Ayat
Terjemahan Per Kata
أَمِ
ataukah/apakah
ٱتَّخَذُوٓاْ
mereka mengambil/menjadikan
ءَالِهَةٗ
tuhan-tuhan
مِّنَ
dari
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
هُمۡ
mereka (tuhan-tuhan)
يُنشِرُونَ
dapat menghidupkan
أَمِ
ataukah/apakah
ٱتَّخَذُوٓاْ
mereka mengambil/menjadikan
ءَالِهَةٗ
tuhan-tuhan
مِّنَ
dari
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
هُمۡ
mereka (tuhan-tuhan)
يُنشِرُونَ
dapat menghidupkan
Terjemahan
Apakah mereka mengambil dari bumi tuhan-tuhan yang dapat menghidupkan (orang-orang yang mati)?
Tafsir
(Apakah) makna lafal Am di sini sama dengan lafal Bal, artinya akan tetapi. Sedangkan Hamzah Istifhamnya menunjukkan makna ingkar (mereka mengambil tuhan-tuhan) yang diadakan (dari bumi) seperti dari batu, emas dan perak (yang mereka) yakni tuhan-tuhan itu (dapat menghidupkan) orang-orang yang telah mati? Tentu saja tidak dapat; bukanlah Tuhan melainkan yang dapat menghidupkan orang-orang yang mati.
Tafsir Surat Al-Anbiya': 21-23
Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat menghidupkan (orang-orang mati)? Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Mahasuci Allah yang mempunyai 'Arasy daripada apa yang mereka sifatkan. Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai. Allah ﷻ mengingkari perbuatan orang-orang yang menjadikan tuhan-tuhan selain-Nya sebagai sesembahan mereka: Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat menghidupkan (orang-orang mati)? (Al-Anbiya: 21) Yakni apakah tuhan-tuhan sembahan mereka itu dapat menghidupkan orang-orang mati dan membangkitkan mereka dari tanah? Tentu saja mereka tidak akan mampu melakukan sesuatu pun dari itu.
Maka mengapa mereka menjadikannya sebagai tandingan Allah yang mereka sembah-sembah di samping-Nya. Kemudian Allah ﷻ memberitahukan bahwa seandainya ada tuhan-tuhan lain selain Allah, tentulah langit dan bumi ini akan rusak. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. (Al-Anbiya: 22) Ayat ini semakna dengan firman-Nya: Allah sekali-kali tidak mempunyai anak dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya. Kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu. (Al-Muminun: 91) Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya: Maka Mahasuci Allah yang mempunyai 'Arasy daripada apa yang mereka sifatkan. (Al-Anbiya: 22) Yaitu Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan, bahwa Allah beranak atau bersekutu.
Mahasuci dan Mahatinggi Allah dari apa yang dibuat-buat oleh mereka dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Firman Allah ﷻ: Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai. (Al-Anbiya: 23) Yakni Dialah Yang memutuskan, tiada yang mempertanyakan tentang keputusan-Nya dan tiada seorang pun yang dapat menolak keputusanNya karena keagungan, kebesaran, ilmu, hikmah, keadilan, dan belas kasihan-Nya. dan merekalah yang akan ditanyai. (Al-Anbiya: 23) Maksudnya, Dialah yang akan menanyai makhluk-Nya tentang apa yang telah mereka perbuat.
Semakna dengan firman-Nya dalam ayat lain, yaitu: Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu. (Al-Hijr: 92-93) Sama pula dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: sedangkan Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya. (Al-Muminun: 88).
Mengapa orang-orang kafir tidak beriman kepada Allah dan beribadah kepada-Nya dengan ikhlas' Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, seperti patung dan berhala yang mereka duga dapat menghidupkan orang-orang yang mati'22. Seandainya pada keduanya, langit dan bumi, ada tuhan-tuhan selain Allah, yang mengelola langit dan bumi sebagaimana dugaan orang-orang kafir, tentu keduanya telah binasa karena perselisihan pengelolaan di antara dua tuhan ini. Dengan demikian, jelaslah kepalsuan dugaan orang kafir yang meyakini ada dua tuhan atau lebih. Mahasuci Allah dengan kesucian yang mutlak, Tuhan yang memiliki Arsy, dari apa yang mereka sifatkan kepada-Nya dengan tanpa dasar.
