Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَنۡ
dan barangsiapa
خَفَّتۡ
ringan
مَوَٰزِينُهُۥ
timbangannya
فَأُوْلَٰٓئِكَ
maka mereka itu
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
خَسِرُوٓاْ
(mereka) merugikan
أَنفُسَهُمۡ
diri mereka sendiri
فِي
dalam
جَهَنَّمَ
neraka Jahannam
خَٰلِدُونَ
mereka kekal
وَمَنۡ
dan barangsiapa
خَفَّتۡ
ringan
مَوَٰزِينُهُۥ
timbangannya
فَأُوْلَٰٓئِكَ
maka mereka itu
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
خَسِرُوٓاْ
(mereka) merugikan
أَنفُسَهُمۡ
diri mereka sendiri
فِي
dalam
جَهَنَّمَ
neraka Jahannam
خَٰلِدُونَ
mereka kekal
Terjemahan
Siapa yang ringan timbangan (kebaikan)-nya, mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri. Mereka kekal di dalam (neraka) Jahanam.
Tafsir
(Dan barang siapa yang ringan timbangannya) karena dosa-dosanya (maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri) maka mereka (kekal di dalam neraka Jahanam).
Tafsir Surat Al-Mu'minun: 101-104
Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. Barang siapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barang siapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam. Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat.
Allah ﷻ memberitahukan bahwa apabila sangkakala telah ditiup untuk tiupan berbangkit dan semua manusia bangun dari kuburnya, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu. (Al Muminun: 101) Yakni kaitan nasab tidaklah berguna pada hari itu, dan orang tua tidak dapat menangisi anaknya dan tidak pula menoleh kepadanya. Allah ﷻ telah berfirman: Dan tidak ada seorang teman akrab pun menanyakan temannya, sedangkan mereka saling melihat. (Al-Ma'arij: 10-11) Artinya, seseorang tidak bertanya kepada kerabatnya, sedangkan ia melihatnya, sekalipun ia menanggung dosa-dosa yang tidak kuat disanggahnya. Padahal kerabatnya itu sewaktu di dunia merupakan orang yang paling di sayanginya, tetapi keadaan pada hari itu membuatnya tidak memperhatikannya, dan tidak membantu tanggungannya barang seberat sayap lalat pun.
Allah ﷻ telah berfirman: Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, ibu dan bapaknya, dari istri dan anaknya. ('Abasa: 34-36) Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa apabila hari kiamat telah terjadi, Allah menghimpunkan semua manusia yang terdahulu dan yang terkemudian, kemudian juru seru-Nya menyerukan, "Ingatlah, barang siapa yang mempunyai mazlamah (pernah dianiaya), maka datanglah dan ambillah haknya." Maka bergembiralah orang yang mempunyai hak pada orang tuanya atau anaknya, atau istrinya, sekalipun haknya itu kecil. Hal yang membenarkannya adalah firman Allah ﷻ yang mengatakan: Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. (Al Muminun: 101) Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ummu Bakr binti Al-Miswar ibnu Makhramah, dari Ubaidillah ibnu Abu Rafi', dari Al-Miswar ibnu Makhramah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Fatimah adalah belahan jiwaku, segala sesuatu yang membuatnya marah membuatku marah (pula), dan segala sesuatu yang menyenangkannya membuatku senang (pula). Dan sesungguhnya nasab itu akan terputus kelak di hari kiamat kecuali nasab-ku, hubunganku, dan persemendaanku (hubungan kekerabatan karena nikah). Hadis ini mempunyai pokoknya yang ada di dalam kitab Sahihain diriwayatkan melalui Al-Miswar ibnu Makhramah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Fatimah adalah belahan jiwaku, semua hal yang menyedihkannya membuatku sedih (pula), dan sumua hal yang menyakitkan dia membuatku sakit (pula).
". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada kami Zuhair, dari Abdullah ibnu Muhammad, dari Hamzah ibnu Abu Said Al-Khudri, dari ayahnya yang mengatakan, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda di mimbarnya: "Apakah gerangan yang telah dilakukan oleh banyak kaum laki-laki, mereka mengatakan bahwa sesungguhnya pertalian persaudaraan Rasulullah ﷺ tidak berguna bagi kaumnya. Tidak demi Allah, sesungguhnya pertalian persaudaraanku tetap terpelihara di dunia dan di akhirat. Dan sesungguhnya aku, hai manusia, adalah pendahulu bagi kalian bilamana kalian tiba (di negeri akhirat nanti). Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, saya adalah si Fulan bin Fulan.Maka aku katakan kepada mereka, "Adapun mengenai nasab (hubungan persaudaraan), maka aku telah mengetahuinya, tetapi kalian sesudahku telah berbuat bid'ah dan kalian berbalik mundur ke belakang.
Dalam musnad Amirul Mukminin Umar ibnul Khattab telah kami sebutkan melalui berbagai jalur yang cukup banyak bersumber darinya, bahwa ketika ia mengawini Ummu Kalsum binti Ali ibnu Abu Talib r.a., berkatalah ia, "Demi Allah, perlu diketahui, bahwa tiada lain bagiku kecuali aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: ". 'Semua hubungan dan kaitan nasab sungguh akan terputus kelak di hari kiamat kecuali hubungan dan nasabku'. Imam Tabrani, Imam Bazzar, Al-Haisam ibnul Kulaib, Imam Baihaqi, dan Al-Hafiz Ad-Diya di dalam kitab Al-Mukhtarah-nya telah meriwayatkan hadis ini.
Disebutkan pula bahwa Khalifah Umar r.a. memberinya maskawin sebanyak empat puluh ribu dirham karena memuliakan dan menghormatinya. Al-Hafiz Ibnu Asakir telah meriwayatkan di dalam biografi Abul As ibnur Rabi (suami Zainab binti Rasulullah ﷺ) melalui jalur Abul Qasim Al-Bagawi, bahwa telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Umar ibnu Aqta', telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdus Salam, dari Ibrahim ibnu Yazid, dari Muhammad ibnu Abbad ibnu Ja'far; ia pernah mendengar Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Semua hubungan nasab dan sihr (persaudaraan karena nikah) akan terputus pada hari kiamat kecuali nasab dan sihr-ku.
Hadis ini telah diriwayatkan pula melalui jalur Ammar ibnu Saif, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr secara marfu': Aku pernah memohon kepada Tuhanku Yang Mahamulia lagi Mahaagung semoga tidak sekali-kali aku kawin dengan seseorang dari umatku, dan tidak sekali-kali seseorang dari mereka mengawini (keluarga)ku, melainkan ia akan ada bersama denganku di dalam surga. Maka Allah mengabulkan permintaanku itu.
Telah diriwayatkan pula hal ini melalui hadis Ammar ibnu Saif, dari Isma'il, dari Abdullah ibnu Amr. Firman Allah ﷻ: Barang siapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang mendapat keberuntungan. (Al Muminun: 102) Yakni, barang siapa yang timbangan amal kebaikannya berat, sedangkan timbangan amal keburukannya ringan, walaupun hanya dengan satu kebaikan. Demikian menurut pendapat Ibnu Abbas. Maka mereka itulah orang-orang yang mendapat keberuntungan. (Al Muminun: 102) Yakni orang-orang yang beruntung adalah orang-orang yang selamat dari neraka dan masuk surga.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang berhasil meraih apa yang didambakannya dan selamat dari keburukan yang dihindarinya. Dan barang siapa yang ringan timbangannya. (Al Muminun: 103) Maksudnya, berat timbangan amal buruknya, sedangkan timbangan amal kebaikannya ringan. maka mereka- itulah orang-orang yang merugikan diri sendiri. (Al Muminun: 103) Yaitu kecewa dan binasa serta kembali dengan membawa transaksi yang rugi. Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Isma'il ibnu Abul Haris, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Muhabbir, telah menceritakan kepada kami Saleh Al-Murri, dari Sabit Al-Bannani dan Ja'far ibnu Zaid serta Mansur ibnu Zazan, dari Anas ibnu Malik yang me-rafa'-kannya, "Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat yang ditugaskan untuk menjaga Mizan.
