Ayat
Terjemahan Per Kata
لِّيَشۡهَدُواْ
supaya mereka menyaksikan
مَنَٰفِعَ
berbagai manfaat
لَهُمۡ
bagi mereka
وَيَذۡكُرُواْ
dan mereka menyebut
ٱسۡمَ
nama
ٱللَّهِ
Allah
فِيٓ
dalam
أَيَّامٖ
beberapa hari
مَّعۡلُومَٰتٍ
telah ditentukan
عَلَىٰ
atas
مَا
apa (rezeki)
رَزَقَهُم
Dia memberi rezeki kepada mereka
مِّنۢ
dari
بَهِيمَةِ
binatang
ٱلۡأَنۡعَٰمِۖ
ternak
فَكُلُواْ
maka makanlah
مِنۡهَا
dari padanya
وَأَطۡعِمُواْ
dan beri makanlah
ٱلۡبَآئِسَ
orang-orang yang sengsara
ٱلۡفَقِيرَ
orang-orang yang fakir
لِّيَشۡهَدُواْ
supaya mereka menyaksikan
مَنَٰفِعَ
berbagai manfaat
لَهُمۡ
bagi mereka
وَيَذۡكُرُواْ
dan mereka menyebut
ٱسۡمَ
nama
ٱللَّهِ
Allah
فِيٓ
dalam
أَيَّامٖ
beberapa hari
مَّعۡلُومَٰتٍ
telah ditentukan
عَلَىٰ
atas
مَا
apa (rezeki)
رَزَقَهُم
Dia memberi rezeki kepada mereka
مِّنۢ
dari
بَهِيمَةِ
binatang
ٱلۡأَنۡعَٰمِۖ
ternak
فَكُلُواْ
maka makanlah
مِنۡهَا
dari padanya
وَأَطۡعِمُواْ
dan beri makanlah
ٱلۡبَآئِسَ
orang-orang yang sengsara
ٱلۡفَقِيرَ
orang-orang yang fakir
Terjemahan
(Mereka berdatangan) supaya menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka berupa binatang ternak. Makanlah sebagian darinya dan (sebagian lainnya) berilah makan orang yang sengsara lagi fakir.
Tafsir
(Supaya mereka mempersaksikan) yakni mendatangi (berbagai manfaat untuk mereka) dalam urusan dunia mereka melalui berdagang, atau urusan akhirat atau untuk keduanya. Sehubungan dengan masalah ini ada berbagai pendapat mengenainya (dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan) yakni tanggal sepuluh Zulhijah, atau hari Arafah, atau hari berkurban hingga akhir hari-hari Tasyriq; mengenai masalah ini pun ada beberapa pendapat (atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak) unta, sapi dan kambing yang disembelih pada hari raya kurban dan ternak-ternak yang disembelih sesudahnya sebagai kurban. (Maka makanlah sebagian daripadanya) jika kalian menyukainya (dan berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir) yakni sangat miskin.
Tafsir Surat Al-Hajj: 28-29
supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).
Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka. (Al-Hajj: 28) Yakni manfaat untuk dunia dan akhirat mereka. Manfaat akhirat bagi mereka ialah mendapat rida dari Allah ﷻ Sedangkan manfaat dunia ialah apa yang mereka peroleh dari hewan kurban dan perniagaan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa yang dimaksud dengan manfaat ialah manfaat dunia dan akhirat. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu: Tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan kalian. (Al-Baqarah: 198) Adapun firman Allah ﷻ: supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. (Al-Hajj: 28) Syu'bah dan Hasyim telah meriwayatkan dari Abu Bisyr, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa hari-hari yang ditentukan ialah hari-hari belasan.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini secara ta'liq hanya dengan ungkapan jazm dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy'ari, Mujahid, Qatadah, Ata, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Ad-Dahhak, Ata Al-Khurrasani, Ibrahim An-Nakha'i yang hal ini dijadikan pegangan oleh mazhab Imam Syafii dan pendapat yang terkenal dari Imam Ahmad ibnu Hambal. ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ur'urah, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sulaiman, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: "Tiada suatu amal perbuatan di hari mana pun yang lebih utama daripada amal pada hari-hari ini. Mereka bertanya, "Tidak pula berjihad di jalan Allah?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Tidak pula berjihad di jalan Allah, terkecuali seorang lelaki yang mengorbankan jiwa dan hartanya (di jalan Allah) dan yang pulang hanya namanya saja. Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hal yang semisal.
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib sahih. Dalam bab ini terdapat pula riwayat lain dari Ibnu Umar, Abu Hurairah, Abdullah ibnu Amr, dan Jabir. Saya telah meneliti jalur-jalur riwayat tersebut dan membahasnya secara khusus dalam satu juz (bendel), antara lain ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Ia mengatakan: telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tiada suatu hari pun yang lebih besar di sisi Allah, dan yang lebih disukai untuk dilakukan amal di dalamnya selain hari-hari yang sepuluh ini.
Maka perbanyaklah oleh kalian di hari-hari ini membaca tahlil, takbir, dan tahmid. Imam Ahmad telah meriwayatkan pula melalui jalur lain, dari Mujahid dari Ibnu Umar dengan lafaz yang semisal. Imam Bukhari mengatakan, bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar menuju pasar di hari-hari belasan (dari bulan Zul Hijjah) ini, maka keduanya bertakbir dan orang-orang yang ada di pasar ikut bertakbir bersama takbir keduanya.
Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui Jabir secara marfu' bahwa hari-hari belasan inilah yang disebutkan oleh Allah dalam sumpah-Nya melalui firman-Nya: Demi fajar dan malam-malam yang sepuluh. (Al-Fajr: 1-2) Sebagian ulama Salaf mengatakan, sesungguhnya hari-hari tersebut adalah hari-hari yang dimaksudkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh malam (lagi). (Al-A'raf: 142) Di dalam kitab Sunan Imam Abu Daud disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ melakukan puasa di hari-hari sepuluh ini. Hari-hari yang sepuluh ini mencakup hari Arafah yang telah ditetapkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Qatadah, bahwa: Rasulullah ﷺ pernah ditanya mengenai mengerjakan puasa di hari 'Arafah, maka beliau ﷺ menjawab, "Saya menduga bahwa Allah akan menghapuskan dosa tahun yang silam dan tahun yang akan datang." Sepuluh hari ini mencakup pula Hari Raya Kurban yang merupakan hari haji akbar.
Di dalam sebuah hadis telah disebutkan bahwa hari haji akbar itu adalah hari yang paling utama di sisi Allah. Pada garis besarnya sepuluh hari ini dapat dikatakan hari-hari yang paling utama dalam satu tahunnya, sesuai dengan apa yang telah disebutkan di dalam hadis. Keutamaan sepuluh hari ini melebihi keutamaan sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan; karena dalam sepuluh hari Zul Hijjah ini disyariatkan di dalamnya hal-hal yang juga disyariatkan di dalam sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, seperti salat, puasa, sedekah, dan lain-lainnya.
