Ayat
Terjemahan Per Kata
لَوۡ
sekiranya
أَرَدۡنَآ
Kami menghendaki
أَن
bahwa
نَّتَّخِذَ
Kami mengambil/menjadikan
لَهۡوٗا
permainan
لَّٱتَّخَذۡنَٰهُ
tentu Kami mengambil/menjadikannya
مِن
dari
لَّدُنَّآ
sisi Kami
إِن
jika
كُنَّا
Kami adalah
فَٰعِلِينَ
berbuat
لَوۡ
sekiranya
أَرَدۡنَآ
Kami menghendaki
أَن
bahwa
نَّتَّخِذَ
Kami mengambil/menjadikan
لَهۡوٗا
permainan
لَّٱتَّخَذۡنَٰهُ
tentu Kami mengambil/menjadikannya
مِن
dari
لَّدُنَّآ
sisi Kami
إِن
jika
كُنَّا
Kami adalah
فَٰعِلِينَ
berbuat
Terjemahan
Seandainya Kami hendak menjadikan sesuatu sebagai permainan, tentulah Kami akan membuatnya dari sisi Kami, jika Kami benar-benar menghendaki berbuat (demikian).
Tafsir
(Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan) hal-hal yang dapat dijadikan hiburan seperti istri dan anak (tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami) para bidadari dan para Malaikat. (Jika Kami menghendaki berbuat) demikian, tetapi Kami tidak akan memperbuatnya dan tidak menghendakinya.
Tafsir Surat Al-Anbiya': 16-20
Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian, (tentulah Kami telah melakukannya). Sesungguhnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil, lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagi kalian disebabkan kalian menyifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya).
Dan kepunyaan-Ny'alah segala yang di langit dan di bumi dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. Allah ﷻ menyebutkan bahwa Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan sebenar-benarnya, yakni dengan adil dan pertengahan (seimbang). supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga). (Al-Najm: 31) Dia tidak menciptakan semuanya itu secara sia-sia dan main-main.
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam firman-Nya: Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (Shad: 27) Adapun firman Allah ﷻ: Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami.
Jika Kami menghendaki berbuat demikian (tentulah Kami telah melakukannya). (Al-Anbiya: 17) Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. (Al-Anbiya: 17) Makna lafaz ladunna sama dengan 'indina yang artinya dari sisi Kami. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa 'jika demikian keadaannya, maka Kami tidak perlu menciptakan surga, neraka, kematian, kebangkitan, dan hisab amal perbuatan'. Al-Hasan dan Qatadah serta selain keduanya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan. (Al-Anbiya: 17) Bahwa al-lahwu artinya wanita menurut bahasa orang-orang Yaman, Ibrahim An-Nakha'i mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tentulah Kami membuatnya. (Al-Anbiya: 17) Yakni dari kalangan bidadari yang bermata jelita.
Ikrimah dan As-Saddi mengatakan, yang dimaksud dengan al-lahwu dalam ayat ini ialah anak. Pendapat yang sebelumnya berkaitan erat dengan pendapat ini. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan-Nya, Mahasuci Allah. Dialah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Az-Zumar: 4) Allah ﷻ menyucikan diri-Nya dari memungut anak secara mutlak, terlebih lagi dari tuduhan dusta lagi batil yang dilancarkan oleh mereka, bahwa Dia mengambil Isa, atau Uzair, atau malaikat sebagai anak-Nya.
Mahasuci dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebesar-besarnya. (Al-Isra: 43) Firman Allah ﷻ: Jika Kami menghendaki berbuat demikian, (tentulah Kami telah melakukannya). (Al-Anbiya: 17) Qatadah, As-Saddi, Ibrahim An-Nakha'i, dan Mugirah ibnu Miqsam mengatakan bahwa makna ayat ini ialah 'Kami tidak akan melakukan hal itu'. Mujahid mengatakan bahwa semua lafaz in yang ada di dalam Al-Qur'an mengandung makna ingkar atau bantahan. Firman Allah ﷻ: Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil. (Al-Anbiya: 18) Maksudnya, Kami menjelaskan perkara hak untuk mengalahkan perkara yang batil.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. (Al-Anbiya: 18) Yakni surut dan lenyap. Dan kecelakaanlah bagi kalian. (Al-Anbiya: 18) hai orang-orang yang mengatakan bahwa Allah beranak. disebabkan kalian menyifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya). (Al-Anbiya: 18) Yaitu dikarenakan perkataan dan kedustaan kalian itu. Kemudian Allah ﷻ menyebutkan sifat para malaikat, bahwa mereka adalah hamba-hamba-Nya dan kebiasaan mereka adalah melakukan ketaatan kepadaNya sepanjang siang dan malam hari, tiada henti-hentinya. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi dan malaikai-malaikat yang di sisi-Nya. (Al-Anbiya: 19) Yang dimaksud ialah para malaikat yang ada di sisi-Nya.
mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya. (Al-Anbiya: 19) Artinya, para malaikat itu tiada hentinya melakukan penyembahan kepadaNya secara terus-menerus. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya: Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). Barang siapa yang enggan dari menyembah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya. (An-Nisa: 172) Adapun firman Allah ﷻ: dan tiada (pula) merasa letih. (Al-Anbiya: 19) Yaitu, mereka tidak pernah merasa lelah, tidak pula merasa jenuh untuk menyembah-Nya. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. (Al-Anbiya: 20) Mereka terus-menerus bekerja sepanjang malam dan siang dengan penuh ketaatan, tulus ikhlas, serta mampu melakukannya.
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim: 6) ". Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abu Dilamah Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Ata, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, dari Safwan ibnu Muharriz, dari Hakim ibnu Hizam yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ berada di antara para sahabatnya, tiba-tiba beliau bersabda kepada mereka, "Apakah kalian mendengar apa yang aku dengar?" Mereka menjawab, "Kami tidak mendengar sesuatu pun." Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya aku mendengar suara gemuruh di langit, dan tidaklah dicela bila langit mengeluarkan suara bergemuruh; karena tiada sejengkal tempat pun darinya, melainkan terdapat seorang malaikat yang sedang sujud atau sedang berdiri (menyembah Allah ﷻ).
Hadis berpredikat garib, kebanyakan ulama hadis tidak ada yang mengetengahkannya. Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula melalui jalur Yazid ibnu Abu Zurai', dari Sa'id, dari Qatadah secara mursal. Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Hisan ibnu Mukhariq dari Abdullah ibnul Haris ibnu Naufal yang mengatakan bahwa ia pernah duduk di majelis Ka'bul Ahbar saat masih kecil.
Lalu ia bertanya kepadanya bagaimanakah pendapatmu mengenai firman Allah ﷻ kepada para malaikat yang menyatakan: Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. (Al-Anbiya: 20) "Apakah tidak mengganggu tasbih mereka Kalam Allah, risalah dan apa yang ditugaskan kepada mereka." Ka'bul Ahbar bertanya, "Siapakah anak ini?" Mereka menjawab, "Dia dari kalangan Bani Abdul Muttalib." Maka Ka'bul Ahbar mencium kepalanya dan berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya tasbih telah dijadikan bagi mereka sebagaimana dijadikan napas bagi kalian. Bukankah kamu berbicara sambil bernapas, dan berjalan sambil bernapas? (Itulah keadaan tasbih mereka).""
Seandainya Kami, hendak membuat suatu permainan dalam kehidupan ini dengan mengambil istri dan anak, sebagaimana tuduhan orang-orang kafir, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami, dari segi cara, pilihan dan jumlah yang Kami kehendaki, jika Kami benar-benar menghendaki berbuat demikian, namun tindakan ini mustahil bagi Allah. 18. Sebenarnya Kami, dengan mengutus nabi dan rasul, serta menurunkan wahyu, Al-Qur'an, hendak melemparkan dan melenyapkan ajaran yang batil dengan menampilkan ajaran yang hak, kebenaran di tengah-tengah manusia; lalu yang hak itu menghancurkannya, ajaran yang batil. Jika manusia beriman kepada Allah, nabi dan rasul, serta memegang teguh ajaran Allah dan mengamalkannya secara murni dan konsekuen, maka seketika itu ajaran yang batil itu akan lenyap. Dan celaka kamu, wahai orang-orang kafir, karena kamu menyifati Allah dengan sifat-sifat yang tidak pantas bagi-Nya, terutama dengan menuduh Allah memiliki istri dan anak.
