Ayat
Terjemahan Per Kata
أُفّٖ
ah (celaka)
لَّكُمۡ
bagi kalian
وَلِمَا
dan kenapa
تَعۡبُدُونَ
kamu menyembah
مِن
dari
دُونِ
selain
ٱللَّهِۚ
Allah
أَفَلَا
apakah maka tidak
تَعۡقِلُونَ
kalian menggunakan akal
أُفّٖ
ah (celaka)
لَّكُمۡ
bagi kalian
وَلِمَا
dan kenapa
تَعۡبُدُونَ
kamu menyembah
مِن
dari
دُونِ
selain
ٱللَّهِۚ
Allah
أَفَلَا
apakah maka tidak
تَعۡقِلُونَ
kalian menggunakan akal
Terjemahan
Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Apakah kamu tidak mengerti?”
Tafsir
(Ah, alangkah buruknya) lafal Uffin atau Uffan ini bermakna Mashdar, artinya busuklah (kalian beserta apa yang kalian sembah selain Allah. Maka apakah kalian tidak memahami?) bahwa berhala-berhala itu tidak berhak untuk disembah dan tidak layak untuk dijadikan sesembahan, karena sesungguhnya yang berhak disembah itu hanyalah Allah semata.
Tafsir Surat Al-Anbiya': 64-67
Maka mereka telah kembali kepada kesadaran mereka dan lalu berkata, "Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)." Kemudian kepala mereka jadi tertunduk (dan berkata), "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara. Ibrahim berkata, "Maka mengapakah kalian menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun dan tidak (pula) memberi mudarat kepada kalian? Ah (celakalah) kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah. Maka apakah kalian tidak memahami. Allah ﷻ berfirman menceritakan tentang kaum Ibrahim saat Ibrahim berkata kepada mereka apa yang telah dikatakannya. Maka mereka telah kembali kepada kesadaran mereka. (Al-Anbiya: 64) Yakni mencela diri mereka sendiri karena tidak bersikap hati-hati dan tidak menjaga berhala-berhala sembahan mereka, lalu mereka berkata: Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri). (Al-Anbiya: 64) Karena kalian meninggalkan berhala-berhala kalian tanpa ada seorang pun yang menjaganya.
kemudian kepala mereka menjadi tertunduk. (Al-Anbiya: 65) Yaitu mereka menundukkan kepalanya, memandang ke arah bawah, lalu berkata: Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara. (Al-Anbiya: 65) Qatadah mengatakan bahwa kaum Nabi Ibrahim kebingungan, lalu mereka mengatakan sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya: Sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa mereka (berhala-berhala ini) tidak dapat berbicara. (Al-Anbiya: 65) As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian kepala mereka jadi tertunduk. (Al-Anbiya: 65) Yakni dalam menghadapi ujian dari Nabi Ibrahim itu. Ibnu Zaid mengatakan bahwa mereka melakukan demikian karena memikirkan jawabannya.
Tetapi pendapat Qatadah lebih jelas dan lebih kuat, karena sesungguhnya mereka melakukan hal itu tiada lain karena kebingungan dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Karena itulah mereka berkata kepada Ibrahim: Sesungguhnya kamu mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara. (Al-Anbiya: 65) Maka mengapa kamu katakan kepada kami agar kami menanyakan kepada berhala-berhala itu jika mereka berbicara, sedangkan kamu mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.
Maka pada saat itu juga Ibrahim berkata kepada mereka setelah mereka mengakui hal tersebut: Maka mengapakah kalian menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun dan tidak (pula) memberi mudarat kepada kalian? (Al-Anbiya: 66) Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa jika berhala-berhala itu tidak dapat berbicara dan tidak membahayakan, maka mengapa kalian menyembah mereka selain Allah? Ah (celakalah) kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah. Maka apakah kalian tidak memahami? (Al-Anbiya: 67) Mengapa kalian tidak merenungkan perbuatan sesat kalian dan kekafiran kalian yang berat ini.
