Ayat
Terjemahan Per Kata
وَتَقَطَّعُوٓاْ
dan mereka memotong
أَمۡرَهُم
urusan mereka
بَيۡنَهُمۡۖ
diantara mereka
كُلٌّ
masing-masing/semuanya
إِلَيۡنَا
kepada Kami
رَٰجِعُونَ
mereka kembali
وَتَقَطَّعُوٓاْ
dan mereka memotong
أَمۡرَهُم
urusan mereka
بَيۡنَهُمۡۖ
diantara mereka
كُلٌّ
masing-masing/semuanya
إِلَيۡنَا
kepada Kami
رَٰجِعُونَ
mereka kembali
Terjemahan
Akan tetapi, mereka terpecah-belah dalam urusan (agama) di antara mereka. Masing-masing (golongan itu) akan kembali kepada Kami.
Tafsir
(Dan mereka telah memotong-motong) sebagian daripada orang-orang yang diajak bicara itu (urusan agama mereka di antara mereka) yakni mereka memecah belah perkara agama mereka; sebagian dari mereka bertentangan dengan sebagian yang lain di dalam masalah agama. Mereka adalah sekte-sekte dari agama Yahudi dan Nasrani. Lalu Allah berfirman, ("Kepada Kamilah masing-masing golongan itu akan kembali) kemudian Kami akan membalas amal perbuatan mereka.
Tafsir Surat Al-Anbiya': 92-94
Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. Dan mereka telah memotong-motong urusan (agama) mereka di antara mereka. Kepada Kamilah masing-masing golongan itu kembali. Maka barang siapa yang mengerjakan amal saleh, sedangkan ia beriman, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu dan sesungguhnya Kami menuliskan amalannya itu untuknya. Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu. (Al-Anbiya: 92) Yaitu agama kalian yang satu.
Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Allah menjelaskan kepada mereka hal-hal yang harus mereka hindari dan hal-hal yang harus mereka kerjakan. kemudian Allah ﷻ berfirman: Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu. (Al-Anbiya: 92) Yakni sesungguhnya tuntunan agama Islam ini adalah tuntunan bagi kamu sekalian. Firman-Nya: Sesungguhnya (agama tauhid) ini. (Al-Anbiya: 92) Terdiri atas inna dan isim-nya, sedangkan firman-Nya: agama kalian ini. (Al-Anbiya: 92) berkedudukan menjadi khabar-nya inna, yakni sesungguhnya agama ini adalah syariat kalian yang Kujelaskan dan Kuterangkan kepada kalian. Firman-Nya, "Ummatan wdhidatan" (sebagai satu agama) di-nasab-kan menjadi hal atau kata keterangan keadaan.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. (Al-Anbiya: 92) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang saleh. (Al-Muminun: 51) sampai dengan firman-Nya: dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. (Al-Mu'minun: 52) Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Kami golongan para nabi adalah saudara-saudara lain ibu, sedangkan agama kami adalah satu. Makna yang dimaksud ialah menyembah kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, melalui syariat yang berbeda-beda yang dibawa oleh para rasul. Seperti yang dijelaskan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. (Al-Maidah: 48) Adapun firman Allah ﷻ: Dan mereka telah memotong-motong urusan (agama) mereka di antara mereka. (Al-Anbiya: 93) Yakni pendapat di kalangan umat-umat itu berbeda-beda terhadap rasul-rasulnya; di antara mereka ada yang membenarkannya, ada pula yang mendustakannya.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Kepada Kamilah masing-masing golongan itu akan kembali. (Al-Anbiya: 93) Artinya kelak di hari kiamat, maka Allah akan memberikan balasan kepada masing-masing sesuai dengan amal perbuatannya. Jika amalnya baik, maka balasannya baik; dan jika amalnya buruk, balasannya buruk pula. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Maka barang siapa yang mengerjakan amal saleh, sedangkan ia beriman. (Al-Anbiya: 94) Yaitu kalbunya membenarkan dan anggota tubuhnya mengerjakan amal saleh.
maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu. (Al-Anbiya: 94) semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Sesungguhnya Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik. (Al-Kahfi: 30) Yakni usahanya alias amal perbuatannya tidak akan diingkari, melainkan diberi balasan; dia tidak akan dianiaya barang seberat zarrah pun. Karena itulah dalam akhir ayat ini disebutkan oleh firman-Nya: sesungguhnya Kami menuliskan amalnya itu untuknya. (Al-Anbiya: 94) Yaitu semua amal perbuatannya dicatat (di dalam kitab catatan amal masing-masing), maka tiada sesuatu pun dari amal perbuatannya yang tersia-sia."
