Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقُل
dan katakanlah
رَّبِّ
ya Tuhanku
ٱغۡفِرۡ
berilah ampunan
وَٱرۡحَمۡ
dan rahmat
وَأَنتَ
dan Engkau
خَيۡرُ
sebaik-baik
ٱلرَّـٰحِمِينَ
Pemberi Rahmat
وَقُل
dan katakanlah
رَّبِّ
ya Tuhanku
ٱغۡفِرۡ
berilah ampunan
وَٱرۡحَمۡ
dan rahmat
وَأَنتَ
dan Engkau
خَيۡرُ
sebaik-baik
ٱلرَّـٰحِمِينَ
Pemberi Rahmat
Terjemahan
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Ya Tuhanku, berilah ampunan dan rahmat. Engkaulah sebaik-baik pemberi rahmat.”
Tafsir
(Dan katakanlah! "Ya Rabbku! Berilah ampun dan berilah rahmat) kepada orang-orang Mukmin dalam bentuk rahmat di samping ampunan itu (dan Engkau adalah pemberi rahmat yang paling baik") artinya Pemberi rahmat yang paling utama.
Tafsir Surat Al-Mu'minun: 117-118
Dan barang siapa yang menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat yang paling baik. Allah ﷻ mengancam orang yang mempersekutukan-Nya dengan yang lain dan menyembah selain-Nya bersama Dia, dan Allah memberitahukan bahwa sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah itu tidak mempunyai bukti yang menguatkan perbuatannya, yakni tiada dalil yang melandasi pendapatnya yang demikian itu.
Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tiada suatu dalil pun baginya tentang itu. (Al-Muminun: 117) Kalimat 'padahal tiada suatu dalil pun baginya tentang itu' merupakan kalimat sisipan, sedangkan jawab syarat-nya adalah firman Allah ﷻ berikutnya, yaitu: maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. (Al Muminun: 117) Yakni Allah-lah yang kelak akan menghisab (memperhitungkan) perbuatannya itu. Kemudian Allah ﷻ memberitahukan melalui firman selanjutnya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. (Al Muminun: 117) Artinya, kelak di hari kiamat di hadapan Allah tidak beroleh keberuntungan dan tidak pula keselamatan. ". [" ]: Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi ﷺ pernah bertanya kepada seorang lelaki, "Apakah yang kamu sembah?" Lelaki itu menjawab, "Saya menyembah Allah, juga menyembah anu dan anu," seraya menyebut nama beberapa berhala sembahannya yang lain.
Rasulullah ﷺ bertanya, "Manakah di antara sembahanmu itu bila kamu tertimpa musibah, lalu kamu menyerunya dan dia melenyapkan musibah itu darimu?" Si lelaki itu menjawab, "Allah Yang Mahaagung lagi Mahamulia." Rasulullah ﷺ bertanya, "Siapakah di antara sesembahan-sesembahanmu itu yang bila kamu mempunyai suatu keperluan, lalu kamu menyerunya, maka dia memberikan kepadamu apa yang kamu perlukan?" Si lelaki menjawab, "Allah Yang Mahaagung lagi Mahamulia." Nabi ﷺ bertanya, "Lalu apakah yang mendorongmu menyembah berhala-berhala itu di samping Dia? Ataukah kamu mengira bahwa berhala-berhala itu dapat mengalahkan Dia?" Si lelaki berkata dalam jawabannya, "Saya bermaksud mengungkapkan rasa syukur saya kepada-Nya lewat menyembah berhala-berhala itu." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Kalian mengetahui, tetapi kalian tidak mengamalkannya." Setelah lelaki itu masuk Islam, ia berkata, "Saya telah bersua dengan seseorang yang mendebat saya." Bila ditinjau dari jalur periwayatannya hadis ini berpredikat mursal.
Akan tetapi, Abu Isa At-Turmuzi di dalam kitab Jami'-nya telah meriwayatkannya dengan menyandarkannya kepada Imran ibnul Husain, dari ayahnya, dari Rasulullah ﷺ, lalu disebutkan hal yang semisal. Firman Allah ﷻ: Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat yang paling baik. (Al Muminun: 118) Melalui ayat ini Allah memberi petunjuk kepada Nabi-Nya tentang apa yang harus diucapkan dalam berdoa kepada-Nya.
