Ayat
Terjemahan Per Kata
ذَٰلِكَۖ
demikianlah
وَمَن
dan barangsiapa
يُعَظِّمۡ
memuliakan/menghormati
حُرُمَٰتِ
larangan/peraturan
ٱللَّهِ
Allah
فَهُوَ
maka dia/itu
خَيۡرٞ
lebih baik
لَّهُۥ
baginya
عِندَ
di sisi
رَبِّهِۦۗ
Tuhannya
وَأُحِلَّتۡ
dan dihalalkan
لَكُمُ
bagi kalian
ٱلۡأَنۡعَٰمُ
binatang ternak
إِلَّا
kecuali
مَا
apa yang
يُتۡلَىٰ
dibacakan/diterangkan
عَلَيۡكُمۡۖ
atas kalian
فَٱجۡتَنِبُواْ
maka jauhilah
ٱلرِّجۡسَ
kekotoran/kenajisan
مِنَ
dari
ٱلۡأَوۡثَٰنِ
berhala-berhala
وَٱجۡتَنِبُواْ
dan jauhilah
قَوۡلَ
perkataan
ٱلزُّورِ
dusta
ذَٰلِكَۖ
demikianlah
وَمَن
dan barangsiapa
يُعَظِّمۡ
memuliakan/menghormati
حُرُمَٰتِ
larangan/peraturan
ٱللَّهِ
Allah
فَهُوَ
maka dia/itu
خَيۡرٞ
lebih baik
لَّهُۥ
baginya
عِندَ
di sisi
رَبِّهِۦۗ
Tuhannya
وَأُحِلَّتۡ
dan dihalalkan
لَكُمُ
bagi kalian
ٱلۡأَنۡعَٰمُ
binatang ternak
إِلَّا
kecuali
مَا
apa yang
يُتۡلَىٰ
dibacakan/diterangkan
عَلَيۡكُمۡۖ
atas kalian
فَٱجۡتَنِبُواْ
maka jauhilah
ٱلرِّجۡسَ
kekotoran/kenajisan
مِنَ
dari
ٱلۡأَوۡثَٰنِ
berhala-berhala
وَٱجۡتَنِبُواْ
dan jauhilah
قَوۡلَ
perkataan
ٱلزُّورِ
dusta
Terjemahan
Demikianlah (petunjuk dan perintah Allah). Siapa yang mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah (ḥurumāt) lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Semua hewan ternak telah dihalalkan bagi kamu, kecuali yang diterangkan kepadamu (keharamannya). Maka, jauhilah (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhi (pula) perkataan dusta.
Tafsir
(Demikianlah) menjadi Khabar dari Mubtada yang keberadaannya diperkirakan sebelumnya, yakni perintah Allah itu sebagaimana yang telah disebutkan (dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah) yaitu hal-hal yang tidak boleh dirusak (maka itu adalah) mengagungkannya (lebih baik baginya di sisi Rabbnya) di akhirat kelak. (Dan telah dihalalkan bagi kamu sekalian binatang ternak) untuk memakannya sesudah disembelih terlebih dahulu (kecuali yang diterangkan kepada kalian) keharamannya di dalam firman yang lainnya yaitu, "Diharamkan bagi kalian memakan bangkai..." (Q.S. Al-Maidah, 3). Dengan demikian berarti Istitsna di sini bersifat Munqathi'. Dan dapat pula dikatakan Muttashil, sedangkan barang yang diharamkan adalah ditujukan kepada hewan yang mati dengan sendirinya dan oleh penyebab-penyebab lainnya (maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu) huruf Min di sini menunjukkan arti Bayan atau keterangan, maksudnya barang yang najis itu adalah berhala-berhala (dan jauhilah perkataan-perkataan dusta) perkataan yang mengandung kemusyrikan terhadap Allah di dalam bacaan Talbiyah kalian, atau yang dimaksud adalah kesaksian palsu.
Tafsir Surat Al-Hajj: 30-31
Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepada kalian keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta, dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.
Allah ﷻ berfirman, "Itulah apa yang Kami perintahkan (kepada kamu sekalian) berupa amal-amal ketaatan dalam menunaikan manasik dan pahala yang berlimpah yang telah dijanjikan-Nya bagi para pelakunya." Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah. (Al-Hajj: 30) Yakni barang siapa yang menjauhi perbuatan-perbuatan durhaka dan apa-apa yang diharamkan oleh Allah yang bila dilanggar pelakunya berarti melakukan suatu dosa besar. maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. (Al-Hajj: 30) Maka baginya kebaikan yang banyak dan pahala yang berlimpah berkat memelihara dirinya dari hal-hal tersebut.
Sebagaimana mengerjakan amal ketaatan, pelakunya dapat pahala yang banyak dan balasan yang berlimpah; demikian pula halnya meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah ﷻ Ibnu Juraij mengatakan bahwa Mujahid pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah. (Al-Hajj: 30) Bahwa yang dimaksud dengan hurumat ini ialah hal-hal yang terhormat di sisi Allah (lain dengan pendapat di atas yang mengartikannya sebagai hal-hal yang diharamkan Allah, pent), yaitu kesucian tanah Mekah, ibadah haji, ibadah umrah, dan semua yang dilarang oleh Allah, berupa perbuatan-perbuatan maksiat (durhaka) terhadap-Nya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid. Firman Allah ﷻ: Dan telah dihalalkan bagi kalian semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepada kalian keharamannya. (Al-Hajj: 30) Yakni Kami halalkan bagi kalian semua binatang ternak, dan Allah sekali-kali tidak pernah menyariatkan adanya bahirah, saibah, wasilah, dan ham. Firman Allah ﷻ: kecuali yang diterangkan kepada kalian keharamannya. (Al-Hajj: 30) misalnya haramnya bangkai, darah, daging babi, dan sembelihan yang disembelih bukan karena Allah, hewan ternak yang mati tercekik, dan lain sebagainya yang diharamkan.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yang menurutnya bersumber dari Qatadah. Firman Allah ﷻ: maka jauhilah berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (Al-Hajj: 30) Huruf min dalam ayat ini bermakna bayaniyah (keterangan) untuk menjelaskan jenis-jenisnya, yakni jauhilah hal yang najis itu, maksudnya berhala-berhala itu. Mempersekutukan Tuhan sering disebutkan berbarengan dengan perkataan dusta, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Katakanlah, "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui. (Al-A'raf: 33) Termasuk ke dalam pengertian perkataan dusta ialah kesaksian palsu.
