Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالُواْ
mereka berkata
وَجَدۡنَآ
kami dapati
ءَابَآءَنَا
bapak-bapak kami
لَهَا
kepadanya
عَٰبِدِينَ
orang-orang yang menyembah
قَالُواْ
mereka berkata
وَجَدۡنَآ
kami dapati
ءَابَآءَنَا
bapak-bapak kami
لَهَا
kepadanya
عَٰبِدِينَ
orang-orang yang menyembah
Terjemahan
Mereka menjawab, “Kami mendapati nenek moyang kami menjadi para penyembahnya”
Tafsir
(Mereka menjawab, "Kami mendapatkan bapak-bapak kami menyembahnya") maka kami mengikuti mereka.
Tafsir Surat Al-Anbiya': 51-56
Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaannya. (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Patung-patung apakah ini yang kalian tekun beribadat kepadanya? Mereka menjawab, "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya. Ibrahim berkata, "Sesungguhnya kalian dan bapak-bapak kalian berada dalam kesesatan yang nyata. Mereka menjawab, "Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?" Ibrahim berkata, "Sebenarnya Tuhan kalian ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu.
Allah ﷻ menceritakan perihal kekasih-Nya, yaitu Nabi Ibrahim a.s.; bahwa Dia telah menganugerahinya hidayah kebenaran sebelum itu. Yakni sejak ia kecil Allah telah mengilhamkan kebenaran dan hujah kepadanya untuk mendebat kaumnya, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. (Al-An'am: 83) Diceritakan pula kisah-kisah lainnya yang menyangkut Nabi Ibrahim, bahwa semasa kecilnya ayahnya pernah memasukkannya ke dalam sebuah terowongan; saat itu ia masih menyusu.
Sesudah beberapa hari ayahnya membawa keluar sehingga Ibrahim dapat melihat bintang-bintang di malam hari dan juga makhluk-makhluk lainnya, maka Ibrahim melihat adanya kekuasaan Allah ﷻ pada kesemuanya itu. Kisah-kisah yang dikemukakan oleh ulama tafsir, juga oleh selain mereka, kebanyakan bersumber dari hadis-hadis israiliyat. Maka mana pun di antaranya yang sesuai dengan keterangan yang ada pada kita bersumber dari Nabi ﷺ yang terpelihara, kita dapat menerimanya. Dan mana saja dari kisah-kisah itu yang tidak sesuai dengan pegangan kita, maka kita tidak dapat menerimanya. Sedangkan mengenai kisah-kisah itu yang tidak ada kesesuaian dan pertentangannya dengan sumber-sumber yang ada pada kita, kita bersikap tidak membenarkannya, tidak pula mendustakannya, melainkan kita bersikap abstain (tidak memberikan tanggapan apa pun) terhadapnya.
Kebanyakan ulama Salaf memperbolehkan mengemukakan kisah-kisah jenis terakhir ini dalam periwayatannya, tetapi kebanyakan dari kisah-kisah jenis ini tidak mengandung faedah apa pun dan tiada suatu masukan pun yang bermanfaat bagi agama kita. Seandainya kisah-kisah ini mengandung faedah yang bermanfaat bagi agama orang-orang yang mukallaf, tentulah hal tersebut dijelaskan oleh syariat agama kita yang sempurna ini.
Sikap yang kami ambil dalam tafsir ini ialah mengesampingkan banyak hadis israiliyat, mengingat dengan mengemukakannya berarti menyia-nyiakan waktu. Juga karena di dalam kisah-kisah israiliyat banyak hal dusta yang dipublikasikan oleh para empunya; Karena sesungguhnya menurut mereka tidak ada bedanya antara berita yang benar dan berita yang dusta, seperti yang telah dibuktikan oleh para Imam ahli huffaz yang mendalam dari kalangan umat ini (umat Islam).
