Ayat
Terjemahan Per Kata
وَأَدۡخَلۡنَٰهُمۡ
dan Kami masukkan mereka
فِي
dalam
رَحۡمَتِنَآۖ
rahmat Kami
إِنَّهُم
sesungguhnya mereka
مِّنَ
dari/termasuk
ٱلصَّـٰلِحِينَ
orang-orang yang saleh
وَأَدۡخَلۡنَٰهُمۡ
dan Kami masukkan mereka
فِي
dalam
رَحۡمَتِنَآۖ
rahmat Kami
إِنَّهُم
sesungguhnya mereka
مِّنَ
dari/termasuk
ٱلصَّـٰلِحِينَ
orang-orang yang saleh
Terjemahan
Kami memasukkan mereka ke dalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang saleh.
Tafsir
(Kami telah memasukkan mereka ke dalam rahmat Kami) yakni kenabian. (Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh) orang-orang yang mensyukuri rahmat Kami. Dinamakan Zulkifli karena ia telah menyanggupi akan melakukan puasa di siang hari dan beribadah pada malam harinya, serta ia berjanji akan memutuskan peradilan di antara orang-orang dan tidak akan marah. Kemudian ternyata ia memenuhi apa yang telah dijanjikannya itu. Menurut suatu pendapat dikatakan bahwa ia bukan seorang nabi, akan tetapi hanya orang saleh atau wali Allah saja.
Tafsir Surat Al-Anbiya': 85-86
Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Zulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. Kami telah memasukkan mereka ke dalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh. Yang dimaksud dengan Ismail ialah putra Nabi Ibrahim a.s. kekasih Allah. Kisahnya telah disebutkan di dalam tafsir surat Maryam, begitu pula Idris a.s. Adapun Zulkifli, menurut makna lahiriah konteks ayat menunjukkan bahwa tidak sekali-kali ia disebutkan bersama para nabi, melainkan ia adalah seorang nabi.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa sesungguhnya dia hanyalah seorang lelaki saleh, seorang raja yang adil, bijaksana lagi jujur. Ibnu Jarir tidak memberikan tanggapan apa pun sehubungan dengan hal ini, hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya. Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan Zulkifli ini, bahwa Zulkifli adalah seorang lelaki saleh, bukan seorang nabi. Ia memberikan jaminan kepada anak-anak kaumnya, -bahwa ia sanggup menangani urusan kaumnya, mengatur mereka, serta memutuskan di antara sesama mereka dengan adil dan bijaksana.
Ia melakukannya dengan baik, akhirnya ia diberi julukan Zulkifli. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Najih, dari Mujahid. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, telah menceritakan kepada kami Daud, dari Mujahid yang mengatakan bahwa setelah Alyasa' berusia lanjut, ia berkata, "Sekiranya aku mengangkat seorang lelaki sebagai penggantiku untuk mengatur orang-orang, dia mau bekerja untuk mereka selama hidupku, aku akan melihat apa yang bakal dilakukannya." Alyasa' mengumpulkan orang-orang, lalu berkata, "Siapakah di antara kalian yang sanggup menerima tiga persyaratan dariku, maka aku akan mengangkatnya sebagai penggantiku.
Yaitu dia harus puasa di siang harinya, berdiri (salat) di malam harinya, dan tidak boleh marah." Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa lalu berdirilah seorang lelaki yang hina dipandang mata, dan ia berkata, "Saya sanggup." Alyasa' berkata, "Apakah kamu mampu puasa di siang hari, berdiri di malam hari, dan tidak boleh marah?" Si lelaki itu menjawab, "Ya." Akan tetapi Alyasa' menolaknya pada hari itu.
Pada hari yang kedua Alyasa mengucapkan kata-kata yang sama, tetapi tiada seorang pun yang menjawabnya. Kemudian lelaki itu berdiri seraya berkata, "Saya sanggup." Akhirnya Alyasa mengangkatnya sebagai penggantinya. Iblis berkata kepada setan-setan, "Kalian harus menggoda si Fulan." Tetapi setan-setan itu tidak mampu menggodanya. Akhirnya iblis berkata kepada setan-setan, "Biarkanlah, dia adalah bagianku." Iblis mendatanginya dalam rupa seorang yang berusia lanjut lagi miskin di saat lelaki itu merebahkan dirinya di tempat peraduannya di tengah hari untuk istirahat sebentar, karena selamanya ia tidak pernah tidur di malam hari juga di siang harinya kecuali hanya saat itu saja.
