Ayat
Terjemahan Per Kata
قَٰلَ
(Allah) berfirman
إِن
tidaklah
لَّبِثۡتُمۡ
kamu tinggal
إِلَّا
melainkan
قَلِيلٗاۖ
sedikit/sebentar
لَّوۡ
sekiranya
أَنَّكُمۡ
bahwasanya kamu
كُنتُمۡ
kalian adalah
تَعۡلَمُونَ
(kalian) mengetahui
قَٰلَ
(Allah) berfirman
إِن
tidaklah
لَّبِثۡتُمۡ
kamu tinggal
إِلَّا
melainkan
قَلِيلٗاۖ
sedikit/sebentar
لَّوۡ
sekiranya
أَنَّكُمۡ
bahwasanya kamu
كُنتُمۡ
kalian adalah
تَعۡلَمُونَ
(kalian) mengetahui
Terjemahan
Dia (Allah) berfirman, “Kamu tinggal (di bumi) hanya sebentar jika kamu benar-benar mengetahui.”
Tafsir
(Berfirmanlah) Allah ﷻ melalui lisan malaikat Malik. Menurut qiraat yang lain lafal Qaala dibaca Qul, artinya katakanlah. ("Tiada lain) (kalian tinggal hanya sebentar saja, kalau kalian sesungguhnya mengetahui") lama masa tinggal kalian itu, sedikit sekali jika dibandingkan keabadian kalian di dalam neraka.
Tafsir Surat Al-Mu'minun: 112-116
Allah bertanya, "Berapa tahunkah lamanya kalian tinggal di bumi?" Mereka menjawab, "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung. Allah berfirman, "Kalian tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kalian sesungguhnya mengetahui. Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) 'Arasy yang mulia.
Allah ﷻ berfirman, mengingatkan kepada mereka tentang apa yang tekah mereka sia-siakan dalam usia mereka yang pendek itu selama di dunia, bahwa mereka tidak mau taat kepada Allah ﷻ dan tidak mau menyembah-Nya semata. Seandainya mereka bersabar dalam mengerjakan perintah tersebut selama di dunia yang waktunya relatif pendek itu, tentulah mereka memperoleh keberuntungan sama dengan apa yang diperoleh oleh kekasih-kekasih Allah ﷻ yang bertakwa. Allah ﷻberfirman kepada mereka: Berapa tahunkah lamanya kalian tinggal di bumi? (Al Muminun: 112) Maksudnya, berapa lama kalian tinggal di dunia? Mereka menjawab, "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.(Al-Muminun: 113) Yakni orang-orang yang pandai menghitung. Allah berfirman, "Kalian tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja. (Al Muminun: 114) Yaitu dalam waktu yang relatif pendek.
"Kalau kalian sesungguhnya mengetahui. (Al Muminun: 114) Yakni kalau kalian mengetahui, tentulah kalian tidak akan memilih dunia yang fana dengan meninggalkan akhirat yang kekal, tentulah kalian tidak akan memperlakukan diri kalian dengan perlakuan seburuk ini, dan tentulah kalian tidak berhak mendapat murka Allah dalam waktu yang relatif pendek itu. Dan seandainya kalian bersabar dalam menjalani ketaatan kepada Allah dan menyembah-Nya seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang beriman, tentulah kalian akan beruntung memperoleh keberhasilan yang sama seperti mereka.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Wazir, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Safwan, dari Aifa' ibnu Abdul Kala'i, bahwa ia pernah mendengar Aifa' berkhotbah di hadapan orang banyak, yang antara lain ia mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: "Sesungguhnya Allah setelah memasukkan ahli surga ke dalam surga dan ahli neraka ke dalam neraka, berfirmanlah Dia, 'Hai ahli surga, berapa tahunkah kalian tinggal di bumi?' Mereka menjawab, 'Kami tinggal selama sehari atau setengah hari.' (Allah berfirman), 'Alangkah baiknya apa yang kalian pertukarkan dalam waktu sehari atau setengah hari itu dengan rahmat, rida dan surga-Ku.