Ampunan
artinya Allah menghapus dosa-dosanya dan menyembunyikannya dari manusia. Rahmat artinya diberikan bimbingan dan taufik oleh Allah dalam semua ucapan dan perbuatannya."
118. Dan katakanlah, wahai Nabi Muhammad, 'Ya Tuhanku, berilah ampunan kepadaku dan umatku, dan berilah rahmat kepada kami semua. Engkau adalah Maha Pengampun dan Engkaulah pemberi rahmat yang terbaik. '[]1. Surah ini dibuka dengan penegasan bahwa ketentuan hukum Allah wajib dilaksanakan. 'Inilah suatu surah yang Kami turunkan dan Kami wajibkan bagi kamu untuk menjalankan hukum-hukum di dalam-nya, dan Kami turunkan di dalamnya tanda-tanda yang jelas tentang kekuasaan dan keesaan Kami agar kamu selalu ingat dan mengambil pelajaran darinya.
Ayat ini menerangkan bahwa setelah menjelaskan keadaan orang-orang kafir, kebodohan mereka di dunia dan siksaan yang disediakan bagi mereka di akhirat, Allah memerintahkan Rasul-Nya supaya memohon kepada-Nya agar dimaafkan semua kesalahan yang diperbuatnya, diberi rahmat dengan diterima tobatnya, dan dibebaskan dari azab atas kelalaian dan kekeliruan yang telah diperbuatnya, karena Dialah Pemberi rahmat yang paling baik. Perintah Allah kepada Rasul-Nya seperti tersebut di atas, adalah untuk menjadi contoh yang baik bagi umatnya. Setiap kali mereka berbuat kesalahan, supaya mereka beristigfar, dan setiap mereka berbuat maksiat, supaya cepat-cepat bertobat, jangan sampai kesalahan dan maksiat itu bertumpuk-tumpuk, karena yang demikian itu akan menjadi beban yang berat nanti di hari akhirat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Apakah kamu menyangka bahwa itu semua Kami jadikan dengan sia-sia, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
Pengetahuan", dan ilmu pengetahuan adalah hasil dari berbagai penyelidikan dan teori-teori. Maka perkembangan ilmu pengetahuan itu tidaklah segera kita tolak, malahan kita bersedia menerimanya dan menerima pula perubahan-perubahan dan kelanjutannya. Sebab hasil penyelidikan ilmu pengetahuan tidaklah mutlak. Lantaran itu maka penafsir-penafsir Islam moden menegaskan bahwa dalam a)-Al-Qur'an dan Hadist tidaklah ada keterangan sudah beratus tahunkah sampai sekarang Adam dan Hawa itu. Karena tidak keterangannya, “boleh jadi" Adam dan Hawa itu memang sudah 500,000 tahun yang lalu. Setelah penafsir lagi mengemukakan tafsir berdasar kepaa suatu Hadist riwayat Ibnu Abbas, bahwa Adam yang kita sebutkan sekarang adalah nenek-moyang manusia yang terakhir. Sebelum Adam yang sekarang sudah ada beribu-ribu (Alfualfi), tegasnya sejuta Adam. Sebab itu mereka tidaklah sekaligus menolak perkembangan ilmu pengetahuan Antropologi itu. Adapun penafsir yang memakai haluan Mazhab Salaf berpendirian sebagai kita lukiakan di atas: “Adam-Hawa sebagai nenek-moyang manusia adalah kepercayaan Agama. Itu kita pegang teguh. Adapun perkembangan ilmu pengetahuan kita terima dengan kesedIsan merombaknya pula. Karena penyelidikan manusia tidaklah pernah terhenti." (Di lain waktu kita jelaskan lagi).
Seberianya. Tidak ada Tuhan melainkan Dia. Tuhan bagi ‘Arsy yang mulia,
(117) Dan barangsiapa yang menyeru pula bersama dengan menyeru Allah, .akan Tuhan yang lain, padahal tidak ada keterangannya sedikit juga, maka perhitungannya adalah di sisi pengasuhnya. Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kejayaan orang-orang yang kafir.
