Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَئِن
dan jika
مَّسَّتۡهُمۡ
menimpa mereka
نَفۡحَةٞ
hembusan (sedikit)
مِّنۡ
dari
عَذَابِ
azab
رَبِّكَ
Tuhanmu
لَيَقُولُنَّ
tentulah mereka berkata
يَٰوَيۡلَنَآ
betapa celakanya kami
إِنَّا
sesungguhnya kami
كُنَّا
adalah kami
ظَٰلِمِينَ
orang-orang yang zalim
وَلَئِن
dan jika
مَّسَّتۡهُمۡ
menimpa mereka
نَفۡحَةٞ
hembusan (sedikit)
مِّنۡ
dari
عَذَابِ
azab
رَبِّكَ
Tuhanmu
لَيَقُولُنَّ
tentulah mereka berkata
يَٰوَيۡلَنَآ
betapa celakanya kami
إِنَّا
sesungguhnya kami
كُنَّا
adalah kami
ظَٰلِمِينَ
orang-orang yang zalim
Terjemahan
Jika mereka ditimpa sedikit saja azab Tuhanmu, pastilah mereka berkata, “Celakalah kami! Sesungguhnya kami adalah orang yang selalu menzalimi (diri sendiri).”
Tafsir
(Dan sesungguhnya jika mereka ditimpa sedikit saja) barang sedikit (dari azab Rabbmu, pastilah mereka berkata, "Aduhai) menunjukkan makna penyesalan (celakalah kami) binasalah kami (bahwasanya kami adalah orang yang menganiaya diri sendiri") disebabkan kami musyrik dan mendustakan Muhammad.
Tafsir Surat Al-Anbiya': 44-47
Sesungguhnya Kami telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan (hidup di dunia) hingga panjanglah umur mereka. Maka apakah mereka tidak melihat bahwa Kami mendatangi negeri (orang kafir), lalu Kami kurangi luasnya dari segala penjurunya. Maka apakah mereka yang menang? Katakanlah (hai Muhammad), "Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan. Dan sesungguhnya, jika mereka ditimpa sedikit saja dari azab Tuhanmu, pastilah mereka berkata, "Aduhai, celakalah kami, bahwa kami adalah orang yang menganiaya diri sendiri.Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun.
Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami menjadi orang-orang yang membuat perhitungan. Allah ﷻ berfirman, menceritakan perihal orang-orang musyrik; sesungguhnya yang mendorong dan menjerumuskan mereka ke dalam lembah kesesatan ialah karena mereka diberi kenikmatan kehidupan dunia dan mereka tenggelam ke dalam kesenangannya. Umur mereka dipanjangkan dalam kesesatannya sehingga mereka menduga bahwa diri mereka mempunyai sesuatu pegangan hidup. Kemudian Allah berfirman menasihati mereka: Maka apakah mereka tidak melihat bahwasanya Kami mendatangi negeri (orang kafir), lalu Kami kurangi luasnya dari segala penjurunya. (Al-Anbiya: 44) Para ulama tafsir berbeda pendapat tentang makna ayat ini.
Dalam tafsir surat Ar-Ra'd telah kami sebutkan bahwa tafsir yang paling baik sehubungan dengan makna ayat ini ialah dengan firman Allah ﷻ yang mengatakan: Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitar kalian dan Kami telah datangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka kembali (bertobat). (Al-Ahqaf: 27) Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah suatu berita gembira akan menangnya Islam atas kekufuran. Dengan kata lain, tidakkah mereka mengambil pelajaran dari pertolongan Allah kepada kekasih-kekasih-Nya atas musuh-musuh-Nya, dan Allah telah membinasakan umat-umat yang mendustakan rasul-rasul-Nya dari kalangan penduduk negeri-negeri yang aniaya, dan Dia menyelamatkan hamba-hamba-Nya yang beriman? Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya: Maka apakah mereka yang menang? (Al-Anbiya: 44) Yakni bahkan merekalah yang dikalahkan, direndahkan, dirugikan lagi terhina.
