Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
هُمۡ
mereka
فِي
dalam
صَلَاتِهِمۡ
sholat mereka
خَٰشِعُونَ
orang-orang yang khusyu`
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
هُمۡ
mereka
فِي
dalam
صَلَاتِهِمۡ
sholat mereka
خَٰشِعُونَ
orang-orang yang khusyu`
Terjemahan
(Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya,
Tafsir
(Yaitu orang-orang yang khusyuk dalam salatnya) dengan merendahkan diri penuh perasaan kepada Allah.
Tafsir Surat Al-Mu'minun: 1-11
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, 2. (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam sembahyangnya, 3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, 4. dan orang-orang yang menunaikan zakat, 5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, 6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. 7. Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.
8. dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. 9. dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. 10. mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi, 11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya. (al-Muminuun: 1-11) Firman Allah: qad aflahal muminuun (Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman) maksudnya mereka telah mendapatkan kemenangan, kebahagiaan, serta memperoleh keberuntungan. Mereka itulah orang-orang Mukmin yang bersifat dengan sifat-sifat berikut ini, alladziina Hum fii shalaatiHim khaasyiuuna (Orang-orang yang khusyu dalam shalatnya.) Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu Abbas: khaasyiuuna (Orang-orang yang khusyu) yaitu orang-orang yang takut lagi penuh ketenangan.
Dari Ali bin Abi Thalib ra: Yang dimaksud dengan khusyu di sini adalah kekhusyuan hati. Sedangkan al-Hasan al-Bashri mengungkapkan: Kekhusyuan mereka itu berada di dalam hati mereka, sehingga karenanya mereka menundukkan pandangan serta merendahkan diri mereka. Khusyu dalam shalat hanya dapat dilakukan oleh orang yang mengkonsentrasikan hati padanya serta melupakan berbagai aktifitas selain shalat, serta mengutamakan shalat atas aktifitas yang lain.
Pada saat itulah akan terwujud ketenangan dan kebahagiaan baginya. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah ﷺ dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan an-Nasa-i, dari Anas, dari Rasulullah ﷺ, dimana beliau bersabda: Diberikan kepadaku kecintaan terhadap wanita dan wangi-wangian, dan shalat dijadikan untukku sebagai amalan yang paling menyenangkan. (HR Ahmad dan an-Nasa-i). Firman Allah: walladziina Hum anil laghwi muri-dluun (Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari [perbuatan dan perkataan] yang tiada berguna.) yakni dari kebathilan.
Yang mana hal itu mencakup juga kemusyrikan, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian mereka, serta berbagai ucapan dan perbuatan yang tidak membawa faedah dan manfaat, sebagaimana yang difirmankan Allah: wa idzaa marruu bil laghwi marruu kiraaman (Dan apabila mereka bertemu dengan [orang-orang] yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui [saja] dengan menjaga kehormatan dirinya.) (al-Furqaan: 72) Qatadah berkata: Demi Allah, mereka didatangi perintah Allah yang menghentikan mereka dari hal tersebut [tak berguna].
Firman-Nya: walladziina Hum lizzakaati faailuun (dan orang-orang yang menunaikan zakat.) mayoritas berpendapat bahwa yang dimaksud dengan zakat disini adalah zakat maal (harta), padahal ayat ini adalah Makkiyyah. Yang tampak secara lahiriyah, bahwa yang diwajibkan di Madinah adalah nishab dan ukuran yang khusus. Jika tidak demikian, berarti dasar zakat pertama diwajibkan di Makkah. Dan dalam surah al-Anam yang merupakan surah Makkiyyah, Allah Taala berfirman: wa aatuu haqqaHuu yauma hashaadiHi (Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya.)(al-Anam: 141), bisa saja yang dimaksud dengan zakat di sini adalah penyucian jiwa dari kemusyrikan dan kotoran.