Maka didatangkanlah anak Adam, lalu diberdirikan di antara salah satu dari kedua neracanya. Maka jika timbangan kebaikannya berat, malaikat itu berseru dengan suara yang terdengar oleh semua makhluk, bahwa si Fulan telah beroleh keberuntungan yang menyebabkan dia tidak akan sengsara selama-lamanya. Jika timbangan kebaikannya ringan, maka malaikat itu berseru dengan suara yang dapat terdengar oleh semua makhluk, bahwa sesungguhnya si Fulan telah celaka yang menyebabkannya tidak akan berbahagia selama-lamanya.
Akan tetapi, sanad hadis ini da'if. Karena sesungguhnya Daud ibnul Muhabbir orangnya daif lagi matruk (tidak terpakai hadisnya). Dalam firman selanjutnya disebutkan: mereka kekal di dalam neraka Jahannam. (Al Muminun: 103) Yakni menetap di dalam neraka Jahannam untuk selama-lamanya dan tidak akan dikeluarkan darinya. Muka mereka dibakar api neraka. (Al Muminun: 104) Sama seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan muka mereka ditutup oleh api neraka. (Ibrahim: 50) Dan firman-Nya: Andaikata orang-orang kafir itu mengetahui ketika mereka itu tidak mampu mengelakkan api neraka dari muka mereka dan (tidak pula) dari punggung mereka. (Al-Anbiya: 39) [] ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Farwah ibnu Abul Migra, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sulaiman Al-Asbahani dari Abu Sinan alias Darrar ibnu Murrah dari Abdullah ibnu Abul Huzail dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Sesungguhnya neraka Jahannam setelah digiring kepadanya calon penghuninya, maka Jahannam menyambut mereka dengan jilatan apinya. Kemudian jilatan apinya menerpa mereka sekali terpa, maka tiada yang tersisa dari daging mereka melainkan rontok sampai ke tumit.
Ibnu Murdawaih mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yahya Al-Qazzaz, telah menceritakan kepada kami Al-Khadir ibnu Ali ibnu Yunus Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami 'Amr ibnu Abul Harits ibnul Khadir Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sa'id Al-Maqbari dari saudaranya dari ayahnya dari Abu Darda r.a. yang telah mengatakan, bahwa Rasulullah ﷺ ketika menafsirkan firman-Nya: Muka mereka dibakar api neraka, (Al Muminun: 104) beliau bersabda: Api neraka Jahannam menerpa mereka sekali terpa, maka melelehlah daging mereka sampai ke tumit mereka. Firman Allah ﷻ: dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. (Al Muminun: 104) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna kdlihun ialah masam (cemberut), yakni muka mereka cemberut.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Abi Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. (Al Muminun: 104) Bahwa tidakkah engkau pernah melihat kepala yang dikuliti sehingga gigi-giginya kelihatan dan kedua bibirnya telah disayat dan dikuliti? ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yazid, dari Abus Samah, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id Al-Khudri, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. (Al-Muminun: 104) Bahwa neraka telah membuatnya cacat sehingga bibir atasnya mengelotok sampai batas pertengahan kepalanya, sedangkan bibir bawahnya menjulur ke bawah sampai batas pusarnya.
Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini melalui Suwaid ibnu Nasr, dari Abdullah ibnul Mubarak dengan sanad yang sama, dan ia mengatakan bahwa predikat hadis hasan garib."