Hal itu tidaklah laku kecuali hanya di kalangan orang-orang yang bodoh, aniaya, lagi pendurhaka. Ibrahim dapat menegakkan hujahnya terhadap mereka dan membungkam mereka. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Dan itulah hujah Kami yang Kami .berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. (Al-An'am: 83), hingga akhir ayat."
66-67. Menanggapi pernyataan tersebut, Dia, Ibrahim, berkata di depan para pembesar Kota Ur, Kaldea, Babilonia, Mesopotamia Selatan, 'Mengapa kamu sekalian menyembah tuhan selain Allah, menyembah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun dengan menyembahnya, dan tidak pula mendatangkan mudarat kepada kamu dengan tidak menyembahnya'" Ibrahim kemudian menegaskan tanggapannya, "Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah di dunia dan di akhirat! Apakah kamu tidak memikirkan, apakah kamu akan terus menyembah patung-patung itu atau berhenti''68. Tanggapan Ibrahim yang tegas dan lugas tersebut direspon oleh para pembesar Kota Ur, Kaldea dengan sangat marah. Mereka berkata, 'Bakarlah dia, Ibrahim, hidup-hidup di tengah alun-alun, dan bantulah tuhan-tuhan kamu dengan menyiapkan kayu bakar yang cukup untuk membakar dia selama satu bulan, jika kamu benar-benar hendak berbuat untuk tuhan kamu. '.
Dalam ayat ini disebutkan lanjutan dari ucapan Ibrahim kepada mereka, bahwa mereka akan celaka bersama patung-patung yang mereka sembah selain Allah. Apakah mereka tidak memahami keburukan dan kesesatan perbuatan mereka?
Ucapan itu telah menyebabkan para penyembah patung itu sungguh-sungguh terpojok, dan mengobarkan kemarahan mereka yang amat sangat
66-67. Menanggapi pernyataan tersebut, Dia, Ibrahim, berkata di depan para pembesar Kota Ur, Kaldea, Babilonia, Mesopotamia Selatan, ?Mengapa kamu sekalian menyembah tuhan selain Allah, menyembah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun dengan menyembahnya, dan tidak pula mendatangkan mudarat kepada kamu dengan tidak menyembahnya?" Ibrahim kemudian menegaskan tanggapannya, "Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah di dunia dan di akhirat! Apakah kamu tidak memikirkan, apakah kamu akan terus menyembah patung-patung itu atau berhenti??.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Allah Perintah Api Jadi Dingin
Di sinilah Ibrahim mengeiuarkan jawaban yang memang telah lama disediakan. Jawaban berupa pertanyaan:
Ayat 66
“Dia berkata-Makas apakah kamu sembah selain Allah."
Padahal yang selain Allah itu, apa jua pun adanya: “Adalah sesuatu yang sedikit pun tidak memberi manfaat bagi kamu dan tidak pula membahayakan kamu?"
Kamu sendiri tidak percaya bahwa berhala besar mustahil dapat mencincang berhala kecil, karena dia tidak dapat bergerak dari tempatnva, dan berhala kecil mustahil dapat menjawab jika ditanya. sebab dia adalah benda mati, mengapa kamu sembah semuanya itu?
Ayat 67
“Nistatah bagi kamu!" Artinya amat buruk, amat tercela kamu dengan perbuatan itu; “Dan bagi yang kamu sembah selain dari Allah itu."
Yang kamu sembah itu pun barang-barang nista sebagaimana nistanya perbuatan kamu terhadapnya. Nista karena kebodohan. karena sempit akal, karena buntu fikiranmu.
“Apa tidaklah kamu pergunakan akal?"
Yakni, mengapa kamu tidak menggunakan akal untuk memecahkan perkara int. Kiranya kamu memakai akal untuk memikirkan seluk-beluknya dengan jujur dan dada terbuka, niscaya kamu akan sampai kepada kebenarannya.