Iblis mengetuk pintu rumahnya, maka ia bertanya, "Siapakah Anda?" Iblis menjawab, "Saya orang lanjut usia yang teraniaya." Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa lelaki itu bangkit dan membuka pintu rumahnya, lalu orang tua itu menceritakan perihalnya kepada dia seraya mengadu. Sesungguhnya antara diriku dan kaumku ada suatu persengketaab. Mereka menganiaya diriku dan melakukan anu dan anu terhadap diriku." Si iblis yang berupa orang tua itu memperpanjang pembicaraannya hingga hari senja dan waktu istirahat tidur siang hari sudah habis.
Lelaki itu berkata, "Jika aku berada di majelisku, datanglah kamu, maka aku akan membelamu agar kamu dapat mengambil hakmu." Lelaki itu berangkat menuju ke tempat peradilan di hari itu juga. Setelah sampai, ia duduk dan menunggu si orang tua tersebut. Tetapi ternyata dia tidak melihatnya, maka ia membuka persidangannya (untuk orang lain). Pada keesokan harinya lelaki itu memutuskan peradilan di antara orang-orang seraya menunggu si orang tua itu, tetapi ternyata ia tidak melihatnya.
Ia kembali ke rumahnya untuk istirahat di siang hari. Saat ia mulai merebahkan diri di peraduannya, tiba-tiba orang tua itu datang mengetuk pintu rumahnya. Ia bertanya, "Siapakah Anda?" Orang yang mengetuk pintu menjawab, "Saya orang tua yang teraniaya." Ia membuka pintu rumahnya dan berkata kepada si orang tua renta itu, "Bukankah telah kukatakan kepadamu, datanglah kamu ke majelis peradilanku." Si orang tua berkata, "Sesungguhnya mereka adalah kaum yang paling jahat.
Jika mereka mengetahui bahwa kamu siap menegakkan keadilan untukku tentu mereka akan mengatakan, 'Kami akan memberikan kepadamu hakmu.' Tetapi bila engkau pergi, mereka akan mengingkarinya." Ia berkata, "Pergilah kamu. Jika aku telah berada di majelis peradilanku, datanglah kamu." Saat tidur siang telah berlalu, akhirnya ia pergi ke majelis peradilan dan menunggu kedatangan si orang tua renta itu, tetapi ternyata ia tidak juga melihatnya.
Rasa kantuk telah menyerangnya dengan hebat, maka ia berkata kepada sebagian keluarganya, "Janganlah kamu biarkan seorang pun mendekati pintu ini. Aku akan tidur, karena sesungguhnya aku sangat mengantuk." Tepat di saat itu si orang tua datang. Maka penjaga pintu berkata kepadanya, "Menjauhlah kamu, menjauhlah kamu!" Orang tua itu berkata, "Sesungguhnya aku telah datang kepadanya kemarin, dan telah kuceritakan kepadanya perihal urusanku." Penjaga pintu berkata, "Tidak, demi Allah, dia telah memerintahkan kepada kami agar tidak membiarkan seorang pun mendekati pintu rumahnya." Setelah si iblis yang berupa orang tua itu kelelahan membujuk penjaga pintu, tetapi tidak berhasil juga, akhirnya ia melihat adanya celah pada pintu itu.
Maka si iblis menyelinap ke dalam celah kecil itu. Tiba-tiba ia telah berada di dalam rumah, dan tiba-tiba mengetuk pintu dari dalam rumah. Lelaki itu terbangun, lalu berkata (kepada penjaga pintunya), "Hai Fulan, bukankah aku telah perintahkan kepadamu (agar jangan ada orang yang mengetuk pintuku)?" Si penjaga pintu menjawab, "Kalau dari pihakku, demi Allah, telah kulakukan pencegahan, sekarang coba lihat darimana dia datang?" Lelaki itu bangkit menuju ke pintu, dan ternyata ia menjumpainya dalam keadaan terkunci sebagaimana ia telah menguncinya, tetapi anehnya si orang tua itu berada di dalam rumah bersamanya.