Untuk memahami dengan tuntas anggapan orang-orang kafir yang keliru itu, maka dalam ayat ini Allah menambah keterangan bahwa jika seandainya Allah menciptakan alam ini dengan maksud main-main, niscaya Allah dapat saja menciptakan permainan-permainan yang sesuai dengan keinginan-Nya, seperti perbuatan raja-raja yang mendirikan istana yang megah-megah dengan singgasana dan tempat-tempat tidur yang empuk. Akan tetapi Allah tidak bermaksud demikian, dan tidak akan berbuat semacam itu. Allah menciptakan langit dan bumi itu adalah untuk kebahagiaan hidup manusia, dan untuk dijadikan sarana berpikir bagi manusia agar mereka meyakini keagungan khalik-Nya dan taat kepada-Nya. Maka Allah menciptakan langit dan bumi adalah dengan hikmat dan tujuan yang tinggi, sesuai dengan ketinggian martabatnya. Sifat main-main dan bersantai-santai adalah sifat makhluk, bukan sifat Allah.
Manusia juga termasuk ciptaan Allah yang telah diciptakan-Nya berdasarkan hikmah dan tujuan yang mulia, dan diberinya kelebihan dari makhluk-makhluk-Nya yang lain. Oleh karena itu manusia harus bertanggung jawab atas segala perbuatannya, dan Allah akan memberinya balasan pahala atau siksa, sesuai dengan baik dan buruknya perbuatan manusia itu.
Sebagian mufasirin menafsirkan dalam ayat ini dengan arti "anak". Jadi menurut mereka, Jika Allah hendak mengambil anak tentu diambil-Nya dari golongan makhluk-Nya yang sesuai dengan sifat-sifat-Nya, yaitu dari golongan malaikat, umpamanya sebagaimana firman Allah dalam ayat-ayat lain:
Sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang Dia kehendaki dari apa yang telah diciptakan-Nya. (az-Zumar/39: 4)
Sementara mufasir yang lain menafsirkan lahwan dengan arti "istri".
Akan tetapi mempunyai anak istri dan keturunan bukanlah sifat Allah, melainkan sifat-sifat makhluk-Nya; sedang Allah tidak sama dengan makhluk-Nya. Dengan adanya istri dan anak berarti Allah membutuhkan orang lain sementara Allah sama sekali tidak membutuhkan kepada selain-Nya, sehingga adanya istri dan anak menjadi sesuatu yang mustahil bagi-Nya. Maka anggapan sebagian manusia bahwa Allah mempunyai anak, adalah anggapan yang sesat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ciptaan Tuhan Bukan Main-main
Ayat 16
“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dalam keadaan main-main."
Ayat ini pun menyuruh manusia memperhatikan ketujuh petala langit dan bumi ini, dan memperhati kan apa yang diciptakan Allah di antara keduanya. Niscaya akan dapatlah di lihat bahwa semuanya itu tercipta dengan teratur, beredar menurut peraturan yang telah tertentu. Sudah berjuta-juta tahun langit terberitang, bumi terhampar, matahari beredar dan bumi mengedari matahari, dan bulan mengitari bumi, tidak sekali jua pun terdapat kekacauan perjalanan. Sehingga dari sebab teratunya peredaran cakrawala itu, teratur pula pergantian siang dan macam. Dapat dihitung bilangan hari, bilangan bulan dan bilangan tahun. Bahkan dapat diketahui dengan pasti bila akan terjadi gerhana matahari dan gerhana bulan. Walaupun gerhana itu akan kejadian 1000 tahun lagi.
Dengan memperhatikan peredaran langit dan bumi, dapatlah manusia meyakinkan bahwa alam ini tidak dijadikan Allah dengan main-main.
Untuk mendekatkannya kepada faham itu perhatikanlah dirias perjalanan kereta api yang teratur jam berangkat, jam sampai di satu stasiun perhentian dan jam sampai di tempat yang dituju. Supaya tepat menurut jadual waktu, segala yang bertanggungjawab mesti menghadapi urusan itu dengan sungguh-sungguh. Mesin-mesin mesti selalu diperiksa, dilihat mana yang tidak beres. Jam mesti diukurkan. Masinia tidak boleh lalai, tidak boleh ngantuk. Batu bara atau berisin mesti siap terus, tidak boleh ada yang menganggap urusan ini main-main.