Tetapi sepuluh hari Zul Hijjah ini mempunyai keistimewaan yang melebihinya, yaitu ibadah fardu haji dilakukan di dalamnya. Menurut pendapat yang lain, sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan lebih utama, karena di dalamnya terdapat Lailatul Qadar yang nilainya lebih utama daripada seribu bulan. Ulama lainnya berpendapat pertengahan. Mereka mengatakan bahwa hari-hari belasan Zul Hujah lebih utama, sedangkan malam-malam sepuluh terakhir Ramadan lebih utama.
Dengan demikian, pendapat ini menggabungkan semua dalil yang ada mengenai keduanya. Pendapat yang kedua tentang hari-hari yang ditentukan. Al-Hakam telah meriwayatkan dari Miqsam, dari Ibnu Abbas, bahwa hari-hari yang ditentukan adalah Hari Raya Kurban dan tiga hari sesudahnya. Hal yang sama telah diriwayatkan melalui Ibnu Umar dan Ibrahim An-Nakha'i. Pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Ahmad ibnu Hambal dalam suatu riwayat yang bersumber darinya.
Pendapat ketiga. Imam ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Madini, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ajian, telah menceritakan kepadaku Nafi', bahwa Ibnu Umar pernah mengatakan, "Hari-hari yang ditentukan dan hari-hari yang berbilang, jumlah keseluruhannya ada empat hari, yaitu hari-hari yang ditentukan ialah Hari Raya Kurban dan dua hari sesudahnya.
Sedangkan hari-hari yang berbilang ialah tiga hari sesudah Hari Raya Kurban." Sanad riwayat ini berpredikat sahih bersumber darinya. As-Saddi mengatakan pendapat ini, dan pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Malik ibnu Anas. Pendapat ini dan yang sebelumnya diperkuat oleh firman Allah ﷻ yang mengatakan: atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. (Al-Hajj: 28) Yakni saat menyembelihnya disebutkan nama Allah. Pendapat yang keempat mengatakan, sesungguhnya hari-hari sepuluh itu ialah hari Arafah. Hari Raya Kurban, dan sehari sesudahnya.
Pendapat inilah yang dikatakan oleh mazhab Abu Hanifah. Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya yang mengatakan bahwa hari-hari yang ditentukan ialah hari Arafah, Hari Raya Kurban, dan hari-hari Tasyriq. Firman Allah ﷻ: atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. (Al-Hajj: 28) Yakni unta, sapi, dan kambing. Seperti yang telah dijelaskan di dalam tafsir surat Al-An'am, melalui firman-Nya: (yaitu) delapan binatang yang berpasangan. (Al-An'am: 143), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah ﷻ: Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj: 28) Ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang berpendapat bahwa memakan hewan kurban hukumnya wajib. Akan tetapi, pendapat ini garib. Karena menurut kebanyakan ulama, perintah makan kurban ini termasuk ke dalam Bab "Rukhsah (Anjuran)." Seperti yang telah disebutkan dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah ﷺ setelah menyembelih unta kurbannya, beliau memerintahkan agar dari setiap unta yang disembelihnya diambil sepotong dagingnya, lalu beliau memasaknya dan memakannya serta meminum kuahnya.
Abdullah ibnu Wahb mengatakan bahwa Malik pernah berkata kepadanya, "Aku suka makan daging hewan kurbanku." Alasannya ialah karena Allah ﷻ telah berfirman: Maka makanlah sebagian darinya. (Al-Hajj: 28) Ibnu Wahb mengatakan bahwa ia pernah menanyakan hal tersebut kepada Al-Lais, dan ternyata Al-Lais mengatakan hal yang sama dengan Malik. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Ibrahim sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka makanlah sebagian darinya. (Al-Hajj: 28) Bahwa dahulu orang-orang musyrik tidak mau memakan sebagian dari hewan sembelihan mereka, kemudian hal tersebut diperbolehkan bagi kaum muslim.
Karena itu barang siapa yang ingin memakannya, ia boleh memakannya; dan barang siapa yang tidak suka, boleh tidak memakannya. Telah diriwayatkan hal yang semisal dari Mujahid dan Ata. Hasyim telah meriwayatkan dari Husain, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka makanlah sebagian darinya. (Al-Hajj: 28) Bahwa ayat ini sama dengan makna yang terdapat di dalam firman-Nya: dan apabila kalian telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. (Al-Maidah: 2) Dan firman Allah ﷻ: Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi. (Al-Jumu'ah: 10) Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir dalam kitab tafsirnya (yakni memakan daging hewan kurban itu boleh bagi orang yang mengorbankannya).
Orang-orang yang berpendapat bahwa daging hewan kurban itu dibagi menjadi dua bagian yang sebagian untuk si pemilik, sedangkan sebagian lainnya untuk disedekahkanmenguatkan pendapat ini dengan dalil firman Allah ﷻ: Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj: 28) Pendapat yang lainnya mengatakan bahwa daging kurban dibagi menjadi tiga bagian, sepertiga untuk yang punya, sepertiga lainnya untuk ia hadiahkan, dan sepertiga yang terakhir untuk disedekahkan, karena berdasarkan firman Allah ﷻ dalam ayat lainnya yang mengatakan: maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. (Al-Hajj: 36) Keterangan mengenainya akan dibahas pada tempatnya, yaitu saat menafsirkan ayat ini.
Firman Allah ﷻ: orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj: 28) Ikrimah mengatakan, makna yang dimaksud ialah orang yang terdesak oleh kebutuhan dan tampak pada dirinya tanda sengsara; keadaannya miskin, tetapi tidak mau meminta-minta demi menjaga kehormatan dirinya. Menurut Mujahid, ialah orang miskin yang tidak mau meminta-minta. Sedangkan Qatadah berpendapat bahwa makna yang dimaksud ialah orang yang menderita penyakit menahun. Dan Muqatil mengatakan, maknanya yaitu orang yang tuna netra.
Firman Allah ﷻ: Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka. (Al-Hajj: 29) Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah melepaskan ihram dengan bercukur, memakai pakaian biasa, memotong kuku, dan lain-lainnya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ata dan Mujahid, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi.
Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna fiman-Nya: Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka. (Al-Hajj: 29) Bahwa yang dimaksud dengan tafas ialah manasik-manasik haji. Firman Allah ﷻ: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka. (Al-Hajj: 29) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa hendaklah orang yang bersangkutan menyembelih kurban yang dinazarkannya. Ibnu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka. (Al-Hajj: 29) Yakni nazar haji dan menyembelih kurban, serta segala sesuatu yang dinazarkan seseorang dalam ibadah hajinya.