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui Abu Bakrah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: :- ". "Ingatlah, maukah kalian aku beri tahukan tentang dosa yang paling besar?" Kami (para sahabat) menjawab, "Tentu saja kami mau, wahai Rasulullah. Rasulullah ﷺ bersabda, "Mempersekutukan Allah dan menyakiti kedua orang tua, pada mulanya beliau bersandar, lalu duduk dan bersabda, "Ingatlah, dan perkataan dusta; ingatlah, dan kesaksian palsu!" Rasulullah ﷺ terus mengulang-ulang kalimat terakhir ini, sehingga kami berkata (dalam diri kami) mudah-mudahan beliau segera diam. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Ziyad, dari Fatik ibnu Fudalah, dari Aiman ibnu Kharim yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ berdiri melakukan khotbah. Beliau bersabda: Hai manusia, kesaksian palsu sebanding dengan mempersekutukan Allah! Beliau mengucapkan sabdanya ini sebanyak tiga kali, kemudian membaca firman Allah ﷻ: maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (Al-Hajj: 30) Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Ahmad ibnu Mani', dari Marwan ibnu Mu'awiyah dengan sanad yang sama.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib. Sesungguhnya kami mengenalnya hanya melalui hadis Sufyan ibnu Ziyad, sedangkan dia masih diperselisihkan perihal.periwayatannya akan hadis ini. Kami pun tidak mengetahui bahwa Aiman ibnu Kharim pernah mendengar dari Nabi ﷺ Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Sufyan Al-Usfuri, dari ayahnya, dari Habib ibnun Nu'man Al-Asadi, dari Kharim ibnu Fatik Al-Asadi yang menceritakan, bahwa Rasulullah ﷺ melakukan salat Subuh. Setelah selesai dari salatnya itu beliau berdiri, lalu bersabda: Kesaksian palsu seimbang dengan perbuatan mempersekutukan Allah ﷻ Kemudian beliau ﷺ membaca firman-Nya: maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta, dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-Hajj: 30-31) Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Wa-il ibnu Rabi'ah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa kesaksian palsu seimbang dengan mempersekutukan Allah, kemudian Ibnu Mas'ud membaca ayat ini.
Firman Allah ﷻ: dengan ikhlas kepada Allah. (Al-Hajj: 31) Yakni dengan mengikhlaskan niat dalam beragama karena Allah, menyimpang dari kebatilan menuju ke jalan yang hak. Karena itulah dalam firman Allah ﷻ selanjutnya disebutkan: tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-Hajj: 31) Kemudian Allah ﷻ membuatkan tamsil (perumpamaan) perihal orang musyrik dalam hal kesesatannya dan kebinasaannya dan kejauhannya dari jalan hidayah. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung. (Al-Hajj: 31) Maksudnya, terjatuh dari ketinggian, lalu disambar oleh burung selagi masih di udara. atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. (Al-Hajj: 31) Yaitu jauh lagi membinasakan setiap orang yang terjatuh padanya. Karena itu, telah disebutkan di dalam hadis Al-Barra yang menyebutkan bahwa sesungguhnya orang kafir itu apabila dimatikan oleh malaikat pencabut nyawa, mereka langsung membawa naik rohnya ke langit.
Akan tetapi, semua pintu langit tidak dibukakan untuknya. Akhirnya rohnya dilemparkan dari langit (ke tempat yang jauh). Kemudian Al-Barra membaca ayat ini. Hadis ini telah disebutkan berikut semua teks dan jalur-jalur periwayatannya di dalam tafsir surat Ibrahim. Allah ﷻ telah membuat perumpamaan lainnya bagi orang-orang musyrik di dalam surat Al-An'am, yaitu melalui firman-Nya: Katakanlah, "Apakah kita akan menyeru selain dari Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudaratan kepada kita dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan), 'Marilah ikuti kami, Katakanlah, 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk' (Al-An'am: 71), hingga akhir ayat." Al-Hajj, ayat 30-31 (30) (31) Demikianlah (perintah Allah).
Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepada kalian keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta, dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.
Allah ﷻ berfirman, "Itulah apa yang Kami perintahkan (kepada kamu sekalian) berupa amal-amal ketaatan dalam menunaikan manasik dan pahala yang berlimpah yang telah dijanjikan-Nya bagi para pelakunya." Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah. (Al-Hajj: 30) Yakni barang siapa yang menjauhi perbuatan-perbuatan durhaka dan apa-apa yang diharamkan oleh Allah yang bila dilanggar pelakunya berarti melakukan suatu dosa besar. maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. (Al-Hajj: 30) Maka baginya kebaikan yang banyak dan pahala yang berlimpah berkat memelihara dirinya dari hal-hal tersebut.
Sebagaimana mengerjakan amal ketaatan, pelakunya dapat pahala yang banyak dan balasan yang berlimpah; demikian pula halnya meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah ﷻ Ibnu Juraij mengatakan bahwa Mujahid pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah. (Al-Hajj: 30) Bahwa yang dimaksud dengan hurumat ini ialah hal-hal yang terhormat di sisi Allah (lain dengan pendapat di atas yang mengartikannya sebagai hal-hal yang diharamkan Allah, pent), yaitu kesucian tanah Mekah, ibadah haji, ibadah umrah, dan semua yang dilarang oleh Allah, berupa perbuatan-perbuatan maksiat (durhaka) terhadap-Nya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid. Firman Allah ﷻ: Dan telah dihalalkan bagi kalian semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepada kalian keharamannya. (Al-Hajj: 30) Yakni Kami halalkan bagi kalian semua binatang ternak, dan Allah sekali-kali tidak pernah menyariatkan adanya bahirah, saibah, wasilah, dan ham. Firman Allah ﷻ: kecuali yang diterangkan kepada kalian keharamannya. (Al-Hajj: 30) misalnya haramnya bangkai, darah, daging babi, dan sembelihan yang disembelih bukan karena Allah, hewan ternak yang mati tercekik, dan lain sebagainya yang diharamkan.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yang menurutnya bersumber dari Qatadah. Firman Allah ﷻ: maka jauhilah berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (Al-Hajj: 30) Huruf min dalam ayat ini bermakna bayaniyah (keterangan) untuk menjelaskan jenis-jenisnya, yakni jauhilah hal yang najis itu, maksudnya berhala-berhala itu. Mempersekutukan Tuhan sering disebutkan berbarengan dengan perkataan dusta, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Katakanlah, "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui. (Al-A'raf: 33) Termasuk ke dalam pengertian perkataan dusta ialah kesaksian palsu.