Firman Allah ﷻ: Katakanlah (hai Muhammad), "Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu. (Al-Anbiya: 45) Yaitu sesungguhnya aku hanya menyampaikan dari Allah apa yang aku peringatkan kepada kalian, yaitu pembalasan dan azab-Nya, melalui wahyu yang diturunkan-Nya kepadaku. Akan tetapi, peringatan ini tiada gunanya lagi bagi orang-orang yang pandangan hatinya dibutakan oleh Allah dan pendengaran serta hatinya telah dikunci mati oleh-Nya. Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ melalui firman selanjutnya: dan tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan. (Al-Anbiya: 45) Adapun firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya jika mereka ditimpa sedikit saja dari azab Tuhanmu, pastilah mereka berkata, "Aduhai, celakalah kami, bahwasanya kami adalah orang yang menganiaya diri sendiri. (Al-Anbiya: 46) Maksudnya, bilamana mereka yang mendustakan rasul-rasuI-Nya itu tertimpa oleh sedikit dari azab Allah, tentulah mereka mengakui dosa-dosanya dan bahwa mereka adalah orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri di dunia ini.
Firman Allah ﷻ: Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. (Al-Anbiya: 47) Yakni Kami akan meletakkan timbangan (neraca) yang tepat kelak di hari kiamat bagi amal perbuatan mereka. Menurut pendapat kebanyakan ulama, sesungguhnya yang dimaksud hanyalah sebuah neraca, dan sesungguhnya diungkapkan dalam ayat ini dalam bentuk jamak hanyalah karena memandang dari segi banyaknya amal perbuatan yang ditimbang dengannya.
Firman Allah ﷻ: maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)wya. Dan cukuplah Kami menjadi orang-orang yang membuat perhitungan. (Al-Anbiya: 47) Semakna dengan apa yang disebutkan Allah dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun. (Al-Kahfi: 49) Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah; dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (An-Nisa: 40) Dan firman Allah ﷻ, menyitir kata-kata Luqman kepada anak-anaknya: Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya).
Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Luqman: 16) Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui sahabat Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Ada dua kalimat yang ringan dibaca lisan, tetapi berat di dalam timbangan lagi disukai oleh Tuhan Yang Maha Pemurah, yaitu Subhanallah (Mahasuci Allah) Wabihamdihi (dan dengan memuji kepada-Nya) Subhanallahil 'Azim (Mahasuci Allah lagi Mahabesar). Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ishaq At-Taliqani, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Lais ibnu Sa'd, dari Amir ibnu Yahya, dari Abu Abdur Rahman Al-Habli yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr ibnul 'As menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Sesungguhnya Allah ﷻ memanggil seorang lelaki dari kalangan umatku di antara para makhluk kelak di hari kiamat. Lalu dibeberkan di hadapan lelaki itu sembilan puluh sembilan catatan, setiap catatan selebar sejauh mata memandang.
Kemudian Allah berfirman, "Apakah engkau mengingkari sesuatu dari catatan ini? Dan apakah para malaikat pencatat amal-Ku berbuat aniaya kepadamu? Lelaki itu menjawab, "Tidak, ya Tuhanku. Allah berfirman, "Apakah kamu punya alasan atau suatu kebaikan? Lelaki itu terdiam, lalu menjawab, "Tidak punya, ya Tuhanku. Allah berfirman, "Tidak demikian, kamu punya suatu amal kebaikan di sisi Kami, pada hari ini kamu tidak akan dianiaya.
Lalu dikeluarkanlah sebuah kartu yang padanya tercatat kalimat, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.'' Maka Allah berfirman, "Datangkanlah ia. Lalu lelaki itu bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah kartu ini dan semua lembaran catatan ini? Allah berfirman, "Sesungguhnya kamu tidak dianiaya. Maka diletakkanlah lembaran catatan pada salah satu dari kedua sisi neraca itu, sedangkan di sisi lainnya diletakkan kartu tersebut.
Ternyata timbangan lembaran catatan amal perbuatan ringan, sedangkan timbangan kartu itu berat. Rasul ﷺ bersabda, "Tiada sesuatu pun yang lebih berat daripada Bismillahir Rahmanir Rahim. Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini juga Ibnu Majah melalui hadis Al-Lais ibnu Sa'd; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan garib. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Amr ibnu Yahya, dari Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Amr ibnul As yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Kelak di hari kiamat neraca akan diletakkan, lalu dihadapkan seorang lelaki (yang akan ditimbang), maka ia diletakkan di salah satu dari kedua sisi neraca itu, sedangkan di sisi lainnya di letakkan catatan amal perbuatannya, dan ternyata catatan amal perbuatannya lebih berat.
Kemudian lelaki itu dikirimkan ke neraka. Tetapi ketika lelaki itu dibawa ke neraka, tiba-tiba terdengarlah suara seruan dari sisi Tuhan Yang Maha Pemurah seraya mengatakan, "Janganlah kalian (para malaikat) tergesa-gesa, karena sesungguhnya ia masih mempunyai suatu amal lagi. Lalu didatangkanlah sebuah kartu yang padanya tertulis kalimat "Tidak ada Tuhan selain Allah. Dan kartu itu diletakkan di timbangannya, sehingga timbangannya jauh lebih berat dari catatan perbuatannya).
[] ". Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Nuh, telah menceritakan kepada kami Laioe ibnu Sa'd, dari Malik ibnu Anas, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Siti Absyah, bahwa seorang lelaki dari kalangan sahabat Rasulullah ﷺ duduk di hadapan beliau, lalu lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya memiliki budak-budak yang pernah berdusta, berkhianat dan menentang perlakuan terhadap caci maki mereka. Bagaimanakah tentang perlakuanku terhadap mereka itu? Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: Kelak akan diperhitungkan kadar khianat, durhaka, dan dusta mereka kepadamu, dan hukuman yang kamu jatuhkan kepada mereka.
Jika hukumanmu kepada mereka sesuai dengan kadar pelanggaran mereka, maka hal itu impas, tidak membawa manfaat kepadamu dan tidak pula menimpakan mudarat kepadamu. Jika hukumanmu kepada mereka masih di bawah kadar pelanggaran mereka, maka hal itu merupakan suatu keutamaan bagimu. Dan jika hukumanmu kepada mereka lebih dari kadar pelanggaran mereka, maka mereka akan menuntut balas darimu kelebihan hukuman yang kamu jatuhkan kepada mereka.
Kemudian lelaki itu menangis di hadapan Rasulullah ﷺ seraya bergumam. Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Mengapa dia tidak membaca firman Allah ﷻ yang mengatakan: Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan sesesorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya sebesar biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat Perhitungan' (Al-Anbiya: 47)." Maka lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, tiadajalan lain yang lebih baik bagiku selain berpisah dari mereka yakni budak-budaknya. Sesungguhnya aku bersaksi kepadamu bahwa mereka semuanya merdeka.""
Orang-orang kafir ketika hidup di dunia bersikap sombong, keras kepala, dan menantang azab Allah, tetapi di akhirat ketika mereka sadar, mereka menyesali perbuatannya. Dan jika mereka ditimpa sedikit saja azab Tuhanmu, di dalam neraka, pastilah mereka berkata, dengan sangat menyesal, 'Celakalah kami, berada dalam azab yang pedih! Sesungguhnya kami termasuk orang yang selalu menzalimi diri sendiri dengan tidak beriman, sombong, keras kepala, dan menantang azab Allah. '47. Dalam menilai perbuatan hamba-hamba-Nya di akhirat, Allah menjamin akan menegakkan keadilan yang sebenarnya. Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, dengan data yang objektif dan akurat; maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit, sehingga tidak ada seorang hamba yang amal kebaikannya dikurangi atau kejahatannya dilebih-lebihkan, sekalipun hanya seberat biji sawi, pasti Kami mendatangka pahala untuk perbuatan baik dan hukuman untuk perbu-atan jahat. Dan cukuplah Kami yang membuat perhitungan terhadap perbuatan manusia dengan seadil-adilnya, objektif, tepat, dan akurat.
Allah menerangkan dalam ayat ini salah satu dari sifat kaum kafir, yaitu bila mereka ditimpa oleh azab Allah, walaupun hanya sedikit saja, mereka mengeluh dan menyesali diri, dengan mengatakan, "Aduhai, celakalah kami, bahwasannya kami adalah orang-orang yang menganiaya diri sendiri."
Sebelum azab itu datang menimpa, mereka tidak mempercayainya, bahkan mereka menantang, agar azab tersebut didatangkan segera kepada mereka, karena keingkaran dan keangkuhan mereka. Tetapi setelah azab itu datang menimpa barulah mereka tahu tentang kekuasaan Allah sehingga timbullah penyesalan dalam hati mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Apa Sebab Mereka Menolak?
Ayat 44
Di dalam ayat 44 ini Allah menerangkan salah satu sebab mengapa mereka jadi musyrik, tidak mau percaya akan Keesaan Allah. “Tetapi telah Kami biarkan mereka dan bapak-bapak mereka."
