Ayat
Terjemahan Per Kata
نُسَارِعُ
Kami menyegerakan
لَهُمۡ
kepada mereka
فِي
dalam
ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ
kebaikan
بَل
bahkan/tetapi
لَّا
tidak
يَشۡعُرُونَ
mereka sadar
نُسَارِعُ
Kami menyegerakan
لَهُمۡ
kepada mereka
فِي
dalam
ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ
kebaikan
بَل
bahkan/tetapi
لَّا
tidak
يَشۡعُرُونَ
mereka sadar
Terjemahan
(itu berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? (Tidaklah demikian,) tetapi mereka tidak menyadarinya.
Tafsir
(Kami bersegera) menyegerakan (memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka) tidak, sesungguhnya tidak demikian (sebenarnya mereka tidak sadar) bahwasanya hal itu adalah pengluluh atau Istidraj buat mereka.
Tafsir Surat Al-Mu'minun: 51-56
Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhan kalian, maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu.
Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. Allah ﷻ memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang menjadi rasul, agar mereka memakan makanan yang baik (halal) dan mengerjakan amal saleh. Hal ini menunjukkan bahwa perkara yang halal itu membantu mengerjakan amal saleh. Maka para nabi mengerjakan perintah ini dengan sebaik-baiknya, dan mereka menggabungkan semua kebaikan, baik yang berupa ucapan maupun perbuatan, baik sebagai pembuktian dari diri maupun dalam bernasehat.
Semoga Allah membalas mereka atas jasa-jasa mereka kepada semua hamba Allah dengan balasan yang sebaik-baiknya. Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik. (Al Muminun: 51) Ingatlah, demi Allah, Dia tidak memerintahkan kepada kalian agar memakan, makanan yang merah, tidak makanan yang kuning, tidak makanan yang manis, tidak pula makanan yang masam. Akan tetapi, Dia berfirman bahwa makanlah oleh kalian dari makanan-makanan itu hanya yang halalnya saja.
Sa'id ibnu Jubair dan Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: makanlah dari makanan yang baik-baik. (Al Muminun: 51) Yang dimaksud dengan tayyibat ialah yang halal-halal. Abu Ishaq As-Subai'i telah meriwayatkan dari Abu Maisarah Amr ibnu Syurahbil, bahwa Isa putra Maryam makan dari hasil kerajinan tenunan yang dilakukan oleh ibunya. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan: ". "Tiada seorang nabi pun melainkan pernah menggembalakan kambing.
Mereka (para sahabat) bertanya, "Juga engkau, wahai Rasulullah?" Rasulullah ﷺ bersabda, "Ya, aku pun pernah menggembalakannya dengan imbalan beberapa qirat milik penduduk Mekah. Di dalam hadis sahih lainnya disebutkan: Sesungguhnya Daud a. s. makan dari hasil perasan keringatnya sendiri. Di dalam kitab Sahihain disebutkan sabda Nabi ﷺ yang mengatakan: Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah ialah puasanya Daud, dan qiyam (salat) yang paling disukai oleh Allah ialah qiyamnya Daud; dia tidur sampai tengah malam, dan bangun pada sepertiganya, lalu tidur pada seperenamnya; dia puasa sehari dan berbuka sehari; dan apabila perang, ia tidak pernah lari dari medan perang.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Maryam, dari Damrah ibnu Habib, bahwa Ummu Abdullah binti Syaddad ibnu Aus pernah mengatakan bahwa ia pernah mengirim Nabi ﷺ sepanci laban (yoghurt) saat beliau sedang puasa untuk bukanya nanti. Ia mengirimkannya sejak hari masih siang dan matahari sedang terik-teriknya, kemudian pesuruhnya kembali kepadanya seraya menyampaikan pesan Nabi ﷺ, "Dari manakah engkau mempunyai kambing?Ia menjawab, "Saya membelinya dengan uang saya." Maka (setelah pesuruh itu kembali kepada Nabi ﷺ dan menyampaikan jawaban majikannya) barulah Rasulullah ﷺ mau meminumnya. Pada keesokan harinya Ummu Abdullah binti Syaddad datang menghadap kepada Nabi ﷺ dan bertanya, "Wahai Rasulullah, kemarin saya mengirimkan kepadamu laban yang segar, sejak hari masih siang dan panas matahari sedang terik-teriknya, lalu Engkau menyuruh kembali pesuruhku untuk mempertanyakan dari mana laban itu," Rasulullah ﷺ menjawab: Demikianlah para rasul diperintahkan.