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui Abu Bakrah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: :- ". "Ingatlah, maukah kalian aku beri tahukan tentang dosa yang paling besar?" Kami (para sahabat) menjawab, "Tentu saja kami mau, wahai Rasulullah. Rasulullah ﷺ bersabda, "Mempersekutukan Allah dan menyakiti kedua orang tua, pada mulanya beliau bersandar, lalu duduk dan bersabda, "Ingatlah, dan perkataan dusta; ingatlah, dan kesaksian palsu!" Rasulullah ﷺ terus mengulang-ulang kalimat terakhir ini, sehingga kami berkata (dalam diri kami) mudah-mudahan beliau segera diam. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Ziyad, dari Fatik ibnu Fudalah, dari Aiman ibnu Kharim yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ berdiri melakukan khotbah. Beliau bersabda: Hai manusia, kesaksian palsu sebanding dengan mempersekutukan Allah! Beliau mengucapkan sabdanya ini sebanyak tiga kali, kemudian membaca firman Allah ﷻ: maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (Al-Hajj: 30) Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Ahmad ibnu Mani', dari Marwan ibnu Mu'awiyah dengan sanad yang sama.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib. Sesungguhnya kami mengenalnya hanya melalui hadis Sufyan ibnu Ziyad, sedangkan dia masih diperselisihkan perihal.periwayatannya akan hadis ini. Kami pun tidak mengetahui bahwa Aiman ibnu Kharim pernah mendengar dari Nabi ﷺ Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Sufyan Al-Usfuri, dari ayahnya, dari Habib ibnun Nu'man Al-Asadi, dari Kharim ibnu Fatik Al-Asadi yang menceritakan, bahwa Rasulullah ﷺ melakukan salat Subuh. Setelah selesai dari salatnya itu beliau berdiri, lalu bersabda: Kesaksian palsu seimbang dengan perbuatan mempersekutukan Allah ﷻ Kemudian beliau ﷺ membaca firman-Nya: maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta, dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-Hajj: 30-31) Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Wa-il ibnu Rabi'ah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa kesaksian palsu seimbang dengan mempersekutukan Allah, kemudian Ibnu Mas'ud membaca ayat ini.
Firman Allah ﷻ: dengan ikhlas kepada Allah. (Al-Hajj: 31) Yakni dengan mengikhlaskan niat dalam beragama karena Allah, menyimpang dari kebatilan menuju ke jalan yang hak. Karena itulah dalam firman Allah ﷻ selanjutnya disebutkan: tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-Hajj: 31) Kemudian Allah ﷻ membuatkan tamsil (perumpamaan) perihal orang musyrik dalam hal kesesatannya dan kebinasaannya dan kejauhannya dari jalan hidayah. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung. (Al-Hajj: 31) Maksudnya, terjatuh dari ketinggian, lalu disambar oleh burung selagi masih di udara. atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. (Al-Hajj: 31) Yaitu jauh lagi membinasakan setiap orang yang terjatuh padanya. Karena itu, telah disebutkan di dalam hadis Al-Barra yang menyebutkan bahwa sesungguhnya orang kafir itu apabila dimatikan oleh malaikat pencabut nyawa, mereka langsung membawa naik rohnya ke langit.
Akan tetapi, semua pintu langit tidak dibukakan untuknya. Akhirnya rohnya dilemparkan dari langit (ke tempat yang jauh). Kemudian Al-Barra membaca ayat ini. Hadis ini telah disebutkan berikut semua teks dan jalur-jalur periwayatannya di dalam tafsir surat Ibrahim. Allah ﷻ telah membuat perumpamaan lainnya bagi orang-orang musyrik di dalam surat Al-An'am, yaitu melalui firman-Nya: Katakanlah, "Apakah kita akan menyeru selain dari Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudaratan kepada kita dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan), 'Marilah ikuti kami, Katakanlah, 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk' (Al-An'am: 71), hingga akhir ayat." Al-Hajj, ayat 30-31 (30) (31) Demikianlah (perintah Allah).
Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepada kalian keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta, dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.
Allah ﷻ berfirman, "Itulah apa yang Kami perintahkan (kepada kamu sekalian) berupa amal-amal ketaatan dalam menunaikan manasik dan pahala yang berlimpah yang telah dijanjikan-Nya bagi para pelakunya." Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah. (Al-Hajj: 30) Yakni barang siapa yang menjauhi perbuatan-perbuatan durhaka dan apa-apa yang diharamkan oleh Allah yang bila dilanggar pelakunya berarti melakukan suatu dosa besar. maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. (Al-Hajj: 30) Maka baginya kebaikan yang banyak dan pahala yang berlimpah berkat memelihara dirinya dari hal-hal tersebut.
Sebagaimana mengerjakan amal ketaatan, pelakunya dapat pahala yang banyak dan balasan yang berlimpah; demikian pula halnya meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah ﷻ Ibnu Juraij mengatakan bahwa Mujahid pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah. (Al-Hajj: 30) Bahwa yang dimaksud dengan hurumat ini ialah hal-hal yang terhormat di sisi Allah (lain dengan pendapat di atas yang mengartikannya sebagai hal-hal yang diharamkan Allah, pent), yaitu kesucian tanah Mekah, ibadah haji, ibadah umrah, dan semua yang dilarang oleh Allah, berupa perbuatan-perbuatan maksiat (durhaka) terhadap-Nya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid. Firman Allah ﷻ: Dan telah dihalalkan bagi kalian semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepada kalian keharamannya. (Al-Hajj: 30) Yakni Kami halalkan bagi kalian semua binatang ternak, dan Allah sekali-kali tidak pernah menyariatkan adanya bahirah, saibah, wasilah, dan ham. Firman Allah ﷻ: kecuali yang diterangkan kepada kalian keharamannya. (Al-Hajj: 30) misalnya haramnya bangkai, darah, daging babi, dan sembelihan yang disembelih bukan karena Allah, hewan ternak yang mati tercekik, dan lain sebagainya yang diharamkan.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yang menurutnya bersumber dari Qatadah. Firman Allah ﷻ: maka jauhilah berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (Al-Hajj: 30) Huruf min dalam ayat ini bermakna bayaniyah (keterangan) untuk menjelaskan jenis-jenisnya, yakni jauhilah hal yang najis itu, maksudnya berhala-berhala itu. Mempersekutukan Tuhan sering disebutkan berbarengan dengan perkataan dusta, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Katakanlah, "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui. (Al-A'raf: 33) Termasuk ke dalam pengertian perkataan dusta ialah kesaksian palsu.