Dalam ayat ini Allah menunjukkan kesesatan dan kebodohan kaum musyrikin, karena mereka tidak berpegang kepada ajaran tauhid, bahkan menyembah "tuhan-tuhan yang berasal dari bumi," yaitu patung-patung yang merupakan benda mati, yang dibuat oleh tangan mereka sendiri yang berasal dari benda-benda bumi. Sudah pasti, bahwa benda mati tidak akan dapat memelihara dan mengelola makhluk hidup apalagi menghidupkan orang-orang yang sudah mati. Sedang Tuhan kuasa berbuat demikian.
Patung-patung yang mereka sembah itu dalam ayat ini disebut sebagai 'tuhan-tuhan dari bumi. Ini menunjukkan betapa rendahnya martabat tuhan mereka itu, sebab tuhan-tuhan tersebut mereka buat dari tanah, atau dari benda-benda yang lain yang terdapat di bumi ini, dan hanya disembah oleh manusia. Sedang Tuhan yang sebenarnya, disembah oleh seluruh makhluk, baik di bumi maupun di langit.
Dengan demikian jelaslah betapa sesatnya kepercayaan dan perbuatan kaum musyrikin itu, karena mereka mempertuhankan apa-apa yang tidak sepantasnya untuk dipertuhankan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Jangan Mengambil Tuhan Selain Allah!
Ayat 21
“Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi?"
Ayat ini adalah berupa tempelak dari Allah kepada mereka yang mengambil tuhan, tempat mereka memohon pertolongan, tempat mereka memuja dan memuji, tempat mereka mengatur persembahan. Tuhan-tuhan yang mereka sembah itu, yang kadang-kadang mereka beri berbagai sajian banyak sekali. Mereka cari semuanya dari muka bumi, ada yang berupa batu, ada yang berupa kayu, ada yang berupa kubur dari manusia yang telah lama mati, dan ada juga yang berupa keris. Mereka ambil tuhan-tuhan itu dari bumi, padahal bumi itu adalah di bawah kaki mereka sendiri. Sebagai manusia sepatutnya mereka sadar bahwa mereka lebib tinggi dan mulia daripada benda-benda yang mereka junjung tinggi menjadi tuhan-tuhan itu.
Mengapa benda-benda yang mereka pungut dan bumi itu yang mereka ambil menjadi berbagai macam tuhan? Mereka puja, mereka sembah? “Mereka yang menghidupkan?"
Benda-benda itukah yang mengeluarkan mereka daripada tidak ada (‘adam) kepada ada? Dari mulanya segumpal air, lalu lama kelamaan menjadi seorang manusia?
Dengan ayat itu diriyatakan kegelapan dan kebodohan fikiran orang yang mempertuhan berbagai bencis dijadikan patung atau berhala. Dikatakan bahwa semua dipungut dari bumi; artinya bukan barang yang lebih mulia dari manusia. Semua bencis yang dipungut dari bumi dan dijadikan tuhan-tuhan itu tidaklah dapat berbuat apa-apa untuk manusia, baik menolong atau mencelakakan.
Kemudian dibawalah manusia berfikir lebih tinggi tentang Ketuhanan. Tuhan bersabda:
Ayat 22
“Kalau kiranya ada pada keduanya,"
Keduanya itu ialah langit dan bumi, “tuhan-tuhan selain Allah, niscaya binasalah keduanya."