Az-Zamakhsyan menyatakan dalam Tafsirnya: Kata-kata uffin adalah kalimat yang menyatakan jengkel. Ibrahim jengkel setelah melihat mereka masih saja berkeras mempertahankan pemujaan kepada berhala-berhala itu sesudah alasan mereka terputus tidak dapat dipertahankan lagi, dengan jelasnya yang hak dan tersurlgkur jatuhnya yang batil. Dan setelah mereka lemah dan menegakkan alasan, mereka pun mengambil jalan lain buat bertahan, yaitu jalan menyakiti lawan, yaitu menuruti kebiasaan orang yang kehabIsan alasan mempertahankan perbuatan yang salah, kemarahannya dia tumpahkan kepada orang yang menyalahkan itu. Maka jalan satu-satunya buat membalaskan sakit hatinya ialah dengan menyakiti hati orang yang menyalahkan itu."
Ayat 68
“Mereka berkata: “ Yaitu pihak kaumnya yang berkuasa dalam negeri itu; “Bakarlah dia, dan belalah tuhan-tuhan kamu."
Itulah keputusan yang diambil oleh penguasa itu, yaitu keluarlah perintah agar Ibrahim dihukum karena salahnya mencincang berhala itu. Alasan pembakaran sudah terang, yaitu untuk membela tuhan-tuhan itu. Tuhan mereka teraniaya, dia tidak dapat mempertahankan diri sebab itu maka para pemujalah yang wajib segera membela. Kalau tidak diadakan pembetaan, dengan segera membakar orang yang mencincangnya, takut fikiran orang itu akan menjalar pula kepada yang lain. Begitulah yang semestinya: “Jika kamu adalah hendak berbuat."
Artinya jikalau kamu masih tetap hendak mempertahankan adat lama pusaka nenek-moyang memuja dan menyembah berhala-berhala, Ibrahim ini mesti segera disingkirkan dari dunia, dibakar.
Ibrahim sendiri sejak semula tentu sudah bersedia menghadapi segata kemungkinan, Apabila kita perbandingkan tindakan Ibrahim mencincang berhala, nyatatah bahwa beliau telah melakukan perbuatan yang benar. Dan bahwa pemerintah yang berkuasa, akan menghukumnya dengan hukuman yang paling berat, menurut peraturan atau undang-undang yang berlaku di negeri itu ketika itu, itu pun sudah wajar. Karena pengalaman-pengataman di dunia di segala zaman kerapkali menunjukkan bahwa yang benar menurut jiwa ajaran agama yang sejati belum tentu disetujui oleh penguasa duniawi. Maka Nabi Ibrahim, demi keyakinan yang dianutnya, bersedia menjadi kurhari karena melaksanakan sepanjang keyakinannya. Kalau tidak ada semangat sebagai semangat Nabi Ibrahim itu, tidaklah akan ada perubahan kepada yang lebih baik di dunia ini.
Itu sebabnya maka orang yang berjihad pada jalan Allah, lalu tewas karena keyakinannya diberi kehormatan tertinggi dengan diberi kemuliaan syahid.
Ibrahim telah bersedia menerima hukuman.
Menurut riwayat Ibnu lshaq, digali dengan perintah Raja Namrudz itu sebuah lobang dan ditimbunkan kayu api berpikul-pikul ke dalamnya. Lalu Ibrahim diikat dan diletakkan pada sebuah manjaniq (pelanting besar). Tersebut dalam riwayat al-Hafizh Abu Ya'la yang diterimanya dengan sanadnya dan Abu Hurairah bahwa Nabi s.a.w. berkata, setelah lbrahim akan dilemparkan ke dalam api yang telah berkobar-kobar itu, dia bermunajat kepada Allah:
“Ya Tuhan! Sesungguhnya Engkau Esa di langit dan aku pun esa pula yang penyembah Engkau di bumi."
Dan menurut riwayat yang lain, munajat beliau ketika akan dimasukkan ke dalam pembakaran itu ialah:
“Tidak ada Tuhan meisinkan Engkau! Maha Suci Engkau. Untuk Engkau segala puji-pujian dan bagi Engkau segala kekuasaan, tidak ada sekutu bagi Engkau."
Dan riwayat lain pula munajat beliau:
“Engkau sendiri di iangit dan oku pun sendiri di bumi. Tidak seorang pun menyembah Engkau selain aku. Penjaminanku ialah Allah dan Dialah semulia-mulia tempat menyerah."