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui Abu Bakrah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: :- ". "Ingatlah, maukah kalian aku beri tahukan tentang dosa yang paling besar?" Kami (para sahabat) menjawab, "Tentu saja kami mau, wahai Rasulullah. Rasulullah ﷺ bersabda, "Mempersekutukan Allah dan menyakiti kedua orang tua, pada mulanya beliau bersandar, lalu duduk dan bersabda, "Ingatlah, dan perkataan dusta; ingatlah, dan kesaksian palsu!" Rasulullah ﷺ terus mengulang-ulang kalimat terakhir ini, sehingga kami berkata (dalam diri kami) mudah-mudahan beliau segera diam. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Ziyad, dari Fatik ibnu Fudalah, dari Aiman ibnu Kharim yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ berdiri melakukan khotbah. Beliau bersabda: Hai manusia, kesaksian palsu sebanding dengan mempersekutukan Allah! Beliau mengucapkan sabdanya ini sebanyak tiga kali, kemudian membaca firman Allah ﷻ: maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (Al-Hajj: 30) Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Ahmad ibnu Mani', dari Marwan ibnu Mu'awiyah dengan sanad yang sama.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib. Sesungguhnya kami mengenalnya hanya melalui hadis Sufyan ibnu Ziyad, sedangkan dia masih diperselisihkan perihal.periwayatannya akan hadis ini. Kami pun tidak mengetahui bahwa Aiman ibnu Kharim pernah mendengar dari Nabi ﷺ Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Sufyan Al-Usfuri, dari ayahnya, dari Habib ibnun Nu'man Al-Asadi, dari Kharim ibnu Fatik Al-Asadi yang menceritakan, bahwa Rasulullah ﷺ melakukan salat Subuh. Setelah selesai dari salatnya itu beliau berdiri, lalu bersabda: Kesaksian palsu seimbang dengan perbuatan mempersekutukan Allah ﷻ Kemudian beliau ﷺ membaca firman-Nya: maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta, dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-Hajj: 30-31) Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Wa-il ibnu Rabi'ah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa kesaksian palsu seimbang dengan mempersekutukan Allah, kemudian Ibnu Mas'ud membaca ayat ini.
Firman Allah ﷻ: dengan ikhlas kepada Allah. (Al-Hajj: 31) Yakni dengan mengikhlaskan niat dalam beragama karena Allah, menyimpang dari kebatilan menuju ke jalan yang hak. Karena itulah dalam firman Allah ﷻ selanjutnya disebutkan: tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-Hajj: 31) Kemudian Allah ﷻ membuatkan tamsil (perumpamaan) perihal orang musyrik dalam hal kesesatannya dan kebinasaannya dan kejauhannya dari jalan hidayah. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung. (Al-Hajj: 31) Maksudnya, terjatuh dari ketinggian, lalu disambar oleh burung selagi masih di udara. atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. (Al-Hajj: 31) Yaitu jauh lagi membinasakan setiap orang yang terjatuh padanya. Karena itu, telah disebutkan di dalam hadis Al-Barra yang menyebutkan bahwa sesungguhnya orang kafir itu apabila dimatikan oleh malaikat pencabut nyawa, mereka langsung membawa naik rohnya ke langit.
Akan tetapi, semua pintu langit tidak dibukakan untuknya. Akhirnya rohnya dilemparkan dari langit (ke tempat yang jauh). Kemudian Al-Barra membaca ayat ini. Hadis ini telah disebutkan berikut semua teks dan jalur-jalur periwayatannya di dalam tafsir surat Ibrahim. Allah ﷻ telah membuat perumpamaan lainnya bagi orang-orang musyrik di dalam surat Al-An'am, yaitu melalui firman-Nya: Katakanlah, "Apakah kita akan menyeru selain dari Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudaratan kepada kita dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan), 'Marilah ikuti kami, Katakanlah, 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk' (Al-An'am: 71), hingga akhir ayat.""
Demikianlah perintah Allah kepada kaum muslim untuk melak-sanakan ibadah haji. Dan Barang siapa mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah dengan melaksanakan rangkaian manasik haji dan men-jauhi semua larangan ketika berihram, baik ihram untuk haji maupun umrah, maka sikap yang demikian itu lebih baik baginya, tamu Allah, di sisi Tuhannya. Dan dihalalkan bagi kamu semua hewan ternak, baik ketika menunaikan ibadah haji maupun tidak sedang berhaji, kecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya di dalam Al-Qur'an dan Sunah. Maka, jauhilah olehmu, wahai orang-orang beriman, penyembahan berhala-berhala yang najis itu karena tidak sesuai dengan kesucian dan kemurnian tauhid yang diajarkan para nabi dan rasul; dan jauhilah perkataan dusta, baik ketika berihram untuk haji atau umrah, lebih-lebih ketika sudah menyandang predikat haji. 31. Menunaikan ibadah haji ke Baitullah hendaklah dengan landasan tauhid yang lurus, niat beribadah dengan ikhlas kepada Allah, semata-mata mengharapkan keridaan-Nya, tanpa mempersekutukan-Nya de-ngan sesuatu apa pun. Barang siapa mempersekutukan Allah, kapan dan di mana pun, selama menunaikan ibadah haji maupun sebelumnya, maka seakan-akan dia jatuh dari langit, karena terputus dari tali Allah hingga ibadahnya tidak diterima, lalu disambar oleh burung hingga dirinya makin jauh dari Allah, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh seperti layang-layang putus.
Ayat ini menerangkan bahwa semua yang tersebut pada ayat-ayat yang lalu, seperti mencukur rambut, memotong kuku, memenuhi nazar, tawaf mengelilingi Ka`bah, termasuk kewajiban yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang menunaikan ibadah haji. Siapa yang melaksanakan semua yang diperintahkan itu selama mereka berihram, karena ingin mengagungkan dan mencari keridaan Allah, maka perbuatan itu adalah perbuatan yang paling baik di sisi Allah dan akan dibalasnya dengan pahala yang berlipat ganda serta surga yang penuh kenikmatan.
Menurut Ibnu 'Abbas yang dimaksud dengan "hurumatillah", ialah apa yang dilarang dilakukannya oleh orang-orang yang sedang menunaikan ibadah haji, seperti berlaku fasik, bertengkar, bersetubuh dengan istri, berburu dan sebagainya. Menghormati "hurumatillah", ialah menjauhi semua larangan itu. Sedang menurut riwayat Zaid bin Aslam, yang dimaksud dengan "hurumatillah", ialah al-Masy'aril Haram, Masjidil Haram, Baitul Haram (Ka`bah), Bulan-bulan Haram dan Tanah Haram. Menghormati "hurumatillah" itu adalah berbuat baik di tempat-tempat tersebut, tidak berbuat maksiat dan hal itu merupakan perbuatan yang paling baik di sisi Allah.