Mereka tidak boleh makan kecuali makanan yang halal, dan tidak boleh beramal kecuali amal yang saleh. Di dalam kitab Sahih Imam Muslim dan kitab Jami' Imam Turmuzi serta kitab Musnad Imam Ahmad, hadis ini berdasarkan apa yang ada pada kitab Imam Ahmad. melalui riwayat Fudail ibnu Marzuq. dari Addi ibnu Sabit, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan" bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Hai manusia, sesungguhnya Allah itu Mahabaik, Dia tidak mau menerima kecuali, yang baik-baik (halal). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman seperti apa yang Dia perintahkan kepada para rasul-(Nya).
Kemudian Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. (Al Muminun: 51) Dan firman Allah ﷻ: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian. (Al-Baqarah: 172) Kemudian Rasulullah ﷺ menyebutkan perihal seorang lelaki yang lama dalam perjalanannya, dalam keadaan rambut yang awut-awutan lagi penuh dengan debu, sedangkan makanannya dari hasil yang haram, minumannya dari hasil yang haram, pakaiannya dari hasil yang haram dan diberi makan dari hasil yang haram, lalu ia menengadahkan kedua tangannya seraya berdoa, "Hai Tuhanku, hai Tuhanku," maka bagaimanakah doanya dapat diterima bila keadaannya demikian.
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, kami tidak mengenalnya kecuali hanya melalui hadis Fudail ibnu Marzuq. Fiman Allah ﷻ: Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu. (Al Muminun: 52) Yakni agama kalian ini hai para nabi adalah agama yang satu, yaitu agama yang menyeru untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagiNya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: dan Aku adalah Tuhan kalian, maka bertakwalah kepada-Ku. (Al Muminun: 52) Tafsir mengenai ayat ini telah disebutkan di dalam surat Al-Anbiya bahwa firman-Nya, "Ummatan wahidatan," di-nasab-kan karena menjadi hal atau kata keterangan keadaan.
Firman Allah ﷻ: Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa golongan. (Al Muminun: 53) Yakni umat para nabi yang diutus itu terpecah belah. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). (Al Muminun: 53) Maksudnya, merasa bangga dengan kesesatannya karena mereka menduga bahwa diri mereka berada dalam petunjuk. Karena itulah dalam firman selanjutnya Allah berfirman mengancam mereka: Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya. (Al-Muminim: 54) Yaitu dalam kesesatan dan penyimpangan mereka. sampai suatu waktu. (Al Muminun: 54) Yakni sampai kepada batas waktu mereka dibinasakan.
Sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Karena itu, beri tangguhlah orang-orang kafir itu, yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar. (Ath-Thariq: 17) Dan firman Allah ﷻ: Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka). (Al-Hijr: 3) Adapun firman Allah ﷻ: Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al Muminun: 55-56) Yakni apakah orang-orang yang teperdaya itu mengira bahwa Kami memberikan kepada mereka harta benda dan anak-anak karena kemuliaan mereka menurut Kami dan karena kehormatan mereka di sisi Kami? Tidak, sebenarnya tidak seperti apa yang mereka dugakan dalam ucapannya itu.
Kami lebih banyak mempunyai harta dan Anak-anak (daripada kamu) dan Kami sekali-kali tidak akan diazab. (Saba: 35) Mereka telah keliru dalam pengakuannya, dan kelak akan kecewalah mereka dengan harapannya itu; karena sesungguhnya Kami sengaja menuruti semua kemauan mereka sebagai istidraj, pengluluh,' dan penangguhan dari Kami terhadap mereka. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al Muminun: 56) Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu.
Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda-'dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia. (At-Taubah: 55), hingga akhir ayat. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka. (Ali Imran: 178) Maka serahkanlah (hai Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al-Qur'an). Nanti Kanu akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari azab yang tidak mereka ketahui, dan Aku memberi tangguh kepada mereka. (Al-Qalam: 44-45), hingga akhir ayat. Dan firman Allah ﷻ: Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. (Al-Muddatstsir: 11) Sampai dengan firman-Nya: menentang ayat-ayat Kami (Al-Qur'an). (Al-Muddatstsir: 16) Dan firman Allah ﷻ: Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kalian yang mendekatkan kalian kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh. (Saba: 37) Ayat-ayat mengenai hal ini cukup banyak.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al Muminun: 55-56) Bahwa tipu daya Allah terhadap suatu kaum terdapat pada harta dan anak-anak mereka. Hai manusia, karena itu janganlah kalian memandang manusia dari segi harta dan anak-anaknya, melainkan pandanglah dari segi iman dan amal salehnya.