Sekarang tinggallah di dalam surga untuk selama-lamanya. Kemudian Allah berfirman, 'Hai ahli neraka, berapa tahunkah kalian tinggal di bumi? Mereka menjawab 'Kami tinggal hanya satu atau setengah hari.' Allah berfirman, 'Alangkah buruknya apa yang kalian pertukarkan dalam waktu sehari atau setengah hari itu dengan neraka dan murka-Ku. Sekarang tinggallah kalian di dalam neraka untuk selama-lamanya'.
Firman Allah ﷻ: Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main? (Al Muminun: 115) Yakni apakah kalian menduga bahwa kalian diciptakan dengan main-main, tanpa tujuan, tanpa berkehendak, dan tanpa hikmah dari Kami? Menurut pendapat lain agar kalian hidup main-main dan berbuat sia-sia seperti Aku menciptakan binatang ternak, tiada pahala dan tiada siksaan. Sesungguhnya Kami ciptakan kalian tiada lain hanyalah untuk beribadah dan mengerjakan perintah-perintah Allah ﷻ dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami? (Al Muminun: 115) Maksudnya, kalian tidak akan dikembalikan ke kampung akhirat.
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban) ? (Al-Qiyamah: 36) Yaitu terlupakan dan dibiarkan saja. Firman Allah ﷻ: Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenarnya. (Al Muminun: 116) Yakni Mahasuci Allah dari menciptakamnakhluk dengan sia-sia, karena sesungguhnya Dia adalah raja yang sebenarnya, Mahasuci Dia dari melakukan perbuatan tersebut. tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) Arasy yang mulia. (Al Muminun: 116) Disebutkan 'Arasy karena 'Arasy merupakan atap bagi semua makhluk; dan disebutkan bahwa sifat 'Arasy itu mulia, yakni indah pemandangannya lagi megah bentuknya.
Seperti pengertian yang ada dalam firman-Nya: lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. (Luqman: 10) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sulaiman (seorang syekh dari Irak), telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnu Safwan, dari seorang lelaki dari kalangan keluarga Sa'id ibnul 'As yang mengatakan bahwa akhir khotbah yang diutarakan oleh Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz ialah pada pertamanya disebutkan puji dan sanjungan kepada Allah ﷻ, lalu berkatalah ia, "Ama Ba'du.
Hai manusia, sesungguhnya kalian diciptakan bukan dengan main-main, dan kalian tidak akan dibiarkan tersia-sia. Sesungguhnya kalian akan dikembalikan di negeri akhirat, lalu Allah akan turun untuk memutuskan perkara di antara kalian dan memutuskan hukum-Nya. Maka alangkah kecewa dan celakalah seseorang hamba yang dikeluarkan oleh Allah dari rahmat-Nya dan diharamkan memasuki surga-Nyayang hiasnya seluas langit dan bumi.
Tidakkah kalian ketahui, bahwa tiada seorang pun yang aman dari azab Allah di hari esok kecuali orang-orang yang selalu ingat akan hari kembali dan takut kepadanya, serta menukar yang fana dengan yang kekal, yang sedikit dengan yang banyak, dan yang takut dengan yang aman." Umar ibnu Abdul Aziz melanjutkan khotbahnya, "Tidakkah kalian perhatikan bahwa sesungguhnya kalian berasal dari (air mani yang dikeluarkan dari) tulang sulbi orang-orang yang telah binasa (mati), dan kelak sesudah kalian terdapat orang-orang yang menjadi penerus kalian, sedangkan kalian kembali kepada Tuhan Yang Maha Pencipta, Pewaris yang terbaik.