102-104. Di hadapan Allah setiap individu akan diperiksa dan ditimbang amalnya, maka barangsiapa berat timbangan kebaikan-nya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan sebaliknya, barang siapa ringan timbangan kebaikan-nya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri karena gagal meraih keberuntungan dan membuat mereka kekal di dalam neraka Jahanam. Wajah mereka, demikian juga anggota tubuh yang lain, dibakar api neraka, dan mereka di neraka dalam keadaan muram dengan bibir yang cacat sehingga kondisi mereka amat miris. 102-104. Di hadapan Allah setiap individu akan diperiksa dan ditimbang amalnya, maka barangsiapa berat timbangan kebaikan-nya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan sebaliknya, barang siapa ringan timbangan kebaikan-nya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri karena gagal meraih keberuntungan dan membuat mereka kekal di dalam neraka Jahanam. Wajah mereka, demikian juga anggota tubuh yang lain, dibakar api neraka, dan mereka di neraka dalam keadaan muram dengan bibir yang cacat sehingga kondisi mereka amat miris.
Pada ayat ini Allah menerangkan kerugian orang yang ringan timbangan kebaikannya. Mereka itu ketika masih berada di dunia banyak berbuat maksiat menuruti kehendak hawa nafsunya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah yang menyebabkan amal-amal mereka tidak bernilai di hari kemudian, sebagaimana firman Allah:
Mereka itu adalah orang yang mengingkari ayat-ayat Tuhan mereka dan (tidak percaya) terhadap pertemuan dengan-Nya. Maka sia-sia amal mereka, dan Kami tidak memberikan penimbangan terhadap (amal) mereka pada hari Kiamat. (al-Kahf/18: 105)
Mereka itu akan kekal di dalam neraka Jahanam. Sejalan dengan ayat 103 ini firman Allah:
Dan adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. (al-Qari`ah/101: 8-9)
Bukan demikian! Barang siapa berbuat keburukan, dan dosanya telah menenggelamkannya, maka mereka itu penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. (al-Baqarah/2: 81).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Kelanjutan Sesudah Alam Barzakh
Entah berapalah lamanya manusia dalam alam Barzakh itu, tidaklah dapat kita mengukunya dengan ukuran jangka waktu kita sekarang ini. Karena kita masih hidup dalam dserah cakrawala bumi, dalam hubungannya dengan matahari dan bulan. Sehari semalam bumi, kita hitung 24 jam dia mengedari matahari sekali edar. Jumlah 30 atau 31 hari menurut perhitungan itu adalah sebulan dan 12 bulannya jadi setahun. Itulah tahun Syamsiyah (matahari). Edaran bulan mengelilingi bumi dijadikan dasar perhitungan tahun bulan (Qamariyah), yaitu di antara 29 dengan 30 hari. Apatah lagi di alam Barzakh.
Dalam suatu waktu yang kita tidak mengetahuinya akan ditiuplah serunai sangkakala, serunai kebangkitan, maka dibangunkanlah manusia daripada Hidup Barzakh itu untuk pindah kepada Hidup Mahsyar (berkumpul) satu demi satu amal dan perbuatannya semasa hidupnya. Sebelum giliran tiba setiap orang mengingat dan merenung kembali keadaan dirinya:
“Bahkan manusia dapat merenung sendiri apa yang ada dalam dirinya."
Laksana seorang pesakitan yang akan dihartapkan ke muka hakim, hati kecil telah merasa bahwa hukumnya akan jatuh, karena awak memang bersalah. Tidak ada seorang manusia pun yang bersih daripada kesalahan. Berdebar jantung, gelIsah fikir, karena hal-ihwa! yang dilalui di zaman lampau. Sedangkan yang kecil lagi teringat, apatah lagi yang besar.
Dijelaskan lagi di ayat 101 itu bahwa perhubungan keturunan tidaklah dapat menolong lagi, kekeluargaan tak dapat membela. Anak Nabi Nuh tidaklah dapat melindungkan diri kepada kebesaran ayahnya. Isteri Nabi Luth tidaklah dapat bergantung kepada kelebihan suaminya. Abu Lahab tidaklah dapat dilindungi oleh anak saudaranya Nabi Muhammad s.a.w. Sedangkan Nabi lagi demikian dengan keluarganya, apatah lagi manusia yang seperti kita ini. Sebab semua orang telah sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri.