Bila dilihat perharidingan itu bertambah yakinlah kita akan kebesaran Tuhan.
Az-Zamakhsyari menulis di dalam tafsirnya mengenai ayat ini, “Tidaklah Kami jadikan loteng tertinggi langit Lazuardi ini dan bumi yang terhampar, dan apa pun yang ada di antara keduanya, dan berbagai macam ciptaan, penuh berbagai keindahan dan keganjilan. Raja-raja besar mengIblissi istana mereka, sejak ukuran loteng sampai hamparan permatiani wama-wami, dilengkapi tiap orang aneka macam perhiasan, semuanya untuk permainan mata, yang kadang-kadang tidak berguna. Namun Allah menciptakan alam seindah itu bukanlah main-main dan untuk permainan, melainkan untuk faedah yang mendalam dari segi iman dan agama dan hikmah-hikmah. Ketuhanan, untuk jadi fikiran dan perharidingan, untuk jadi bukti bagi hamba-hamba Allah yang akan membawa manfaat yang tiada terhitung dari hasil selidik yang tidak terpermaknai."
Apabila di dalam ayat ini Tuhan telah menyatakan bahwa semuanya tidaklah diciptakan dengan main-main, insaflah hendaknya manusia di mana kedudukannya di dalam alam itu. Dia terjadi dari tanah, sebagai bagian dan bumi. Dia diciptakan Tuhan pun tidaklah main-main. Kalau Tuhan menjanjikan bahagia bagi siapa yang patuh mengikuti petunjuk yang disampaikan dengan perantaraan Rasul dan ancaman celaka bagi siapa yang tidak patuh menurutinya, bukanlah itu main-main. Turunnya peraturan agama kepada manusia adalah dalam rangka tidak main-main itu.
Ayat 17
“Jika sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, niscaya Kami membuatnya dari sisiKami."
Artinya: Jika Kami menciptakan alam ini untuk main-main atau untuk senda-gurau, niscaya Kami sanggup berbuat begitu. Sebagaimana dibuat oleh raja-raja dengan mendirikan dan mengIblissi istananya, membuatnya indah permai, cantik dipandang mata. Kami Maha Kuasa mengaturnya, “Jika Kami menghendaki berbuat demikian."
Kami bisa dan Kami sanggup berbuat begitu, kalau Kami kehendaki. Tetapi menciptakan alam, semua lapisan langit dan semua isi bumi, dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya hanya sebagai permainan, sebagai penyenangkan mata saja, tidaklah akan dilakukan oleh Allah pencipta alam, yang segala sesuatu perbuatanNya adalah dengan hikmat kebijaksanaan tertinggi.
Setengah ahli tafsir mengartikan ini yang berarti jika Kami menghendaki demikian, bahwa in di sini bukan berarti jika, melainkan tidak. Lengkapnya ialah tidaklah Kami menghendaki demikian.
Ayat 18
“Tetapi Kami lemparkan yang hak ke atas yang batil, lalu yang hak itu menghancurkannya (yang batil), maka ia pun lenyaplah."
Ini pun kelanjutan keterangan Tuhan bahwa perbuatan Allah di alam ini bukanlah main-main. Ini dapat dilihat pada pertempuran di antara yang hak dengan yang batil. Yang batil tidaklah dapat bertahan jika yang hak sudah datang, Kecurangan tidaklah dapat bertahan di hadapan kejujuran. Mengapa di dalam susunan kata dikaakan bahwa setelah yang batil itu dihancurkan lemparan yang hak, ia pun lenyap tidak berkesan lagi? Laksana bertautnya air laut menelan Fir'aun dan balatentaranya sehingga hilang lenyap ke dalam dasar laut tidak berbekas? Ialah karena yang batil itu tidak ada hakikatnya. Yang batil tidak ubahnya dengan uap sabun diterbangkan angin ke udara; kelihatan ada selama belum pecah. kalau sudah pecah, betul-betul dia lenyap. "Dan kecelakaanlah bagimu dari sebab apa yang kamu sifatkan itu."