Kemudian setiap pagi dan petang kalian mengantarkan orang-orang yang menghadap kepada Allah ﷻ karena telah menemui ajalnya, lalu kalian menguburkannya ke dalam tanah yang berbeda dengan tempat sebelumnya, sedangkan semua kekasihnya telah dia tinggalkan dan kini tempatnya menyatu dengan tanah. Di hadapannya terbentang hisab perhitungan amal perbuatannya; kini nasibnya tergantung kepada amal perbuatannya, dia tidak memerlukan lagi apa yang ditinggalkannya dan sangat memerlukan amal perbuatan untuk menghadapi masa mendatangnya. Karena itu bertakwalah kepada Allah, hai hamba-hamba Allah, sebelum usia habis dan maut datang merenggut nyawa." Kemudian Umar ibnu Abdul Aziz mengusap matanya dengan ujung kain sorbannya.
Ia menangis, dan orang-orang yang ada di sekitarnya ikut menangis pula. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Nasir Al-Khaulani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Lahi'ah, dari Abu Hubairah, dari Hasan ibnu Abdullah, bahwa seorang lelaki yang sedang sakit dijumpai oleh Abdullah ibnu Mas'ud yang sedang berlalu di dekatnya.
Maka Abdullah ibnu Mas'ud membacakan ayat berikut di dekat telinganya, yaitu firman Allah ﷻ: Maka apakah kalian mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenarnya. (Al Muminun: 115-L16), hingga akhir surat. Maka orang tersebut sembuh dengan seketika. Lalu Ibnu Mas'ud menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah ﷺ Maka beliau ﷺ bertanya, "Apakah yang engkau bacakan pada telinganya?" Ibnu Mas'ud menceritakan ayat-ayat yang dibacanya. Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: ". Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya seorang lelaki membacakannya dengan penuh keyakinan terhadap sebuah bukit, niscaya bukit itu akan lenyap. Abu Na'im telah meriwayatkan melalui jalur Khalid ibnu Nizar, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Muhammad ibnu Ibrahim ibnul Haris, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ mengutus kami dalam suatu sariyyah (pasukan khusus) dan memerintahkan kami untuk membaca ayat berikut bila berada di petang dan pagi hari, yaitu firman-Nya: Maka apakah kalian mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main (saja), dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami? (Al-Muminun: 115) Kami selalu membacanya, maka kami berhasil menang dan memperoleh ganimah serta dalam keadaan selamat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Wahb Al-Allaf Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Abul Musayyab Salim ibnu Salam, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Hubaisy, dari Nahsyal ibnu Sa'id, dari Ad-Dahhak ibnu Muzahim, dari Abdullah ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Untuk keselamatan bagi umatku dari tenggelam bila mereka naik perahu (kapal laut) ialah (bacaan berikut), "Dengan menyebut nama Allah, Raja yang sebenarnya. Dan mereka tidak menghargai Allah dengan penghargaan yang semestinya.
Bumi ini seluruhnya kelak di hari kiamat berada dalam genggaman kekuasaan-Nya dan langit digulung dengan tangan kekuasaan-Nya. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan (terhadap-Nya). Dengan menyebut asma Allah Yang telah memperjalankan-nya (bahtera) dan yang melabuhkannya, sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha penyayang."
112-114. Melanjutkan pertanyaan bernada kecaman yang Allah tujukan kepada para pendurhaka, Dia berfirman, 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi'' Mereka menjawab, 'Kami tinggal di bumi hanya sehari atau setengah hari, Kami tidak tahu persis. " Allah melanjutkan, 'Maka tanyakanlah kepada mereka, yaitu para malaikat, yang menghitung dan mencatat umur manusia, atau tanyakan kepada manusia yang memahami perhitungan untuk membuktikan kebenaran Kami. ' Dia berfirman, 'Kamu tidak tinggal di bumi melainkan hanya sebentar saja, jika kamu benar-benar mengetahui. '115-116. Mengingatkan para pendurhaka terkait kelengahan mereka, Allah berfirman, 'Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main, yakni tanpa tujuan yang jelas; dan apakah kamu juga mengira bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kamu' Adalah keliru bila kamu me-ngira demikan. ' Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenarnya; tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan yang memiliki Arsy yang mulia.
