Ayat
Terjemahan Per Kata
ثُمَّ
kemudian
صَدَقۡنَٰهُمُ
Kami benarkan/tepati mereka
ٱلۡوَعۡدَ
janji
فَأَنجَيۡنَٰهُمۡ
maka Kami selamatkan mereka
وَمَن
dan orang
نَّشَآءُ
Kami kehendaki
وَأَهۡلَكۡنَا
dan Kami binasakan
ٱلۡمُسۡرِفِينَ
orang-orang yang melampaui batas
ثُمَّ
kemudian
صَدَقۡنَٰهُمُ
Kami benarkan/tepati mereka
ٱلۡوَعۡدَ
janji
فَأَنجَيۡنَٰهُمۡ
maka Kami selamatkan mereka
وَمَن
dan orang
نَّشَآءُ
Kami kehendaki
وَأَهۡلَكۡنَا
dan Kami binasakan
ٱلۡمُسۡرِفِينَ
orang-orang yang melampaui batas
Terjemahan
Kemudian Kami tepati janji kepada mereka (para utusan). Maka, Kami selamatkan mereka dan orang-orang yang Kami kehendaki dan Kami binasakan orang-orang yang melampaui batas.
Tafsir
(Kemudian Kami tepati janji kepada mereka) yaitu untuk menyelamatkan mereka (maka Kami selamatkan mereka dan orang-orang yang Kami kehendaki) yakni orang-orang yang beriman kepada para rasul itu (dan Kami binasakan orang-orang yang melampaui batas) yaitu orang-orang yang mendustakan para rasul.
Tafsir Surat Al-Anbiya': 7-9
Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal. Kemudian Kami tepati janji (yang telah Kami janjikan) kepada mereka. Maka Kami selamatkan mereka dan orang-orang yang Kami kehendaki dan Kami binasakan orang-orang yang melampaui batas.
Allah ﷻ berfirman menjawab orang-orang yang mengingkari rasul dari kalangan manusia: Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad) melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka. (Al-Anbiya: 7) Yakni semua rasul yang terdahulu terdiri atas manusia laki-laki, tiada seorang pun di antara mereka dari kalangan malaikat. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan seorang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. (Yusuf: 109) Katakanlah "Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul. (Al-Ahqaf: 9) Dan firman Alah ﷻ menceritakan perihal umat-umat terdahulu yang mengingkari hal ini melalui ucapan mereka yang disitir oleh firman-Nya: Apakah manusia yang akan memberi petunjuk kepada kami? (At-Taghabun: 6) Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: maka tanyakanlah oleh kalian kepada orang-orang yang berilmu, jika kalian tidak mengetahui. (Al-Anbiya: 7) Maksudnya, tanyakanlah kepada ahlul ilmi dari kalangan umat-umat terdahulu seperti kaum Yahudi dan kaum Nasrani dan semua pemeluk agama terdahulu apakah rasul-rasul yang datang kepada mereka itu manusia atau malaikat? Jawaban mereka tentu saja tiada lain adalah manusia.
Hal ini merupakan nikmat Allah ﷻ yang sempurna kepada makhluk-Nya, karena Dia mengutus rasul-rasul-Nya kepada mereka dari kalangan mereka sendiri, sehingga para rasul itu dapat menyampaikan kepada mereka dan mereka dapat menerima dari para rasul. Firman Allah ﷻ: Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan. (Al-Anbiya: 8) Yaitu sesungguhnya para rasul itu memiliki jasad sebagaimana manusia biasa dan makan sebagaimana manusia makan. Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. (Al-Furqan: 20) Sesungguhnya para rasul itu adalah manusia biasa, mereka makan dan minum seperti lazimnya manusia, memasuki pasar-pasar untuk mencari mata pencaharian dan berdagang.
Hal tersebut tidaklah membahayakan mereka dan tidak pula mengurangi sedikit pun martabat mereka seperti yang didugakan oleh orang-orang musyrik dalam ucapan mereka yang disitir oleh firman-Nya: Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia? Atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun baginya yang dia dapat makan dari (hasil) nya? (Al-Furqan: 7-8) Adapun firman Allah ﷻ: dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal. (Al-Anbiya: 8) di dunia ini; bahkan mereka hidup, lalu mati sebagaimana manusia biasa.