Ibrahim ibnu Maisarah telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka (Al-Hajj: 29) Yaitu menyembelih hewan-hewan kurban mereka. Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka (Al-Hajj: 29) Maksudnya, semua nazar dalam waktu tertentu. Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka (Al-Hajj: 29) Yakni ibadah haji mereka. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Abu Hatim.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan sehubungan dengan firman-Nya: dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka (Al-Hajj: 29) Yakni nazar-nazar haji. Semua orang yang telah memasuki haji diharuskan mengerjakan tawaf di Baitullah, sa'i di antara Safa dan Marwah, wuquf di Arafah dan Muzdalifah, dan melempar jumrah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan kepada mereka untuk mengerjakannya.
Telah diriwayatkan pula dari Imam Malik hal yang semisal dengan pendapat ini. Firman Allah ﷻ: dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29) Mujahid mengatakan, makna yang dimaksud ialah tawaf wajib di Hari Raya Kurban. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Abu Hamzah yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah berkata kepadanya, "Apakah engkau pernah membaca surat Al-Hajj? Yang di dalamnya terdapat firman Allah ﷻ yang mengatakan: dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29) "Maka sesungguhnya akhir dari manasik haji itu ialah tawaf di Baitullah Al-'Atiq." Menurut saya, memang demikianlah apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah ﷺ Karena sesungguhnya setelah beliau kembali ke Mina di Hari Raya Kurban, beliau mulai melempar jumrah.
Beliau melemparnya dengan tujuh buah batu kerikil. Kemudian menyembelih kurbannya dan mencukur rambutnya, setelah itu beliau berangkat dan melakukan tawaf ifadah di Baitullah. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Ibnu Abbas bahwa ia memerintahkan kepada orang-orang agar akhir dari ibadah haji mereka adalah di Baitullah, yaitu dengan melakukan tawaf ifadah di sekelilingnya. Hanya ia memberikan kemurahan (dispensasi) kepada wanita yang sedang berhaid.
Firman Allah ﷻ: di sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29) Di dalam makna ayat ini terkandung dalil bagi orang yang mengatakan bahwa melakukan tawaf diwajibkan di luar Hijir Isma'il. Karena Hijir Isma'il pada asalnya termasuk bagian dari Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim. Orang-orang Quraisy mengeluarkannya dari bangunan Ka'bah saat mereka merenovasi Ka'bah karena kekurangan biaya. Karena itulah maka Rasulullah ﷺ dalam tawafnya selalu berada di luar Hijir Isma'il, dan beliau mengatakan bahwa Hijir Isma'il termasuk bagian dalam Ka'bah.
Rasulullah ﷺ tidak mengusap kedua rukun Syam Ka'bah karena keduanya masih belum sempurna tidak sesuai dengan bangunan Nabi Ibrahim yang terdahulu. Karena itulah Ibnu Abu Hatim mengatakan dalam riwayatnya, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar Al-Adani, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Hisyam ibnu Hajar, dari seorang lelaki, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa tatkala ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29) Maka Rasulullah ﷺ tawaf di luar Hijir Isma'il. Qatadah telah meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Al-Hajj: 29) Bahwa Ka'bah disebutkan Al-'Atiq karena ia merupakan rumah yang pertama dibangun untuk tempat ibadah manusia di bumi ini.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Telah diriwayatkan dari Ikrimah ia pernah mengatakan bahwa sesungguhnya Ka'bah dinamakan Baitul 'Atiq karena diselamatkan dari tenggelam saat banjir besar di zaman Nabi Nuh. Khasif mengatakan bahwa Ka'bah dinamakan Baitul 'Atiq karena belum pernah ada seorang pun yang bersikap sewenang-wenang terhadapnya dapat beroleh kemenangan.
Ibnu Abu Nujaih dan Lais telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Ka'bah dimerdekakan oleh Allah dari semua orang yang sewenang-wenang (tirani), mereka sama sekali tidak dapat menguasainya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah. Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Humaid, dari Al-Hasan ibnu Muslim, dari Mujahid, bahwa dinamakan Baitul 'Atiq karena tiada seorang pun yang berniat jahat terhadapnya melainkan pasti binasa.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ibnuz Zubair yang mengatakan, "Sesungguhnya Ka'bah dinamakan Baitul 'Atiq karena Allah ﷻ telah memerdekakannya dari semua orang yang bersikap tirani." ". Imam Turmuzi mengatakan telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepadaku Al-Lais, dari Abdur Rahman ibnu Khalid, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad ibnu Urwah, dari Abdullah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya Ka'bah dinamakan Baitul 'Atiq karena belum pernah ada seorang tirani pun berkuasa terhadapnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Muhammad ibnu Sahl Al-Muharibi, dari Abdullah ibnu Saleh dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir mengatakan, sesungguhnya hadis ini sahih. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Kemudian Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui jalur lain dari Az-Zuhri secara mursal."
Dengan memenuhi seruan Nabi Ibrahim, mengunjungi Baitullah guna menunaikan ibadah haji, kaum muslim mendapat keuntungan dunia akhirat, yakni agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka, terutama menguatkan perasaan bersaudara di antara umat muslim, dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan dalam rangkaian manasik haji seperti berkurban dengan mengumandangkan takbir pada hari raya haji atau hari Tasyriq, yaitu tanggal 10, 11, 12, dan 13 Zulhijah atas rezeki yang Dia berikan kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya, sebagai tanda bersyukur dan sebagian lagi berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir sebagai tanda peduli dan berbagi dengan kaum duafa hingga perasaan gembira itu dirasakan bersama. 29. Setelah wukuf dilakukan, bermalam di Muzdalifah dan melontar jumrah usai dilaksanakan, maka kemudian, para tamu Allah hendaklah menghilangkan kotoran yang ada di badan mereka dengan tahalul awal, memotong rambut, kemudian hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka, jika mereka bernazar, dan melakukan tawaf ifadah sekeliling rumah tua, Baitullah, yang dibangun sejak zaman Adam, kemudian melakukan tahalul kedua yang membolehkan melakukan semua larangan berihram.
Ayat ini menerangkan tujuan disyariatkan ibadah haji, yaitu untuk memperoleh kemanfaatan. Tidak disebutkan dalam ayat ini bentuk-bentuk manfaat itu, hanya disebut secara umum saja. Penyebutan secara umum kemanfaatan-kemanfaatan yang akan diperoleh orang yang mengerjakan ibadah haji dalam ayat ini, menunjukkan banyaknya macam dan jenis kemanfaatan yang akan diperoleh itu. Kemanfaatan-kemanfaatan itu sukar menerangkannya secara terperinci, hanya yang dapat menerangkan dan merasakannya ialah orang yang pernah mengerjakan ibadah haji dan melaksanakannya dengan niat ikhlas.
Kemanfaatan itu ada yang berhubungan dengan rohani dan ada pula dengan jasmani, dan ada yang langsung dirasakan oleh individu yang melaksanakannya, dan ada pula yang dirasakan oleh masyarakat, baik yang berhubungan dengan dunia maupun yang berhubungan dengan akhirat.