Ayat ini menerangkan bahwa mereka memang tinggal di dunia hanya sebentar. Andaikata mereka menyadari hal itu ketika mereka tinggal di dunia, sedang kehidupan yang dihadapinya di akhirat adalah kehidupan yang tiada batasnya, tentu mereka akan berbuat hal-hal yang bermanfaat dan sesuai dengan yang diperintahkan Allah. Akan tetapi, mereka lalai menyadarinya, sehingga mereka layak mendapat azab dari Allah. Rasulullah bersabda:
Ketika Ibnu Abi hatim meriwayatkan dari Aiqa' bin Abd al-Kalai, Rasulullah bersabda bahwa apabila penghuni surga telah masuk ke dalam surga dan penghuni neraka ke dalam neraka; Allah berfirman, "Wahai penghuni surga! Berapa lama engkau hidup di dunia?" Mereka menjawab, "Kami tinggal di dunia hanya sehari atau tidak sampai satu hari." Allah berfirman, "Alangkah baiknya engkau sekalian menginvestasikan waktu yang sehari itu, atau tidak sampai satu hari itu. Engkau sekalian memperoleh rahmat-Ku, rida-Ku dan surga-Ku. Tinggallah kamu sekalian di dalam surga untuk selama-lamanya." Sesudah itu Allah berfirman, "Wahai penghuni neraka! Berapa lamakah kamu tinggal hidup di dunia?" Mereka menjawab, "Kami tinggal di dunia hanya sehari atau tidak sampai satu hari." Allah berfirman, "Alangkah buruknya kamu sekalian menginvestasikan waktu yang sehari atau tidak sampai satu hari itu. Kamu sekalian menerima murka-Ku dan memasuki neraka-Ku. Tinggallah di dalam neraka untuk selama-lamanya.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Apakah kamu menyangka bahwa itu semua Kami jadikan dengan sia-sia, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
Pengetahuan", dan ilmu pengetahuan adalah hasil dari berbagai penyelidikan dan teori-teori. Maka perkembangan ilmu pengetahuan itu tidaklah segera kita tolak, malahan kita bersedia menerimanya dan menerima pula perubahan-perubahan dan kelanjutannya. Sebab hasil penyelidikan ilmu pengetahuan tidaklah mutlak. Lantaran itu maka penafsir-penafsir Islam moden menegaskan bahwa dalam a)-Al-Qur'an dan Hadist tidaklah ada keterangan sudah beratus tahunkah sampai sekarang Adam dan Hawa itu. Karena tidak keterangannya, “boleh jadi" Adam dan Hawa itu memang sudah 500,000 tahun yang lalu. Setelah penafsir lagi mengemukakan tafsir berdasar kepaa suatu Hadist riwayat Ibnu Abbas, bahwa Adam yang kita sebutkan sekarang adalah nenek-moyang manusia yang terakhir. Sebelum Adam yang sekarang sudah ada beribu-ribu (Alfualfi), tegasnya sejuta Adam. Sebab itu mereka tidaklah sekaligus menolak perkembangan ilmu pengetahuan Antropologi itu. Adapun penafsir yang memakai haluan Mazhab Salaf berpendirian sebagai kita lukiakan di atas: “Adam-Hawa sebagai nenek-moyang manusia adalah kepercayaan Agama. Itu kita pegang teguh. Adapun perkembangan ilmu pengetahuan kita terima dengan kesedIsan merombaknya pula. Karena penyelidikan manusia tidaklah pernah terhenti." (Di lain waktu kita jelaskan lagi).
Seberianya. Tidak ada Tuhan melainkan Dia. Tuhan bagi ‘Arsy yang mulia,
(117) Dan barangsiapa yang menyeru pula bersama dengan menyeru Allah, .akan Tuhan yang lain, padahal tidak ada keterangannya sedikit juga, maka perhitungannya adalah di sisi pengasuhnya. Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kejayaan orang-orang yang kafir.