Ucapan mereka dijawab oleh Allah ﷻ dalam ayat lain yang Khitabnya ditujukan kepada Nabi ﷺ, yaitu: Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu. (Al-Anbiya: 34) Keistimewaan para rasul itu ialah mereka diberi wahyu oleh Allah ﷻ Para malaikat turun kepada mereka membawa wahyu dari Allah yang berisikan hukum-hukum buat makhluk-Nya, menyangkut perintah dan larangan-Nya. Firman Allah ﷻ: Kemudian Kami tepati janji (yang telah Kami janjikan). (Al-Anbiya: 9) Yakni janji yang telah diberikan oleh Tuhan mereka, bahwa sesungguhnya Dia akan membinasakan orang-orang yang zalim. Allah memenuhi janj i-Nya kepada para rasul dan terlaksanalah janj i-Nya itu. Karena itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya: Maka Kami selamatkan mereka dan orang-orang yang Kami kehendaki. (Al-Anbiya: 9) Yaitu para pengikut mereka dari kalangan orang-orang yang beriman. dan Kami binasakan orang-orang yang melampaui batas. (Al-Anbiya: 9) Yakni orang-orang yang mendustakan apa yang disampaikan oleh para rasul."
Kemudian Kami tepati janji, yang telah Kami janjikan tentang pertolongan dan keselamatan kepada mereka, para rasul dan pengikut-pengikutnya yang beriman. Maka Kami selamatkan mereka dan orang-orang yang Kami kehendaki di antara umat para rasul itu karena keimanannya; dan Kami binasakan dengan bencana alam orang-orang yang melampaui batas, karena kekafiran mereka kepada Allah.
10. Sungguh, Kami telah menurunkan kepada kalian, melalui seorang utusan Allah, sebuah Kitab Al-Qur'an, agar menjadi pedoman hidup kalian, yang di dalamnya terdapat peringatan bagi kalian tentang tindakan yang menyelamatkan dan mencelakakan kalian. Maka apakah kalian tidak mengerti tujuan Allah menurunkan Kitab Al-Qur'an ini'.
Allah menjanjikan kepada setiap rasul yang diutus-Nya, bahwa Dia akan menyelamatkan rasul bersama para pengikutnya yang telah beriman. Di samping itu, Allah juga berjanji akan membinasakan kaum kafir dan para pendurhaka di antara kaumnya. Hal ini seperti diterangkan dalam Surah Hud, yang berisi kisah-kisah tentang para nabi dan rasul. Maka dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia telah menepati janji-Nya kepada rasul-rasul yang terdahulu, sehingga mereka bersama umatnya telah diselamatkan-Nya dari kezaliman kaum kafir dan musyrik yang mengingkari agama-Nya, serta mendustakan rasul-rasul-Nya. Demikianlah balasan yang layak untuk mereka. Janji semacam itu akan ditepati-Nya pula terhadap Nabi Muhammad beserta kaum Muslimin yang setia.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ulama-ulama Adalah Pewaris Nabi-nabi
Ayat 7
“Dan tidaklah Kami utus sebelum engkau melainkan orang-orang laki-laki yang Kami wahyukan kepada mereka."
Pangkal ayat ini adalah sebagai tangisan kepada perkataan orang-orang yang kafir itu yang telah mereka sanggahkan kepada Nabi s.a.w. Yang disebutkan di ayat 3 di atas: “Bukankah dia ini hanya seorang manusia seperti kamu?" Apa guna percaya kepadanya, padahal dia tidak lebih dari manusia biasa? Ayat 7 ini menguatkan: “Memang Muhammad itu manusia dan Nabi-nabi yang diutus sebelumnya itu pun manusia, semua orang laki-laki, tidak ada malaikat diutus menjadi Rasul kepada umat manusia. "Maka tanyakanlah kepada ahli-ahli peringatan jikalau kamu tidak tahu."
“Ahludz dzikri" ialah orang yang ahli peringatan. Atau orang yang lebih tahu, atau orang yang kuat ingatannya. Kebanyakan ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud ialah ahlul kitab yang terdahulu, yaitu orang Yahudi dan Nasrani. Menurut Sufyan bin Uyainah, maka dinamai “ahli peringatan" ialah karena mereka ingat akan kabar berita Nabi-nabi yang terdahulu dan orang Quraisy selama ini memang bertanya-tanya juga kepada ahlul kitab itu tentang hal-hal yang berkenaan dengan Nabi Muhammad s.a.w.
Maka maksud ujung ayat ini, cobalah kamu tanyakan kepada mereka, benarkah yang dikatakan oleh Muhammad s.a.w. itu bahwa Nabi-nabi itu adalah orang-orang laki-laki semua? Artinya manusia, tidak ada malaikat?