Para ulama banyak yang mencoba mengungkap bentuk-bentuk manfaat yang mungkin diperoleh oleh para jamaah haji, setelah mereka mengalami dan mempelajarinya kebanyakan mereka itu menyatakan bahwa mereka belum sanggup mengungkap semua manfaat itu. Di antara manfaat yang diungkapkan itu ialah:
1. Melatih diri dengan mempergunakan seluruh kemampuan mengingat Allah dengan khusyu` pada hari-hari yang telah ditentukan dengan memurnikan kepatuhan dan ketundukan hanya kepada-Nya saja. Pada waktu seseorang berusaha mengedalikan hawa nafsunya dengan mengikuti perintah-perintah Allah dan menjuahi larangan-larangan-Nya walau apapun yang menghalangi dan merintanginya. Latihan-latihan yang dikerjakan selama mengerjakan ibadah haji itu diharapkan membekas di dalam sanubari kemudian dapat diulangi lagi mengerjakannya setelah kembali dari tanah suci, sehingga menjadi kebiasaan yang baik dalam penghidupan dan kehidupan.
2. Menimbulkan rasa perdamaian dan rasa persaudaraan di antara sesama kaum Muslimin. Sejak seorang calon haji mengenakan pakaian ihram, pakaian yang putih yang tidak berjahit, sebagai tanda ia sedang mengerjakan ibadah haji, maka sejak itu ia telah menanggalkan pakaian duniawi, pakaian kesukaannya, pakaian kebesaran, pakaian kemewahan dan sebagainya. Semua manusia kelihatan sama dalam pakaian ihram itu; tidak dapat dibedakan antara si kaya dengan si miskin, antara penguasa dengan rakyat jelata, antara yang pandai dengan yang bodoh, antara tuan dengan budak, semuanya sama tunduk dan menghambakan diri kepada Tuhan semesta alam, sama-sama tawaf, sama-sama berlari antara bukit Safa dan bukit Marwa, sama-sama berdesakan melempar Jamrah, sama-sama tunduk dan tafakkur di tengah-tengah padang Arafah. Dalam keadaan demikian akan terasa bahwa diri kita sama saja dengan orang yang lain. Yang membedakan derajat antara seorang dengan yang lain hanyalah tingkat ketakwaan dan ketaatan kepada Allah. Karena itu timbullah rasa ingin tolong menolong, rasa seagama, rasa senasib dan sepenanggungan, rasa hormat menghormati sesama manusia.
3. Mencoba membayangkan kehidupan di akhirat nanti, yang pada waktu itu tidak seorang pun yang dapat memberikan pertolongan kecuali Allah, Tuhan Yang Mahakuasa. Wukuf di Arafah ditempat berkumpulnya manusia yang banyak pada hari Arafah, merupakan gambaran kehidupan di Padang Mahsyar nanti. Semua itu menggambarkan saat-saat ketika manusia berdiri di hadapan Mahkamah Allah di akhirat.
4. Menghilangkan rasa harga diri yang berlebih-lebihan. Seseorang waktu berada di negerinya, biasanya terikat oleh adat istiadat yang biasa mereka lakukan sehari-hari dalam pergaulan mereka. Sedikit saja perubahan dapat menimbulkan kesalahpahaman, perselisihan dan pertentangan. Pada waktu melaksanakan ibadah haji, bertemulah kaum Muslimin yang datang dari segala penjuru dunia, dari negeri yang berbeda-beda, masing-masing mempunyai adat istiadat dan kebiasaan hidup dan tata cara yang berbeda-beda pula maka terjadilah persinggungan antara adat istiadat dan kebiasaan hidup itu. Seperti cara berbicara, cara makan, cara berpakaian, cara menghormati tamu dan sebagainya. Di waktu menunaikan ibadah haji terjadi persinggungan dan perbenturan badan antara jama`ah dari suatu negeri, dengan jama`ah dari negara yang lain, seperti waktu tawaf, waktu sa`i, waktu wukuf di Arafah, waktu melempar jumrah dan sebagainya. Waktu salat di Masjidil Haram, tubuh seorang yang duduk dilangkahi oleh temannya yang lain karena ingin mendapatkan saf yang paling depan, demikian pula persoalan bahasa dan isyarat, semua itu mudah menimbulkan kesalahpahaman dan perselisihan. Bagi seorang yang sedang melakukan ibadah haji, semuanya itu harus dihadapi dengan sabar, dengan dada yang lapang, harus dihadapi dengan berpangkal kepada dugaan bahwa semua jamaah haji itu melakukan yang demikian itu bukanlah untuk menyakiti temannya dan bukan untuk menyinggung perasaan orang lain, tetapi semata-mata untuk mencapai tujuan maksimal dari ibadah haji. Mereka semua ingin memperoleh haji mabrur, apakah ia seorang kaya atau seorang miskin dan sebagainya.
5. Menghayati kehidupan dan perjuangan Nabi Ibrahim beserta putranya Nabi Ismail dan Nabi Muhammad beserta para sahabatnya. Waktu Ibrahim pertama kali datang di Mekah bersama istrinya Hajar dan putranya Ismail yang masih kecil, kota Mekah masih merupakan padang pasir yang belum didiami oleh seorang manusia pun. Dalam keadaan demikianlah Ibrahim meninggalkan istri dan putranya di sana, sedang ia kembali ke Palestina. Hajar dan putranya yang masih kecil merasakan berbagai penderitaan, tidak ada tempat mengadu dan minta tolong kecuali hanya kepada Tuhan saja. Sesayup-sayup mata memandang, yang ada hanyalah gunung batu, tanpa tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan tempat berlindung. Dapat dirasakan kesusahan Hajar berlari antara Safa dan Marwa mencari setetes air untuk diminum anaknya. Dapat direnungkan dan dijadikan teladan tentang ketaatan dan kepatuhan Ibrahim kepada Allah. Setelah itu beliau menyembelih putra tercintanya, Ismail, sebagai kurban, semata-mata untuk memenuhi dan melaksanakan perintah Allah. Kaum Muslimin selama mengerjakan ibadah haji dapat melihat bekas-bekas dan tempat-tempat yang ada hubungannya dengan perjuangan Nabi Muhammad beserta sahabatnya dalam menegakkan agama Allah. Sejak dari Mekah di saat beliau mendapat halangan, rintangan bahkan siksaan dari orang-orang musyrik Mekah, kemudian beliau hijrah ke Medinah, berjalan kaki, dalam keadaan dikejar-kejar orang-orang kafir. Demikianlah pula usaha-usaha yang beliau lakukan di Medinah, berperang dengan orang kafir, menghadapi kelicikan dan fitnah orang munafik dan Yahudi. Semuanya itu dapat diingat dan dihayati selama menunaikan ibadah haji dan diharapkan dapat menambah iman ketakwaan kepada Allah Yang Mahakuasa, Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
6. Setiap Muktamar Islam seluruh dunia. Pada musim haji berdatanganlah kaum Muslimin dari seluruh dunia. Secara tidak langsung terjadilah pertemuan antara sesama Muslim, antara suku bangsa dengan suku bangsa dan antara bangsa dengan bangsa yang beraneka ragam coraknya itu. Antara mereka itu dapat berbincang dan bertukar pengalaman dengan yang lain, sehingga pengalaman dan pikiran seseorang dapat diambil dan dimanfaatkan oleh yang lain, terutama setelah masing-masing mereka sampai di negeri mereka nanti. Jika pertemuan yang seperti ini diorganisir dengan baik, tentulah akan besar manfaatnya, akan dapat memecahkan masalah-maslaah yang sulit yang dihadapi oleh umat Islam di negara mereka masing-masing. Semuanya itu akan berfaedah pula bagi individu, masyarakat dan agama. Alangkah baiknya jika pada waktu itu diadakan pertemuan antara kepala negara yang menunaikan ibadah haji, pertemuan para ahli, para ulama, para pemuka masyarakat, para usahawan dan sebagainya.