Dengan ayat ini orang diajak berfikir yang teratur, yaitu bahwa yang Maha Kuala itu mustahil berbilang. Dia pasti satu. Seluruh slam, langitnya dan buminya pasts hanya diatur oleh SATU Tuhan. Kalau tuhan itu berbilang, ada tuhan langit, ada.tuhan bumi. Ada tuhan daratan, ada tuhan lautan. Ada tuhan pengatur angin, ada pula tuhan pengatur hujan dan sebagainya pasti rusaklah bumi dan langit itu. Sebab tuhan telah berebut kuasa. Atau kuasa tuhan yang satu diriesak oleh tuhan yang lain. Bahkan mungkin jadi tuhan sesama tuhan berperang. Penyair Yunani yang terkenal, Homerus, memang telah mengarang syair-syair (epos) bahwa tuhan atau dewa itu banyak, dan mereka berperang-perangan. Yang amat lucu ialah peperangan karena berebut kekasih, sehingga kalimat-kalimat yang terpakai dalam soal-soal percintaan adalah nama-nama dewa-dewa atau tuhan-tuhan yang mereka berikan, seperti panah amor, cupido, dewi Venus, dan lain-lain.
“Maka Maha Sucilah Allah, Tuhan Yang Empunya ‘Arasy, dari apa yang mereka sifatkan itu."
Sucilah Allah dart persangkaan demikian. Allah adalah Esa. Mutlak dalam keesaanNya. Satu zatNya, Satu dalam sifatNya. Satu dalam af'alNya.
Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Abduh di dalam kitab beliau Risalatut Tauhid: “Allah itu ujud, yang berarti ADA. Namun sifat keadaan Allah itu tidak juga dapat dinamai oleh ujud yang lain. Allah itu wajibul ujud, pasti ada, sedang yang lain hanya mumkinul ujud, mungkin saja adanya. Ujud Allah tetap, sedang ujud yang lain diriahului oleh ‘adam (tidak ada) dan diakhiri oleh fana (lenyap). Yang wajibul ujud itu hanya Dia sendiri, mustahil berbilang. Kalau wajibul ujud itu berbilang, niscaya bagi tiap-tiap yang wajib itu tentu ada kelainan dan yang lain. Kalau tidak berlainan berarti tidak ada perbilangan. Kalau sudah berlain-lain zatnya pasti berlain pula sifatnya. Karena perlainan sifat itulah yang membuktikan perbedaan di antara yang satu dengan yang lain. Niscaya berlain ilmu dan berlain pula kemauan. Dan berlainan ilmu dan kemauan itu adalah pembawaan dari diri masing-masing. Dengan demikian maka perbuatan dan masing-masing yang wajibul ujud itu sudah pasti perlain, menurut perlainan dirinya. Tidak biIsa sama. Lantaran itu kalau wajibul ujud berbilang, pastilah berbeda-beda pula hasil perbuatannya: karena berlain ilmunya dan berlain kemauannya. Pasti selalu berselisih, mustahil ada kerukunan atau kedamaian. Kerukunan dan kedamaian hanya akan terdapat kalau kehendak yang satu saja yang dituruti, dan yang lain mengalah. Niscaya mana yang mengalah tidak berhak lagi disebut wajibul ujud. Atau tidak ada yang mau mengalah: kalau demikian tentu timbullah kerusakan dan kekacauan di dalam alam ini. Karena alam yang mumkinul ujud diatur oleh ilmu dan kemauan yang berbeda-beda, berlain-lainan. Atau bagi semua yang satu terdapat ujud yang berbeda-beda, itu pun mustahil pula.
Pastilah menurut perhitungan akal yang waras, bahwa kalau pada langit dan bumi itu terdapat banyak tuhan-tuhan, niscaya rusak binasalah keduanya. Sekarang nyata langit dan bumi tidak hancur, tidak kacau-balau, lantaran itu akal pulalah yang mendapat bahwa Tuhan Pencipta seluruh alam itu pasti satu, satu pada zatNya, satu pada sifatNya, Tidak ada sekutuNya dengan yang lain, baik pada ujudNya ataupun pada perbuatanNya." (disalin secara ringkas).
“Maka Maha Sucilah Allah. Tuhan Yang Empunya ‘Arasy daripada yang mereka sifatkan itu." Ada yang mengatakan Tuhan pencipta alam, lain. Tuhan pemeliharaan alam, lain. Tuhan yang akan membinasakan alam kelak, lain pula. Maha Suci Allah dan yang mereka sifatkan ini.