Yang demikian itu sama seperti firman-Nya: qad aflaha man zakkaaHaa wa qad khaaba man dassaaHaa (Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (asy-Syams: 9-10) wallaaHu alam. Firman Allah: walladziina Hum lifuruujiHim haafidhuun. Illaa alaa azwaajiHim au maa malakat aimaanuHum fa innaHum ghairu maluumiina. Famanibtaghaa waraa-a dzaalika fa-ulaa-ika Humul aaduun (Dan orang-orang yang menjaga kemaluaannya, kecuali terhadap istri-istri merek atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
Barangsiapa yang mencari dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.) yakni orang-orang yang telah memelihara kemaluan mereka dari yang haram, sehingga mereka tidak terjerumus dalam hal-hal yang dilarang oleh Allah ﷻ Baik itu dalam bentuk perzinaan maupun liwath [homoseksual]. Dan mereka tidak mendekati kecuali istri-istri mereka sendiri yang telah dihalalkan oleh Allah bagi mereka atau budak-budak yang mereka miliki.
Barangsiapa yang mengerjakan apa yang dihalalkan oleh Allah, maka tidak ada cela dan dosa baginya. Oleh karena itu, Allah Taala berfirman: fa innaHum ghairu maluumiin.famanibtaghaa waraa-a dzaalika (Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu.) maksudnya selain istri dan budak. Fa-ulaa-ika Humul aaduun (Maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.) wallaaHu alam. Imam asy-Syafii dan orang-roang yang sejalan dengannya telah menggunakan ayat berikut ini untuk mengharamkan onani: walladziina Hum lifuruujiHim haafidhuun.
Illaa alaa azwaajiHim au maa malakat aimaanuHum (Dan orang-orang yang menjaga kemaluaannya, kecuali terhadap istri-istri merek atau budak yang mereka miliki) dia mengatakan: Pelaku perbuatan ini di luar dari kedua bagian tersebut. Dan Allah Taala berfirman: Famanibtaghaa waraa-a dzaalika fa-ulaa-ika Humul aaduun (Barangsiapa yang mencari dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.) wallaaHu alam. Firman-Nya: walladziina Hum li amaanaatiHim wa aHdiHim raauuna (Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat [yang dipikulnya] dan janjinya.) yakni jika mereka diberi kepercayaan, maka mereka tidak akan mengkhianatinya tetapi mereka menunaikannya kepada yang berhak.
Dan jika mereka berjanji atau melakukan akan perjanjian, maka mereka menepatinya, tidak seperti sifat-sifat orang munafik. Firman Allah: walladziina Hum alaa shalawaatiHim yuhaafidhuuna (Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.) maksudnya senantiasa mereka mengerjakannya tepat pada waktunya, sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Masud, aku pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, kutanyakan: Ya Rasulallah, apakah amal perbuatan yang paling disukai Allah? Beliau menjawab: Shalat tepat pada waktunya.
Lalu apa lagi? tanyaku. Beliau menjawab: Berbakti kepada kedua orang tua. Kemudian apa lagi? tanyaku lebih lanjut. Maka beliau menjawab: Jihad di jalan Allah. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab ash-Shahihain. Qatadah berkata: Tepat pada waktunya, ruku dan sujudnya. Setelah Allah mensifati mereka dengan sifat-sifat terpuji dan berbagai perbuatan mulia, Dia berfirman: ulaa-ika Humul waaritsuuna.
Alladziina yaritsuunal firdausaHum fiiHaa khaaliduuna (Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, [yakni] yang akan mewarisi Surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.) dalam kitab ash-Shahihain disebutkan, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Jika kalian meminta surga kepada Allah, maka mintalah surga Firdaus kepada-Nya, karena sesungguhnay Firdaus adalah surga yang paling tengah-tengah dan paling tinggi. Diperlihatkan kepadaku di atasnya terdapat Arsy Rabb yang Mahapemurah. (HR Al-Bukhari dan Muslim) Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra.
dia bercerita, Rasulullah ﷺ bersabda: Tidak seorang pun dari kalian melainkan mempunyai dua kedudukan. Satu kedudukan di surga dan satu kedudukan di neraka. jika dia mati dan masuk neraka, maka kedudukannya di surga diwarisi oleh penghuni surga. Dan itulah makna firman-Nya: Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. (HR Ibnu Majah) Dan yang lebih mendalam dari hal itu adalah apa yang ditegaskan dalam shahih Muslim, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, dari ayahnya, dari Nabi, beliau bersabda: Pada hari kiamat kelak, akan datang beberapa orang dari kaum Muslimin dengan membawa dosa sebesar gunung, lalu Allah memberikan ampunan kepada mereka dan meletakkannya kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani.