Dalam ibadah haji terdapat dua macam ibadah, yaitu ibadah yang berhubungan dengan anggota badan, disebut ibadah "badaniyah", seperti tawaf, sa`i, melempar jumrah dan sebagainya. Yang kedua ialah ibadah yang berhubungan dengan harta, disebut "maliyah", seperti menyembelih binatang kurban dan sebagainya. Dalam ayat ini disebutkan makanan yang dihalalkan, dan perintah menjauhi perkataan dusta. Sekalipun perintah itu ditujukan kepada semua kaum Muslimin, tetapi orang-orang yang sedang menunaikan ibadah haji sangat diutamakan melaksanakannya.
Allah menerangkan bahwa dihalalkan bagi orang-orang yang beriman memakan dan menyembelih unta, lembu dan sebagainya, kecuali binatang-binatang yang telah ditetapkan keharamannya, sebagaimana tersebut dalam firman Allah:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih, dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala.... (al-Ma`idah/5: 3)
Dan firman Allah:
Katakanlah, "Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi ? karena semua itu kotor ? atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah.... (al-An'am/6: 145)
Allah tidak pernah mengharamkan memakan daging binatang seperti yang diharamkan oleh kaum musyrik Mekah, perbuatan itu adalah perbuatan yang mereka ada-adakan saja. Mereka mengharamkan Bahirah, Sa`ibah, Washilah, Ham dan sebagainya, sebagaimana firman Allah:
Allah tidak pernah mensyariatkan adanya Bahirah, Saibah, Washilah dan Ham. Tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti. (al-Ma`idah/5: 103)
Dalam ayat ini disebutkan dua macam perintah Allah, yaitu:
1. Perintah menjauhi perbuatan menyembah patung atau berhala, karena perbuatn itu adalah perbuatan yang menimbulkan kekotoran dalam diri dan sanubari seseorang yang mengerjakannya dan perbuatan itu berasal dari perbuatan setan. Setan selalu berusaha mengotori jiwa dan diri manusia.
2. Perintah menjauhi perkataan dusta dan melakukan persaksian yang palsu.
Dalam ayat ini penyebutan persaksian palsu dan penyembahan berhala secara bersamaan, karena kedua perbuatan itu pada hakekatnya adalah sederajat, semua sama berdusta dan mengingkari kebenaran. Dari ayat ini dapat dipahami pula betapa besar dosanya mengadakan persaksian palsu itu karena disebutkan setelah larangan menyekutukan Allah.
Dalam hadis Nabi Muhammad ﷺ pun diterangkan bahwa persaksian palsu itu sama beratnya dengan menyekutukan Allah:
Dari Nabi ﷺ bahwa beliau salat Subuh, setelah selesai memberi salam, beliau berdiri dan menghadap kepada manusia dan berkata, "Persaksian palsu sama beratnya dengan mempersekutukan Allah, persaksian palsu sama beratnya dengan mempersekutukan Allah, persaksian palsu sama beratnya dengan mempersekutukan Allah." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan ath-thabarani).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Darihal Haji (1)
Ayat 25
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan yang menghambat dan jalan Allah." (pangkal ayat 25). Artinya kafir, sebagaimana yang telah banyak di-terangkan, ialah menolak, tidak mau percaya kepada seruan atau risalah yang dibawa oleh Rasul Tuhan. Kekafiran itu dituruti lagi oieh sikap menentang, sampal menghambat-hambat, menghalang-halangi jalan Allah. Jalan Allah ialah jalan yang lungs dan benar, menurut ketentuan Tuhan: “Dan Masjidil Haram." Artinya mereka halangi pula Masjidil Haram tempat manusia beribadat: “Yang telah Kami jadikan sama untuk manusia, yang menetap padanya dan yang berkunjung." Begitulah Masjidil Haram di Makkah itu dijadikan Tuhan, tempat orang beribadat, sama di sisi Allah di rumah suci itu di antara orang yang menetap lama di sana, bertahun-tahun, atau yang berkunjung seberitar, sekedar mengerjakan haji saja, sesudah itu pergi! Semuanya sama dianggap orang yang bemiat baik. Jika menetap lama, menjadilah dia “jiwarullah", tetangga Tuhan. Dan jika dia berkunjung seberitar sekedar mengerjakan haji dengan segala rukun syaratnya, jadilah dia “dhaifullah", tetamu Tuhan.
“Dan barangsiapa yang bermaksud padanya dengan pelanggaran, dengan aniaya."Artinya ada juga mereka yang kafir itu datang ke sana, tetapi peraturan yang dilakukan bukan yang diaturkan oleh Allah dan Rasul, melainkan membuat cara sendiri. Ini pun namanya aniaya! “Akan Kami rasakan kepadanya azhab siksaan yang pedih." (ujung ayat 25).
Ayat ini adalah ancaman pada mulanya kepada kafir Quraisy. Mereka tidak mau percaya kepada seruan yang dibawa oieh Rasul, bahkan mereka halanghalangi. Mereka berkuasa dalam masyarakat Makkah. Sedang Masjidil Haram sebagai pusat beribadat terletak di sana. Mereka pernah halang-halangi Nabi s.a.w. beribadat kepada Allah, bersih daripada niat yang lain. Bahkan mereka pun beribadat di Masjidil Haram itu, tetapi ibadat mereka tidak menurut peraturan yang benar lagi. Ketika selesai mendirikan rumah suci itu, Nabi Ibrahim mendoakan kepada Tuhan, agar anak-cucunya jangan sampai menyembah berhala. Sebab berhala telah banyak menyesatkan manusia (Surat 12, ayat 35-36). Tetapi kemudian peraturan ini telah mereka selewengkan. Mereka telah meletakkan berhala keliling Ka'bah itu tidak kurang dari 360 buah, besar dan kecil.
Mereka Inilah yang mula diancam Tuhan dengan ayat ini. Tetapi tentu saja ayat ini tetap jadi ancaman bagi manusia untuk selanjutnya, jika mereka berlaku sebagai kafir Quraisy itu pula.
Ayat 26
“Dan (ingatlah) tatkala Kami tentukan bagi Ibrahim tempat rumah itu." (pangkal ayat 26). Artinya bahwa Allah menyuruh memperingatkan kembali awal mulanya rumah suci itu akan berdiri yaitu bahwa Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim mendirikan rumah tempat beribadat kepada Allah Yang Maha Esa yang pertama kali di dunia ini (Surat 3 all lmran ayat 96 dan 97): “Bahwa Jangan kamu persekutukan dengan Daku barong suatu pun." Untuk menegakkan akidah keesaan Allah itulah rumah itu diriirikan, bukan buat diaelewengkan kepada yang lain, bukan buat membuat pula pujaan yang lain. "Dan bersihkanfah rumahKu untuk orang-orang yang tawaf," yaitu berjalan mengelilingi Ka'bah itu sampal tujuh kali; “Dan orang-orang yang,berdiri," yaitu berdiri sgmbahyang; “Dan orang-orang yang ruku' lagi sujud." (ujung ayat 26). Di Surat 2, al-Baqarah ayat 125 disebut juga “wal'akifina" dan orang-orang yang beri'tikaf lagi ruku' dan sujud.