Artinya, adalah suatu ancaman kecelakaan bagi orang yang kafir yang memberikan silat-sifat yang tidak layak bagi Allah. Ada yang menyangka bahwa alam dijadikan dengan main-main. Atau mengatakan bahwa Allah tidak adil karena nasib dirinya tidak disamakan dengan orang lain, sebagai keluhan setengah kaum Musa melihat kekayaan Qarun (Surat 28, al-Qashash, 79) padahal kekayaan semacam itu belum tentu berisi nikmat. Atau mengatakan Allah beranak. Atau menganggap yang selain Allah berkuasa seperti Allah. Maka orang-orang mensifatkan Allah dengan tidak sepertinya itu akan ditimpalah dia oleh kecelakaan, baik di dunia apalah lagi di akhirat. Karena dosa yang se-besar-besarnyalah memperkatakan Allah tidak dengan sewajarnya.
Kemudian dari itu Tuhan pun meneruskan sabdaNya tentang ketundukan malaikat memperhambakan diri kepada Allah, untuk jadi I'tibar bagi manusia.
Ayat 19
“Dan kepunyaanNyalah siapa pun yang di semua langit dan bumi,"
Di dalam ayat ini bertemu kalimat man yang dipakai untuk manusia, jin dan malaikat menurut pemakaian bahasa Arab. Man adalah isim maushul yang dipakai untuk segala yang berakal. Boleh diartikan orang yang, atau siapa. Maka oleh karena di dalam ayat itu dikatakan bahwa kepunyaan Allah barangsiapa yang berada di semua langit dan bumi dengan memakai kalimat man, terfikirlah oleh setengah orang di zaman modern ini, bahwa makhluk Allah yang berakal bukanlah berada di bumi ini saja yaitu jenia manusia atau jin. Besar sekali kemungkinan -kata mereka- bahwa di planit-planit lain, atau di bintang-bintang lain, yang berjuta-juta banyaknya ada juga makhluk berakal, sebagai adanya manusia di dunia ini. Mereka pun berpendapat, sebanyak itu bintang di langit, yang berjuta-juta banyaknya dan bumi hanya satu di antaranya. Maha Kuasalah Allah mencipta makhluk berakal pada beberapa di antara bintang itu sebagai di bumi juga.
Di dalam tafsir lama belumlah bertemu penafsiran yang sampai ke jurusan itu. Karena perhatian orang terhadap bintang-bintang dengan mengadakan penyelidikan agak mendalam di waktu itu belum sebagai sekarang. Dan langit menurut pengertian agama berbeda dengan penyelidikan ilmiah tentang bintang-bintang. Langit adalah tempat malaikat-malaikat. Langit adalah tempat semayam arwah Nabi-nabi yang telah ditemui oleh Nabi s.a.w. ketika beliau mi'rat.
Kemudian pada lanjutan ayat ini Allah berfirman: “Dan siapa yang berada di sisiNya, tidaklah mereka menyombongkan diri pada beribadat kepadaNya dan tidak pula merasa letih."
Malaikat-malaikat itu diberi kemuliaan oleh Tuhan. Di sini disebut' “Siapa yang berada di sisiNya," yang terdekat kepada Allah karena tugasnya yang berat melaksanakan iradat ilahi. "Mengerjakan apa yang diperintahkan" -“hamba-hamba yang dimuliakan." Mereka itulah yang selalu beribadat kepada Allah dengan tidak mengenal letih dan payah, sebab luas dserah. Bagaimana mereka akan merasa payah atau letih, padahal malaikat bukan terdiri daripada tulang, dawah dan daging. Malaikat adalah rohani semata-mata.
Ayat 20
“Mereka selalu bertasbih, malam dan siang, tiada henti-hentinya."
Disebut di dalam ayat ini bahwa malaikat itu bertasbih, mengucapkan puji dan kesucian bagi Allah siang dan malam tiada henti-hentinya. Sebab bagi malaikat yang bersifat rohaniah itu, yang jangkauannya lebih luas dari ukuran sinar matahari tidaklah ada siang dan malam. Sedangkan manusia yang naik pesawat “Apollo" pergi ke bulan akan naik pesawat “Skylab" mengedari ruang angkasa, pergantian siang dan malam dapat ditonton saja dari “luar dserah" siang dan malam, kononlah bagi malaikat. Allahu Akbar! Allah Maha Besar!