Ayat
Terjemahan Per Kata
مَا
tidak
تَسۡبِقُ
mendahului
مِنۡ
dari
أُمَّةٍ
suatu ummat
أَجَلَهَا
ajalnya
وَمَا
dan tidak
يَسۡتَـٔۡخِرُونَ
mereka terlambat
مَا
tidak
تَسۡبِقُ
mendahului
مِنۡ
dari
أُمَّةٍ
suatu ummat
أَجَلَهَا
ajalnya
وَمَا
dan tidak
يَسۡتَـٔۡخِرُونَ
mereka terlambat
Terjemahan
Tidak ada satu umat pun yang dapat menyegerakan ajalnya dan tidak (pula) menangguhkan(-nya).
Tafsir
(Tidak dapat sesuatu umat pun mendahului ajalnya) seumpamanya mereka mati sebelum ajal mereka (dan tidak dapat pula mereka terlambat) dari ajalnya itu. Lafal Yasta'khiruna dalam bentuk jamak dikaitkan kepada lafal Ummatin yang bentuknya muannats, hal ini memandang dari segi maknanya, karena ummatin berarti jamak.
Tafsir Surat Al-Mu'minun: 42-44
Kemudian Kami ciptakan sesudah mereka umat-umat yang lain. Tidak (dapat) suatu umat pun mendahului ajalnya, dan tidak (dapat pula) mereka terlambat (dari ajalnya itu). Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturut-turut. Tiap-tiap seorang rasul datang kepada umatnya, umat itu mendustakannya; maka Kami perikutkan sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Dan Kami jadikan mereka buah tutur (manusia), maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang tidak beriman. (Al Muminun: 42-44) Firman Allah ﷻ: Kemudian Kami ciptakan sesudah mereka umat-umat yang lain. (Al Muminun: 42) Yaitu umat-umat dan generasi-generasi lain sesudah mereka tiada. Tidak (dapat) suatu umat pun mendahului ajalnya, dan tidak (dapat pula) mereka terlambat (dari ajalnya itu). (Al Muminun: 43) Tetapi mereka dimusnahkan sesuai dengan apa yang ditakdirkan oleh Allah bagi mereka.
Yang hal tersebut telah tercatat di dalam Lauh Mahfuz dan telah diketahui-Nya sebelum mereka tercipta. Mereka dimusnahkan generasi demi generasi dan umat demi umat. Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturut-turut. (Al Muminun: 44) Ibnu Abbas mengatakan bahwa sebagian dari rasul-rasul itu datang berurutan setelah sebagian yang lainnya. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firnan-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah tagut itu, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesalan baginya. (An-Nahl: 36) Adapun firman Allah ﷻ: Tiap-tiap seorang rasul datang kepada umatnya, umat itu mendustakannya. (Al Muminun: 44) Maksudnya, sebagian besar dari mereka mendustakannya.
Seperti juga yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Alangkah besarnya penyesalan terhadap hamba-hamba itu, tiada datang seorang rasul pun kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya. (Yasin: 30) Firman Allah ﷻ: maka Kami perikutkan sebagian mereka dengan sebagian yang lain. (Al Muminun: 44) Yakni Kami binasakan mereka generasi demi generasi. Sama pengertian-nya dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. (Al-Isra: 17) Adapun firman Allah ﷻ: Dan Kami jadikan mereka buah tutur (manusia). (Al Muminun-44) Yaitu sebagai cerita dan kisah bagi manusia (sesudah mereka). Semakna dengan firman-Nya: maka Kami jadikan mereka buah tutur dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. (Saba: 19)"
Allah memberi batas waktu bagi kehidupan, kematian, atau kebinasaan umat para nabi tersebut. Tidak ada satu umat pun yang dapat menyegerakan atau mendahuli ajalnya, yaitu batas waktu kematian atau kebinasaan yang telah Allah tetapkan berdasar sunatullah yang berlaku umum, dan tidak dapat pula mereka menangguhkannya. 44. Kemudian, Kami utus kepada kaum-kaum itu rasul-rasul Kami secara berturut-turut. Setiap kali seorang rasul datang kepada suatu umat untuk mengajak mereka menghamba dan bertauhid kepada Allah, mereka mendustakannya, maka Kami silihgantikan sebagian mereka dengan sebagian yang lain, yakni Kami musnahkan mereka secara silih berganti. Dan Kami jadikan mereka bahan cerita bagi kaum sesudahnya. Maka, kebinasaanlah bagi kaum yang tidak beriman kepada risalah para rasul.
Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa tidak ada satu umat pun yang dapat mempercepat ajal atau kehancuran mereka, dan tidak pula dapat menundanya. Semua itu berlaku sesuai dengan ketentuan Allah Yang Mahakuasa, yang mengatur alam ini dengan segala isinya dengan tertib, teratur dan lancar. Oleh karena itu, umat-umat yang telah binasa itu tidak dapat mendahului ajalnya yang telah ditentukan dan tidak pula mereka dapat mengundurkannya atau menundanya, sebab setiap umat telah ada ketetapan lebih dahulu di Lauh Mahfuz, berapa lama mereka akan mengalami hidup di dunia.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ketentuan Nasib Sesuatu Umat
Tuhan terangkan, bahwasanya sesudah binasa umat yang diriatangi oleh Nabi Nuh dan kaum ‘Ad yang diriatangi oleh Nabi Hud itu, telah muncul pula.
Kemudian itu, sesudah mereka, Kami timbulkan pula beberapa keturunan yang lain.