Di ujung ayat ini telah dijelaskan bahwasanya rumah itu diriirikan ialah semata-mata buat tempat beribadat kepada Allah. Tempat tawaf kelilingnya, tempat orang berdiri sembahyang, ruku' dan sujud. Sebab itu hendaklah dia selalu. dibersihkan. Bersih dari kotoran lahir dan batin. Kekuatan batin ialah jangan sampai dimasukkan ke dalam barang yang akan mengganggu kekhusyu'kan manusia menyembah Tuhan. Kekotoran lahir ialah sarap-sarap dan sampah-sampah yang akan mengotorinya. Itulah sebabnya dijadikan adatia6adat oleh raja-raja yang menguasai Makkah dari dahulu sampai sekarang pada waktu-waktu tertentu membuka pintu Ka'bah dan menyiramnya dengan air dan menyapunya. Kadang-kadang diundang orang-orang besar Islam yang datang naik haji untuk turut menerima kehormatan menyapu Ka'bah di musim haji. Dan membersihkan mesjid itu bukan saja terhadap Ka'bah dan Masjidil Haram, bahkan seluruh mesjid tempat beribadat hendaklah bersih.
Tersebutlah dalam sebuah Hadist yang shahih, bahwa seorang perempuan tua suka benar memilih sampah-sampah kalau terdapat dalam mesjid Nabi di Madinah. Nabi s.a.w. senang sekali kepadanya. Seketika Rasulullah s.a.w. kembali dari satu perjalanan jihari, beliau tidak mendapati lagi perempuan tua itu di mesjid. Orang memberitahu kepada beliau bahwa dia telah meninggal. Rasulullah s.a.w. menanyakan dimana kuburnya. Setelah ditunjukkan orang, beliau pun pergi menyembahyangkannya di pinggir kubunya.
Ayat 27
“Dan serukanlah kepada manusia supaya berhaji." (pangkal ayat 27). Kata ahli tafsir. "Inilah lanjutan pertntah Tuhan kepada Nabi Ibrahim, yakni setelah selesai Nabi Ibrahim mendirikan rumah suci di atas sebidang tanah yang telah ditentukan Tuhan itu dan telah dijelaskan pula kegunaan rumah itu, yaitu buat semata-mata beribadat kepada Tuhan, maka diturunkan lanjutan perintah, yaitu supaya dia menyeru manusia supaya datang berhaji ke tempat itu. tegasnya ke rumah itu. "Agar mereka datang kepada engkau dalam keadaan berjalan kaki." Yaitu orang-orang dekat, yang kuat dan sanggup berjalan kaki."Dan di atas tiap-tiap unta nyanyuk yang datang dari tiap-tiap penjuru jauh." (ujung ayat 27).
Yang dekat-dekat tentu bIsa berjalan kaki. Yang jauh-jauh tentu dengan kendaraan. Alat perhubungan di zaman Nabi Ibrahim untuk yang jauh, ialah dengan unta, sampai unta itu dinamai orang bahtera padang pasir. Sampai sekitar tahun 1925 perhubungan di Jazirah Arab, Bay-at dan Timur, Utara dan Selatannya ialah unta, dalam ayat ini, unta untuk berjalan jauh yang sampai nyanyuk dari payahnya perjalanan disebut dhamir (…). Ini menimbulkan kesimpulan bahwa yang diauruh datang ke sana itu ialah tiap-tiap manusia yang beriman kepada Allah Yang Maha Esa! Kian lama kian meluaslah seruan ini ke serata-rata dunia. Sehingga datang ke sana tidak saja lagi dengan unta yang telah kurus dan nyanyuk dari jauhnya perjalanan, bahkan datang dari selunih petosok dunia dengan kapal udara yang lebih cepat dari suara.
Ayat 27 ini memberikan faham bagi kita bahwa syariat haji itu telah dimulai Tuhan menurunkannya sejak Nabi Ibrahim. Kata-kata … artinya serukanlah, sama dengan azan. Dapat kita katakan bahwa Nabi Ibrahim telah diperintahkan memproklamirkan manasik haji kepada manusia. Dan Nabi Muhammad s.a.w. adalah menjalankan perintah Tuhan agar menghidupkan kembali syanat yang telah dimulai dari zaman Nabi Ibrahim ini ada membersihkannya daripada cara-cara jahiliyah Quraisy, lalu ditambah lagi oleh Nabi s.a.w, beberapa manasik.
Ayat 28
“Agar mereka saksikan berbagai manfaat buat mereka." (pangkal ayat 28). Pada pangkal ayat ini dijelaskan bahwa sesampat di tempat yang mulia itu kita dapat menyaksikan hal-hal yang ada manfaatnya. Manfaat itu banyak, berbagai ragam. Ahli-ahli tafsir menjelaskan setengah dari manfaat itu ialah perdagangan. Tegasnya, kalau ada membawa pemiagaan, pergilah terlebih dulu menjuainya, moga-moga dapat laba yang besar. Atau memiliki barang yang ddapat dibeli buat dijual lagi di tempat lain. Ayat ini sejalan dengan pangkal ayat 198 dari Surat 2 al-Baqarah, yang bunyinya:
“Tidaklah ada salahnya atas kamu bahwa kamu mengusahakan kurnia daripada Tuhan kamu."
Maka samalah penafsiran ahli-ahli talsir bahwa ayat 28 Surat al-Haj dan 198 Surat al-Baqarah ini adalah satu, yaitu tidak terlarang seketika mengerjakan haji itu disambilkan juga bemiaga, berjual-beli.
