Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
يُؤۡتُونَ
(mereka) memberikan
مَآ
apa
ءَاتَواْ
yang mereka berikan
وَّقُلُوبُهُمۡ
dan hati mereka
وَجِلَةٌ
takut
أَنَّهُمۡ
sesungguhnya mereka
إِلَىٰ
kepada
رَبِّهِمۡ
Tuhan mereka
رَٰجِعُونَ
mereka kembali
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
يُؤۡتُونَ
(mereka) memberikan
مَآ
apa
ءَاتَواْ
yang mereka berikan
وَّقُلُوبُهُمۡ
dan hati mereka
وَجِلَةٌ
takut
أَنَّهُمۡ
sesungguhnya mereka
إِلَىٰ
kepada
رَبِّهِمۡ
Tuhan mereka
رَٰجِعُونَ
mereka kembali
Terjemahan
dan orang-orang yang melakukan (kebaikan) yang telah mereka kerjakan dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya.
Tafsir
(Dan orang-orang yang memberikan) yang menginfakkan (apa yang telah mereka berikan) mereka infakkan berupa zakat dan amal-amal saleh (dengan hati yang takut) takut amalnya tidak diterima (karena mereka tahu bahwa sesungguhnya mereka) sebelum lafal Annahum ini diperkirakan adanya huruf Lam yang menjarkannya (akan dikembalikan kepada Rabb mereka).
Tafsir Surat Al-Mu'minun: 57-61
Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut (azab) Tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun), dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka. (Al Muminun: 57) Yakni keadaan mereka yang selalu mengerjakan perbuatan yang baik dan beriman serta mengamalkan perbuatan yang saleh, juga mereka takut kepada Allah dan selalu dicekam oleh rasa khawatir akan tertimpa tipu daya Allah.
Seperti yang dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri, bahwa sesungguhnya orang mukmin itu menggabungkan dalam dirinya kebaikan dan rasa takut kepada Allah. Dan sesungguhnya orang munafik itu menggabungkan dalam dirinya keburukan dan merasa aman dari azab Allah. dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka. (Al Muminun: 58) Maksudnya, mereka beriman kepada ayat-ayat (tanda-tanda)-Nya, baik yang bersifat alami maupun yang bersifat hukum syar'i, seperti yang disebutkan di dalam firman Allah ﷻ yang menceritakan tentang Maryam a.s.: dan dia membenarkan kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya. (At-Tahrim: 12) Yaitu Maryam merasa yakin bahwa sesungguhnya apa yang terjadi pada dirinya (mengandung tanpa suami) tiada lain merupakan takdir dan keputusan Allah dan syariat yang telah drtetapkan-Nya.
Syariat Allah itu jika berupa perintah, berarti subyeknya disukai dan diridai-Nya. Dan jika berupa larangan, berarti subyeknya dibenci dan ditolak-Nya. Dan jika kebaikan, berarti subyeknya adalah perkara yang hak. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun). (Al Muminun: 59) Yakni mereka tidak menyembah se(ain-Nya bersama Dia, melainkan mengesakan-Nya dan mengamalkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beristri, dan tidak beranak, dan bahwa Dia tiada tandingan dan tiada yang menyamai-Nya.
Firman Allah ﷻ: Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut, sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. (Al Muminun: 60) Yaitu mereka mengasihkan pemberiannya dengan rasa takut dan malu bila tidak diterima, yang hal ini bersumber dari perasaan takut mereka bila diri mereka dinilai oleh Allah telah berlaku sembrono terhadap persyaratan memberi. Hal seperti ini termasuk ke dalam Bab "Bersikap Hati-hati dan Merasa Takut kepada Allah." Seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad: ".
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Magul, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sa'id ibnu Wahb, dari Aisyah yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan orang-orang yang mengerjakan perbuatan mereka, sedangkan hati mereka takut itu adalah orang yang mencuri, berzina, dan minum khamr dalam keadaan takut kepada Allah?" Rasulullah ﷺ menjawab: Tidak, hai anak perempuan As-Siddiq. Tetapi dia adalah orang yang salat, puasa, dan bersedekah, sedangkan ia takut kepada Allah ﷻ Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Abu Hatim melalui hadis Malik ibnu Magul, dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Tidak, hai anak perempuan As-Siddiq. Tetapi mereka adalah orang-orang yang salat, puasa, dan bersedekah, sedangkan hati mereka merasa takut tidak diterima amalnya. mereka itu bersegera mendapat kebaikan-kebaikan. (Al Muminun: 61) Imam Turmuzi mengatakan, telah diriwayatkan melalui hadis Abdur Rahman ibnu Sa'id, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ hal yang semisal. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dan Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan tafsir ayat ini. Ulama lain ada yang membaca ayat ini dengan bacaan berikut yang artinya: Dan orang-orang yang mengerjakan amal perbuatan mereka dengan hati yang takut (tidak akan diterima oleh Allah amalannya).