Hidup Bukanlah Percuma
Setelah diterangkan Tuhan kepada ahli neraka bahwasanya hidup mereka di dunia dahulu itu hanyalah seberitar saja, habislah sekarang kIsah sesal keluhan ahli neraka. Kesan keluhan itu telah tinggal kepada kita yang meneruskan hidup ini, karena wahyu kIsah ahli neraka itu adalah untuk kita, bukan untuk orang lain. Seakan-akan Tuhan Allah mulai memalingkan mukanya kepada kita dan berkata: Meskipun hidup ini hanya seberitar saja, sehari atau setengah hari, bahkan lebih pendek dari itu, jika dibandingkan dengan dunia yang akan kita tinggalkan, atau akhirat yang akan kita tempati, haruslah kita ingat bahwa hidup yang hanya sekilat zaman atau sekejap mata itu, bukanlah diberikan dengan percuma dan tidak mempunyai tujuan.
Di antara makhluk Tuhan yang sebanyak ini di dalam dunia, lebih dimulia-kanlah manusia dari makhluk lain itu. Manusia diberi akal dari budi, diangkat dia menjadi “Khatifatullah" di bumi sehingga manusialah hanya yang mempunyai rasa, periksa, dan karsa. Fikiran, perasaan dan kemauan (iradat), pada binatang lain tidak ada pemberian selengkap itu. Manusia dalam perseorangan amat terbatas umunya, tetapi fikirannya tidaklah pendek. Cita-citanya tidaklah pendek. Usaha orang yang dahulu di samping oleh orang yang akan datang kemudian. Oleh sebab itu, meskipun orang seorang terbatas hidupnya namun kumpulan manusia dipendekkan “kemanusiaan" panjanglah umunya, sepanjang masa adanya manusia di dalam dunia ini. Sejak dahulu, sampai sekarang, sampai nanti. Di situlah pentingnya iman.dan amal shalih. Cita dan usaha, budi dan daya.
Kita diberi anal karena tugas KUCI uesm. vjieu «unu uu uuoiuan umen setiap peribadi menyia nyiakan umunya atau membuang-buangnya dengan sia-sia.
Jelas sekali bahwa kita tidak boleh menyangka bahwa kita ini hanya dihidupkan di dunia ini dengan sia-sia, bahkan tidak mungkin kita menyangka bahwa kita ini dijadikan dengan sia-sia.
Ayat 115 berupa pertanyaan: “Apakah kamu sangka kamu irti Kami jadikan dengan sia-sia?"
Berituk pertanyaan begini ‘i'sti/haam-inkaari'' namanya. Yaitu pertanyaan yang berisi tolakan.
Walaupun kecil-kecil badanmu, namun tugasmu besar. Walaupun amat pendek masa yang kamu pakai di dunia, namun persambung-sambungan di antara umur pendek generasi lama dengan umur pendek generasi baru, karena amal usaha kamu, menjadi bemilai dan menjadi amat panjang. Pokoknya ialah mempergunakan masa pendek itu dengan sebaik-baiknya.
Banyaklah manusia besar dalam dunia ini, baik Nabi dan Rasul, atau Failasuf dan ahli Hikmat, atau ahli-ahli ilmu pengetahuan, usianya telah beribu tahun, padahal tubuhnya telah lama hilang di perut bumi. Setelah dia mati, umunya panjang tinggal di dunia dan di akhirat pun dia akan mendapat umur yang lebih panjang dan panjang lagi. Tetapi ada pula manusia yang datang ke dunia tidak ada yang tahu dan kelak mati sematinya, hilang pun sehilangnya, tidak pula ada orang yang tahu. Orang yang hidup tetapi tak ada umur.
Saiyidiria Ali bin Abu Thatib berkata: “Walaupun kamu kecil begini, namun dunia adalah dalam dirimu."
Setelah kita sadar bahwa usia yarig pendek dapat diperpanjang dengan jasa untuk pusaka yang ditinggalkan, yang bernama juga amal untuk bekal ke akhirat, bertambah mengertilah kita siapa seberianya kita manusia ini.