Orang-orang Nasrani mempunyai kepercayaan, bahwa Tuhan telah murka atas kesalahan neneknya Adam, karena Adam memakan buah terlarang. Lama sekali dia ragu, hukuman apa yang akan dijatuhkan kepada manusia karena pelanggaran itu. Akhinya dia mengambil keputusan datang sendiri ke dunia, lahir sebagai manusia, itulah Yesus Knstus, Yesus itu adalah dia sendiri, mati dIsalib, tetapi dia adalah puteranya. Maha Suci Allah dan apa yang mereka sifatkan itu.
Ayat 23
“Dia tidak ditanyai dari hal apa yang Dia kerjakan."
Kalau sudah jelas pada keterangan ayat terdahulu bahwa jika ditakdirkan ada banyak tuhan-tuhan di langit dan di bumi niscaya binasalah langit dan bumi itu, dapatlah dipastikan oleh akal yang waras bahwa yang Tuhan seberianya Tuhan hanya satu dan tidak ada tuhan di atasnya, yaitu bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa itu tidak dapat disoal atau ditanya atau diminta pertanganjawabnya tentang apa pun yang Dia perbuat.
Tuhan Yang Maha Kuasa itu berbuat apa yang dia Kehendaki:
“Demikianlah adanya Allah berbuat apa yang Dia Kehendaki." (ali ‘Imran: 40)
“Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia maui." (al-Haj: 14)
Oleh karena tidak ada lagi kekuasaan yang di atas dan kekuasaan Allah, maka tidak adalah tempat Allah bertanggungjawab. Tidak ada yang berhak menanyai Allah, sebab Dia Tuhan, Dia Maha Kuasa atas sekalian hambanya. Kudrat dan iradatNya tidak dapat dirintangi kudrat dan iradat yang lain.
Kekuasaan raja-raja di dunia dikatakan orang juga tidak boleh dIsalahkan. Tetapi tidak boleh dIsalahkan berarti tidak pernah bersalah! Kesewenangwenangan raja-raja yang di dalam ilmu politik dinamai despotiame, untuk menyelubungi kezaliman dan aniaya, mereka katakan: “Memerintah atas kehendak Allah."Tetapi lama-lama rakyat yang telah lama menderita lalu memberontak mendirikan kekuasaan yang katanya: “Pemerintahan rakyat, dari rakyat, untuk rakyat, bersama rakyat." Lalu raja menyerahkan sebagian dan kekuasaannya. Di waktu itulah dibuat undang-undang dasar yang membatasi hak raja-raja. Raja tidak bertanggungjawab lagi, sebab dia cuma lambang, dia kepala negara yang tidak lagi berbuat, yang berbuat ialah jemaah menteri.
Sebab itu sekali-kali tidaklah dapat dimisalkan kekuasaan mutlak Allah dengan kekuasaan raja-raja.
“Akan tetapi merekalah yang akan ditanya."
Merekalah, artinya manusialah, hamba Allah ini akan diminta pertanggungjawaban mereka tentang perbuatan yang mereka lalkukan, kalau perbuatan atau amal itu baik, sesuai dengan yang dikehendaki Allah, terpujilah mereka di sisi Allah dan diberi pahala. Tetapi kalau perbuatan itu melanggar yang ditentukan Allah, melanggar larangan Allah, murkalah Dia dan berdosaIah di sisiNya. Maka banyaklah hamba Allah yang sombong, lupa akan kedudukannya. Lalu dialah yang bercakap seakan-akan meminta pertanggunganjawab atas keadaan dhinya, “Orang lain mengapa dijadikan kaya, sedang saya miskin? Saya sudah selalu berdoa, setiap malam saya sembahyang tahajjud, namun permohonan saya tidak juga dikabulkan."
Dengan begini mereka telah melanggar batas yang semestinya mereka jaga dalam hubungan dengan Tuhan. Mereka tidak lagi bersopan-santun, yang wajib dipelihara oleh seorang hamba terhadap Tuhannya.