Dan dalam lafadz yang juga milik Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda: Jika hari kiamat tiba, Allah menyodorkan kepada setiap Muslim seorang Yahudi atau Nasrani, lalu dikatakan: Inilah pembebas [tebusan]mu dari Neraka. (HR Muslim). Maka Umar bin Abdul Aziz pernah meminta kepada Abu Burdah untuk bersumpah dengan menyebut: Demi Allah yang tiada Ilah (Yang haq) selain Dia, sebanyak tiga kali, bahwa ayahnya pernah menyampaikan hadits dari Rasulullah ﷺ
tentang hal itu. Maka Abu Burdah pun bersumpah kepadanya. Perlu saya (Ibnu Katsir) katakan: Ayat ini senada dengan firman Allah Taala berikut ini, Itulah surge yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa. (QS. Maryam: 63). Wallahu alam.
1-2. Sungguh, pasti beruntung orang-orang mukmin yang telah mantap imannya dan terbukti dengan mengerjakan amal-amal saleh. Orang yang demikian itu ialah orang yang khusyuk dalam salatnya, yakni tumakninah, rendah hati, fokus, serta menyadari dengan sepenuuhnya bahwa dia sedang menghadap Sang Penciptanya (Lihat juga: al-Baqarah/2: 45'46). 3. Dan di antara mereka yang akan memperoleh keberuntungan adalah orang yang menjauhkan diri, atau tidak memberi perhatian secara lahir dan batin, dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna, yaitu se-suatu yang sebenarnya di satu sisi tidak dilarang, namun di sisi lain tidak ada mendatangkan manfaat.
.
Khusyuk dalam salat. Dalam ayat ini Allah menjelaskan sifat yang kedua, yaitu seorang mukmin yang beruntung, jika salat benar-benar khusyuk dalam salatnya, pikirannya selalu mengingat Allah, dan memusatkan semua pikiran dan panca inderanya untuk bermunajat kepada-Nya. Dia menyadari dan merasakan bahwa orang yang salat itu benar-benar sedang berhadapan dengan Tuhannya, oleh karena itu seluruh anggota tubuh dan jiwanya dipenuhi kekhusyukan, kekhidmatan dan keikhlasan, diselingi dengan rasa takut dan diselubungi dengan penuh harapan kepada Tuhannya. Untuk dapat memenuhi syarat kekhusyukan dalam salat, harus memperhati-kan tiga perkara, yaitu:
a) Paham apa yang dibaca, supaya apa yang diucapkan lidahnya dapat dipahami dan dimengerti, sesuai dengan ayat:
Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur'an ataukah hati mereka sudah terkunci? (Muhammad/47: 24)
b) Ingat kepada Allah, sesuai dengan firman-Nya:
Dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku. (thaha/20: 14)
c) Salat berarti munajat kepada Allah, pikiran dan perasaan orang yang salat harus selalu mengingat dan jangan lengah atau lalai. Para ulama berpendapat bahwa salat yang tidak khusyuk sama dengan tubuh tidak bernyawa. Akan tetapi ketiadaan khusyuk dalam salat tidak membatalkan salat, dan tidak wajib diulang kembali.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Surat
AL-MU'MINUN
(ORANG-ORANG YANG BERIMAN)
Surat 23: 118 ayat Diturunkan di MAKKAH
Dengan nama Allah Yang Maha Murah lagi Pengasih.
Perjuangan Dan Kemenangan
Ayat 1
“Sesungguhnya menanglah orang-orang yang beriman." (ayat 1).
Kalimat “menang" adalah bukti bahwasanya perjuangan telah dilalui menghadapi musuh atau berbagai kesulitan. Orang tidaklah sampai kepada
tengah jalan. Memang sungguh banyak yang harus diatasi, dikalahkan dan ditundukkan dalam melangkah ke muka mencapai kemenangan. Kalau sekiranya suatu bangsa mempunyai banyak musuh atau rintangan di dalam perjalanannya untuk mencapai martabat yang lebih tinggi.