Cobalah perhatikan kedua ayat itu: baik ayat 198 Surat al-Baqarah atau ayat 28 Surat al-Haj ini. Pada yang pertama di pangkal ayat diterangkan lebih dahulu boleh mencari keuntungan dan kurnia Allah: lanjutnya ialah apabila kamu telah berbondang dan Arafah, ingatlah Allah di dekat Masy'aril Haram. Di ayat ini, di pangkal dikatakan agar mereka menyaksikan beberapa manfaat buat mereka, selanjutnya diterangkan “dan mereka menyebut nama Allah pada hari-hari tertentu.",
Dari kedua ayat ini kita mendapat kesan, bahwa sebelum “hari-hari tertentu" atau sebelum berbondong turun dart Arafah, waktu buat urusan yang lain, buat berniaga, buat mencari keuntungan masih ada. Sebab orang sampai di Makkah bukanlah tepat pada “hari-hari tertentu" itu, melainkan beberapa hari lebih dahulu. Hari-hari yang terlarang itu tidaklah ada salahnya jika digunakan mencari keuntungan yang halal:
Dalam mengerjakan Jum'at pun demikian pula. Bila waktu Jum'at telah datang tinggalkanlah jual-beli dan pergilah sembahyang. Sehabis sembahyang berkeliaranlah di muka bumi mencari kurnia Allah dan ingatlah Allah sebanyakbanyaknya.
Berkata Ibnu Abbas, pada permulaan perintah haji dalam Islam Orang sibuk berjual-beli di Mina dan Arafat dan pasar Dzil Majaz dan di musim haji. Maka timbullah takut mereka meneruskan kebiasaan itu di dalam melakukan ihram. Tiba-tiba turunlah ayat itu (198 Surat al-Baqarah), yang menyatakan tidak ada salahnya bahwa kamu mengusahakan kurnia daripada Tuhan kamu pada musim haji. Hadist ini dirawikan oleh Bukhari Muslim dan an-Nasa'i.
Abu Amamah at-Taimi menceriterakan bahwa dia pernah minta fatwa kepada Abdullah bin Umar bahwa pekerjaannya ialah mempersewakan kendaraan kepada orang-orang naik haji. Ada orang yang mengatakan kepadanya, bahwa hajinya tidak sah! Sebab kerjanya hanya mempersewakan kendaraan.
Lalu Ibnu Umar bertanya: “Bukankah engkau berihram dan membaca Labbaika? Bukankah engkau tawaf sesudah turut berbondang dart Arafah? Bukankah engkau pun turut melontar ketiga jumrah? Abu Amamah menjawab: “Semua itu aku kerjakan!" Maka berkatalah ibnu Umar: “Kalau semua itu sudah engkau kerjakan, engkau sudah haji!" Dan kata Ibnu Umar selanjutnya: “Telah ada pula orang bertanya semacam pertanyaanmu ini kepada Nabi s.a.w. L.a)u beiiau jawab: “Engkau sudah haji!" Hadist ini dirawikan oleh Abu Daud dan Said bin Manshur.
Seorang bertanya kepada Ibnu Abbas: “Saya bekerja pada rombongan orang-orang yang hendak naik haji itu, lalu saya pun mengambil kesempatan mengerjakan manasik haji. Apakah haji saya itu diterima Tuhan? Ibnu Abbas menjawab: “Pasti diterima."
“Bagi mereka itu ada bagian dan sebab apa yang mereka usahakan. Dan Allah cepat sekaliperhitungannya,"
(Riwayatal-Baihagidanad-Daraquthni)
Di camping itu, menurut yang tersebut dalam sejarah, sebelum jatuhnya kerajaan-kerajaan Islam di Andalusia di akhir abad ke-15 Masehi, kafilah haji itu adalah merangkap kafilah pemiagaan. Rombongan-rombongan haji dari Dunia Islam sebelah Barat, membawa barang-barang dari Barat yang diperlukan di Timur, berpangkal dari kota-kota besar Andalusia, Cordova, Granada, Sebilla, Mercia, dan lain-lain, lalu berkumpul di pelabuhan Malaga. Dari sana menyeberang ke pantai Agdir di Afrika Utara. Di sana menggabung lagi talon-talon haji dari Tunisia, Talemsan (Aljazair), Marrakiay (Maroko) untuk meneruskan melalui Mesir, tems ke Jazirah Arab, kadang-kadang sampai beribu orang.
Yang dari Timur pun demikian pula. Pemiagaan dari Ialahan, Syraz, Ghazaah, Samarkand dan lain-lain berkafilah-kafilah pula membawa hasil dari Tuhan. Makkah adalah tempat pertemuan dan pertukaran kepentingan. Permaidani yang indah-indah dan Syiras, sutera dari Kashmir, bahkan rempahrempah dari kepulauan Indanesia, termasuk kapur wangi dari barus pulau Sumatrera, yang telah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu sebagai barang mewah, sedang adanya hanya di Sumatera. Demikian juga setanggi dari Makassar, pulau Sulawesi. Siatem chagu (cek) sudah terpakai waktu itu, dengan secarik kertas kecil seorang saudagar di pelabuhan Malaga minta serahkan sekian diriar uangnya kepada langganannya di Basrah dalam perjalanan wakil itu ke Makkah. Bahkan kalimat cheque itu ialah dari bahasa Arab … (shak).
Ibnu Batilalhah yang datang melawat ke negeri kita di tahun 1345-1346 menerangkan bahwa kapal-kapal dagang Sultan al-Malikus Zhahir belayar jauh sampai ke beriua Cina. Tentu sampai juga ke pelabuhan-pelabuhan sebelah Barat: Malabar, Sailan dan lain-lain untuk bukti bahwa pihak kita pun turut aktif berdagang yang ada kaitannya dengan haji itu. Dan Alfonso d'Albuquerque, panglima Portugia yang menaklukkan Melaka tahun 1519, setelah penaklukan itu berkirim surat kepada rajanya di Lisabon, mempersembahkan dengann segala kebesaran hati bahwa dengan_ ditaklukkan Melaka jalan ke Makkah sudah ditutup, supaya hancurlah hubungan di antara negeri-negeri orang Islam itu. Dengan demikian terbukti bahwa hubungan Tanah Arab dengan kepulauan kita ini bukan semata-mata karena pergi haji, melainkan juga hubungan ekonomi. Sir Thomas Amold dalam bukunya “The Preacing of Islam" (Da'wah kepada Islam) mengatakan bahwa sebelum datang Portugia, tampuk perniagaan ke sebelah timur ini berates tahun di tangan orang Arab. Setelah datang baru pindah ke tangan mereka.
Khahariya konon, di zaman Sultan Agung Mataram, hubungan perniagaan Jawa merangkap naik haji ini masih ada. Tetapi di zaman puteranya Amangkurat I kekuasaan lautan sudah jatuh ke tangan Belanda. Sejak itu kalau orang Indanesia naik haji hanya semata-mata naik haji. Tidak ada lagi yang bemiaga besar. Dapat rlaik haji saja sudah syukur. Dan ada yang bemiaga kecilkecilan dIsalahkan oleh kawannya.
Pada musim haji tahun 1387 H (1968 M), Pemerintah Republik Indanesia telah mencoba buat pertama kali mengangkut suatu Pameran Dagang hasilhasil industri Indanesia di Jeddah. Tetapi baru berhenti hingga itu raja.