Hidup Bukanlah Percuma
Setelah diterangkan Tuhan kepada ahli neraka bahwasanya hidup mereka di dunia dahulu itu hanyalah seberitar saja, habislah sekarang kIsah sesal keluhan ahli neraka. Kesan keluhan itu telah tinggal kepada kita yang meneruskan hidup ini, karena wahyu kIsah ahli neraka itu adalah untuk kita, bukan untuk orang lain. Seakan-akan Tuhan Allah mulai memalingkan mukanya kepada kita dan berkata: Meskipun hidup ini hanya seberitar saja, sehari atau setengah hari, bahkan lebih pendek dari itu, jika dibandingkan dengan dunia yang akan kita tinggalkan, atau akhirat yang akan kita tempati, haruslah kita ingat bahwa hidup yang hanya sekilat zaman atau sekejap mata itu, bukanlah diberikan dengan percuma dan tidak mempunyai tujuan.
Di antara makhluk Tuhan yang sebanyak ini di dalam dunia, lebih dimulia-kanlah manusia dari makhluk lain itu. Manusia diberi akal dari budi, diangkat dia menjadi “Khatifatullah" di bumi sehingga manusialah hanya yang mempunyai rasa, periksa, dan karsa. Fikiran, perasaan dan kemauan (iradat), pada binatang lain tidak ada pemberian selengkap itu. Manusia dalam perseorangan amat terbatas umunya, tetapi fikirannya tidaklah pendek. Cita-citanya tidaklah pendek. Usaha orang yang dahulu di samping oleh orang yang akan datang kemudian. Oleh sebab itu, meskipun orang seorang terbatas hidupnya namun kumpulan manusia dipendekkan “kemanusiaan" panjanglah umunya, sepanjang masa adanya manusia di dalam dunia ini. Sejak dahulu, sampai sekarang, sampai nanti. Di situlah pentingnya iman.dan amal shalih. Cita dan usaha, budi dan daya.
Kita diberi anal karena tugas KUCI uesm. vjieu «unu uu uuoiuan umen setiap peribadi menyia nyiakan umunya atau membuang-buangnya dengan sia-sia.
Jelas sekali bahwa kita tidak boleh menyangka bahwa kita ini hanya dihidupkan di dunia ini dengan sia-sia, bahkan tidak mungkin kita menyangka bahwa kita ini dijadikan dengan sia-sia.
Ayat 115 berupa pertanyaan: “Apakah kamu sangka kamu irti Kami jadikan dengan sia-sia?"
Berituk pertanyaan begini ‘i'sti/haam-inkaari'' namanya. Yaitu pertanyaan yang berisi tolakan.
Walaupun kecil-kecil badanmu, namun tugasmu besar. Walaupun amat pendek masa yang kamu pakai di dunia, namun persambung-sambungan di antara umur pendek generasi lama dengan umur pendek generasi baru, karena amal usaha kamu, menjadi bemilai dan menjadi amat panjang. Pokoknya ialah mempergunakan masa pendek itu dengan sebaik-baiknya.
Banyaklah manusia besar dalam dunia ini, baik Nabi dan Rasul, atau Failasuf dan ahli Hikmat, atau ahli-ahli ilmu pengetahuan, usianya telah beribu tahun, padahal tubuhnya telah lama hilang di perut bumi. Setelah dia mati, umunya panjang tinggal di dunia dan di akhirat pun dia akan mendapat umur yang lebih panjang dan panjang lagi. Tetapi ada pula manusia yang datang ke dunia tidak ada yang tahu dan kelak mati sematinya, hilang pun sehilangnya, tidak pula ada orang yang tahu. Orang yang hidup tetapi tak ada umur.
Saiyidiria Ali bin Abu Thatib berkata: “Walaupun kamu kecil begini, namun dunia adalah dalam dirimu."
Setelah kita sadar bahwa usia yarig pendek dapat diperpanjang dengan jasa untuk pusaka yang ditinggalkan, yang bernama juga amal untuk bekal ke akhirat, bertambah mengertilah kita siapa seberianya kita manusia ini.
“Karena sesungguhnya kamu tidak akan kembali kepada Kami Jua."