Mengapa aku jadi miakin? Mengapa doaku tidak dikabulkan? Padahal, kalau dia seorang hamba Allah yang bask, dirinya sendirilah yang terlebih dahulu mesti ditanyainya: Sudahkah cukup dia menyelenggarakan apa yang diperintahkan Tuhan?
Orang yang menanyai Allah mengapa saya dibeginikan? Mengapa saga miakin? Mengapa doa saya dikabulkan? Orang begitu adalah orang yang telah mulai kafir nikmat. Kesalahannya yang paling besar ialah bahwa dia hendak mengatur Allah Yang Maha Kuasa atas seluruh alam agar tunduk kepada kehendaknya, bukan dia yang bersedia taat dan menghambakan nienuruti kehendak Allah,
Ayat 24
“Atau apakah mereka mengambil selain Dia menjadi tuhan-tuhan."
Di ayat 21 mereka mengambil berbagai tuhan dart bumi untuk mereka puja dan sembah, ini sudah juga dijelaskan kepalsuannya. Sekarang hal itu ditanyakan kembali. "Katakanlah! Tunjukkanlah kemari alasan kamu!" Dari mana kamu dapat pelajaran mengambil tuhan-tuhan banyak itu? Sejak bila? Siapa yang mengajarkan? Siapa gurunya?
Di sini kita diberi suatu petunjuk bahwa di dalam menegakkan suatu kepercayaan hendaklah ada alasan atau dalit yang akan dijadikan pegangan. Kalau suatu kepercayaan hanya menurut yang dikira-kira akan bagus saja. Kelihatan suatu barang yang ganjil, lalu di"angkat" jadi tuhan, alangkah banyak tuhan kelaknya di dunia ini. Maka setiap datang seorang guru, dia pun membuat tuhan atau dewa baru dan ajaran baru. Sebab tangan manusia telah bercampur di dalamnya. Lalu Rasulullah s.a.w disuruh melanjutkan keterangannya bahwa ajaran yang beliau bawa tidaklah berubah-ubah sejak dahulu sampai sekarang: “Ini adalah peringatan bagi siapa yang sertaku dan peringatan bagi orang-orang yang sebelumku." Yakni bahwa ajaran Tauhid adalah ajaran untuk tiap zaman, “orang-orang yang sertaku" ialah umat-umat yang aku datangi “dan peringatan bagi orang-orang yang sebelumku" ialah umat Nabi-nabi yang dahulu. Semuanya sama ajarannya, yaitu menolak segala perbuatan manusia mengambil tuhan-tuhan selain Allah, “Namun sebagian besar mereka tidaklah mengetahui yang benar." Untuk memperbedakan mana yang salah dan mana yang benar orang hendaklah mempergunakan akalnya. Jangan hanya turut-turutan semata-mata. Orang yang beragama dengan tidak memperqnakan akal itulah yang selalu terombang-ambing dalam soal kepercayaan. "Maka mereka pun berpaling."
Sehingga susah buat diajak menempuh jalan yang benar.
Ayat 25
“Dan tidaklah Kami mengutus dart sebelum engkau seorang Rasul pun, melainkan Kami wahyukan kepadanya. bahwasanya tidak ada suatu Tuhan pun kecuah Aku."
Ayat ini adalah sambungan dart keterangan ayat yang terdahulu, yakni bahwa peringatan yang disampaikan kepada umat yang diriatangi Nabi Muhammad dan peringatan yang dIsampaikan kepada umat yang terdahulu adalah satu. Tidak ada orang yang mempersekutukan yang lain dengan Allah yang sariggup mengemukakan suatu alasan atau suatu bukti, bahwa ada Nabi menyampaikan wahyu yang isinya menyuruh mempersekutukan Allah. Ayat 25 ini memperjelas lagi, bahwa ticlak ada seorang pun Rasul Allah yang membawa wahyu llahi selain dart satu ajaran, yaitu: “Tidak ada satu Tuhan pun kecuali Aku, “Maka sembahlah olehmu akan Daku."