Ia mengerti, lalu berkata, "Hai musuh Allah!" Si orang tua menjawab, "Ya, engkau telah membuatku kelelahan, segala upaya untuk menggodamu agar marah telah kulakukan, tetapi ternyata tidak membawa hasil apa-apa." Maka sejak saat itu laki-laki tersebut dijuluki Zulkifli. Julukan ini diberikan karena ia menanggung suatu tugas dan ternyata dia dapat menunaikannya. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Zuhair ibnu Ishaq, dari Daud, dari Mujahid dengan lafaz yang semisal.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Al-A'masy, dari Muslim yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas mengatakan bahwa seorang kadi di kalangan umat Bani Israil menjelang ajalnya, lalu ia berkata, "Siapakah yang akan menggantikan kedudukanku, tetapi dengan syarat janganlah ia marah?" Lalu ada seorang lelaki berkata, "Saya sanggup." Maka ia diberi julukan Zulkifli.
Sejak saat itu sepanjang malam ia mengerjakan salat, pagi harinya puasa, lalu menjalankan peradilan di antara orang-orang. Ia hanya tidur sebentar di saat istirahat tengah hari. Setelah hal itu berlangsung beberapa lama, tiba-tiba setan datang kepadanya di saat ia sedang istirahat di tengah hari. Lalu teman-teman lelaki itu berkata kepadanya, "Mengapa kamu?" Si setan menjawab, "Saya membawa seorang yang miskin, dia mempunyai hak atas seorang lelaki, tetapi orang lelaki itu dapat mengalahkan diriku; aku tidak dapat membelanya." Para penjaga menjawab, "Tunggulah di tempatmu sehingga Zulkifli bangun dari tidurnya." Saat itu Zulkifli sedang tidur di kamar atas.
Maka setan itu sengaja mengeluarkan suara jeritan agar Zulkifli terbangun dari tidurnya. Zulkifli terbangun mendengar suara jeritan itu, lalu bertanya, "Mengapa kamu?" Si setan menjawab, "Saya membawa orang yang miskin, dia mempunyai hak atas seorang lelaki." Zulkifli berkata, "Pergilah kamu kepada si lelaki itu dan katakanlah kepadanya bahwa kamu disuruh oleh aku agar dia memberikan hak si miskin itu!" Si setan menjawab, "Dia menolak." Zulkifli berkata, "Pergilah kamu kepada si lelaki itu dan katakanlah kepadanya agar dia memberikan hak si miskin ini." Maka setan itu pergi, lalu pada keesokan harinya ia melapor, "Saya telah pergi kepadanya, tetapi dia tidak mau mendengarkan perkataanmu." Zulkifli berkata, "Pergilah kamu kepadanya, dan katakanlah agar dia memberikan kepadamu hak si miskin ini." Si setan pergi dan datang lagi pada keesokan harinya di waktu istirahat siang hari.
Teman-teman Zulkifli berkata kepadanya, "Pergilah kamu, semoga Allah mengutukmu. Kamu datang setiap hari ke sini di saat dia sedang tidur, kamu tidak membiarkannya istirahat." Setan menjerit seraya mengatakan, "Saya dilarang masuk karena saya orang miskin. Sekiranya saya orang kaya, (tentu saya boleh masuk)." Zulkifli mendengar suara jeritan itu, lalu bertanya, "Mengapa lagi kamu?" Setan menjawab, "Saya telah pergi kepadanya, tetapi dia memukul saya." Zulkifli berkata, "Pergilah kamu, saya akan menemanimu." Zulkifli mengatakan demikian seraya memegang tangan orang miskin tersebut.
