. Bahkan sahabat utama ‘Amr bin al-'Ash mengakui terus-terang setelah dia masuk Islam, bahwa nama ibunya adalah kurang baik di zaman jahiliyah. Orang bermegah dengan bilangan hartanya dan keunggulan keturunan nenek-moyangnya. Kadang-kadang tertumpah darah karena perkara unta atau barang kecil yang lain, di antara satu kabilah dengan lain kabilah. Kalau datang siksaan Tuhan, mIsalnya kelaparan, kekurangan makanan, kerugian bemiaga dan sebagainya, tidak mereka hendak menyalahkan diri sendiri, bahkan orang lain juga yang mereka salahkan. Dan tidak pernah mereka mencoba hendak mengoreksi diri sendiri lalu ingat kepada Tuhan, dan memohon ampun dan berdoa. Karena mereka merasa bahwa orang-orang yang berdoa itu adalah orang-orang yang lemah, padahal mereka merasa kuat selalu. Kalau datang mIsalnya panas terik se-hingga timbul kemarau yang bersangatan, ataupun hujan lebat berturut-turut yang mendatangkan harijir besar, merusak tanam-tanaman, belum juga mereka teringat hendak mendekati Ilahi, karena yang mendekati Ilahi itu biasanya hanyalah budak-budak yang miakin.
Maka disebutkan Tuhanlah: “Sehingga apabila Kami bukakan atas mereka suatu pintu yang mempunyai azhab siksa yang sangat, di waktu itulah akan putus segala harapan mereka."
Betapa tidaklah putus segala harapan? Bukankah pegangan sudah tidak ada dari semula? Kepada siapa mereka akan meminta tolong dan minta haritu? Kepada Tuhan Allah? Padahal Tuhan itulah yang mereka durhakai selama ini?
Maka diberilah mereka peringatan, sekali lagi peringatan, supaya kembali segera ke dalam jalan yang lurus. Sebab bagi Tuhan membukakan satu pintu yang di dalamnya bergelora azhab dan siksaan adalah perkara mudah belaka.
Telah berapa banyak umat yang terdahulu hancur musnah karena azhab siksa itu, tidak seorang pun yang dapat membebaskan dirinya.