“Karena sesungguhnya kamu tidak akan kembali kepada Kami Jua."
Terberitang alam, kita pun hidup di atasnya. Mengalir air dari gunung, kita pun membangun waduk (dam). Terletak batu dan bata, kita pun menyusunnya untuk tempat tinggal. Kita melihat kiri dan kanan, nampak bekas tangan manusia di dalam bumi. Maka mulailah dari sedikit ke sedikit kita menuju kepada kesadaran: “Dari mana kita dapat semua kelebihan ini? Jika kita berakal . dan berfikir, siapakah yang memberi anugerah akal dan fikiran itu?"
Ayat 116
Terlontarlah dari mulut: “Maha Tinggi Allah, Maharaja Yang Seberianya. Tidak ada Tuhan selain Dia. Tuhan Pengasuh Arsy yang mulia." (ayat 116).
Kalau di ayat-ayat yang lain mencari kesadaran tentang adanya Tuhan yang mengatur, dari melihat alam sekeliling, maka di ayat ini kita diauruh mencari Tuhan karena merenungkan diri sendiri atau hidup kita sendiri. Benarlah ucapan seorang failasuf (Cresson): “Manusia tidaklah hidup sendiri dalam dunia."
“Dialah Maharaja Yang Seberianya." Tidak ada maharaja yang lain. Ada juga manusia diberi gelar maharaja, namun kekuasaannya yang diriapat hariya--lah karena anugerah Tuhan juga, sedang kekuasaan itu terbatas pula. Ber
tambah tinggi jabatan orang menjadi raja, menjadi Kepala Negara, bertambah jelaslah segi-segi kelemahannya. Maharaja besar tidak dapat menangkia tua, maharaja besar tidak dapat menangkia maut. Dan jika pun dia rasa sebagian bumi, namun kuasanya tidaklah meliputi seluruh dunia. Maharaja besar tidak dapat menangkia serangan panas dan dingin dan tidak dapat menahan perjalanan hari,
“Tidak ada Tuhan selain Dia." (La llaha Ilia Huwa): Dialah Tuhan yang mengatur dan menjaga, memelihara dan membelai ‘Arasy, mahligai kebesaran dan kemulIsanNya.
Ayat 117
“Dan barangsiapa yang menderu pula bersama dengan menyeru Allah, akan Tuhan yang lain, padahal tidak ada keterangannya sedikit juga, maka perhitungannya adalah di sisi pengasuhnya." (ayat 117),
Laksana gelombang di laut, beralun, berombak dan beriak, seberitar naik dengan kerasnya, seberitar lagi menurun ke bawah dengan lemah-lembutnya, demikianlah susunan Wahyu diturunkan kepada Utusan Tuhan Muhammad s.a.w. untuk manusia. Di ayat-ayat yang lalu penuhlah ancaman dengan api neraka, tetapi di ayat selanjutnya manusia diauruh sadar kembali akan nilai hidupnya.
Yang sangat ingkar tak mau tahu diberi ancaman siksa neraka. Tetapi yang masih mau mempergunakan fikiran, dibuka pintu untuk berfikir. Sadarilah hidupmu, wahai insan! Sadarilah kekuataan yang ada dalam dirimu.
Kamu ini bukanlah sembarang makhluk, engkau adalah terpilih di antara segala yang bernyawa, sebab itu maka engkau diberi akal dan fikiran. Engkau sendiri pun sadar akan hal itu.
Taruhlah tidak ada agama ini, dan hidup ini tidak mempunyai peraturan yang turun dari langit, namun dalam akal budimu itu senantiasa ada keinginan kepada yang baik dan keberician kepada yang buruk. Dan hati kecilmu sendiri merasa bahwa ADA kekuasaan Maha Tinggi yang memberimu hidup, sehingga kamu dapat memperbedakan masa lampau, masa sekarang dan masa depan.
Sebab itu dijelaskanlah di ujung ayat 117: *...
“Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kejayaan orang-orang yang kafir."
Arti asli dari kafir ialah menolak, atau menampik. Orang yang menolak atau menampik kebenaran akan dikacaukan oleh kekafirannya sendiri.