Ketika si setan melihat bahwa Zulkifli benar-benar pergi bersama si miskin itu, ia melepaskan tangannya dari tangan si miskin, lalu kabur. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdullah ibnul Haris, Muhammad ibnu Qais, dan Abu Hujairah Al-Akbar serta lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf; alur kisahnya mirip dengan kisah ini. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Jamahir, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Kinanah ibnul Akhnasy yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Asy'ari menceritakan kisah berikut di atas mimbar, yaitu: "Zulkifli bukanlah seorang nabi.
Dahulu di kalangan kaum Bani Israil terdapat seorang lelaki saleh yang setiap harinya mengerjakan salat sebanyak seratus kali. Lalu Zulkifli menggantikan kedudukannya sesudah orang saleh itu meninggal dunia, sehingga Zulkifli mengerjakan salat sebanyak seratus kali setiap harinya, karena itulah ia diberi nama julukan Zulkifli." Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah yang mengatakan bahwa Abu Musa Al-Asy'ari pernah menceritakan kisah ini.
Predikat riwayat ini munqati, hanya Allah yang mengetahui kebenarannya. Imam Ahmad telah meriwayatkan sebuah hadis yang berpredikat garib, bahwa telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Abdullah, dari Sa'd maula Talhah, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar sebuah kisah dari Rasulullah ﷺ bukan hanya satu dua kali. Ibnu Umar menghitung sampai tujuh kali, akan tetapi lebih dari itu. Beliau ﷺ bercerita seperti berikut: Dahulu seorang Al-Kiflu (tetua) di kalangan kaum Bani Israil tidak segan-segan, mengerjakan perbuatan dosa apa pun.
Maka ia kedatangan seorang wanita, lalu ia memberi wanita itu uang sejumlah enam puluh dinar, tetapi dengan syarat hendaknya si wanita mau tidur dengannya. Setelah Al-Kiflu menaiki wanita itu sebagaimana seorang lelaki menaiki istrinya, tiba-tiba tubuh si wanita itu bergetar dan menangis. Maka Al-Kiflu bertanya, "Mengapa kamu menangis, apakah kamu tidak senang? Si wanita menjawab, "Tidak, tetapi saya belum pernah melakukan perbuatan ini, dan sesungguhnya yang mendorongku berbuat demikian hanyalah terdesak keperluan.
Al-Kiflu berkata, "Kamu mau melakukan ini, padahal kamu sebelumnya tidak pernah melakukannya sama sekali. Al-Kiflu turun, lalu berkata, "Pulanglah kamu, dan uang dinar itu buatmu. Al-Kiflu berkata, "Demi Allah, sejak sekarang Al-Kiflu tidak akan lagi berbuat durhaka kepada Allah selama-lamanya. Dan pada malam harinya Al-Kiflu meninggal dunia, kemudian pada keesokan harinya tertulis di pintu rumahnya kalimat, "Allah telah mengampuni Al-Kiflu.
Demikianlah bunyi teks hadis yang menceritakan kisah Al-Kiflu tanpa ada tambahan sedikit pun. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya. Hadis ini tiada seorang pun dari penulis kitab Sittah yang mengetengahkannya, sanad hadis berpredikat garib. Kalau meneliti teks hadis, hanya disebutkan Al-Kiflu, bukan Zulkifli. Barangkali yang dimaksud adalah orang lain, bukan Zulkifli ini; hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya."
85-86. Dan ingatlah kisah para nabi yang berikut: Ismail, Idris, dan Zul-kifli. Mereka semua, bukan hanya Nabi Ayub, termasuk orang-orang yang sabar dalam melaksanakan perintah Allah dan dalam menghadapi co-baan. Dan karena kesabaran mereka teruji dengan baik, maka Kami memasukkan mereka ke dalam rahmat Kami di dunia dan akhirat. Sungguh, mereka dengan kesabarannya yang mantap, termasuk orang-orang yang saleh, karena kesalehan hanya akan terwujud dengan kesabaran. 87. Dan ingatlah kisah Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah, karena mereka berpaling dari dirinya dan tidak mau menerima ajaran Allah ketika ia berdakwah kepada me-reka. Lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya karena sikapnya yang tidak sabar itu. Lalu ia naik perahu, namun beban perahu yang ditumpanginya terlalu berat sehingga harus ada seorang yang dilemparkan ke laut. Setelah diundi tiga kali, Nabi Yunus yang harus dilemparkan ke laut. Allah segera mendatangkan seekor ikan menelan beliau. Maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, di dalam perut ikan, di dalam laut, dan pada malam hari dengan kesadaran, 'Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim, karena aku marah meninggalkan kaum yang seharusnya dibimbing olehku. '.