Penerimaan umat-umat dan kaum itu sama saja. Tidak ada kata kebenaran yang terus saja mereka terima, melainkan mereka haritah dan sanggah. Kadang-kadang hati kecil mereka tidaklah dapat membantahnya, tetapi hawa nafsu atau kemewahan yang palsu, atau karena ikatan kemegahan dunia fana, menyebabkan mereka tidak kuat melepaskan diri dari cengkeraman fikiran yang salah.
Rasul-rasul itu mereka dustakan kebenaran yang dibawa Rasul itu mereka haritah. Akhinya niscaya berlaku juga hukum Tuhan yang tetap, hukum Tuhan yang tidak dapat diriahului baik satu saat, atau dita'khirkan satii saat pula. Jika pada barang benda berlaku hukum sebab akibat, dalam umat-umat dan bangsa hukum itu pun berlaku. Setiap umat mesti sudi menerima pimpinan yang benar, kalau tidak niscaya jatuhlah pimpinan kepada yang salah.
Apabila tertumpah jalan salah, akhinya tidak dapat dikendalikan lagi, maka datanglah saat keruntuhan. Dan tidaklah ada sesuatu kekuatan makhluk yang dapat menghambat datangnya keruntuhan itu. Ini adalah Takdir dan ini pdalah Sunnatullah.
Runtuh umat yang telah lalu, baik runtuh pertahanan jiwa ataupun runtuh negeri dan kota, tersebab malapetaka alam, gempa bumi, letusan gunung berapi, hujan batu atau taufan kalimbubu. Salah satu bekas negeri yang tinggal runtuhnya itu ialah negeri Pompeyi yang tertimbun oleh letusan gunung Vesuvius pada abad pertama hidupnya Nabi Isa, dan baru dapat digali kembali setelah 18 abad kemudian. Maka ketihalan bangkai-bangkai manusia yang tertimbun oleh lahar dan abu. Kota-kota yang indah, jalan raya yang bagus dan pasar yang ramal. Orang sedang duduk bercengkerama bersenda-gurau tertimbun lahar diriapati keadaannya seakan-akan baru terjadi kemarin. Maka jelaslah diperlihatkan betapa kehidupan mereka pada waktu itu, sehingga pun cara hubungan yang amat cabul di antara laki-laki dan perempuan nampak kelihatan pada bangkai-bangkai yang telah tertimbun itu. Di Harira-maut bertemu sebuah gua jalan air di bawah tanah yang busuk, bernama telaga Barhut. Menurut kepercayaan penduduk di sana, telaga itu adalah salah satu bekas dari kaum ‘Ad yang membantah Nabi Hud dahulu itu.
Banyak lagi umat yang lain. Kemajuan penyelidikan sejarah purbakala, ilmu Antropologi dan Archeologi masih tetap berkembang dan penyelidikan belum habis-habisnya untuk melihat kebudayaan umat-umat yang telah terpendam dalam lapIsan bumi ini. Dan mereka pun menjadi buah mulut dari orang yang datang di belakang. Dan sebagai kita katakan ketika menceritakan Nabi Nuh, bekas perahu itu telah diriapat di atas lereng pegunungan Ararat, yang kalau bukanlah suasana perang dingin blok Barat dengan blok Timur, akan lekaslah selesai penyelidikan atas bekas perahu itu Dan di waktu Nabi Muhammad masih hidup, dalam satu perjalanan pergi berperang telah bertemu pula bekas perkampungan kaum Tsamud, kaum yang diriatangi oleh Nabi Shalih. Di sana diriapati ada air tergenang. Betapa pun hausnya sahabat-
sahabat Nabi yang tengah dalam perjalanan itu, namun men melarang Keras mereka minum dari air yang tergenang itu. takut ketularan penyakit walaupun sudah berlalu beratus-ratus tahun.
“Kami jadikan mereka menjadi buah mulut orang."
Alangkah tepatnya sejarah bangsa-bangsa mengisi ayat ini, sehingga dapatlah dibuktikan, bahwasanya umat-umat dan bangsa yang telah binasa itu, kian maju penyelidikan kepada zaman lampau, kian bertambahlah mereka menjadi buah mulut. Namun orang yang tidak beriman kian lama kian jauh juga. Peraturan dan undang-undang alam tidaklah berubah. Yang melanggar peraturan pasti hancur, yang keluar daripada garis kebenaran pasti binasa, demikian dahulu, demikian sekarang, dan demikian nanti. Namun yang tidak mau percaya, yang tidak beriman, bertambah jauh juga dari kebenaran, sehingga terkadang orang baik-baik pun menjadi kurhari dan kecengkalannya orang-orang yang tidak beriman itu.
Niscaya kadang-kadang timbullah pertanyaan, mengapakah kiranya setelah demikian terang wahyu memberitahu, namun umat manusia masih saja ada yang menurutkan kehendak hawanafsunya? Meskipun Rasul-rasul tidak datang lagi ke dunia, namun kitab-kitab suci telah mereka tinggalkan untuk menjadi pedoman. Mengapa manusia masih lalai?
Niscaya akan demikianlah halnya. Sebab nilai kebenaran Ilahi tidaklah akan nampak kalau tidak ditapia dan dikiasi dengan percobaan dan perjuangan, agar terlaksanalah kehendak tertinggi dari Ilahi, untuk membeh penentuan manakah hambanya yang sesat dan mana pula yang selamat karena budi akalnya.
Karena iman yang diriapat karena hasil percobaan Ilahi dan perjuangan hidup, adalah iman yang dijamin kualitas dan mutunya.