-: Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Aban ibnu Ishaq, dari As-Sabbah ibnu Muhammad, dari Murrah Al-Hamdani yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud r.a. pernah berkata bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Sesungguhnya Allah membagi di antara kalian akhlak sebagaimana Dia membagi rezeki di antara kalian. Dan sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada orang yang disukai-Nya dan (juga) kepada orang yang tidak disukai-Nya. Akan tetapi, Dia tidak memberi agama melainkan hanya kepada orang yang disukai-Nya. Barang siapa yang diberi agama oleh Allah, maka sesungguhnya Allah menyukainya.
Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidaklah seseorang hamba selamat (Islam) sebelum selamat kalbu dan lisannya, dan tidaklah seorang hamba aman (iman) sebelum aman tetangganya dari bawa'iq-nya. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan bawa'iq-nya?." Rasulullah ﷺ menjawab: Perbuatan zalim dan perbuatan aniayanya. Tidaklah seorang hamba menghasilkan harta dari usaha haram, lalu ia membelanjakannya dan mendapat berkah darinya, dan tidaklah ia menyedekahkannya dan diterima sedekahnya, dan tidaklah ia meninggalkannya di belakang punggungnya (sesudah mati), melainkan harta itu menjadi bekalnya menuju ke neraka.
Sesungguhnya Allah tidak menghapus keburukan dengan keburukan lagi, melainkan menghapus keburukan dengan kebaikan. Sesungguhnya hal yang kotor itu tidak dapat menghapuskan hal yang kotor lagi."
55-56. Di antara kaum yang durhaka itu ada yang diberi kehidupan mewah. Ini menjadikan mereka menduga bahwa Allah menyayangi mereka sehingga mereka tidak akan diazab. Allah menampik dugaan tersebut dengan pertanyaan bernada kecaman, 'Apakah mereka mengira bahwa Kami memberikan harta dan anak-anak kepada mereka itu berarti Kami segera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka' Tidak! Kami tidak melakukan hal itu dengan maksud demikian, tetapi kami biarkan mereka hanyut dalam kesenangan semu supaya mereka makin banyak berbuat dosa, sedang mereka tidak menyadarinya. 57-61. Setelah menjelaskan sifat-sifat orang yang lengah dan larut dalam durhaka, Allah lalu menguraikan sifat orang-orang yang menjaga hati untuk taat kepada Allah. Sungguh, orang-orang yang karena takut akan azab Tuhannya, mereka sangat berhati-hati agar tidak melanggar perintah-Nya, dan mereka yang beriman dengan tanda-tanda kekuasaan Tuhannya, baik yang tersurat dalam Al-Qur'an maupun yang terhampar di alam semesta, dan mereka yang tidak mempersekutukan Tuhannya dengan apa pun dan kapan pun, baik syirik kecil seperti ria maupun syirik besar, dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan seperti sedekah, zakat, dan lainnya, dengan hati penuh rasa takut jika pemberian itu tidak diterima oleh Allah karena mereka tahu bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka; mereka itu, yaitu orang-orang dengan sifat-sifatnya demikian, bersegera dalam kebaikan-kebaikan dan bersemangat dalam menjalankan ibadah, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya, yaitu surga, sebagai ganjaran atas amal kebaikannya.