Allah memperingatkan Rasulullah dan kaum Muslimin kepada kisah Nabi Ismail, Idris dan Zulkifli, yang kesemuanya adalah orang-orang yang sabar pula dalam menghadapi musibah yang menimpa diri mereka masing-masing. Berkat kesabaran dan kesalehan mereka maka Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada mereka.
Nabi Ismail as, putra Nabi Ibrahim dari istrinya Siti Hajar, telah terbukti kesabarannya ketika ia hendak disembelih ayahnya sebagai korban atas perintah Allah. Ia juga sabar dan ulet untuk hidup di daerah tandus dan gersang, setelah ayahnya menempatkan dia bersama ibunya di Mekah, di tengah-tengah jazirah Arab yang gersang. Kemudian ia dengan sabar pula menunaikan tugasnya yang berat membangun Ka`bah dan Baitullah bersama ayahnya. Maka Allah memberikan penghormatan dan kemulian yang tinggi kepada Nabi Ismail, yaitu dengan diangkatnya salah seorang keturunannya menjadi Nabi dan Rasul Allah terakhir, yaitu Muhammad ﷺ
Adapun Nabi Idris, adalah juga seorang yang saleh dan sabar. Ia diutus menjadi Rasul sesudah Nabi Syis dan Nabi Adam as. Banyak orang mengatakan bahwa Nabi Idris ini yang mula-mula pandai menjahit pakaian, dan mula-mula memakai pakaian yang dijahit, sedang orang-orang yang sebelumnya hanya memakai pakaian dari kulit binatang dan tidak dijahit. Selain itu dia pulalah orang yang mula-mula membuat dan memakai senjata api sebagai alat perlengkapan. Kisah Nabi Idris ini terdapat dalam Surah Maryam. (Maryam/19: 56-57)
Mengenai Zulkifli, menurut pendapat kebanyakan ahli tafsir, dia adalah seorang Nabi pula, dan putra dari Nabi Ayyub a.s. Allah mengutusnya menjadi Nabi sesudah ayahnya. Ia menjalankan dakwahnya mengesakan Allah baik dalam akidah maupun dalam ibadah. Selama hidupnya ia berdiam di negeri Syam, dan merupakan Nabi yang saleh dan sabar. Dan dia adalah dari kalangan Bani Israil.
Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan bahwa Nabi Ismail, Idris dan Zulkifli telah dimasukkan-Nya dalam lingkungan rahmat-Nya, dan ditempatkan-Nya dalam surga Jannatuna`im, sebagai balasan atas kesabaran dan kesalehan mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Nabi Ismail, Idris dan Zulkifli
Ayat 85
“Dan Ismail, Idris dan Zulkifli."
Tentang Ismail, nyatalah bahwa yang dimaksud di ayat ini ialah Ismail anak sulung Nabi Ibrahim. Dan Idris ialah Nabi Idris. yang setengah ahli tafsir mengatakan bahwa Idris dan Ilyas adalah satu orangnya. Di dalam Surat Maryam, Surat 19 ayat 56 dan 57 telah disebutkan juga tentang keistimewaan Nabi Idris ini, bahwa dia “shiddiq", yaitu sangat jujur dan martabatnya diangkat Tuhan sampai tinggi. Maka timbullah pula “cerita" tentang diri beliau yang panjang lebar, Israiliyat juga, yang telah kita uraikan agak panjang pada Tafsir Al-Azhar, Juzu' 16. Adapun Nabi yang bernama Zulkifli:
Ibnu Katsir di dalam tafsirnya mengambil kesimpulan: “Adapun Zulkifli, ternyatalah dari susunan kata bahwa orang yang namanya telah disejajarkan dengan Nabi-nabi, bahwa dia adalah Nabi pula."