Isi atau inti, pokok atau pangkal agama ialah dua ini.
Pertama mengakui tiada Tuhan melainkan Allah. Itulah yang bernama Tauhid Uluhiyah. Mengakui hanya satu Tuhan. Kedua bernama Tauhid Rububiyah. Mengakui hanya Allah yang satu itu saja yang mengatur, mengasuh, memelihara alam ini. Sesudah Dia sendiri menciptakan. Dia yang mengatur. Sebab itu maka saja yang patut disembah dan dipuja. KepadaNya saja ucapan syukur dan terima kasih.
Apakah Tuhan Beranak?
Ayat 26
“Dan mereka berkata: Tuhan Yang Maha Pemurah itu telah mengambil anak."
Di pangkal ayat 26 ini telah nampak kemajuan mereka berfikir: Mereka mengakui ada Tuhan dengan sifatNya yang Rahman, yang artinya Pemurah, atau kita artikan juga Pengasih! Tetapi faham yang demikian sesat. Mereka katakan Tuhan mengambil anak. Kata-kata ittakhariza yang artinya telah mengambil anak nyata sekali karena kacaunya faham ini. Karena mereka pun sudah insaf bahwa Tuhan itu mustahil beranak sebagai manusia, sebab Allah itu bukan sebagai seorang laki-laki yang menghendaki isteri yang melahirkan anaknya, dan bukan pula sebagai perempuan yang mengandung dahulu baru beranak, latu mereka katakan Tuhan mengambil anak. Padahal yang selain dari Dia adalah alam semua, terjadi semua atas kehendakNya. Apalah perlunya bagi Allah Yang Maha Kuasa mengangkat beberapa orang malaikat atau beberapa orang manusia jadi anaknya, padahal semua makhlukNya? “Maha Suci Dia." Dia Allah yang Pengasih dan Penyayang tidaklah memerlukan anak. "Bahkan mereka adalah hamba-hamba (Allah) yang dimuliakan." Mengatakan Allah: “mengambil" adalah kekacauan fikiran jahiliyah. Orang Musyrikin Arab mengatakan malaikatlah anak Allah.Orang Musyrikin Yahudi mengatakan ‘Uzair, atau Izza, itulah anak Allah. Datang pula Musyrikin Nasrani, mengatakan Isa Almasih pula anak Allah. Di ayat ini tujuan kita ialah kepada Musyrikin Quraisy. Mereka mengatakan malaikat anak Allah. Yang lucunya lagi mereka katakan pula bahwa malaikat-malaikat itu perempuan. Padahal mereka sendiri merasa alb jika isterinya diberi anak perempuan. Maka dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa malaikat-malaikat itu bukan anak-anak Tuhan: “Bahkan mereka, adalah hamba-hamba yang dimuliakan."
Mereka diberi oleh Tuhan kemulIsan berbagai macam, ada yang bertugas memikul ‘Arasy Tuhan. Ada yang menjadi penulis-penulis yang mulia. Ada yang menjadi duta-duta istimewa memelihara dan mengatur wahyu. Penuh adab sopan-santun kepada Allah. Melaksanakan apa yang diperintahkan. Mengucapkan tasbih slang dan malam tidak pernah berhenti. Mereka begitu dekat kepada Ilahi, sampai disebut di ayat 19 di atas tadi bahwa malaikat itu adalah man ‘indahu; orang yang di sisiNya,. lantaran dekat mereka kepada Tuhan.
Ayat 27
“Tidaklah mereka itu mendahuluiNya dengan perkataan."
Untuk lebih meresapnya lagi bagaimana sangat takutnya malaikat itu kepada Allah. perhatikanlah soal jawab Tuhan dengan malaikat pada ayat 31 dan 32 Surat 2 al-Baqarah. Jawab malaikat ketika ditanya Allah tentang nama-nama: “Amat Suci Engkau, tidak ada pengetahuan pada kami kecuali apa yang engkau ajarkan kepada kami;" “Dan mereka mengerjakan apa saja perintahNya."