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang kafir itu telah ditipu dan diperdayakan oleh harta dan anak-anak mereka padahal harta kekayaan dan anak-anak yang banyak itu bukanlah tanda bahwa Allah meridai mereka. Mereka membangga-banggakan harta dan kekayaan mereka terhadap kaum Muslimin yang di kala itu dalam keadaan serba kekurangan, seperti tersebut dalam firman Allah:
Dan mereka berkata, "Kami memiliki lebih banyak harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami tidak akan diazab." (Saba/34: 35)
Sebenarnya Allah memberikan kelapangan rezeki kepada orang kafir hanya semata-mata untuk menjerumuskan mereka ke lembah kemaksiatan dan kedurhakaan karena sikap mereka yang sangat congkak dan sombong terhadap ajaran yang dibawa Nabi Muhammad ﷺ Dengan harta dan anak-anak yang banyak itu mereka akan menjadi lupa daratan seakan-akan merekalah yang benar dan berkuasa. Apa saja yang mereka lakukan adalah hak mereka walaupun dengan perbuatan itu mereka menginjak-injak hak orang lain dan menganiaya kaum yang lemah. Tetapi pada suatu saat Allah pasti akan menyiksa mereka, karena menjadi sunnatullah bahwa kezaliman dan penganiayaan itu tidak akan kekal, bahkan akan hancur dan musnah. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya:
Maka janganlah harta dan anak-anak mereka membuatmu kagum. Sesungguhnya maksud Allah dengan itu adalah untuk menyiksa mereka dalam kehidupan dunia dan kelak akan mati dalam keadaan kafir. (at-Taubah/9: 55)
Dan firman-Nya:
Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; dan mereka akan mendapat azab yang menghinakan. (Ali 'Imran/3: 178)
Qatadah, seorang mufassir telah memberikan ulasannya mengenai ayat ini sebagai berikut, "Allah telah memperdayakan orang-orang kafir itu dengan harta dan anak-anak mereka. Hai anak Adam, janganlah kamu menganggap seseorang terhormat karena harta kekayaan dan anak-anaknya, tetapi hormatilah dia karena iman dan amal saleh." Diriwayatkan dari Ibnu Mas`ud bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Sesungguhnya Allah telah membagi-bagi akhlak di antara kamu sebagai-mana Dia telah membagi-bagikan rezeki di antara kamu. Sesungguhnya Allah memberikan nikmat dunia kepada orang yang diridai-Nya dan kepada orang yang tidak diridai-Nya. Dan Dia tidak memberikan keteguhan beragama melainkan kepada yang Ia rida. Dan barangsiapa yang Allah berikan kepadanya keteguhan beragama, berarti Allah meridainya. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidak Islam seorang hamba kecuali bila telah Islam pula batin dan lidahnya, tidak beriman dia kecuali tetangganya merasa aman terhadap kejahatannya. Para sahabat bertanya, "Apakah kejahatannya itu, ya Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Penipuan dan kezalimannya." (Riwayat Ahmad).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Makanan Halal Dan Amal Yang Shalih
Setelah pada ayat-ayat yang terdahulu dikIsahkan selayang pandang tentang perjuangan Nabi-nabi dan Rasul-rasul di dalam menegakkan kebenaran, betapa kesulitan yang mereka tempuh dan betapa pula akibat azhab siksa Tuhan yang diderita oleh suatu umat yang menolaknya, maka di ayat 51 ini Tuhan menyatakan kepada kita, manusia yang datang di belakang, bahwasanya Rasul-rasul Tuhan itu di samping berjuang melebarkan jalan Kebenaran Tuhan, mendapat pula perintah yang keras untuk diri mereka sendiri.
“Wahai sekalian UtusanKu, makanlah daripada harta yang baik, dan beramallah yang shalih. Dan Aku tahu apa jua pun yang kamu kerjakan."
Nampaklah di sini betapa rapatnya hubungan kebersihan makanan dengan kebersihan jiwa. Jiwa yang tegak dan yang sanggup mengendalikan orang lain ialah jiwa yang sanggup mengendalikan diri sendiri. Mulut seorang pemimpin tidak akan diriengar orang, kalau dia makan dari harta yang haram. Apabila makanan yang masuk ke dalam perut kita diambil daripada harta yang baik, yang halal, dia pun mempengaruhi jalan darah dari segi tubuh, dan mempengaruhi jalan otak berfikir, dari segi roh. Apabila mata pencarian halal, kita tidak merasa berhutang dalam batin, dan kita sanggup membuka mulut buat menegur kesalahan orang lain. Dan hati pun kuat pula berbuat kebajikan dan beramal yang shalih.
Kalau demikian perintah Tuhan kepada Nabi-nabi Rasul, betapa lagi kepada setiap orang yang merasa dirinya sebagai penyambut tugas Nabi dan Rasul? MIsalnya ulama yang menjadi pemimpin rohani umat. Hidup ulama itu sendiri harus meniru hidup Nabi, kalau sekiranya dia ingin menyebut diri “Warcjtsatu/ Anbiya'" (penyambut waris Nabi-nabi). Jangan sampai gelar ulama dijadikan mata pencarian untuk menangguk di air keruh kebodohan pengikutnya, karena harta yang diriapat dengan jalan yang demikian, termasuklah harta yang tidak “Thayyibat" (harta yang tidak baik).
Telah datang zamannya sekarang ini sebagai tersebut dalam satu Sabda Nabi, .kadang-kadang sudah samar dan kabur batas-batas di antara yang halal, yang haram, yang “thayyibat" dengan yang “khabitsaat".