Diriwayatkan oleh Ubayyu bin Ka'ab, Nabi s.a.w. menceritakan, bahwa seketika dia akan dilantingkan dengan manjaniq (pelanting besar) itu tiba-tiba datanglah Malaikat Jibril bertanya: (…) “Apakah engkau ada sesuatu keinginan?" Ibrahim menjawab: (…) “Adapun kepada engkau tidak ada." Lalu berkata Jibril: (…) “Mohonlah kepada Tuhanmu." Ibrahim menjawab: (…) “Bagiku cukuplah pengetahuan Tuhan tentang keadaanku ini daripada memohonkan apa-apa kepadanya."
Maka datanglah ketentuan Tuhan:
Ayat 69
“Kami katakan: Hai Api! Jadilah kau dingin dan sejahtera atas Ibrahim."
Atas kehendak Tuhan, setelah Ibrahim dilemparkan ke dalamnya, api itu jadi dingin, walaupun masih tetap menyala. Dinginnya bukan dingin yang membahayakan, melainkan dingin yang membawa sejahtera.
Berkata Abi ‘Aliyah: “Kalau bukanlah Tuhan menitahkan “dingin dan sejahtera" niscaya dinginnya akan lebih berbahaya daripada panasnya. Dan katau Tuhan tidak bersabda “atas Ibrahim", niscayalah api itu akan dingin buat selamanya."
Tafsir dari Ali bin Abu Thatib dan Ibnu Abbas: “Kalau bukanlah Tuhan menitahkan dingin dan sejahtera niscaya matilah Ibrahim, kedinginan. Dan kalau Tuhan tidak mengatakan atas Ibrahim niscaya dinginlah segala api yang ada ketika itu, karena menyangka bahwa dia yang dituju."
Ka'ab dan Qatadah berkata: “Tidak ada yang terbakar dari tubuh Ibrahim ketika itu kecuali tali-tali pengikatnya."
Menurut riwayat, Raja Namrudz dan orang besar-besanya menonton dengan penuh keheranan. Seketika api telah mulai padam karena kayu-kayu apinya telah habis jadi bara dan abu, jelas kelihatan Ibrahim sembahyang menyembah mensyukuri Allah. Maka akhinya raja menintahkan menghentikan pembakaran itu dan membebaskan Ibrahim. Setelah bebas pernah Ibrahim berkata: “Dalam pengalamanku tidak ada hari-hariku yang penuh nikmat melebihi apa yang aku rasai selama di dalam api itu."
Menurut riwayat dari Syu'aib an-Nimani usia Ibrahim ketika dimasukkan ke dalam api itu baru 16 tahun. Menurut Ibnu Juraij, Ibrahim dilemparkan ke dalam api itu di dalam usia 25 tahun.
Berkata ar-Razi di dalam Tafsirnya: “Terjadi api jadi dingin adalah tiga pendapat ahli-ahli tafsir:
(1) Tuhan menghilangkan panasnya dan membakanya yang tinggal nyala dan cahayanya. Tuhan Maha Kuasa berbuat sekehendaknya.
(2) Tuhan jadikan pada tubuh Ibrahim penangkal panas, sebagai yang dijadikan Tuhan pada malaikat-malaikat penjaga neraka, atau sebagai susunan tubuh burung unta, tidak rusak lidahnya menelan besi panas. Atau seperti cicak salamandar yang sanggup hidup di darat dan di laut dan tahan kena api.
(3) Allah menciptakan sesuatu yang menghalang di antara dirinya dengan api; sehingga api tidak dapat sampai kepadanya.
Sekian ar-Razi. Kita maktum bahwa Imam Fahruddiri ar-Razi terkenal kesanggupan beliau menafsirkan al-Qur'an secara filosofis.
Ayat 70
“Dan mereka menghendaki tipudaya kepadanya."
(ujung ayat. 70).