Yakni hidup yang tidak ada perubahan, sehingga sudah senang saja menerima yang lama, lalu benci yang timbul fikiran dan anjuran baru yang mereka rasa akan membongkar sendi-sendi yang lama, “Sehingga panjanglah umur mereka." Hidup senang, kekayaan, lalu ingat kepada kemegahan yang lama, kekayaan harta benda, sehingga lupa akan hari depan dan tidak lagi mempunyai cita-cita. Berlarut-larut dalam keadaan yang demikian. Maka datanglah pertanyaan Allah: “Maka tidakkah mereka lihat bahwa Kami datangi bumi itu. Kami kurangi dianya dan pinggir-pingginya." Tidakkah mereka lihat, artinya, suruhlah mereka memperhatikan, bahwa Kami telah mengambil sikap. Kami telah datang ke bumi yang selama mereka pandang tenteram untuk akidah mereka yang salah. Artinya Kami telah mendatangkan Rasul utusan Kami. Dan sehari kepada sehari Rasul Kami itu telah bergerak menyebarkan ajaran Islam yang benar, sehingga bumi kemusyrikan yang selama ini mereka sangka masih lapang buat hidup, kian lama dikurangi, kian sempit, sebab Islam mulai menjalar dari pinggir-pingginya. Kian lama mereka terpulau dan terkepung.
Ibnu Jarir menafsirkan tentang Allah mengurangi bumi dan pinggir--pinggirnya itu demikian:
“Artinya ialah Kami kurangi, atau Kami susuti bumi orang-orang kafir itu lalu Kami rusak binasakan dia dari tiap-tiap penjurunya dengan menggagahi penduduknya dan Kami kalahkan mereka, Kami usir dan Kami bunuh mereka dengan pedang. Supaya mereka jadikan peringatan yang demikian itu, dan hati-hati jika Kami bertindak menurunkan hukuman Kami atas mereka, sebagaimana yang telah Kami lakukan kepada penduduk pinggiran."
Berkata pula al-Hasan al-Biahri: “Maksud ayat int ialah menjelaskan bahwa kian lama Islam kian menang. Islam timbul bersinar naik dan kekafiran kian muram tidakkah mereka mengambil pelajaran bagaimana Allah menolong wali-waliNya dan membinasakan musuh-musuhNya: “Merekakah yang menang?" Tidak! Bahkan merekalah yang kalah, hina, rugi dan rendah.
Kemudian datanglah penutup berupa pertanyaan: “Apakah mereka yang menang?"
Kalau terjadi yang demikian itu, dan dia telah selalu terjadi sejak Nabi-nabi yang dahulu, yakni bahwa bumi tempat tegak orang kafir itu bertambah lama bertambah sempit, dan mereka selalu bertahan, selalu menolak seruan Rasul: “Mereka yang menang?" Atau pernahkah kezaliman dan kebatilan menang bila berhadapan dengan kebenaran? Di manakah tempatnya dan bilakah pernah terjadi kebenaran kalah dan kekufuran menang mempertahankan diri? Mungkin kelihatan seakan-akan kebatilan itu dapat bertahan lama. Tetapi Tuhan telah memperingatkan di ayat 37 di atas tadi. Yang merasakan kebatilan bertahan lama itu ialah sifat bawaan kita manusia yang ingin segala sesuatunya itu cepat berhasil sebagai yang kita kehendaki. Kita ingin lekas, ingin sekarang juga. Dia terasa lambat dan sebab kita tidak sabar menunggu.
Ayat 45
“Katakanlah: Tidak lain aku mengancam kamu ini hanya dengan wahyu."
Artinya, bagaimana orang-orang kafir itu menentang Nabi meminta turunkan azhab itu kalau memang dia mengaku Nabi disuruh mengatakan kewajibannya hanya semata-mata menyampaikan peringatan Allah yang telah diwahyukan kepadanya. Adapun akan menurut azhab dan siksaan kepada orang-orang yang kafir, misalnya memusnahkan mereka, mendatangkan malapetaka sebagai yang diderita oleh kaum-kaum yang dahulu tidaklah beliau sendiri berkuasa. Itu adalah kalau berlaku, baik yang dahulu-dahulu atau yang sekarang semata-mata atas kudrat iradat Allah.
“Dan tidaklah orang yang tuli akan mendengar seruan bilamana mereka diancam."
Ujung ayat ini pun peringatan juga bagi Rasul s.a.w. yakni sebagian besar daripada yang mendengar itu adalah laksana orang yang tuli. Lantaran tulinya itu maka seruan yang disampaikan itu tidak akan mereka acuhkan. Sebagai pepatah Melayu terkenal: “Masuk di telinga kanan, keluar di telinga kiri."
Dikatakan di ayat ini bahwa mereka tuli, orang yang tuli tentu tidak mendengar apa yang diserukan. Bukan telinganya yang tuli, melainkan hatinyalah yang tuli. Tuli hati lebih parah dari hanya tuli telinga. Asal hati tidak tuli, biar telinga tuli, namun dengan iayarat dia pun akan faham juga. Tetapi kalau hati yang tuli walaupun macam mana rayuan yang dIsampaikan ke telinganya, tidaklah akan masuk ke dalam hatinya. Demikian juga halnya dengan buta mata dan buta hati.