Hal ini telah diriwayatkan secara marfu' dari Nabi ﷺ bahwa beliau ﷺ pernah membacanya dengan bacaan tersebut. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Sakhr ibnu Juwariyah, telah menceritakan kepada kami Ismail Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Abu Khalaf, maula Bani Jumah, bahwa ia masuk bersama Ubaid ibnu Umair ke dalam rumah Siti Aisyah r.a. Maka Siti Aisyah r.a. menyambut keduanya dengan ucapan Marhaban, "Selamat datang dengan Abu Asim, mengapa engkau lama sekali tidak berkunjung kepadaku, apakah ada sesuatu halangan?" Ia menjawab, "Saya khawatir akan membosankan bila terlalu sering." Siti Aisyah berkata, "Jangan kamu berbuat begitu lagi." Aku (Ubaid ibnu Umar) berkata, "Saya datang kepadamu untuk menanyakan tentang suatu ayat dari Kitabullah, bagaimanakah bacaan Rasulullah ﷺ Terhadapnya?" Siti Aisyah bertanya, "Ayat yang mana?" Saya menjawab bahwa ayat tersebut adalah firman Allah ﷻ: Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan. (Al Muminun: 60) dan firman-Nya: Dan orang-orang yang mengerjakan amal perbuatan mereka.
Siti Aisyah r.a. bertanya, "Manakah di antara dua bacaan itu yang kamu sukai?" Saya menjawab, "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya salah satu di antara keduanya memang lebih saya sukai daripada dunia ini atau dunia dan seisinya," Siti Aisyah bertanya, "Manakah yang kamu sukai?" Saya membacakan firman-Nya: Dan orang-orang yang mengerjakan amal perbuatan mereka. Siti Aisyah r.a. menjawab, "Aku bersaksi bahwa Rasulullah ﷺ memang membacanya seperti itu, dan memang ayat itu diturunkan dengan bacaan seperti itu, tetapi dialeknya memang berbeda-beda." Di dalam sanad hadis ini terdapat Ismail ibnu Muslim Al-Makki, sedangkan ia orangnya daif dalam periwayatan hadis.
Akan tetapi, qiraat yang pertama yang dianut oleh jumhur ulama sab'ah dan lain-lainnya adalah pendapat yang lebih kuat, karena di dalam firman selanjutnya disebutkan: mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. (Al Muminun: 61) Disebutkan bahwa Allah menjadikan mereka termasuk orang-orang yang bersegera mendapat kebaikan-kebaikan. eandainya makna yang dimaksud adalah seperti qiraat yang lainnya, tentulah kelanjutannya tidak disebutkan seperti itu, melainkan Minal Muqtasidin atau Muqsirin yang artinya orang-orang yang pertengahan atau orang-orang yang membatasi dirinya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui."
57-61. Setelah menjelaskan sifat-sifat orang yang lengah dan larut dalam durhaka, Allah lalu menguraikan sifat orang-orang yang menjaga hati untuk taat kepada Allah. Sungguh, orang-orang yang karena takut akan azab Tuhannya, mereka sangat berhati-hati agar tidak melanggar perintah-Nya, dan mereka yang beriman dengan tanda-tanda kekuasaan Tuhannya, baik yang tersurat dalam Al-Qur'an maupun yang terhampar di alam semesta, dan mereka yang tidak mempersekutukan Tuhannya dengan apa pun dan kapan pun, baik syirik kecil seperti ria maupun syirik besar, dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan seperti sedekah, zakat, dan lainnya, dengan hati penuh rasa takut jika pemberian itu tidak diterima oleh Allah karena mereka tahu bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka; mereka itu, yaitu orang-orang dengan sifat-sifatnya demikian, bersegera dalam kebaikan-kebaikan dan bersemangat dalam menjalankan ibadah, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya, yaitu surga, sebagai ganjaran atas amal kebaikannya. 57-61. Setelah menjelaskan sifat-sifat orang yang lengah dan larut dalam durhaka, Allah lalu menguraikan sifat orang-orang yang menjaga hati untuk taat kepada Allah. Sungguh, orang-orang yang karena takut akan azab Tuhannya, mereka sangat berhati-hati agar tidak melanggar perintah-Nya, dan mereka yang beriman dengan tanda-tanda kekuasaan Tuhannya, baik yang tersurat dalam Al-Qur'an maupun yang terhampar di alam semesta, dan mereka yang tidak mempersekutukan Tuhannya dengan apa pun dan kapan pun, baik syirik kecil seperti ria maupun syirik besar, dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan seperti sedekah, zakat, dan lainnya, dengan hati penuh rasa takut jika pemberian itu tidak diterima oleh Allah karena mereka tahu bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka; mereka itu, yaitu orang-orang dengan sifat-sifatnya demikian, bersegera dalam kebaikan-kebaikan dan bersemangat dalam menjalankan ibadah, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya, yaitu surga, sebagai ganjaran atas amal kebaikannya.