Kerugian yang sangat bagi mereka, karena gagalnya usaha membakar Ibrahim dengan disaksikan orang banyak. Kejadian yang sangat luarbiasa ini menyebabkan tuah kebesaran berhala telah habis. Dengan demikian maka wibawa pemerintah pun habis pula. Rakyat mulai mengerti bahwa apa yang diagung-agungkan selama ini palsu belaka adanya.
Ayat 71
“Dan Kami selamatkan dia."
Yaitu setelah gagal percobaan membunuh Ibrahim dengan jalan membakarnya itu, dia pun diselamatkan oleh Tuhan, dengan jalan mengeluarkannya dan negerinya itu; “Dan Luth." Karena Luth itu adalah putera dari saudara beliau. Sebab itu Nabi Ibrahim adalah paman (‘ammi) dari Nabi Luth. Beliau keduanya sama-sama diselamatkan Tuhan: “Ke bumi yang telah Kami beri berkat padanya." Menurut tafsir yang terbanyak, bumi yang diberi berkat oleh Tuhan itu ialah tanah Syam. "Untuk seluruh alam."
Oleh karena tidak tersebut di dalam ayat dserah mana yang dimaksud Tuhan dengan bumi yang diberi berkat itu, maka ada yang mengatakan yang dimaksud ialah tanah Irak yang diberkati oleh mengalinya dua sungai besar Furat dan Dajlah (Tigria).
Ada pula yang mengatakan tanah Mesir yang diberkati dengan mengatinya sungai Nil. Kebanyakan ahli tafsir menyebutkan negeri Syam, yaitu dserah yang disebut juga Mesopotamia. Di zaman sekarang dserah Syam menjadi negara-negara Suriah yang berpusat di Damaskus, Liharion yang berpusat di Beirut, Jordania yang berpusat di Orriman dan seluruh Palestina. Sampai kepada masa kekuasaan Turki Osmani semuanya itu masih bernama witayah Syam, yang diperintah oleh seorang Wali Negeri (Gubemur).
Syaikh Jamaluddiri al-Qasimi (1283-1332/1866-1914) di dalam tafsir beliau Mahasinut Ta'wil menguatkan juga bahwa yang dimaksud dengan bumi.. yang diberkati itu ialah Syam. Kata beliau: “Bumi Syam itu diberkati karena dari sanalah Nabi-nabi banyak dibangkitkan, dari sana diturunkan syariat-syariat ilahi yang akan membawa bahagia dunia akhirat. Dan di sana pula banyak nikmat Tuhan. Karena subur tanahnya, banyak ragam buah-buahannya, yang membuat mewah hidup orang kaya dan tidak amat melarat bagi yang miskin. Dan kata beliau selanjutnya."Ibrahim tinggal di Palestina, dan Luth tinggal di Sadum."
Kebetulan Syaikh Jamaluddiri al-Qasimi adalah orang Syam pula! Tetapi menurut satu nwayat dan Ibnu Abbas: bumi yang diberkati itu tidak lain dan Makkah. Ini dIsalinkan al-Qurthubi di tafsirnya. Tafsir Ibnu Abbas dikuatkan oleh bukti bahwa lbrahim diperintah Tuhan mendirikan Ka'bah di Makkah. Tafsir ini dikuatkan pula oleh ayat 96 di dalam Surat Aali ‘Imran:
“Sesungguhnya yang mula sekali rumah diletakkan bagi manusia ialah yang di Makkah yang diberi berkat dan menjadi petunjuk bagi alam."
Berkat yang tertinggi di atas dunia ini ialah karena di negeri ini pula kelaknya dilahirkan Nabi Muhammad, yang disebutkan Tuhan dengan terang kelak di ayat 107 dari surat ini (al-Anbiya'):
“Tidaklah Kami utus akan dikau, melainkan menjadi rahmat bagi sekalian alam."
Kurnia Keturunan
Ayat 72
“Dan Kami kurniakan untuknya Ishak dan Ya'kub sebagai tambahan."