Ada beberapa kesan yang kita dapat dari ayat ini:
1. Kita boleh bertanya atau menuntut ilmu ke mana saja, walaupun kepada ahlul kitab, asal mereka ahludz dzikri, yang ada pengetahuan yang akan diambil daripadanya. Meskipun di dalam hal akidah kita berbeda jauh dari mereka, namun dalam pengetahuan yang umum tidaklah ada perbedaan. Dalam hal ini, tentang Nabi-nabi itu adalah manusia-manauia laki-laki semuanya, tidak akan dapat memeluk agama yang lain itu mengubah kenyataan. Orang Yahudi bagaimanapun bericinya kepada Islam tidak mereka mengatakan kalau orang Quraisy bertanya siapa Nabi Musa, bahwa beliau itu malaikat. Bahkan orang Kristen sendiri pun lebih suka mengatakan: Isa itu tuhan laki-laki daripada Malaikat perempuan.
2. Ayat ini pun menjadi alasan yang kuat bagi golongan yang berpendapat bahwa Rasul-rasul utusan Allah itu semua laki-laki, tidak ada yang perempuan. Ada golongan yang tetap berpendapat bahwa baik Nabi-nabi atau Rasul-rasul semuanya adalah laki-laki, tidak ada perempuan. Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa ada perempuan-perempuan jadi Nabiyah, yakni menerima wahyu. Mereka itu ialah Ibu Nabi Musa, Maryam ibu Nabi Isa, Sarah isteri Nabi Ibrahim. Mereka sama pendapat bahwa beliau-beliau perempuan-perempuan yang mulia itu pernah diriatangi oleh Jibril. Tetapi meskipun mereka Nabiyah mereka bukanlah Rasul (Rasulullah). Karena mereka tidak diperintah Tuhan buat menyampaikan petunjuk Ilahi kepada manusia.
3. Orang-orang yang mempertahankan taglid, yaitu menurut saja apa yangdikatakan oleh Ulama dengan tidak mengetahui apa pengambilan pendapatnya itu daripada al-Qur'an atau Banist selalu mengemukakan ujung ayat ini jadi alasan. Padahal untuk bertanya kepada orang yang lebih pandai, sampai kita pandai pula, memang boleh, ujung ayat ini. Tetapi untuk menurut saja dengan tidak mempergunakan pertimbangan fikiran, kuranglah tepatnya.
Ayat 8
“Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh yang tidak memakan makanan."
Yakni untuk menguatkan lagi ayat yang sebelumnya, bahwa beliau-beliau Rasul-rasul Allah ialah manusia. Niscaya sebagai manusia yang terjadi dari tulang dan daging, mereka pun mengenal lapar, sebab itu mereka pun makan yang terhidang. Di dalam Surat 25, al-Furqan, ayat 20 hal ini dijelaskan lagi:
“Dan tidaklah Kami pernah mengutus sebelum engkau dari Rasul-rasul itu, melainkan semua mereka itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar."
Tidaklah Rasul-rasul itu orang yang meninggikan diri masyarakat manusia, melainkan bercampur gaul dengan mereka. Kalau ada jamuan dia makan bersama orang lain. Kalau ada keperluan yang hendak dia beli, dia sendiri masuk ke dalam pasar.
Banyaknya hadist-hadist dirawikan tentang kehidupan Nabi kita s.a.w. bagaimana beliau kalau makan. Bagaimana beliau kalau masuk pasar.
“Dan tidak pula mereka itu kekal."
Dan oleh karena sudah nyata bahwa utusan-utusan Allah itu manusia, yang makan, yang minum. yang beristeri dan beranak, niscaya tidaklah kekal mereka itu di dunia. Jika tiba ajalnya dia pun mati. yang kekal tinggal ialah ajaran yang mereka bawa, sebab ajaran itu bukan dari mereka, melainkan dari Allah. Dan Allahlah yang kekal dan wahyuNyalah yang tetap abadi sepanjang masa.
Memang, untuk mengajar dan memimpin manusia hendaklah manusia pula. Supaya Rasul itu sendiri dapat menunjukkan contoh teladan yang dapat ditiru oleh manusia. Kalau malaikat diutus Tuhan menjadi Rasul kepada manusia sedang alam hidupnya berlainan sangat, tentu akan tetap kedua makhluk itu terpisah. Kadang-kadang menimbulkan takut. Sedangkan Nabi Ibrahim. seorang Nabi lagi timbul takut juga tatkala malaikat-malaikat diutus Allah menziarahinya, sampai malaikat itu sendiri meminta, tak usah takut (Surat 11, Hud 70. Juzu' 12), kononlah manusia biasa. Oleh sebab itu maka memilih manusia menjadi Rasul kepada manusia adalah kebijaksanaan yang tertinggi dari Tuhan,
Ayat 9
“Kemudian itu Kami sempurnakanlah kepada mereka janji itu."