Sifat yang keempat ialah takut kepada Allah, karena mereka yakin akan kembali kepada-Nya pada hari berhisab di mana akan diperhitungkan segala amal perbuatan manusia. Meskipun mereka telah mengerjakan segala perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya dan menafkahkan hartanya di jalan Allah, namun mereka merasa takut kalau-kalau amal baik mereka tidak diterima, karena mungkin ada di dalamnya unsur-unsur riya` atau lainnya yang menyebabkan ditolaknya amal itu. Oleh sebab itu mereka selalu terdorong untuk selanjutnya berbuat baik karena kalau amal yang sebelumnya tidak diterima, mungkin amal yang sesudah itu menjadi amal yang makbul yang diberi ganjaran yang berlipat ganda.
Dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Abi hatim dari 'Aisyah pernah bertanya kepada Nabi:
Siti Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai ayat ini (alladzina yu`tuna ma ataw waqulubuhum wajilah), apakah yang dimaksud dengan ayat ini ialah orang berzina dan meminum khamar atau mencuri, dan karena itu ia takut kepada Tuhan dan siksa-Nya? Pertanyaan ini dijawab oleh Rasulullah, "Bukan demikian maksudnya, hai puteri Abu Bakar as-shiddiq. Yang dimaksud dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengerjakan salat, berpuasa dan menafkahkan hartanya, namun dia merasa takut kalau-kalau amalnya itu termasuk amal yang tidak diterima (mardud). (Riwayat Ahmad dan at-Tirmidzi).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Agama Tidaklah Berat
Pada ayat 57 sampai ayat 61 sekali lagi diterangkan Tuhan sifat-sifat orang yang beriman, diterangkan bahwa orang yang beriman itu senantiasa berlomba
bahwa dia itu (Rasul) adalah
oerouai oam, miena cemas aan rusuman ngnu-iunii. —u uauni^ Mian mmuni kepada Tuhan dengan catatan yang tidak baik. Orang yang berfikir dan merenungkan diri dan meniisi hidup, mudahlah memperbaiki tujuan hidupnya. Mudahlah mereka memikul tanggungjawab yang dipikulkan Tuhan kepadanya. Maka pada ayat 62 ini dijelaskan lagi oleh Tuhan bahwasanya menjadi seorang yang beriman, pengikut Nabi, penegak kebenaran tidaklah perkara sukar. Asal mau mengerjakan agama tidaklah ada pekerjaan agama.itu yang berat tiada terpikul. Tuhan tiddklah mendatangkan suatu amar (perintah) kalau tidak sesuai dengan diri.atau jiwa manusia.
Ingat sajalah kalimat perlambang seketika Rasulullah s.a.w. MiTaj ke langit menghadap Harihrat Rububiyah, sedianya akan dijatuhkan perintah kepada umat Muhammad mengerjakan sembahyang 50 waktu. Tetap j setelah diberi pertimbangan oleh Nabi Musa bahwa 50 waktu itu berat bagi umatnya mengerjakan dan dimohonkan kepada Tuhan agar dikurangi permohonan itu telah dikabulkan. Demikian sembahyang malam (QIsamullail) yang dikerjakan Nabi setiap malam sampai ketal dan semutan kakinya, diikuti beramai-ramai oleh umat, telah datang Wahyu menyatakan bahwa tidak usah ikut berpayah-payah bangun malam sebagai Nabi itu pula. Cukuplah sekedanya saja. Maka segala perintah yang diriatangkan Tuhan dan segala larangan yang diberikan-Nya, semuanya itu adalah yang dapat dipikul dan tidak dilebihi Tuhan daripada batas (maksimum) kekuatan manusia.
Bekerjalah dan beramallah sekedar kekuatan tenagamu, jangan dikurangi dari tenaga dan jangan dilebihi. Karena mengurangi adalah kesia-sIsan dan melebihi adalah membawa diri kepada kepayahan, apatah lagi kalau menambah-nambah, itu dapat membawa kepada menambah-nambah agama sendiri, sehingga jadi bid'ah. Semua amalan itu tiadalah lepas dari catatan Tuhan di dalam Kitab yang telah maklum. Sehingga apabila datang hari perhitungan kelak akan kedapatan bahwa semuanya telah tertulis dengan jelasnya, dan tak usah khuatir, karena tidak ada yang akan dikurangi, semuanya tertulis dan tidak ada yang akan teraniaya.
Amatlah mendalamnya pengaruh ayat ini, berisi rayuan, bujukan yang lemah-lembut supaya orang sudi berbuat baik. Karena berbuat baik itu bukanlah buat orang lain melainkan buat kepentingan diri sendiri. Betapa tidak? Sedang di dalam Hadist ada disebutkan, kalau seseorang berbuat baik dia akan mendapat sepuluh pahala, sedang kalau dia terlanjur berbuat jahat, dosanya hanya satu. Kalau hati telah cenderung kepada Tuhan, tidak ada lagi niat hendak mencari jalan lain, memperturutkan hawanafsu, maka jalan kebaikan itu lebih mudah daripada jalan kejahatan.