Meskipun misi para nabi itu mengajarkan satu agama kepada manusia, yaitu agama tauhid, tetapi mereka terpecah belah dalam urusan agama mereka di antara mereka ke dalam berbagai agama. Ada yang lurus memegang prinsip tauhid dan ada pula yang menyimpang. Masing-masing golongan itu semua akan kembali kepada Kami di akhirat untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka selama hidup di dunia. 94. Manusia dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadap-an Allah sangat tergantung kepada pilihan hidupnya di dunia. Barang siapa mengerjakan kebajikan kepada Allah, sesama manusia, dan alam, dan dia melakukan kebajikan itu sebagai orang beriman, atas dasar ke-imanannya yang mantap, maka usahanya sekecil apa pun juga dalam mewujudkan kebajikan itu tidak akan diingkari, disia-siakan hingga ter-buang percuma, tetapi akan tetap tersimpan; dan sungguh, Kamilah yang mencatat perbuatan baik itu untuknya. Demikian juga, perbuatan buruk sekecil apa pun tercatat dengan akurat dan akan diperlihatkan kepada tiap-tiap manusia dengan objektif.
Dalam ayat ini Allah memperingatkan kaum Muslimin atas perpecahan yang timbul antara umat manusia. Seluruh umat manusia itu seharusnya menganut agama tauhid, karena agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama tauhid (agama Islam). Akan tetapi mereka telah berpecah belah, sehingga kesatuan mereka menjadi terkotak-kotak kecil yang dipisahkan dengan ketat oleh perbedaan pandangan, baik mengenai masalah-masalah yang tidak prinsip dalam agama maupun masalah-masalah duniawi semata. Perbedaan-perbedaan paham itu pada umumnya disertai taklid kepada imam atau pemimpin sehingga kelompok yang satu menutup diri terhadap kelompok yang lain. Dengan demikian mereka sudah melalaikan ajaran agama, yang menyuruh mereka bersatu dan memelihara kesatuan umat. Akan tetapi mereka berbuat sebaliknya, yaitu berpecah belah.
Pada akhir ayat ini ditegaskan, bahwa umat manusia yang sudah berpecah belah itu, seluruhnya akan kembali kepada-Nya juga. Maka Allah akan melakukan hisab dan memberikan balasan atas keimanan dan amal mereka masing-masing.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Umat Yang Satu
Ayat 92
“Sesungguhnya ini adalah umat kamu, umat yang satu."
Menurut talsiran dan (bnu Abbas, Mujahid, Said bin Jubair, Qatadah dan Abdurrahman bin Aslam, arti pangkal ayat ini ialah: “Agama kamu pada hakikatnya adalah agama yang satu.
Al-Hasan al-Biahri mengartikan: “Sunnah kamu, atau jalan yang kamu tempuh adalah hanya satu jalan." Hal ini dIsabdakan oleh Tuhan sesudah menyebutkan nama beberapa orang Nabi dengan berbagai ragam perjuangannya. Disebut Musa dan Harun. Diuraikan tentang Ibrahim dan Luth, Ismail dan Ya'kub, ldns dan Zulkifli, Daud dan Sulaiman, Yunus dan Zakariya, Maryam dan puteranya: semuanya telah diterangkan. Akhtnya dijelaskan bahwa semuanya ini adalah umat yang satu.
Hal ini lebih dijelaskan lagi oleh sabda Nabi Muhammad s.a.w. sendiri:
“Kami sekalian Nabi-nabi, anak-anak dan berbagai-bagai ibu. Namun agama kami satu."
Tegasnya sama membawa satu ajaran, yaitu menyembah kepada Tuhan yang Maha Esa, yang tidak ada syarikat bagiNya, meskipun syariat dapat berubah-ubah. Dan Inilah yang dicetuskan di ujung ayat: “Dan Aku adalah Tuhan kamu, maka sembahlah Aku."
Oleh sebab ajaran yang dibawa hanya satu saja pada pokoknya, yaitu menyuruh manusia agar menyembah kepada Tuhan yang Satu, dengan sendirinya mereka pun jadi umat yang satu. Karena kalimat Tauhid itu dengan sendirinya menimbulkan Tauhidul Kalimah. Kata yang satu menimbulkan kesatuan kata.
Pecah-belah
Ayat 93
“Tetapi telah mereka pecah-belahkan urusan mereka di antara mereka."
Kesatuan umat karena kesatuan ajaran akidah menjadi hilang. Mereka menjadi berpecah-belah, porak-poranda. Sebab tempat tujuan tidak yang satu itu lagi: yaitu Allah. Mereka mulai menyembah benda, menyembah berhala, menuhankan raja; musynk, mempersekutukan alam buatan Allah dengan Allah sendiri. Padahal, “Sekalian mereka itu kepada Kamilah akan kembali."