Jelas di ujung ayat ini bahwa malaikat-malaikat itu adalah hamba-hamba dari Allah, Bertambah tinggi perhambaannya, bertambah pula kemuliaannya. Tandanya mereka hamba ialah setianya mereka melaksanakan perintah.
Ayat 28
“Dia Mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka."
Artinya bahwa tingkah laku, perbuatan dan gerak-gerik malaikat sebagai hambanya."Dan mereka dada memberi syafa'at kecuali bagi barangsiapa yang telah Dia ridhai."
Malaikat itu pun tidak diberi kuasa oleh Allah memberi syafa'at. Syafa'at artinya ialah orang yang diberi izin oleh Allah memberi penerimaan dan penghormatan atau barangsiapa yang Allah kehendaki. Mentang-mentang malaikat itu dikatakan sangat dekat dengan Tuhan, namun dia tidaklah berkuasa apa-apa melindungi seorang hamba yang lain di hadapan. Sebab malaikat itu pun hanya hamba pula. Dia tidak berserikat kekuasaan dengan Allah.
Malaikat hanya memberi syafa'at jika Allah meridhainya. Kejelasannya bertemu pula pada Surat 2 al-Baqarah, ayat 255, yaitu “Ayatul Kursi" yang terkenal:
“Siapakah gerangan yang akan memberi syafa'at di sisiNya, kalau bukan dengan izinNya?"
Siapa pula yang diberi izin oleh Allah malaikat mensyafa'atinya? Siapakah orang yang diridhai itu? Niscaya orang yang diridhai Allah buat diberi syafa'at oleh malaikat ialah orang yang telah men ekatkan dirinya juga kepada Allah dengan iman dan takwanya. Orang-orang yang seperti ini telah diangkat menjadi Wali Allah. Di dalam Surat 10 Yunus ayat 62 sampai 64 (Juzu' 11) telah diterangkan siapa dia dan agaimana keistimewaan Wali-wali Allah itu:
“Ketahuilah sesungguhnya Wali-wali Allah itu tidaklah ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka akan berdukacita. Itulah orang-orang yang beriman dan adalah mereka bertakwa. Untuk mereka berita kesukaaan di dalam hidup di dunia dan di akhirat. Tidak dapat diganti kalimat-kalimat Allah; itulah dia kemenangan yang agung." (Yunus: 62-64)
Dan banyak lagi kesaksian ayat-ayat lain di dalam al-Qur'an tentang orang yang Allah mengizinkan malaikat mensyafa'ati mereka di akhirat. Dari masa hidupnya di dunia orang-orang ini telah selalu melatih diri mendekati Allah, sahingga kenallah para malaikat sejak semula siapa orang ini dari bagaimana hubungan kasih mesranya dengan Tuhan. Maka apabila dia datang hendak menghadap Tuhan, mataikat telah tahu bagaimana cara memperlakukan orang ini, supaya Allah ridha, jatan akan diperlapang. Segala kemudahan akan diberi, sebab hubungan orang-orang ini dengan Allah sudah sangat mesra; Allah telah ridha kepada mereka dan mereka pun telah ridha kepada Allah. "Dan mereka itu oleh karena takut kepadaNya selalu berhati-hati."
Ujung ayal ini adalah sekali lagi menggambarkan takut kepada Allah dan kepatuhan, tidak bertindak semaunya sendiri. Berhati-hati apa yang dikerjakan adalah menunjukkan hormat yang setinggi-tingginya.
Ayat 29
“Dan barangsiapa di antara mereka yang berkata: “Sesungguhnya aku adalah tuhan pula selain Dia."
Artinya, jika misalnya ada malaikat yang mengacu dirinya tuhan pula di samping Allah; “Maka yang begitu akan Kami ganjari dia dengan jahannam." Artinya-bahwa azhab siksa yang akan diterimanya sama juga beratnya dengan azhab makhluk lain yang mengaku dirinya tuhan."Begitulah balasan Kami kepada mereka yang zalim." (ujung ayat 29).