Bandingannya akan bertemu di Surat 22, al-Haj ayat 46:
“Karena sesungguhnya ini bukanlah buta pemandangan, melainkan buta hati yang ada dalam dada."
Kenyataan ini pun diwahyukan juga kepada Nabi s.a.w. Bahkan banyak yang akan pekak yang tidak akan mendengar seruannya dan tidak memperdulikannya. Itu sudah mesti ada dalam perhitungannya. Dan dia pun tidak pula akan menghentikan seruannya karena banyak yang tuli tidak mau mendengar. Sebab di samping yang tidak mau mendengar akan ada pula yang mau mendengarkannya.
Pada ayat yang selanjutnya diterangkan Allah pula betapa rapuhnya jiwajiwa orang-orang yang kafir itu. Tuhan bersabda:
Ayat 46
“Dan jika mereka disentuh oleh agak sedikit azhab dart Tuhan engkau."
Di ayat ini diterangkan sikap mereka jika azhab benar-benar datang agak sedikit saja, belum lagi azhab yang besar; “Pastilah mereka akan berkata: Wahai! Celakalah kami! Sesungguhnya kami ini adalah orang-orang yang aniaya."
Artinya pada waktu itulah baru mereka menyesal atas perbuatan-perbuatan yang telah terlanjur dan mengaku salah. Bahwa selama ini mereka memang telah menganiaya diri mereka sendiri. Timbul penyesalan itu, karena pada waktu itu terbuktilah bahwa tidak sebuah juga tuhan-tuhan atau berhala-berhala yang mereka buat dengan tangan sendiri itu yang dapat menolong melepaskan mereka daripada azhab siksaan Tuhan.
Ayat 47
“Dan akan Kami letakkan neraca-neraca keadilan di hari kiamat."
Artinya, apabila kiamat itu datang kelak, Allah akan meletakkan neraca penimbang yang betul-betul mempunyai ukuran adil, tidak curang, tidak ada yang merugikan. Sehingga suatu amalan yang baik walaupun sebesar zarrah akan kelihatan juga, dan amalan yang buruk sebesar zarrah pun akan kelihatan."Maka tidaklah akan dianiaya suatu jiwa sedikit jua pun." Allah sendiri telah mempunyai sifat adil. Al-Adl adalah salah satu daripada namaNya. Dan Dia pun tidak mempunyai kepentingan dengan berbuat aniaya. Dan neraca itu sendiri pun telah dibuat sehingga tidak mungkin ada kecurangan pada alat itu sendiri. "Dan jika adapun seberat sebiji khardal, niscaya akan Kami datangkan juga." Artinya walaupun seberat biji khardal, yaitu biji yang paling halus, akan nampak jelas juga dalam neraca pertimbangan itu dan tetap akan diberi nilai oleh Tuhan.
Ingatlah lagi sabda Tuhan di dalam Surat 6 al-An'am ayat 160:
“Barangsiapa yang datang dengan satu perbuatan yang baik, maka dia akan mendapat sepuluh kali ganda ganjarannya."
Artinya, timbangan tetap menurut adanya; tetapi ganjaran pahala diberikan sepuluh kali lipat.
Sedang suatu perbuatan yang salah yang kecil akan diperlihatkan dalam keadaannya yang sebenarnya saja. Dan ganjaran pun seimbang dengan besar dan kecilnya kesalahan yang diperbuat.
Inilah jaminan ketiga; yaitu tidak usah kuatir sebab daftar percatatan itu terpegang di tangan Tuhan sendiri. Ayat ini dapatlah jadi obat penawar hati bagi orang-orang yang berjuang di dunia ini dengan ikhlas, tetapi tidak dimasukkan dalam catatan karena sebab-sebab yang selalu ada di dalam dunia ini. Misalnya seorang yang berjasa, sengaja dilupakan karena perintah yang berkuasa benci kepadanya.
“Dan cukuplah Kami sebagai penghitung."
Artinya tidak seorang pun yang lebih teliti daripada Allah dalam menghitung. Di ujung ayat ini Allah memperkuat lagi jaminannya yang pertama bahwa neraca yang akan ditegakkan kelak,itu benar-benar ukuran timbangan yang adil, dan jaminan kedua bahwa tidak ada yang akan luput dari hitungan, walaupun hanya sebesar khardal.