Walaupun amat banyak manfaat yang akan diperoleh oleh orang yang mengerjakan ibadah haji, tetapi hanyalah Allah yang dapat mengetahui dengan pasti semua manfaat itu. Dari pengalaman orang-orang yang pernah mengerjakan haji didapat keterangan bahwa keinginan mereka menunaikan ibadah haji bertambah setelah mereka selesai menunaikan ibadah haji yang pertama. Makin sering seseorang menunaikan ibadah haji, makin bertambah pula keinginan tersebut. Rahasia dan manfaat dari ibadah haji itu dapat dipahamkan pula dari doa Nabi Ibrahim kepada Allah, sebagaimana yang tersebut dalam firman-Nya:
Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka. (Ibrahim/14: 37)
Manfaat lain dari ibadah haji, yaitu agar manusia menyebut nama Allah pada hari-hari yang ditentukan dan melaksanakan kurban dengan menyembelih binatang kurban atau hadyu (dam) bagi jamaah haji yang melanggar kewajiban haji. Adapun pelaksanaannya yaitu sesudah melempar jamrah 'aqabah dan hanya dilaksanakan di tanah Haram Mekah. Sedangkan daging hadyu (dam) hanya diperuntukan bagi fakir miskin Mekah, kecuali jika sudah tidak ada fakir miskin di kota Mekah, maka daging tersebut boleh diberikan kepada orang miskin di kota/negara lain.
Yang dimaksud dengan hari-hari yang ditentukan ialah hari raya haji dan hari-hari tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah. Pada hari-hari ini dilakukan penyembelihan binatang kurban. Waktu menyembelih binatang kurban ialah setelah pelaksanaan salat Idul Adha sampai dengan terbenamnya matahari tanggal 13 Zulhijjah. Rasulullah ﷺ bersabda:
Siapa yang menyembelih kurban sebelum salat Idul Adha maka sesungguhnya ia hanyalah menyembelih untuk dirinya sendiri dan siapa yang menyembelih sesudah salat Idul Adha (dan setelah membaca dua Khutbah) maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya dan telah melaksanakan sunnah kaum Muslimin. (Riwayat al-Bukhari dari al-Barra)
Dan sabda Rasulullah saw:
"Semua hari-hari tasyriq adalah waktu dilakukannya penyembelihan kurban." (Riwayat Ahmad dari Jubair bin Muth'im)
Setelah binatang kurban itu disembelih, maka dagingnya boleh dimakan oleh yang berkurban dan sebagiannya disedekahkan kepada orang-orang fakir dan miskin. Menurut jumhur ulama, sebaiknya orang-orang yang berkurban memakan daging kurban sebagian kecil saja, sedang sebagian besarnya disedekahkan kepada fakir miskin. Orang yang berkurban dibolehkan untuk menyedekahkan seluruh daging kurbannya itu kepada fakir miskin.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Darihal Haji (1)
Ayat 25
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan yang menghambat dan jalan Allah." (pangkal ayat 25). Artinya kafir, sebagaimana yang telah banyak di-terangkan, ialah menolak, tidak mau percaya kepada seruan atau risalah yang dibawa oleh Rasul Tuhan. Kekafiran itu dituruti lagi oieh sikap menentang, sampal menghambat-hambat, menghalang-halangi jalan Allah. Jalan Allah ialah jalan yang lungs dan benar, menurut ketentuan Tuhan: “Dan Masjidil Haram." Artinya mereka halangi pula Masjidil Haram tempat manusia beribadat: “Yang telah Kami jadikan sama untuk manusia, yang menetap padanya dan yang berkunjung." Begitulah Masjidil Haram di Makkah itu dijadikan Tuhan, tempat orang beribadat, sama di sisi Allah di rumah suci itu di antara orang yang menetap lama di sana, bertahun-tahun, atau yang berkunjung seberitar, sekedar mengerjakan haji saja, sesudah itu pergi! Semuanya sama dianggap orang yang bemiat baik. Jika menetap lama, menjadilah dia “jiwarullah", tetangga Tuhan. Dan jika dia berkunjung seberitar sekedar mengerjakan haji dengan segala rukun syaratnya, jadilah dia “dhaifullah", tetamu Tuhan.
“Dan barangsiapa yang bermaksud padanya dengan pelanggaran, dengan aniaya."Artinya ada juga mereka yang kafir itu datang ke sana, tetapi peraturan yang dilakukan bukan yang diaturkan oleh Allah dan Rasul, melainkan membuat cara sendiri. Ini pun namanya aniaya! “Akan Kami rasakan kepadanya azhab siksaan yang pedih." (ujung ayat 25).
Ayat ini adalah ancaman pada mulanya kepada kafir Quraisy. Mereka tidak mau percaya kepada seruan yang dibawa oieh Rasul, bahkan mereka halanghalangi. Mereka berkuasa dalam masyarakat Makkah. Sedang Masjidil Haram sebagai pusat beribadat terletak di sana. Mereka pernah halang-halangi Nabi s.a.w. beribadat kepada Allah, bersih daripada niat yang lain. Bahkan mereka pun beribadat di Masjidil Haram itu, tetapi ibadat mereka tidak menurut peraturan yang benar lagi. Ketika selesai mendirikan rumah suci itu, Nabi Ibrahim mendoakan kepada Tuhan, agar anak-cucunya jangan sampai menyembah berhala. Sebab berhala telah banyak menyesatkan manusia (Surat 12, ayat 35-36). Tetapi kemudian peraturan ini telah mereka selewengkan. Mereka telah meletakkan berhala keliling Ka'bah itu tidak kurang dari 360 buah, besar dan kecil.
Mereka Inilah yang mula diancam Tuhan dengan ayat ini. Tetapi tentu saja ayat ini tetap jadi ancaman bagi manusia untuk selanjutnya, jika mereka berlaku sebagai kafir Quraisy itu pula.