Artinya bahwa Allah selalu menjanjikan kepada Rasul-rasul itu, bahwa betapa pun hebatnya rintangan dan hambatan yang dihartapkan kepada mereka, namun akhinya mereka jualah yang akan menang. Janji Allah ini dipenuhiNya."Maka Kami selamatkan mereka dan orang-orang yang Kami kehendaki."
Orang yang dikehendaki Allah buat diselamatkan bersama Nabi-nabi itu telah orang-orang yang telah turut berjuang mendampingi beliau-beliau karena kuat keyakinan akan kebenaran yang terutama diaelamatkan Allah ialah cita-cita mereka. Tegasnya bahwa cita-cita merekalah yang menang. “Dan Kami binasakan orang-orang yang melampaui batas."
Demikianlah selalu kejadian apabila perjuangan di antara yang benar dengan yang salah, yang hak dengan yang batil. Kemenangan terakhir memang dianugerahkan Tuhan kepada pembela kebenaran, kebinasaan me-nimpa orang-orang yang melampaui batas. Begitulah yang terjadi pada per-juangan Nabi-nabi dan Rasul-rasul dalam menegakkan jalan Allah. Tetapi jelas sekait bahwa kemenangan datang ialah sesudah melalui berbagai kepahitan dan kegetiran. Karena teguh hati dan kuat keyakinan yang memperjuangkan kebenaran, merekalah yang menang dan pelanggar-pelanggar balas itulah yang binasa.
Ayat 10
“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah Kitab, yang di dalamnya ada sebutan kamu."
Ayat ini ditujukan kepada umat yang diaeru oleh Nabi; bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang kelak kemudiannya menerima pula seruan Rasul s.a.w. ini, sebuah kitab itu ialah al-Qur'an! Nabi s.a.w. berkali-kali memberi ingat, bahwa mu'jizat beliau yang utama ialah kitab ini. Di dalamnya ada sebutan tentang kamu atau untuk kamu, petunjuk jalan yang mesti kamu tempuh supaya kamu dapat menjadi teladan dalam alam ini. Mu'jizat al-Qur'an terbuka buat seluruh masa. Berbeda dengan mu'jizat yang dianugerahkan Allah kepada Nabi-nabi yang dahulu, yang hanya dapat disaksikan oleh manusia yang melihatnya waktu itu. Al-Qur'an ini lain halnya. Selama kehidupanmu masih berpedoman kepadanya, selama itu pula kamu akan menjadi “yang sebaik-baik umat dikeluarkan di antara manusia; karena kamu menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah berbuat yang munkar" (Surat 3 Aali ‘Imran 110), Tetapi hidupmu telah jauh terpesong dari tuntunan itu berbagai ragamlah percobaan hidup dan kehinaan yang akan kamu derita. Berleluasalah bangsa lain menghinakan kamu. Itu sebabnya maka akhir ayat ditutup dengan: “Apakah kamu tidak juga mau mengerti?"
Menurut taisir dari Ibnu Abbas dzikrukum yang kita artikan sebutan kamu itu ialah syarafukum, yang berarti kemuliasan kamu. Tegasnya bahwa di dalam kitab itulah tergantung kemuliaan kamu selama kamu berpegang teguh kepadanya, selama itu pula kamu akan mencapai kemuliaan. Di akhir ayat datanglah pertanyaan Tuhan, tidak jugakah hal itu akan kamu fikirkan? Tidakkah nikmat ilahi yang sebesar itu kamu renungkan? Tidakkah nikmat itu pantas kamu terima dengan penuh kesyukuran? Adakah patut nikmat itu kamu sia-siakan?
Ayat 11
“Dan berapa banyak yang telah Kami binasakan dan negeri-negeri yang penduduknya telah aniaya."
Ayat ini bersifat pertanyaan, namun maksudnya ialah penjelasan. Berapa-berapa, artinya banyak negeri tidak diuraikan dalam ayat ini satu demi satu. Negeri-negeri itu dihancur binasakan oleh Tuhan. Sebabnya ialah karena kesalahan penduduknya. Mereka telah berlaku aniaya, telah berlaku zalim. Artinya yang asal dari zalim atau zhulumatun ialah gelap, menempuh jalan yang gelap. Jalan yang salah pada hakikatnya adalah jalan gelap. Sebab itu dapat diterima oleh akal sehat. Tiap-tiap jalan yang salah akibatnya ialah buntu, tak ada ujung atau binasa! Kehancuran! Kemusnahan!