Rintangan dari kebodohan, rintangan dari nafsu-nafsu jahat yang ada dalam diri sendiri, yang mungkin membawa derajat kemanusiaan jadi jatuh, sehingga kembali ke tempat kebimbangan rintangan dari syaitan yang selalu merayu dan memperdayakan, semuanya pasti bertemu dalam hidup.. Hati nurani manusia ingin kejayaan, kemulIsan dan kedudukan yang lebih tinggi. Tetapi hawanafsunya mengajaknya atau menariknya supaya jatuh ke bawah. Kalau kiranya “pegangan hidup" tidak ada, diri itu pasti kalah dan tidak tercapai apa yang dimaksud, yaitu kemenangan hidup.
Maka di dalam ayat ini diberikan keterangan bahwasanya kemenangan pastilah diriapat oleh orang yang beriman, orang yang percaya. Kalimat ‘qad" yang terletak di pangkal fi'il matihi (Aflaha) menurut undang-undang bahasa Arab adalah menunjukkan kepastian. Sebab itu maka ia (Qad) diartikan “sesungguhnya".
Hanyalah adanya kepercayaan adanya Tuhan jalan satu-satunya buat membebaskan diri dari perhambaan hawanafsu dunia dan syaitan. Penga-laman-pengalaman di dalam hidup kita kerapkali menunjukkan bahwasanya di atas kekuasaan kita yang terbatas ini ada kekuasaan Ilahi. Kekuasaan Ilahi itulah yang menentukan, bukan kekuasaan kita. Tetapi kepercayaan dalam hati saja, belumlah cukup kalau belum diisi dengan perbuatan. Iman mendorong sanubari buat tidak mencukupkan dengan hanya semata pengakuan lidah.
Dia hendaklah diikuti dengan bukti dan bakti. Kemudian bukti-bukti itu memperkuat Iman pula kembali. Di antara Iman dan perbuatan adalah isi-mengisi, kuat-menguatkan. Bertambah banyak ibadat, bertambah kuatlah Iman. Bertambah kuat Iman, bertambah pula kelezatan dalam jiwa lantaran beribadat dan beramal.
Maka ditunjukkanlah 6 (enam) syarat yang wajib dipenuhi sebagai bukti Iman. Kalau 6 syarat ini telah terisi, pastilah menang. Menang mengatasi kesulitan diri sendiri, menang dalam bemegara, dan lanjutan dari kemenangan semuanya itu ialah syurga jannatul firdaus.
Syarat kemenangan Peribadi Mu'min yang pertama ialah:
Sembahyang Yang Khusyu'
Ayat 2
“Orang-orang yang khusyu' di dalam melakukan sembahyang." (ayat 2).
Tuhan tidaklah semata-mata untuk dipercayai. Kalau semata hanya dipercayai, tidaklah akan terasa betapa eratnya hubungan dengan DIA.
Tuhan tidaklah semata-mata untuk dipercayai. Kalau semata hanya dipercayai, tidaklah akan terasa betapa eratnya hubungan dengan DIA. Kita mempunyai instink rasa takut. Kita dipengaruhi oleh rasa takut kepada kemiakinan, takut kepada kematian, takut akan tekanan-tekanan sesama kita manusia, kezaliman orang-orang yang berkuasa atas kita. Bahkan kadang-kadang manusia yang berani pun ada juga naluri takutnya. Roosevelt Presiden Amerika Syarikat dalam Perang Dunia Kedua, menambahkan lagi salah satu tujuan “Declaration of Human Right" ialah bebas dari rasa takut (freedom from fear). Padahal tidaklah manusia dapat membebaskan diri dari rasa takut itu, sebab naluri rasa takut adalah sebagian dari naluri rasa takut mati. Takut mati ialah karena keinginan hendak terus hidup.