Ada pula yang berkata bahwa Zulkifli itu adalah seorang yang shalih. Dia adalah Raja yang adil. Ibnu Yasir menceritakan tentang dia hanya sekedar begitu.
Pernah Syaikh Ahmati Soorkati al-Anshari menyatakan pendapat bahwa Zulkifli ialah Budha! Kifli dari Kapila Wastu negeri kelahiran Budha.
Di dalam al-Qur'an tidak banyak diceritakan hal-ihwal kedua nama ini. Idris hanya 2 kali, di ayat 85 Surat al-Anbiya' ini dan di Surat 19, Maryam ayat 56. Zulkifli 2 kali pula, di ayat 85 Surat al-Anbiya' ini dan di Surat 38, Shad ayat 48. Keterangan yang ada tentang mereka hanya di dalam kitab-kitab tafsir, yang tidak sunyi dari bumbu-bumbu lsrailiyat.
Menurut kata Mujahid: “Zulkifli adalah seorang yang shalih bukan Nabi. Dia menjamin kepada Nabi kaumnya akan menyampaikan da'wah Nabi itu dan akan berlaku adil “menjamin" itu bahasa Arabnya ialah “Al-Kifli".
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan: Zulkifli seorang yang shalih dari Bani Israil; sembahyangnya sampai 100 kali sehari semalam. Riwayat lain lagi: Zulkifli itu ialah Nabi Hazkiel!
Ada juga Hadist yang dirawikan oleh Termidzi, bahwa Zulkifli itu ialah seorang yang mulanya suka berbuat maksiat. Pada suatu hari diajaknya seorang perempuan berzina dan diberinya uang 60 diriar. Setelah dia duduk di kerampang perempuan itu, dia menangia. Zulkifli bertanya; “Mengapa menangis?" Perempuan itu menjawab bahwa sebenarnya dia takut kepada Allah akan melakukan perbuatan yang keji ini."Tetapi karena saya memerlukan uang buat membeli makanan, sebab lapar, terpaksa juga saya ikuti kemauanmu." Begitu jawab perempuan itu. Mendengar jawab itu sadarlah Zulkifli akan dirinya, lalu dia taubat dan sampai menyesal. Dalam sangat menyesal itulah dia mati pada malamnya. Maka di pintu rumahnya bertemulah suatu tulisan: “Allah telah memberi ampun Zulkifli."
Meskipun ini Hadist, belum pula tentu derajat Hadistnya. entah shahih entah dha'if. Sebab itu cukuplah sebagai yang tersebut di dalam al-Qur'an saga. Ketiga Nabi, yaitu Ismail, ldns dan Zulkifli dapat pujian dan Tuhan: “Masing-masingnyo adalah dari orang-orang yang sabar."
Artinya: bahwa kesabaranlah perangai utama yang menjadikan mereka iatimewa di mata Tuhan. Niscaya kita ingat kesabaran Ismail di waktu dia masih kanak-kanak dengan sabar menyerahkan dirinya buat disembelih ayahnya:
“Wahai ayahku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada ayah; akan ayah dapati aku ini -insya Allah- dari orang-orang yang sabar." (Surat 37, Saffah ayat 102)
Ayat 86
“Dan Kami masukkan mereka itu ke dalam rahmat Kami."
Maka Nabi-nabi itu semua dimasukkan dalam daftar orang-orang yang dapat rahmat iatimewa dari Allah karena sahariya, karena tahan uji dalam perjuangan menegakkan kehendak Ilahi: “Sesungguhnya mereka itu semua adalah dari orang-orang yang shalih."
Di ayat 86 ini mendapat pujianlah seluruh Nabi-nabi yang telah disebutkan Tuhan nama masing-masing tadi. Karena perjuangan mereka: sejak dari Ibrahim sampai kepada puteranya Ishak dan cucunya Ya'kub. Kemudian itu Musa dan saudaranya Harun dan Luth kemenakan Ibrahim, Nuh, Daud dan Sulaiman, Ayyub, Ismail, Idris dan Zulkifli.