Maka orang-orang yang sudi membaca al-Qur'an dengan seksama dan faham akan keindahan bahasanya, karena bahasa al-Qur'an memang bahwa Wahyu, akan merasailah betapa menaik, mendatar dan menurunnya gelora ombak ancaman dan bujukan Ilahi. Sejak dari ancaman siksa neraka sampai kepada ajakan berfikir. Di situlah rahasia ajaran Agama Islam yang sejati. Isinya adalah imbangan antara rayuan dan ancaman, kemurkaan diiringi kasih-sayang, azhab siksa dan persediaan memberi ampun. Oleh sebab itu maka di dalam hati seseorang Mu'min terasalah raghahari (pengharapan) dan rahahari (kecemasan). Atau khauf -rasa takut, atau rajaa, kerinduan.
Di waktu Saiyidiria Abu Bakar as-Shiddlq r.a akan meninggal dunia, diberinyalah wasiat kepada calon Khatifah yang akan menggantikannya, yaitu Saiyidiria Umar bin Khalhab: “Hai Umar! Di dalam mengendalikan urusan kaum Muslimin, ingatlah olehmu bila engkau membaca al-Qur'an bahwa ayat-ayat ancaman selalu diiringi oleh ayat bujukan. Menyatakan nikmat syurga, selalu dituruti dengan keterangan siksa neraka."
(118) Katakanlah (hai UtusanKu): Tuhanku! Beri ampunlah dan curahkanlah kasihMu, dan Engkau adalah lebih baik dari sekalian orang yang pengasih.
Rahmat Ilahi Mengatasi Segala-galanya
Pada penutup Surat ini, datanglah suruhan Tuhan kepada UtusanNya agar dibukanya inti kaji yang seberianya, dengan berupa permohonan kepada Tuhan.
Surat ini diberi nama “Al-Mu'minun", sejak dari awal sampai ke ujung membicarakan tentang alat perjuangan kaum yang percaya.
Sebab itu tidaklah heran jika di akhir Surat dibukakan rahasia yang seberianya. Yaitu bahwasanya ampunan dan kasih Tuhan melebihi dari segala-galanya. Jika pun Tuhan mengancam akan menyiksa, namun pintu ampun dan kasih masih tetap terbuka. Dan lagi orang yang beriman, betapa pun ancaman siksa karena dosanya, imannya kepada Tuhan menyebabkan dia selalu mendekati Tuhan juga.
Sebab kasih Tuhan melebihi dari kasihnya segala yang mendakwakan kasih.
Segala kasih makhluk sesama makhluk selalu mengandung pengharapan keuntungan diri sendiri, namun kasih Tuhan meliputi juga kepada orang durhaka kepadaNya.
Anugerah sinar matahari di kala terbitnya sama dirasai oleh orang yang abid yang fasik!
Apabila seorang yang ‘ashi berbuat durhaka, yang dipergunakannya mencari jalan ialah akal pemberian Tuhan juga,
Sejahat-jahat jalan yang ditempuh oleh seseorang hamba, namun di sudut hati sanubarinya masih berkelap-kelip pelita hudan, petunjuk dari kebenaran. Satu waktu pelita itu akan menyinari kembali hidup makhluk yang sesat itu, lalu
ia taubat. Maka apabila ia telah taubat pintu Rahmat terbukalah selebar-lehariya. Tersebut dalam sebuah Hadist Qudsi:
“Sesungguhnya RahmatKu adalah mengatasi akan murkaKu “
Sekarang tanyailah akan dirimu sendiri hai Mu'min. Betapa kiranya engkau menyambut kasih-sayang dan ampun Tuhan yang telah dibukanya dengan lebar itu? Tidakkah engkau merasa malu?
Ayat-ayat seperti Inilah yang selalu memberikan pandangan hidup yar g amat lain bagi ahli-ahli Shufi yang besar, sehingga Rabi'ah Adawiyah tidak ingin bersuami lagi, sebab setelah merasai ampun dan kasih-sayang Tuhan, ingatannya tidak ada kepada yang lain lagi. Dia tak mau kasihnya terbagi.