Secara garis besarnya dapat disimpulkan, Allah ﷻ memberitahukan bahwa Dia telah memberikan hidayah kebenaran kepada Ibrahim a.s. sebelum Musa dan Harun. Firman Allah ﷻ: dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (Al-Anbiya: 51) Yakni Ibrahim a.s. memang berhak untuk memperolehnya. Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya: (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Patung-patung apakah ini yang kalian tekun beribadah kepadanya?" (Al-Anbiya: 52) Inilah yang dimaksud dengan hidayah kebenaran yang telah diperoleh Ibrahim sejak dia masih usia kanak-kanak. Ia mengingkari kaumnya yang menyembah berhala-berhala selain Allah ﷻ untuk itu ia berkata kepada mereka, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Patung-patung apakah ini yang kalian tekun beribadah kepadanya? (Al-Anbiya: 52) Yakni kalian menyembahnya dengan penuh ketekunan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad As-Sabbah, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah yang tuna netra, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Tarif, dari Al-Asbag ibnu Nabatah yang menceritakan bahwa Khalifah Ali r.a. melewati suatu kaum yang sedang bermain catur. Maka ia berkata "Patung-patung apakah ini yang kalian tekun memainkannya? Sungguh bila seseorang di antara kalian memegang bara api hingga padam, jauh lebih baik daripada menyentuh permainan catur itu." Mereka menjawab, "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya. (Al-Anbiya: 53) Mereka tidak mempunyai suatu alasan pun selain perbuatan bapak-bapak mereka yang sesat.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Sesungguhnya kalian dan bapak-bapak kalian berada dalam kesesatan yang nyata. (Al-Anbiya: 54) Yaitu berbicara dengan bapak-bapak kalian yang perbuatan mereka kalian jadikan alasan, sama saja dengan berbicara dengan kalian; kalian dan mereka sama saja berada dalam kesesatan dan bukan berada dalam jalan yang lurus. Setelah Ibrahim a.s. menilai dangkalnya pikiran mereka dan sesatnya bapak-bapak mereka serta menghina berhala-berhala sesembahan mereka.
Mereka menjawab, "Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main? (Al-Anbiya: 55) Mereka mengatakan bahwa apakah perkataanmu ini sebagai kata laknat atau sebagai kata mainan, karena sesungguhnya kami belum pernah mendengar kata-kata seperti itu sebelum kamu. Ibrahim berkata, "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya. (Al-Anbiya: 56) Yakni Tuhan kalian ialah Tuhan yang tiada Tuhan selain Dia; Dialah yang menciptakan langit dan bumi dan semua makhluk yang ada di dalamnya.
Dialah yang memulai penciptaan mereka, dan Dialah yang menciptakan segala sesuatu. dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu. (Al-Anbiya: 56) Artinya, dan saya bersaksi bahwa Dia adalah Tuhan yang tiada Tuhan selain Dia."
Mereka menjawab pertanyaan pemuda Ibrahim yang logis dan masuk akal itu dengan jawaban pembelaan terhadap tradisi yang sudah mengakar, 'Kami mendapati nenek moyang kami, dari generasi ke gene-rasi memproduksi dan menyembahnya. '54. Dia, Ibrahim, menyadarkan mereka dengan berkata secara tegas dan lugas, 'Sesungguhnya kamu dan nenek moyang kamu yang terus-menerus mengukir dan menyembah patung-patung itu, berada dalam kesesatan yang nyata, karena penyembahan itu tidak masuk akal dan merendahkan martabat manusia. '.
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Azar dan kaumnya menjawab pertanyaan Ibrahim dengan pernyataan bahwa mereka menyembah patung hanyalah sekedar mengikuti perbuatan nenek moyang mereka. Jawaban tersebut menunjukkan berbagai kelemahan. Pertama, mereka tidak dapat menjawab pertanyaan Ibrahim dengan menggunakan alasan-alasan yang masuk akal, yang didasarkan atas kebenaran. Kedua, mereka dalam hidup beragama hanya didasarkan rasa ta'ashshub (fanatik) kepada tradisi nenek moyang, bukan berdasarkan keyakinan dan pemikiran yang sehat. Ketiga, mereka menutup diri terhadap hal-hal yang berbeda dari kebiasaan mereka, walaupun nyata kebenarannya. Seolah-olah telinga mereka telah tersumbat, dan hati mereka telah tertutup rapat.
Sikap ta'ashshub (fanatik) dan taklid buta adalah ciri khas orang-orang yang tidak mampu mempertahankan prinsip mereka dengan bukti yang benar dan hujjah yang kuat, karena memang prinsip yang mereka anut itu tidak benar. Mereka menganutnya hanya sekedar menjaga tradisi yang mereka pusakai dari nenek moyang. Sikap tersebut sangat menghambat kemajuan manusia, dan menjerumuskan mereka kepada keingkaran terhadap kebenaran, bahkan membawa kepada kekufuran terhadap Allah.