Orang berpecah-belah adalah karena memperturutkan hawanafsu masing-masing, atau karena mau menang sendiri. Demikianlah tiap-tiap Rasul diutus Tuhan membawa satu seruan, satu da'wah. Manusia tidak semua mau menerima. Ada yang menerima dan banyak pula yang menolak. Dldustakannya Rasul-rasul itu. Namun semua baik yang menerima atau yang menolak, pasti kembali ke harihirat Tuhan, tegasnya hari kiamat. Semua akan mendapat ganjaran sesuai dengan amalnya.
Ayat 94
“Maka, barangsigpa yang mengamalkan sebagian dari amal-amal yang sholih, sedang dia pun beriman, Maka tidaklah akan tersia-sia apa yang diusahakannya."
Di pangkal ayat ini Allah memberikan kepastian bahwa amal perbuatan yang timbul dari iman, tidaklah akan tersia-sia di sisi Allah, besar amal itu atau kecil. Banyak amal itu atau sedikit.
Dari keterangan Tuhan ini dapatlah kita mengambil pedoman. Karena banyak juga kejadian orang mengamalkan suatu, mengerjakan suatu pekerjaan yang nampaknya, sayangnya tidak timbul dari iman, Amalnya itu-akan sia-sia. Karena dia beramal bukan karena Allah. melainkan karena mengharap dipuji, dan disanjung oleh manusia. Apabila puji dan sanjung terlambat datang dia berkecil hati, lalu dia berhenti berbuat baik. Tetapi apabila telah banyak mendapat pujian, senang dan banggalah dia hidup dalam suasana puji-puji itu, dan dia akan marah jika ada sedikit saja orang yang mencela. Malahan dia akan mengomel, menyduh masyarakat tidak menghargai jasanya. Inilah penyakit yang kerapkali menimpa kebanyakan kepala-kepala negara, yang menyebabkan diadakan peraturan-peraturan dan undang-undang yang khas untuk memuji-muji saja, dan undang-undang pula untuk menjerat orang yang mencoba mencela, bahkan menyindir saja pun bIsa ditangkap. Atau disangka tidak bersikap hormat bisa bertahun-tahun ditahan dalam penjara.
Di, dalam ayat dikatakan oleh Tuhan bahwa amal-amal shalih yang timbul dart kesadaran iman tidaklah akan tersia-sia di siat Allah, walaupun mungkin tersia-sia di satu waktu di sisi setengah manusia. Sebagai tersebut dalam sebuah syair Arab:
Manusia tidaklah dapat diharapkan akan sepakat hatinya semua. Pasti ada yang memuji engkau dan yang mencela.
Selanjutnya Tuhan bersabda; “Dan sesungguhnya Kami terhadapnya adalah mencatat." (ujung ayat 94).
Dengan penutup ayat ini terobatlah hati orang beriman dan beramal shalih. Sebab banyak amal shalih tidak tercatat oleh sesama manusia. Ada yang memang lupa dan ada yang sengaja dibuat supaya ditupakan. Ada yang orang takut menyebutnya atau menyiarkannya meskipun yakin akan kebenarannya, sebab orang yang berjasa itu sedang diberici oleh pihak yang berkuasa. 4da pula yang hitam dikatakan putih, yang hijau dikatakan merah karena hendak mempertahankan kekuasaan. Cobalah misalnya perhatikan bagaimana bunyi sejarah hidup Muhammad Halta tokoh proklamasi Kemerdekaan Indonesia menurut susunan kaum komunis! Atau jasa Islam tidak ada dalam perjuangan, kemerdekaan dan pembangunan Indanesia menurut yang disusun oleh golongan-golongan yang sejak semula tidak senang kalau-kalau pengaruh Islam bertambah besar.
Dengan sabda Tuhan bahwa segala amal buruk dan baik, kecil dan besar, semuanya dicatat di sisi Tuhan teguh dan tetaplah hati orang yang Mu'min meneruskan perjuangan dan usahanya: “Di sini tempat beramal, di akhirat tempat berhitung."
Peringatan Tuhan
Ayat 95
“Tetapi menjadi haramlah itu atas sesuatu negeri yang telah Kami binasakan."
Artinya bahwa bagi penduduk suatu negeri yang telah dibinasakan otell Tuhan, haramlah penghargaan. Arti haram di sini ialah untuk menguatkan ketidak-adaan penghargaan. Meskipun amalan buruk mereka tetap juga dalam catatan Allah. Namun catatan hanyalah untuk membuktikan menjatuhkan azhab belaka: “Karena mereka tidaklah akan kembali."
Kesalahan itu timbul daripada mereka sendiri. Dan semula nasihat dan pesan-pesan dan seruan-seruan sudah dIsampaikan, namun mereka tidak juga mau kembah kepada jalan yang benar. Mereka jalan terus beramal dan bekerja yang tidak dipandu oleh iman kepada Allah. Celaka pun menimpa, negara hancur, nasi jadi bubur, tidak dapat diperbaiki lagi. Hanya orang di belakanglah yang mesti mengambil pengajaran dari kejadian itu.