Ayat 26
“Dan (ingatlah) tatkala Kami tentukan bagi Ibrahim tempat rumah itu." (pangkal ayat 26). Artinya bahwa Allah menyuruh memperingatkan kembali awal mulanya rumah suci itu akan berdiri yaitu bahwa Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim mendirikan rumah tempat beribadat kepada Allah Yang Maha Esa yang pertama kali di dunia ini (Surat 3 all lmran ayat 96 dan 97): “Bahwa Jangan kamu persekutukan dengan Daku barong suatu pun." Untuk menegakkan akidah keesaan Allah itulah rumah itu diriirikan, bukan buat diaelewengkan kepada yang lain, bukan buat membuat pula pujaan yang lain. "Dan bersihkanfah rumahKu untuk orang-orang yang tawaf," yaitu berjalan mengelilingi Ka'bah itu sampal tujuh kali; “Dan orang-orang yang,berdiri," yaitu berdiri sgmbahyang; “Dan orang-orang yang ruku' lagi sujud." (ujung ayat 26). Di Surat 2, al-Baqarah ayat 125 disebut juga “wal'akifina" dan orang-orang yang beri'tikaf lagi ruku' dan sujud.
Di ujung ayat ini telah dijelaskan bahwasanya rumah itu diriirikan ialah semata-mata buat tempat beribadat kepada Allah. Tempat tawaf kelilingnya, tempat orang berdiri sembahyang, ruku' dan sujud. Sebab itu hendaklah dia selalu. dibersihkan. Bersih dari kotoran lahir dan batin. Kekuatan batin ialah jangan sampai dimasukkan ke dalam barang yang akan mengganggu kekhusyu'kan manusia menyembah Tuhan. Kekotoran lahir ialah sarap-sarap dan sampah-sampah yang akan mengotorinya. Itulah sebabnya dijadikan adatia6adat oleh raja-raja yang menguasai Makkah dari dahulu sampai sekarang pada waktu-waktu tertentu membuka pintu Ka'bah dan menyiramnya dengan air dan menyapunya. Kadang-kadang diundang orang-orang besar Islam yang datang naik haji untuk turut menerima kehormatan menyapu Ka'bah di musim haji. Dan membersihkan mesjid itu bukan saja terhadap Ka'bah dan Masjidil Haram, bahkan seluruh mesjid tempat beribadat hendaklah bersih.
Tersebutlah dalam sebuah Hadist yang shahih, bahwa seorang perempuan tua suka benar memilih sampah-sampah kalau terdapat dalam mesjid Nabi di Madinah. Nabi s.a.w. senang sekali kepadanya. Seketika Rasulullah s.a.w. kembali dari satu perjalanan jihari, beliau tidak mendapati lagi perempuan tua itu di mesjid. Orang memberitahu kepada beliau bahwa dia telah meninggal. Rasulullah s.a.w. menanyakan dimana kuburnya. Setelah ditunjukkan orang, beliau pun pergi menyembahyangkannya di pinggir kubunya.
Ayat 27
“Dan serukanlah kepada manusia supaya berhaji." (pangkal ayat 27). Kata ahli tafsir. "Inilah lanjutan pertntah Tuhan kepada Nabi Ibrahim, yakni setelah selesai Nabi Ibrahim mendirikan rumah suci di atas sebidang tanah yang telah ditentukan Tuhan itu dan telah dijelaskan pula kegunaan rumah itu, yaitu buat semata-mata beribadat kepada Tuhan, maka diturunkan lanjutan perintah, yaitu supaya dia menyeru manusia supaya datang berhaji ke tempat itu. tegasnya ke rumah itu. "Agar mereka datang kepada engkau dalam keadaan berjalan kaki." Yaitu orang-orang dekat, yang kuat dan sanggup berjalan kaki."Dan di atas tiap-tiap unta nyanyuk yang datang dari tiap-tiap penjuru jauh." (ujung ayat 27).
Yang dekat-dekat tentu bIsa berjalan kaki. Yang jauh-jauh tentu dengan kendaraan. Alat perhubungan di zaman Nabi Ibrahim untuk yang jauh, ialah dengan unta, sampai unta itu dinamai orang bahtera padang pasir. Sampai sekitar tahun 1925 perhubungan di Jazirah Arab, Bay-at dan Timur, Utara dan Selatannya ialah unta, dalam ayat ini, unta untuk berjalan jauh yang sampai nyanyuk dari payahnya perjalanan disebut dhamir (…). Ini menimbulkan kesimpulan bahwa yang diauruh datang ke sana itu ialah tiap-tiap manusia yang beriman kepada Allah Yang Maha Esa! Kian lama kian meluaslah seruan ini ke serata-rata dunia. Sehingga datang ke sana tidak saja lagi dengan unta yang telah kurus dan nyanyuk dari jauhnya perjalanan, bahkan datang dari selunih petosok dunia dengan kapal udara yang lebih cepat dari suara.
Ayat 27 ini memberikan faham bagi kita bahwa syariat haji itu telah dimulai Tuhan menurunkannya sejak Nabi Ibrahim. Kata-kata … artinya serukanlah, sama dengan azan. Dapat kita katakan bahwa Nabi Ibrahim telah diperintahkan memproklamirkan manasik haji kepada manusia. Dan Nabi Muhammad s.a.w. adalah menjalankan perintah Tuhan agar menghidupkan kembali syanat yang telah dimulai dari zaman Nabi Ibrahim ini ada membersihkannya daripada cara-cara jahiliyah Quraisy, lalu ditambah lagi oleh Nabi s.a.w, beberapa manasik.
Ayat 28
“Agar mereka saksikan berbagai manfaat buat mereka." (pangkal ayat 28). Pada pangkal ayat ini dijelaskan bahwa sesampat di tempat yang mulia itu kita dapat menyaksikan hal-hal yang ada manfaatnya. Manfaat itu banyak, berbagai ragam. Ahli-ahli tafsir menjelaskan setengah dari manfaat itu ialah perdagangan. Tegasnya, kalau ada membawa pemiagaan, pergilah terlebih dulu menjuainya, moga-moga dapat laba yang besar. Atau memiliki barang yang ddapat dibeli buat dijual lagi di tempat lain. Ayat ini sejalan dengan pangkal ayat 198 dari Surat 2 al-Baqarah, yang bunyinya:
“Tidaklah ada salahnya atas kamu bahwa kamu mengusahakan kurnia daripada Tuhan kamu."
Maka samalah penafsiran ahli-ahli talsir bahwa ayat 28 Surat al-Haj dan 198 Surat al-Baqarah ini adalah satu, yaitu tidak terlarang seketika mengerjakan haji itu disambilkan juga bemiaga, berjual-beli.