Kesimpulan kata: adalah faham yang tidak pada tempatnya orang berkata bahwa naik haji tidak boleh dicampur dengan bemiaga. Dan salah satu rangka doa orang naik haji berbunyi demikian:
“Moga-moga hajinya mabrur, sa'tnya disyukuri, dosanya diampuni, dan perniagaannya sekali-kali jangan rugi."
Dan yang bemiaga tentulah yang ahli pemiagaan juga. Maka bagi yang ahli tidak terlarang.
Sekarang kita teruskan tafsir: “Dan mereka menyebut nama Allah pada hari-hari tertentu."
Hari-hari tertentu mengerjakan manasik haji itu ialah:
1. 8 Dzul Hijjah: hari tarwiyah - persiapan akan ke Arafah.
2. 9 Dzul Hijjah: hari wuquf - berhenti di Arafah sejak tergelincir matahari sampai berjawat malam.
3. 10 Dzul Hijjah: hari Nahar di Mina, menyembelih kurhari.
4. 11, 12, 13: hari tasyriq, berhenti di Mina melempar jumrah ketiganya.
5. Tawaf Ifadhah dan sa'i di antara Shafa dan Marwah dan tahallul.
Tahallul artinya: melepaskan diri dari ikatan ihram dengan bercukur atau bergunting rambut beberapa helai. Dengan tahallul selesailah haji dan habislah hari yang tertentu itu. "Atas rezeki yang telah ditimpahkan Allah dari binatang-binatang ternak," artinya amat banyakiah rezeki yang dikurniakan Allah kepada manusia. Di antara rezeki itu janganlah dilupakan binatang-binatang temak,, unta, sapi, kerbau, dan domba. Dagingnya buat dimakan, susunya buat diminum, kulitnya buat alas kaki, bukunya buat pakaian. Dan binatang-binatang itu pula yang digunakan pembayar hari-yu atau kurhari dalam berhaji.
“Maka makanlah daripadanya dan beri makanlah orang susah melarut." (ujung ayat 28). Binatang-binatang temak itu diaembelih, ada yang sebagai pelengkap haji, sebagai orang yang melakukan haji tamattu' dan qiran. Atau bayaran-bayaran jika terianggar beberapa peraturan larangan yang telah ditentukan, ataupun udh-hiyah, yaitu yang disebut juga kurhari. Kita boleh memakan sebagian dagingnya dan yang sebagian lagi berikanlah kepada orang fakir, susah melarat.
Ayat 29
“Kemudian itu mereka bersihkanlah daki mereka." (pangkal ayat 29). Yaitu bila ihram haji telah selesai dengan tahallul, bersihkanlah kotoran yang melekat di badan. Karena mungkin selama berihram banyak daki (kotoran) dan pasir yang lekat di badan karena keringat dan peluh. Dicukur rambut atau digunting, dipepat kurnia dan janggut, dan ditanggalkan pakaian ihram: “Dan mereka penuhilah nazar-nazar mereka," atau mereka bayar nazar-nazar mereka. Baik nazar yang temiat dalam hati, atau kewajiban-kewajiban membayar dam (had-yu): “Dan hendaklah mereka tawaf di rumah kuno itu." (ujung ayat 29).
Yaitu setelah selesai mereka melontar jumratul aqabah di Mina, segeralah mereka ke Makkah mengerjakan tawal sebagai bagian (rukun) dari haji. Inilah yang dinamai juga tawaf Ifadhah. (Tawaf Ifadhah tersebut juga di ayat 198-199 Surat 2, al-Baqarah). Disebut rumah kuno karena sejarah telah lama, yaitu sejak Nabi Ibrahim. Bahkan ada riwayat bahwa sebelum Ibrahim telah ada, tetapi runtuh ketika taufan Nabi Nuh. Tetapi “riwayat" ini tidak ada kesaksiannya dan al-Qur'an Cuma yang terang, Ka'bah adalah lebih tua atau lebih kuno danpada mesjid yang lain di dunia ini.
Selain dari Al-Baitil Atiq diartikan rumah kuno, ada lagi tafsir lain, yaitu rumah bebas. Karena atiq juga berarti bebas dan perbudakan. Dalam sebuah Hadist yang dirawikan oleh Termidzi tersebut:
“Hanyasanya dinamai rumah bebas, karena tidak pernah seorong penakluk dapat menguasainya."
Memang Alexander Macedania, tidak sampai ke sana. Buktinazar raja Babil tidak berani memasukinya, Abrahah raja muda Habsyi yang ingin meruntuhkannya dengan tentara bergajah, akhinya dia sendiri yang runtuh.
Ayat 30
“Demikianlah!" (pangkal ayat 30). Artinya, demikianlah peraturan manasik haji itu telah diatur Tuhan, semuanya itu adalah ibadah yang banyak sangkutpaut dengan syi'ar. Dengan tempat-tempat bersejarah: “Dan barangsiapa yang menghormati yang dilarang-pantangkan oleh Allah itu, maka yang begitu adalah baik di sisi Tuhan." Artinya, bahwasanya selama mengerjakan hail itu ada beberapa peraturan, ada beberapa larangan yang kalau dilanggar akan dirienda atau dikenakan dam. Mesti memakai ihram. Kepala tidak boleh tertutup, muka dan kedua telapak tangan perempuan mesti terbuka, tidak boleh berburu dan sebagainya, Maka barangsiapa yang mematuhl larangan pantangari, maka yang begitu adalah diterima baik dan diaenangi Tuhan. Karena itu adalah alamat kepatuhan: “Dan telah dihalalkan bagi kamu binatang-binatang temak," unta, kambing. domba dan sapi. "Kecuali mana yang dibacakan kepada kamu," yang sudah jelas ditentukan haramnya oleh Tuhan, yaitu: (1) bangkai, (2) daging babi, (3) darah dan (4) yang diaembelih untuk yang selain Allah. Selain dari yang ditentukan haramnya oleh Allah dan Rasul seperti yang disebut di zamari jahiliyah, yang mereka sebut bahirah, sa-ibah, washi-lah dan ham, (lihat Surat 5 al-Maidah, ayat 103) semuanya itu adalah bohong belaka, tidak ada dalam ‘peraturan: “Maka jauhilah yang keji dari berhala-berhala itu." Bertambah dalam iman, menjauhilah dan berhala-berhala. Sebab berhala adalah keji."Dan jauhilah kata-kata dosa." (ujung ayat 30). Orang yang berbudi tinggi, yang telah menetapkan hanya Allah jadi tujuan pasti tidak keluar dari mulutnya kata-kata omong kosong.