Dengan mengerjakan sembahyang, yaitu bahasa nenek-moyang kita yang telah kita pakai untuk arti “shalat", maka seluruh rasa takut telah terpusat kepada Tuhan, maka tidaklah ada lagi yang kita takuti dalam hidup ini. Kita tidak takut mati, karena dengan mati kita akan segera berjumpa dengan Tuhan untuk mempertanggungjawabkan amat kita selama hidup. Kita tidak takut kepada zalim aniaya sesama manusia, karena sesama manusia itu hanyalah makhluk sebagai kita juga. Kita tidak takut kepada lapar lalu tak makan, karena rezeki kita telah dijamin Tuhan, asai kita mau berusaha. Kita tidak takut menghartang bahaya, karena tidak ada yang bergerak dalam alam ini kalau tidak ditentukan Tuhan. Dengan sembahyang yang khusyu* rasa takut menjadi hilang, lalu timbul perasaan-perasaan yang lain. Timbullah pengharapan (desire) dan pengharapan adalah kehendak asasi manusia. Hidup manusia tidak ada artinya samasekali kalau dia tidak mempunyai pengharapan.
Sembahyang 5 waktu adalah laksana setasiun-setasiun perhentian iatirahal jiwa di dalam perjuangan yang tidak henti-hentinya ini. Sembahyang adalah saat untuk mengambil kekuatan baru melanjutkan perjuangan lagi. Sembahyang dimulai dengan “Allahu Akbar" itu adalah saat membulatkan tagi jiwa kita supaya lebih kuat, karena hanya Allah Yang Maha Besar, sedang segala perkara yang lain adalah urusan kecil belaka. Tak ada kesulitan yang tak dapat diatasi.
Khusyu1 artinya ialah hati yang patuh dengan sikap badan yang tunduk.
Sembahyang yang khusyu*, setelah menghilangkan rasa takut adalah pula menyebabkan berganti dengan berani, dan jiwa jadi bebas. Jiwa tegak terus naik ke atas, lepas dari ikatan alam, langsung menuju Tuhan. Dengan sembahyang barulah kita merasai nilai kepercayaan (Iman) yang tadiriya telah tumbuh dalam hati. Orang yang beriman pasti sembahyang, tetapi sembahyang tidak ada artinya kalau hanya semata gerak badan berdiri, duduk, ruku' dan sujud. Sembahyang mesti berisi dengan khusyu1. Sembahyang dengan khusyu1 adalah laksana tubuh dengan nyawa. Tuhan memberi ukuran waktu paling sedikit (minimum) untuk mengerjakan sembahyang itu 5 waktu. Tetapi sembahyang lima waktu yang khusyu* menyebabkan Mu'min ingin lagi membuat hubungan lebih baik dengan Tuhan, lalu si Mu'min mengerjakan shalat yang nawafil
“Dialah yang menjadikan untuk kamu apa yang ada di bumi semaunya."
(al-Baqarah 29)
Memberiteng Peribadi
Ayat 3
“Dan orang-orang yang terhadap segala laku yang sia-sia menampik dengan keras." (ayat 3).
Saat hidup kita dalam dunia ini amatlah singkatnya, dserah yang kita jalani amatlah terbatas. Sedang mencoba-coba mempergunakan umur, meresek meraba ke kiri-kanan, tiba-tiba umur telah habis. Mana yang telah pergi tidak dapat diulangi lagi. Sebab itu maka segala tingkah laku, baik perbuatan atau ucapan hendaklah ditakar sebaik-baiknya.
“Al-Laghwi" dari kata “Laghaa", artinya perbuatan atau kata-kata yang tidak ada faedahnya, tidak ada nilainya. Baik senda-gurau atau main-main yang tak ada ujung pangkalnya.
Kalau perbuatan atau tingkah laku atau perkataan sudah banyak yang percuma dan sia-sia, peribadi tidak jadi naik, melainkan turun kembali. Maka kekuatan peribadi yang telah diriapat dengan sembahyang khusyu* haruslah dipelihara, dengan mengurangi garah, senda-gurau, berjudi walaupun tak bertaruh. Di dalam satu majlia besar, peribadi dapat diukur menurut nilai tingkah laku dan ucapan. Sebagaimana pepatah orang Arab:
“Barangsiapa yang banyak main-main, dipandang orang ringanlah nilai dirinya."