Cobalah perhatikan kedua ayat itu: baik ayat 198 Surat al-Baqarah atau ayat 28 Surat al-Haj ini. Pada yang pertama di pangkal ayat diterangkan lebih dahulu boleh mencari keuntungan dan kurnia Allah: lanjutnya ialah apabila kamu telah berbondang dan Arafah, ingatlah Allah di dekat Masy'aril Haram. Di ayat ini, di pangkal dikatakan agar mereka menyaksikan beberapa manfaat buat mereka, selanjutnya diterangkan “dan mereka menyebut nama Allah pada hari-hari tertentu.",
Dari kedua ayat ini kita mendapat kesan, bahwa sebelum “hari-hari tertentu" atau sebelum berbondong turun dart Arafah, waktu buat urusan yang lain, buat berniaga, buat mencari keuntungan masih ada. Sebab orang sampai di Makkah bukanlah tepat pada “hari-hari tertentu" itu, melainkan beberapa hari lebih dahulu. Hari-hari yang terlarang itu tidaklah ada salahnya jika digunakan mencari keuntungan yang halal:
Dalam mengerjakan Jum'at pun demikian pula. Bila waktu Jum'at telah datang tinggalkanlah jual-beli dan pergilah sembahyang. Sehabis sembahyang berkeliaranlah di muka bumi mencari kurnia Allah dan ingatlah Allah sebanyakbanyaknya.
Berkata Ibnu Abbas, pada permulaan perintah haji dalam Islam Orang sibuk berjual-beli di Mina dan Arafat dan pasar Dzil Majaz dan di musim haji. Maka timbullah takut mereka meneruskan kebiasaan itu di dalam melakukan ihram. Tiba-tiba turunlah ayat itu (198 Surat al-Baqarah), yang menyatakan tidak ada salahnya bahwa kamu mengusahakan kurnia daripada Tuhan kamu pada musim haji. Hadist ini dirawikan oleh Bukhari Muslim dan an-Nasa'i.
Abu Amamah at-Taimi menceriterakan bahwa dia pernah minta fatwa kepada Abdullah bin Umar bahwa pekerjaannya ialah mempersewakan kendaraan kepada orang-orang naik haji. Ada orang yang mengatakan kepadanya, bahwa hajinya tidak sah! Sebab kerjanya hanya mempersewakan kendaraan.
Lalu Ibnu Umar bertanya: “Bukankah engkau berihram dan membaca Labbaika? Bukankah engkau tawaf sesudah turut berbondang dart Arafah? Bukankah engkau pun turut melontar ketiga jumrah? Abu Amamah menjawab: “Semua itu aku kerjakan!" Maka berkatalah ibnu Umar: “Kalau semua itu sudah engkau kerjakan, engkau sudah haji!" Dan kata Ibnu Umar selanjutnya: “Telah ada pula orang bertanya semacam pertanyaanmu ini kepada Nabi s.a.w. L.a)u beiiau jawab: “Engkau sudah haji!" Hadist ini dirawikan oleh Abu Daud dan Said bin Manshur.
Seorang bertanya kepada Ibnu Abbas: “Saya bekerja pada rombongan orang-orang yang hendak naik haji itu, lalu saya pun mengambil kesempatan mengerjakan manasik haji. Apakah haji saya itu diterima Tuhan? Ibnu Abbas menjawab: “Pasti diterima."
“Bagi mereka itu ada bagian dan sebab apa yang mereka usahakan. Dan Allah cepat sekaliperhitungannya,"
(Riwayatal-Baihagidanad-Daraquthni)
Di camping itu, menurut yang tersebut dalam sejarah, sebelum jatuhnya kerajaan-kerajaan Islam di Andalusia di akhir abad ke-15 Masehi, kafilah haji itu adalah merangkap kafilah pemiagaan. Rombongan-rombongan haji dari Dunia Islam sebelah Barat, membawa barang-barang dari Barat yang diperlukan di Timur, berpangkal dari kota-kota besar Andalusia, Cordova, Granada, Sebilla, Mercia, dan lain-lain, lalu berkumpul di pelabuhan Malaga. Dari sana menyeberang ke pantai Agdir di Afrika Utara. Di sana menggabung lagi talon-talon haji dari Tunisia, Talemsan (Aljazair), Marrakiay (Maroko) untuk meneruskan melalui Mesir, tems ke Jazirah Arab, kadang-kadang sampai beribu orang.
Yang dari Timur pun demikian pula. Pemiagaan dari Ialahan, Syraz, Ghazaah, Samarkand dan lain-lain berkafilah-kafilah pula membawa hasil dari Tuhan. Makkah adalah tempat pertemuan dan pertukaran kepentingan. Permaidani yang indah-indah dan Syiras, sutera dari Kashmir, bahkan rempahrempah dari kepulauan Indanesia, termasuk kapur wangi dari barus pulau Sumatrera, yang telah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu sebagai barang mewah, sedang adanya hanya di Sumatera. Demikian juga setanggi dari Makassar, pulau Sulawesi. Siatem chagu (cek) sudah terpakai waktu itu, dengan secarik kertas kecil seorang saudagar di pelabuhan Malaga minta serahkan sekian diriar uangnya kepada langganannya di Basrah dalam perjalanan wakil itu ke Makkah. Bahkan kalimat cheque itu ialah dari bahasa Arab … (shak).
Ibnu Batilalhah yang datang melawat ke negeri kita di tahun 1345-1346 menerangkan bahwa kapal-kapal dagang Sultan al-Malikus Zhahir belayar jauh sampai ke beriua Cina. Tentu sampai juga ke pelabuhan-pelabuhan sebelah Barat: Malabar, Sailan dan lain-lain untuk bukti bahwa pihak kita pun turut aktif berdagang yang ada kaitannya dengan haji itu. Dan Alfonso d'Albuquerque, panglima Portugia yang menaklukkan Melaka tahun 1519, setelah penaklukan itu berkirim surat kepada rajanya di Lisabon, mempersembahkan dengann segala kebesaran hati bahwa dengan_ ditaklukkan Melaka jalan ke Makkah sudah ditutup, supaya hancurlah hubungan di antara negeri-negeri orang Islam itu. Dengan demikian terbukti bahwa hubungan Tanah Arab dengan kepulauan kita ini bukan semata-mata karena pergi haji, melainkan juga hubungan ekonomi. Sir Thomas Amold dalam bukunya “The Preacing of Islam" (Da'wah kepada Islam) mengatakan bahwa sebelum datang Portugia, tampuk perniagaan ke sebelah timur ini berates tahun di tangan orang Arab. Setelah datang baru pindah ke tangan mereka.
Khahariya konon, di zaman Sultan Agung Mataram, hubungan perniagaan Jawa merangkap naik haji ini masih ada. Tetapi di zaman puteranya Amangkurat I kekuasaan lautan sudah jatuh ke tangan Belanda. Sejak itu kalau orang Indanesia naik haji hanya semata-mata naik haji. Tidak ada lagi yang bemiaga besar. Dapat rlaik haji saja sudah syukur. Dan ada yang bemiaga kecilkecilan dIsalahkan oleh kawannya.