“Lalu Kami timbulkan sesudahnya kaum yang lain."
Di ujung ayat ini Allah aturanNya tetap: Setelah barangsiapa menempuh jalan aniaya atau jalan zalim karena pilihannya sendiri, niscaya timbul yang lain sebagai pengganti tempat yang telah kosong itti, yaitu orang-orang yang mau menempuh jalan yang benar dan adil. Mereka Inilah yang meneruskan tugas.
Di antara ayat 10 dengan ayat 11 ada pertalian. Isi ayat ini benar-benar sebagai mu'jizat dan al-Qur'an Kaum yang menempuh jalan zalim, jalan hidup yang tidak berperhitungan, pastilah menemui kehancurannya, yang berhak hendak dan menggantikan yang musnah ialah yang “berjalan lurus, berkata benar".
Ayat 12
“Setelah mereka mulai merasakan azhab Kami, tiba-tiba dengan cepat mereka lari."
Ayat 13
“Janganlah kamu cepat-cepat lari"
Mengapa begitu cepat berburu-buru lari? Bukankah selama ini dengan sombong dan pongah kamu bertahan pada kezalimanmu? Bukankah selama Nabi itu kamu tantang, dan kamu yakin bahwa tidak ada suatu kekuatan pun yang akan dapat mengganggu-gugat kedudukan dan kemegahan kamu? “Dan pulanglah kembali kepada apa yang membuat kamu bermewah-mewah itu." Panggilan pulang kembali kepada kemewahan itu adalah satu teguran pahit dari Tuhan. Karena bila azhab sengsara sudah datang, tidak ada harganya lagi segala yang dibanggakan selama ini, Kita dapat membayangkan sendiri betapa gugup, betapa panik, penduduk sebuah kota yang ditimpa malapetaka. Misalnya sebuah negeri yang diserbu musuh. Misalnya orang-orang Belanda yang sombong dan hidup mewah ketika tentara Jepang tiba-tiba datang menyerbu ke kota-kota besar Indanesia di sekitar bulan Maret 1942. Rumah-rumah yang mewah, perhiasan-perhiasan rumahtangga, kursi-meja, peti es, radio dan lain-lain, ditinggalkan porak-poranda, penghuninya lari, lari dan lari ketakutan. Seakan-akan dalam suasana demikianlah datang panggilan penuh ejekan dalam ayat ini. Pulanglah! Mengapa lari? Pulanglah kepada kemewahanmu selama ini! “Dan kepada tempat-tempat kediaman kamu." Ke rumah kediaman kamu, gedung-gedung, bungalo, istana, mahligai tempat kamu bercengkerama menghabiskan umurmu.
Mengapa lari? Pulanglah kembali, ulangilah hidupmu yang mewah itu ..."Supaya kamu ditanya."
Yang mengajak kehidupan mewah dan lupa tujuan hidup ini, kebanyakan ialah orang-orang yang terkemuka di dalam masyarakat. Orang ini yang dahulu lari, padahal mereka yang bertanggungjawab. Mereka seharusnya pulang! Untuk menjawab pertanyaan tentang azhab yang telah mengancam karena mereka telah berlaku zalim.
Ayat 14
“Berkatalah mereka: “Wahai celakanya kami."
Inilah perkataan yang penuh menyatakan penyesalan atas langkah salah yang telah terlanjur ditempuh selama ini. Terasa bahwa diri telah celaka, padahal betapa pun keluhan yang keluar, faedahnya tidak ada lagi: “Sesungguhnya kami ini adalah orang-orang yang aniaya."
Ayat 15
“Begitulah terus-menerus ucapan mereka."
Selalu mereka mengeluh, menyesali diri, siang dan malam meratapi nasib, telah terlanjur. Mengulangi permulaan hidup tidak mungkin lagi, mereka tidak akan berhenti menyesal dan mengeluh. "Sampai Kami jadikan mereka punah, padam."
Kian lama kian sepi suara serak keluhan itu. Karena satu demi satu mereka telah gugur. Sampai akhinya punah semua, habis! Dan suara-suara itu pun habis hilang, padam dan sirna, sehingga bekas-bekasnya pun tidak ada lagi. Seakan-akan dahulunya mereka itu tidak pernah ada.