Terberitang alam, kita pun hidup di atasnya. Mengalir air dari gunung, kita pun membangun waduk (dam). Terletak batu dan bata, kita pun menyusunnya untuk tempat tinggal. Kita melihat kiri dan kanan, nampak bekas tangan manusia di dalam bumi. Maka mulailah dari sedikit ke sedikit kita menuju kepada kesadaran: “Dari mana kita dapat semua kelebihan ini? Jika kita berakal . dan berfikir, siapakah yang memberi anugerah akal dan fikiran itu?"
Ayat 116
Terlontarlah dari mulut: “Maha Tinggi Allah, Maharaja Yang Seberianya. Tidak ada Tuhan selain Dia. Tuhan Pengasuh Arsy yang mulia." (ayat 116).
Kalau di ayat-ayat yang lain mencari kesadaran tentang adanya Tuhan yang mengatur, dari melihat alam sekeliling, maka di ayat ini kita diauruh mencari Tuhan karena merenungkan diri sendiri atau hidup kita sendiri. Benarlah ucapan seorang failasuf (Cresson): “Manusia tidaklah hidup sendiri dalam dunia."
“Dialah Maharaja Yang Seberianya." Tidak ada maharaja yang lain. Ada juga manusia diberi gelar maharaja, namun kekuasaannya yang diriapat hariya--lah karena anugerah Tuhan juga, sedang kekuasaan itu terbatas pula. Ber
tambah tinggi jabatan orang menjadi raja, menjadi Kepala Negara, bertambah jelaslah segi-segi kelemahannya. Maharaja besar tidak dapat menangkia tua, maharaja besar tidak dapat menangkia maut. Dan jika pun dia rasa sebagian bumi, namun kuasanya tidaklah meliputi seluruh dunia. Maharaja besar tidak dapat menangkia serangan panas dan dingin dan tidak dapat menahan perjalanan hari,
“Tidak ada Tuhan selain Dia." (La llaha Ilia Huwa): Dialah Tuhan yang mengatur dan menjaga, memelihara dan membelai ‘Arasy, mahligai kebesaran dan kemulIsanNya.
Ayat 117
“Dan barangsiapa yang menderu pula bersama dengan menyeru Allah, akan Tuhan yang lain, padahal tidak ada keterangannya sedikit juga, maka perhitungannya adalah di sisi pengasuhnya." (ayat 117),
Laksana gelombang di laut, beralun, berombak dan beriak, seberitar naik dengan kerasnya, seberitar lagi menurun ke bawah dengan lemah-lembutnya, demikianlah susunan Wahyu diturunkan kepada Utusan Tuhan Muhammad s.a.w. untuk manusia. Di ayat-ayat yang lalu penuhlah ancaman dengan api neraka, tetapi di ayat selanjutnya manusia diauruh sadar kembali akan nilai hidupnya.
Yang sangat ingkar tak mau tahu diberi ancaman siksa neraka. Tetapi yang masih mau mempergunakan fikiran, dibuka pintu untuk berfikir. Sadarilah hidupmu, wahai insan! Sadarilah kekuataan yang ada dalam dirimu.
Kamu ini bukanlah sembarang makhluk, engkau adalah terpilih di antara segala yang bernyawa, sebab itu maka engkau diberi akal dan fikiran. Engkau sendiri pun sadar akan hal itu.
Taruhlah tidak ada agama ini, dan hidup ini tidak mempunyai peraturan yang turun dari langit, namun dalam akal budimu itu senantiasa ada keinginan kepada yang baik dan keberician kepada yang buruk. Dan hati kecilmu sendiri merasa bahwa ADA kekuasaan Maha Tinggi yang memberimu hidup, sehingga kamu dapat memperbedakan masa lampau, masa sekarang dan masa depan.
Sebab itu dijelaskanlah di ujung ayat 117: *...
“Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kejayaan orang-orang yang kafir."
Arti asli dari kafir ialah menolak, atau menampik. Orang yang menolak atau menampik kebenaran akan dikacaukan oleh kekafirannya sendiri.