Maka dapatlah diambil kesimpuian dari ayat ini bahwa bila satu negeri telah dibinasakan Allah, haramlah atau janganlah diharap bahwa mereka akan bangkit kembali. Yang telah binasa hanya dapat jadi perbandingan bagi keturunan yang datang di belakang atau negeri tetangga supaya jangan menempuh jalan salah yang telah ditempuh oleh penduduk negeri yang telah binasa itu. Ayat ini pun jadi perbandingan bagi peribadi kita sendiri. MIsalnya seorang pemuda yang telah rusak karena melanggar perintah Tuhan. Dia pergi berzina, lalu ditimpa penyakit sipilia hingga alat kelaminnya putus. Maka alat kelamin yang telah putus itu tidaklah dapat diperbaiki lagi, walaupun sesudah itu dia telah taubat. Cuma orang lain yang menyaksikan kejadian Inilah supaya ia menjauhi dosa yang telah diperbuat oleh orang yang melanggar larangan Tuhan yang membawa kebinasaan dirinya itu.
Ya'juj dan Ma'juj
Ayat 96
“Sehingga apabila dibukakan Ya'juj dan Ma'juj, dan mereka itu daripada tempat-tempat yang tinggi akan segera turun."
Ketika menafsirkan Ya'juj dan Ma'juj yang terdapat dalam Surat 18, al-Kahfi ayat 94, telah kita tafsirkan agak panjang tentang Ya'juj dan Ma'juj, (Iihal Tafsir Al-Azhar Juzu' 15). Dia telah menjadi sebutan juga oleh Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w.
Menurut tafsir ibnu Abbas diridirig besar pembenciung kedatangan Ya'juj dan Ma'juj itu akan terbuka kelak, atau tidak akan ada kekuataannya boat membendung lagi. Maka kalau ini kejadian akan membanjirlah Ya'juj dan Ma'juj itu, tidak dapat lagi ditahan-tahan masuknya, menggelora bagai anai-anai bubus, atau bagai bendungan (dam) yang bocor karena sangat besanya banjir, dia menjadi bobol, atau tembus atau runtuh.
Sayid Quthub penafsir Islam zaman moden yang kuat sekali cintanya kepada Islam menyatakan pendapat bahwa Ya'juj dan Ma'juj mungkin telah lepas waktu datangnya, yaitu ketika penyerbuan bangsa Tartar dan Mongol ke negeri-negeri Islam pada abad ke-7 Islam (656 Hijriyah), ke-10 Masehi (1258 Masehi). Zaman sekarang adalah kelanjutannya. Sebab itu datanglah lanjutan ayat:
Ayat 97
“Dan bertambah dekatlah janji yang benar itu."
Janji yang benar itu (Al-Wa'dul Haqq) talah hari kiamat. Artinya, apabiia telah dating “banjir Ya'juj dan Ma'juj", maka menerobos dari tiap penjuru, tandanya kiamat sudah dekat!
Berapakah ukuran dekatnya?
Kalau misainya jarak di antara zaman hidup Nabi Muhammad dengan masuknya tentara Mongol dan Tartar menghancur-leburkan dunia Islam 7 abad, atau 700 tahun, apakah dapat kita taksir hari kiamat yang telah dekat itu misalnya 10 abad lagi (1000 tahun)?
Ini tidak dapat kita taksir. Tuhan telah bersabda:
“Dan tidaklah mereka dapat menilai Allah dengan sebenar-benar penilaian." (al-An'am: 91)
Sebab ada juga hitungan 1,000 tahun pada kita sama dengan sehari di sisi Tuhan, (lihat Surat 22 al-Ha) ayat 47. Dan Surat 22 as-Sajdah ayat 5). Bahkan lebih dari itu pun, yaitu 50,000 tahun hitungan kita, baru sehari pada hitungan Tuhan dalam Mi'raj hitungan malaikat dan Roh. (Lihat Surat 70, al-Ma'arij. ayat 4).
Sebab itu tetaplah kita percaya bahwa hari kiamat telah dekat, namun kita tidak diberitahu bila akan masanya.
Maka kaiau masa itu datang: “Tiba-tiba tercengang-cenganglah penglihatan orang-orung yang kafir." Sebab mereka sejak semula tidak bersedia-sedia, tidak bersiap-siap, menunggu janji yang benar itu. Waktu itu baru keluar keluhan mereka: “Wahai, celakalah kiranya kami. Sesungguhnya adalah kami dalam kelengahan dalam hal ini. Bahkan adalah kami ini orang-orang yang aniaya."
Dalam keluhan ini jelas sekali penyesalan, pada waktu menyesal tak ada faedahnya lagi. Padahal jika sebelum janji yang berit itu datang, asal ada iman dan kemauan, orang bIsa saja beramal shalih.