Pada musim haji tahun 1387 H (1968 M), Pemerintah Republik Indanesia telah mencoba buat pertama kali mengangkut suatu Pameran Dagang hasilhasil industri Indanesia di Jeddah. Tetapi baru berhenti hingga itu raja.
Kesimpulan kata: adalah faham yang tidak pada tempatnya orang berkata bahwa naik haji tidak boleh dicampur dengan bemiaga. Dan salah satu rangka doa orang naik haji berbunyi demikian:
“Moga-moga hajinya mabrur, sa'tnya disyukuri, dosanya diampuni, dan perniagaannya sekali-kali jangan rugi."
Dan yang bemiaga tentulah yang ahli pemiagaan juga. Maka bagi yang ahli tidak terlarang.
Sekarang kita teruskan tafsir: “Dan mereka menyebut nama Allah pada hari-hari tertentu."
Hari-hari tertentu mengerjakan manasik haji itu ialah:
1. 8 Dzul Hijjah: hari tarwiyah - persiapan akan ke Arafah.
2. 9 Dzul Hijjah: hari wuquf - berhenti di Arafah sejak tergelincir matahari sampai berjawat malam.
3. 10 Dzul Hijjah: hari Nahar di Mina, menyembelih kurhari.
4. 11, 12, 13: hari tasyriq, berhenti di Mina melempar jumrah ketiganya.
5. Tawaf Ifadhah dan sa'i di antara Shafa dan Marwah dan tahallul.
Tahallul artinya: melepaskan diri dari ikatan ihram dengan bercukur atau bergunting rambut beberapa helai. Dengan tahallul selesailah haji dan habislah hari yang tertentu itu. "Atas rezeki yang telah ditimpahkan Allah dari binatang-binatang ternak," artinya amat banyakiah rezeki yang dikurniakan Allah kepada manusia. Di antara rezeki itu janganlah dilupakan binatang-binatang temak,, unta, sapi, kerbau, dan domba. Dagingnya buat dimakan, susunya buat diminum, kulitnya buat alas kaki, bukunya buat pakaian. Dan binatang-binatang itu pula yang digunakan pembayar hari-yu atau kurhari dalam berhaji.
“Maka makanlah daripadanya dan beri makanlah orang susah melarut." (ujung ayat 28). Binatang-binatang temak itu diaembelih, ada yang sebagai pelengkap haji, sebagai orang yang melakukan haji tamattu' dan qiran. Atau bayaran-bayaran jika terianggar beberapa peraturan larangan yang telah ditentukan, ataupun udh-hiyah, yaitu yang disebut juga kurhari. Kita boleh memakan sebagian dagingnya dan yang sebagian lagi berikanlah kepada orang fakir, susah melarat.
Ayat 29
“Kemudian itu mereka bersihkanlah daki mereka." (pangkal ayat 29). Yaitu bila ihram haji telah selesai dengan tahallul, bersihkanlah kotoran yang melekat di badan. Karena mungkin selama berihram banyak daki (kotoran) dan pasir yang lekat di badan karena keringat dan peluh. Dicukur rambut atau digunting, dipepat kurnia dan janggut, dan ditanggalkan pakaian ihram: “Dan mereka penuhilah nazar-nazar mereka," atau mereka bayar nazar-nazar mereka. Baik nazar yang temiat dalam hati, atau kewajiban-kewajiban membayar dam (had-yu): “Dan hendaklah mereka tawaf di rumah kuno itu." (ujung ayat 29).
Yaitu setelah selesai mereka melontar jumratul aqabah di Mina, segeralah mereka ke Makkah mengerjakan tawal sebagai bagian (rukun) dari haji. Inilah yang dinamai juga tawaf Ifadhah. (Tawaf Ifadhah tersebut juga di ayat 198-199 Surat 2, al-Baqarah). Disebut rumah kuno karena sejarah telah lama, yaitu sejak Nabi Ibrahim. Bahkan ada riwayat bahwa sebelum Ibrahim telah ada, tetapi runtuh ketika taufan Nabi Nuh. Tetapi “riwayat" ini tidak ada kesaksiannya dan al-Qur'an Cuma yang terang, Ka'bah adalah lebih tua atau lebih kuno danpada mesjid yang lain di dunia ini.
Selain dari Al-Baitil Atiq diartikan rumah kuno, ada lagi tafsir lain, yaitu rumah bebas. Karena atiq juga berarti bebas dan perbudakan. Dalam sebuah Hadist yang dirawikan oleh Termidzi tersebut:
“Hanyasanya dinamai rumah bebas, karena tidak pernah seorong penakluk dapat menguasainya."
Memang Alexander Macedania, tidak sampai ke sana. Buktinazar raja Babil tidak berani memasukinya, Abrahah raja muda Habsyi yang ingin meruntuhkannya dengan tentara bergajah, akhinya dia sendiri yang runtuh.
Ayat 30
“Demikianlah!" (pangkal ayat 30). Artinya, demikianlah peraturan manasik haji itu telah diatur Tuhan, semuanya itu adalah ibadah yang banyak sangkutpaut dengan syi'ar. Dengan tempat-tempat bersejarah: “Dan barangsiapa yang menghormati yang dilarang-pantangkan oleh Allah itu, maka yang begitu adalah baik di sisi Tuhan." Artinya, bahwasanya selama mengerjakan hail itu ada beberapa peraturan, ada beberapa larangan yang kalau dilanggar akan dirienda atau dikenakan dam. Mesti memakai ihram. Kepala tidak boleh tertutup, muka dan kedua telapak tangan perempuan mesti terbuka, tidak boleh berburu dan sebagainya, Maka barangsiapa yang mematuhl larangan pantangari, maka yang begitu adalah diterima baik dan diaenangi Tuhan. Karena itu adalah alamat kepatuhan: “Dan telah dihalalkan bagi kamu binatang-binatang temak," unta, kambing. domba dan sapi. "Kecuali mana yang dibacakan kepada kamu," yang sudah jelas ditentukan haramnya oleh Tuhan, yaitu: (1) bangkai, (2) daging babi, (3) darah dan (4) yang diaembelih untuk yang selain Allah. Selain dari yang ditentukan haramnya oleh Allah dan Rasul seperti yang disebut di zamari jahiliyah, yang mereka sebut bahirah, sa-ibah, washi-lah dan ham, (lihat Surat 5 al-Maidah, ayat 103) semuanya itu adalah bohong belaka, tidak ada dalam ‘peraturan: “Maka jauhilah yang keji dari berhala-berhala itu." Bertambah dalam iman, menjauhilah dan berhala-berhala. Sebab berhala adalah keji."Dan jauhilah kata-kata dosa." (ujung ayat 30). Orang yang berbudi tinggi, yang telah menetapkan hanya Allah jadi tujuan pasti tidak keluar dari mulutnya kata-kata omong kosong.