Maka orang-orang yang sudi membaca al-Qur'an dengan seksama dan faham akan keindahan bahasanya, karena bahasa al-Qur'an memang bahwa Wahyu, akan merasailah betapa menaik, mendatar dan menurunnya gelora ombak ancaman dan bujukan Ilahi. Sejak dari ancaman siksa neraka sampai kepada ajakan berfikir. Di situlah rahasia ajaran Agama Islam yang sejati. Isinya adalah imbangan antara rayuan dan ancaman, kemurkaan diiringi kasih-sayang, azhab siksa dan persediaan memberi ampun. Oleh sebab itu maka di dalam hati seseorang Mu'min terasalah raghahari (pengharapan) dan rahahari (kecemasan). Atau khauf -rasa takut, atau rajaa, kerinduan.
Di waktu Saiyidiria Abu Bakar as-Shiddlq r.a akan meninggal dunia, diberinyalah wasiat kepada calon Khatifah yang akan menggantikannya, yaitu Saiyidiria Umar bin Khalhab: “Hai Umar! Di dalam mengendalikan urusan kaum Muslimin, ingatlah olehmu bila engkau membaca al-Qur'an bahwa ayat-ayat ancaman selalu diiringi oleh ayat bujukan. Menyatakan nikmat syurga, selalu dituruti dengan keterangan siksa neraka."
(118) Katakanlah (hai UtusanKu): Tuhanku! Beri ampunlah dan curahkanlah kasihMu, dan Engkau adalah lebih baik dari sekalian orang yang pengasih.
Rahmat Ilahi Mengatasi Segala-galanya
Pada penutup Surat ini, datanglah suruhan Tuhan kepada UtusanNya agar dibukanya inti kaji yang seberianya, dengan berupa permohonan kepada Tuhan.
Surat ini diberi nama “Al-Mu'minun", sejak dari awal sampai ke ujung membicarakan tentang alat perjuangan kaum yang percaya.
Sebab itu tidaklah heran jika di akhir Surat dibukakan rahasia yang seberianya. Yaitu bahwasanya ampunan dan kasih Tuhan melebihi dari segala-galanya. Jika pun Tuhan mengancam akan menyiksa, namun pintu ampun dan kasih masih tetap terbuka. Dan lagi orang yang beriman, betapa pun ancaman siksa karena dosanya, imannya kepada Tuhan menyebabkan dia selalu mendekati Tuhan juga.
Sebab kasih Tuhan melebihi dari kasihnya segala yang mendakwakan kasih.
Segala kasih makhluk sesama makhluk selalu mengandung pengharapan keuntungan diri sendiri, namun kasih Tuhan meliputi juga kepada orang durhaka kepadaNya.
Anugerah sinar matahari di kala terbitnya sama dirasai oleh orang yang abid yang fasik!
Apabila seorang yang ‘ashi berbuat durhaka, yang dipergunakannya mencari jalan ialah akal pemberian Tuhan juga,
Sejahat-jahat jalan yang ditempuh oleh seseorang hamba, namun di sudut hati sanubarinya masih berkelap-kelip pelita hudan, petunjuk dari kebenaran. Satu waktu pelita itu akan menyinari kembali hidup makhluk yang sesat itu, lalu
ia taubat. Maka apabila ia telah taubat pintu Rahmat terbukalah selebar-lehariya. Tersebut dalam sebuah Hadist Qudsi:
“Sesungguhnya RahmatKu adalah mengatasi akan murkaKu “
Sekarang tanyailah akan dirimu sendiri hai Mu'min. Betapa kiranya engkau menyambut kasih-sayang dan ampun Tuhan yang telah dibukanya dengan lebar itu? Tidakkah engkau merasa malu?
Ayat-ayat seperti Inilah yang selalu memberikan pandangan hidup yar g amat lain bagi ahli-ahli Shufi yang besar, sehingga Rabi'ah Adawiyah tidak ingin bersuami lagi, sebab setelah merasai ampun dan kasih-sayang Tuhan, ingatannya tidak ada kepada yang lain lagi. Dia tak mau kasihnya terbagi.