Keterangan; Sebagaimana tersebut di dalam Surat 11 Hud dari ayat 69 sampai 73, malaikat datang memberi khabar gembira kepada Ibrahim bahwa permohonannya ingin dapat putera yang shalih lagi, (Surat 37 ash-Shaffat, ayat 100), sekarang permohanannya itu dikabulkan: “Dan Kami kurniakan untuknya Ishak."
Lama sebelum kelahiran Ishak, Tuhan telah memberinya anak sulung yang bernama Ismail dari isterinya yang muda, Hajar. Tetapi jarak di antara kelahiran kedua anak itu amat jauh. Kata riwayat sekitar 12 tahun. Tetapi sebagai bangsa-bangsa yang menyandarkan kekuatan dan kemegahan kepada keturunan. Ibrahim masih mengharap diberi anak laki-laki lagi. Agar keturunannya jangan punah. Maka dimohonnyalah Ishak ini. Di Surat Hud ayat 69 sampat 73 itu diterangkan hahwa malaikat datang membawa berita gembira itu, sehingga isteri yang tua, Sarah yang belum pernah beranak tersebut tertawa mendengar berita itu, sebab merasa lucu, karena selama ini dia sendiri mandul dan sekarang suaminya telah tua pula baru sekarang dia akan beranak! Ajaib! Di ayat 73 malaikat menegur Sarah:
“Apakah kau merasa heran dengan kehendak Allah?"
Maka anak itu pun lahirlah: yaitu Ishak. Tetapi ada lagi suatu yang terasa dalam lubuk jiwa Ibrahim. Anak laki-laki berdua sudah ada. Ismail dan Ishak. Moga-moga anak-anak Inilah yang akan menyambung turunan kemudian han. Semasa Ibrahim yang panjang umunya itu Ishak telah dapat beliau kawinkan. Dan belum lama Ishak kawin dia pun dikurnia Tuhan seorang putera laki-laki pula. Itulah Ya'kub! Di sinilah dapat difahamkan maksud ayat: “Dan Ya'kub sebagai tambahan." Datang lanjutan ayat: “Dan semua mereka itu Kami jadikan orang-orang yang shalih."
Untuk mengetahui latar belakang ayat-ayat ini, dapatlah kita tilik keinginan Nabi Ibrahim sebagai seorang kekasih Allah yang amat halus perasaannya.
Di dalam Surat 2 al-Baqarah ayat 124 ada dilukiskan pengharapan yang sangat besar dari Nabi Ibrahim, yaitu Tuhan telah menyampaikan kehendakNya kepadanya bahwa dia diangkat menjadi imam dari seluruh manusia, supaya ada pula dari kalangan anak cucu keturunan beliau yang dikumisi pula jabatan tertinggi itu. Pengharapan demikian adalah wajar bagi seorang manusia yang mengharap keturunan.
Tuhan tidaklah menolak semata-mata permohonan Ibrahim. Tuhan cuma memberi ingat, jika Tuhan berjanji mengabulkan permohonan Ibrahim, yang masuk dalam janji itu hanyalah anak-anak keturunan Ibrahim yang taat setia kepada Tuhan jua, yang menurut langkah nenek-moyang jua. Adapun kalau ada keturunan Ibrahim yang zalim, yang aniaya, yang tidak menurut jalan yang benar, maka Tuhan tidaklah memasukkan orang semacam itu di dalam janjinya.
Oleh sebab itu maka dapatlah kita fahamkan apa maksud doa Ibrahim di Surat 27 ash-Shaffat, ayat 100 itu:
“Ya Tuhanku, kurniakanlah kiranya kepadaku keturunan-keturunan dari orang-orang yang shalih."
Permohonan ini diucapkan setelah dia diselamatkan Tuhan dari negerlnya tempat dia nyaris dibakar itu. Dan permohonannya itu segera dikabulkan Tuhan. Di ayat 101 disebutkan bahwa dia dikumisi putera yang sangat sabar. Itulah Ismail. Kemudian au di ayat 113 dan 37 itu juga diterangkan kegembiraan kedua, dengan lahinya Ishak. Maka di ayat 72 Surat al-Anbiya' yang tengah kita tafsirkan ini dijelaskan lagi bahwa Allah memberikan anugerah tambahan baginya. Dalam kata-kata orang sekarang ialah anugerah tidak dIsangkasangka, mengejutkan. sebab sangat menggembirakan.