Dalam kalangan kaum Muslimin kita dapati orang-orang yang taklid buta terhadap satu mazhab, atau terhadap seorang imam, sehingga mereka tak mau menerima kebenaran yang datang dari orang lain. Sikap semacam itu bertentangan dengan ajaran agama Islam, yang selalu menganjurkan agar manusia menggunakan akal pikirannya dalam mencari kebenaran.
Para imam dari berbagai mazhab fiqh Islam melarang para pengikutnya untuk bertaklid buta kepadanya, dan menganjurkan agar mereka terbuka menerima pendapat orang lain, bila ternyata pendapat itu lebih benar dari pendapat yang dianutnya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Nabi Ibrahim Terhadap Ayah dan Kaumnya
Ayat 51
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Ibrahim kecerdikannya dari sebelumnya."
Yaitu lama sebelum Ibrahim itu diangkat Allah menjadi utusanNya, dari masa muda remaja dia sudah dianugerahi Allah kecerdikan. Dia sudah diberi Allah kesanggupan memperbedakan perbuatan yang benar dengan yang salah. Kecerdasannya berfikir niscaya lain, tidak karena Allah telah mempersediakan dirinya juga buat menjadi teman setiaNya di kemudian hari. Sebab Allah menjelaskan di ujung ayat: “Dan sesungguhnya Kami terhadapnya adalah sangat tahu."
Kamilah yang sangat tahu dan mengaturnya. Karena dia sedang Kami persediakan jadi Rasul.
Ibnu Katsir menulis dalam Tafsirnya: “Tentang cerita-cerita bahwa ayahnya mengantarkannya kepada sebuah gua di tengah padang sedang dia saat menyusu. Dan setelah beberapa lama dalam gua itu dia keluar; sampai di luar dia melihat bintang-bintang dan makhluk-makhluk lain, dia mendapat kecerdikan dari pemandangan-pemandangan itu dan beberapa cerita lain yang ditulis oleh beberapa penafsir, sebagian besar adalah cerita-cerita yang bernada Israiliyat; mana yang sesuai dengan yang kita terima dari Nabi kita s.a.w. yang ma'shum, niscaya kita terima. Kalau tidak sesuai, tentu kita tolak. Mana yang tidak ada persesuaian atau perbedaan niscaya tidak lantas kita benarkan atau kita dustakan, akan tetapi biarkan terletak begitu saja.
Yang macam-macam begitu (yang entah ia entah tidak) maka setengah ulama salaf tidaklah keberatan meriwayatkannya. Dan kebanyakan daripadanya termasuk yang tidak ada faedahnya dan tidak ada hasil yang diharap daripadanya. Yang akan ada manfaatnya bagi agama. Karena kalau memang ada faedahnya untuk orang yang mukallaf dalam hal agama niscaya hal itu diterangkan di dalam syariat yang sempuma dan meliputi. Adapun jalan yang selalu kita tempuh dalam tafsir kita ini ialah mengenyampingkan sebagian dari cerita-cerita Israiliyat itu, karena sangat membuang-buang waktu. Karena cerita-cerita terlalu banyak mengandung kebohongan yang beredar di antara mereka. Karena di sisi mereka tidak ada perbedaan di antara berita-berita yang sehat dan bisa dipertanggungjawabkan dengan berita yang penuh penyakit karena bohongnya. Bukan sebagai penelitian yang dilakukan oleh ahli-ahli dan penyetidik dalam umat kita ini.
Adapun dimaksud di dalam ayat ini ialah jauh sebelum diutus Tuhan menjadi Rasul, Tuhan telah memberinya kecerdikan dan kecerdasan.
Ayat 52
“(Ingatlah) seketika dia berkata kepada ayahnya dan kaumnya."