(al-Qiyamah: 13)
“Pada hari itu larilah orang dari saudara kandungnya, dari ibunya, dari ayahnya, dari isterinya dan anaknya. Karena setiap orang sibuk dengan
urusannya sendiri."
(‘Abasa: 25-27)
Dikumpuikanlah seluruh insani, dilakukanlah pertimbangan yang amat teliti. Adakah dia banyak berbuat baik atau yang jahatlah yang banyak. Titik terakhir dari cita hidup adalah hendak menjadi orang baik, tetapi kenyataan yang ada di kiri kanan menyebabkan untuk menuju cita yang baik itu menghendaki perjuangan. Perjuangan dengan musuh-musuh yang dalam iatilah al-Qur'an
disebut: “Syaitan, Hawanafsu dan uuma . perjuangan nu naanian npnn-hentt-nya selama nyawa ada dalam badan dan akal fikiran masih aktif bekerja. Orang yang terhenti perjuangannya hanyalah orang yang tidak berakal lagi seumpama orang gila. Atau orang yang telah habis janji hidupnya. Mati.
Timbangan diri menjadi berat di kala itu, apabila lebih banyak kebaikan dikerjakan semasa hidup. Dan timbangan diri menjadi ringan kalau kebaikan pun ringan. Berat nilai insan ditentukan oleh berat timbangan amalnya.
Sebab itulah Imam Syafi'i berkata: “Tidak ada manusia yang semata-mata jahat, dan tidak pula semata-mata baik. Ukuran hanya pada banyaknya manusia berbuat baik, sehingga timbangan dirinya jadi berat."
Kerugian memperturutkan hawanafsu di kala hidup sendiri pun telah mulai dirasakan. Itulah yang dikatakan tekanan batin. Persediaan usia manusia tidaklah pernah ditambah dari apa yang telah diaukatkan, bermula, melainkan setiap saat setiap kurang. Bertambah lanjut usia bertambah sempit dserah untuk menanamkan yang baik. Kerugian ini dirasakan terus sampai ke alam akhirat.
Orang yang perbuatan jahatnya lebih banyak, pertimbangan terlalu disiplin, pemeriksaan amat teliti, hanya untuk membuktikan ringan nilai diri, alangkah malangnya. Itulah hati penyesalan, tetapi sesal yang tak dapat ditebus lagi. Jika dia akan dimasukkan ke dalam neraka, tidak lain yang diterimanya itu daripada keadilan Ilahi. Kalau dia menyesal, tempat menimpakan sesal hanyalah diri sendiri, mengapa waktu terluang dibuang-buang. Maka salah satu di antara azhab-azhab dalam neraka itu ialah sesal kesal.
Apa sekarang yang diresah-gelIsahkan, yang diaesal-kesalkan? Kepada siapa kesalahan harus ditimpakan kalau bukan kepada diri sendiri? Dijelaskan dalam ayat 105.
“Bukankah telah dibacakan kepada kamu ayat-ayatKu. Namun kamu mendustakan jua."
Apalagi yang kurang dari Kami? Kami anugerahkan kepada kamu kehidupan dan Kami beri kamu akal fikiran, sehingga dengan akal mumi itu kamu dapat memilih yang baik dan menjauhi yang buruk. Tidak Kami cukupkan hingga itu saja, bahkan Kami utus pula Utusan-utusan dan Rasul-rasul Kami, membawakan wahyu dari Kami, menunjukkan jalan lurus yang mesti kamu tempuh agar kamu selamat, agar masyarakatmu beroleh kebahagIsan.
Apa lagi yang kurang dari Kami?
Kami terangkan bahaya yang akan menimpa kamu jika ajaran ini tidak kamu acuhkan, namun kamu tidak mau percaya juga, bahkan kamu dustakan juga. Maka jika sekarang ini begini nasib yang menimpa diri kamu, kepada siapakah kesalahan itu harus kamu timpakan? Maka nasib yang kamu derita sekarang ini adalah hal yang wajar, karena dia adalah pilihanmu sendiri.