Yaitu: Nenek dapat cucu!
Si nenek yang telah tua masih dapat melihat cucu yang akan menyambung tugasnya. Inilah tambahan yang menggembirakan. Di dalam Surat 11 Hud ayat 71 tersebut ayat yang sejalan dengan ini:
“Maka Kami beri berita gembira isteri Ibrahim itu dengan Ishak, dan di belakang Ishak itu nanti, Ya'kub pula."
Ujung ayat memberikan pujian yang tinggi, yaitu: “Dan semua mereka itu Kami jadikan orang-orang yang shalih."
Tegasnya: Ismail anak pertama. Ishak anak kedua, dan Ya'kub anak Ishak sebagai kurnia yang tidak dIsangka-sangka, sebagai penggembira nenek tua, semuanya itu adalah orang shalih.
Di ayat 85 dan 86 kelak tersebut nama Ismail bersama Idris dan Zulkifli. Dijelaskan bahwa semua orang shalih. Di ayat 112 dari Surat 37 ash-Shaffat, dijelaskan pula bahwa Ishak itu orang shalih. Maka sesuai dengan janji Allah bahwa keturunan-keturunan Ibrahim yang shalih akan mendapat kedudukan istimewa di sisi Allah, yang di dalam Surat 38, Shaad, ayat 45, 46, 47 dan 48 dijelaskan bahwa semua adalah orang-orang terpilih dan orang-orang baik-baik dan semua nama-nama yang mulia itu: Ismail, Ishak, Ya'kub, sampai kepada puteranya Yusuf, semua menjadi Nabi dan Rasul.
Ayat 73
“Dan Kami jadikan mereka Imam-imam yang memimpin dengan perintah Kami."
Allah jadikan mereka imam-imam, untuk diikuti oleh orang banyak. Sesuai dengan keinginan Ibrahim sendiri ketika dia mula diangkat jadi imam. sebagai tersebut di Surat al-Baqarah ayat 124 itu. Permohonan Ibrahim dikabulkan karena anak cucunya itu tidak ada yang zalim. Mereka memimpin umat sesuai dengan yang diperintah Allah, tidak dicampuri dengan kepentingan peribadi.
“Dan Kami wahyukan kepada mereka itu perbuatan-perbuotan yang baik," yang akan ditiru diteladan, dicontoh dan diikuti oleh umat yang telah mempercayainya pimpinan mereka. "Dan mendirikan sembahyang," untuk memperkuat perhubungan dengan Allah dan mempertebal iman. Menjadi percumalah suatu agama, atau bukanlah agama, kalau di samping menanam kepercayaan kepada adanya Allah Yang Maha Kuasa tidak disertai dengan upacara sembahyang menyembah Allah. "Dan mengeluarkan zakat," di samping bersembahyang menyembah Allah, Nabi-nabi pun memimpin manusia agar membersihkan (zakat) hatinya daripada penyakit bakhil dan mengisinya dengan perhiasan dermawan kepada sesama manusia. Itu sebabnya maka selalu sejalan di antara shalat dan zakat, di antara mengabdikan diri kepada Allah dengan berkhidmat dalam masyarakat. “Dan adalah mereka itu orang-orang yang mengabdi kepada Kami."
Mereka itu di sini ialah Nabi-nabi tadi. Sebab tiap-tiap apa saja yang mereka anjurkan, baik amal shalih di dalam hidup atau ibadah kepada Allah, bukanlah mereka hanya semata-mata memerintahkan, melainkan mengimami, berjalan di muka sekali, bertanggungjawab dan berani mendenta berbagai halangan atau akibat kebencian dari kaum mereka. Lantaran itu mereka capailah apa yang menjadi cita-cita hidup dari tiap-tiap orang yang percaya kepada Tuhan yaitu diakui Allah sebagai hambanya. Dikatakan: Orang-orang yang mengabdikan kepada Kami.