Ada tersebut bahwa ayahnya yang bernama Azar adalah seorang yang ahli membuat patung-patung berhala, dan kaumnya adalah kaum penyembah berhala belaka. Maka kata Ibrahim kepada mereka: Apakah patung-patung ini?" Satu pertanyaan yang benar-benar menantang: “Apa ini?" Kayukah ini, batukah ini atau Tuhan? Kalau dia kamu katakan Tuhan, diakah yang berkuasa menjadikan kamu sekalian, atau tangan kamu sekaliankah yang membuatnya? “Yang kamu sekalian terus-menerus memujanya?"
Memuja terus-menerus siang dan malam, petang dan pagi? Apa ini patung-patung yang hina, yang kamu sembah-sembah? Kamu puja-puja? Patung yang tidak bernyawa, bikinan tanganmu sendiri, tidak memberi manfaat dan tidak memberi mudharat? Jangankan menolong kamu, sedangkan beringsut dari tempatnya saja dia tidak kuasa kalau tidak kamu yang memindahkan.
Ayat 53
“Mereka menjawab: “Telah kami dapati bapak-bapak kami menyembah kepadanya."
Inilah suatu pengakuan yang amat lemah. Sebab mereka sendiri pun tidak mengerti apa gunanya berhala-berhala dan patung-patung itu disembah. Cuma mereka dapati bapak-bapak, atau nenek-moyang telah melakukannya juga sejak dahulu. Telah jadi pusaka turun-temurun.
Ayat 54
“Dia berkata: Sesungguhnya adalah kamu sekalian dan bapak-bapak kamu itu di dalam kesesatan yang nyata."
Dengan terus-terang Ibrahim menyadarkan.akal mumi mereka, bahwa perbuatan menyembah dan memuja berhala itu adalah jalan yang sesat semata-mata; baik pada kamu atau pada nenek-moyang yang mempusakakannya kepada kamu. Kamulah yang berakal, bukan berhala itu. Kamulah yang berkuasa atas berhala-berhala itu, bukanlah berhala itu yang berkuasa atas kamu. Kesesatan itu nyata sekali, turun-temurun, dengan tidak ada kemampuan berfikir.
Ayat 55
“Mereka berkata: “Apakah engkau datang kepada kami ini dengan sungguh-sungguh atau adakah engkau dan orang-orang yang main-main?"
Artinya setelah mendengar celaan yang setegas itu dari Nabi Ibrahim, mereka mengeluarkan pertanyaan demikian: Apakah kata-katamu itu sungguh-sungguh atau main-main?
Dapatlah kita tinjau perasaan mereka di waktu itu. Kesesatan yang telah turun-temurun ini belum pernah ada selama ini orang yang menegurnya. Sebab itu mereka tercengang-cengang. Apalah lagi Ibrahim bukanlah orang lain. Ibrahim adalah saudara mereka sendiri. Anak dari salah seorang mereka yang ahli membuat berhala. Yang diharap dan dia ialah turut mempertahankan, bukan mencela dan mengatakan sesat perbuatan itu.
Ayat 56
“Dia berkata: “Bahkan Tuhan kamu ialah Tuhan dari sekalian langit dan bumi yang menciptakan semuanya itu."
Dengan jawaban Nabi Ibrahim seperti ini dengan sendirinya beliau telah menjelaskan teguran beliau itu adalah sungguh-sungguh, bukan main-main. Teranglah bahwa tidak ada gunanya berhala-berhala itu disembah. Sebab bukan dia menciptakan alam. Bahkan kamu semua dan langit yang berlapis-lapis itu beserta bumi tempat kita hidup ini. Tuhannya semua, yang memeliharanya selalu ialah Allah. Dan Allah itu yang menciptakan. Dia yang menciptakan, sebab itu Dialah yang patut disembah. Berhala-berhala kamu ambil dari bumi. Bumi ini Allah yang menciptakan. Adakah patut yang Maha Kuasa atas alam, lalu kamu memuja kepada yang lain? Dan untuk menyampaikan seruan yang sungguh-sungguh ini, bukan seruan main-main selanjutnya Ibrahim berkata: “Dan aku adalah salah seorang dari orang yang naik saksi atas yang demikian."
Sebagai pemimpin dalam kaumnya, utusan Allah yang memikul tugas yang menunjukkan jalan yang benar bagi mereka, Ibrahim telah menyatakan diri bahwa dia adalah salah seorang di antara orang yang naik saksi bahwa: “Tidak ada Tuhan melainkan Allah!"