Ayat
Terjemahan Per Kata
فَلَمَّآ
maka setelah
أَحَسُّواْ
mereka merasakan
بَأۡسَنَآ
hukuman/azab kami
إِذَا
tatkala/tiba-tiba
هُم
mereka
مِّنۡهَا
dari padanya
يَرۡكُضُونَ
mereka lari tergesa-gesa
فَلَمَّآ
maka setelah
أَحَسُّواْ
mereka merasakan
بَأۡسَنَآ
hukuman/azab kami
إِذَا
tatkala/tiba-tiba
هُم
mereka
مِّنۡهَا
dari padanya
يَرۡكُضُونَ
mereka lari tergesa-gesa
Terjemahan
Maka, ketika mereka menyadari (dekatnya) azab Kami, tiba-tiba mereka melarikan diri darinya (negeri itu).
Tafsir
(Maka tatkala mereka merasakan azab Kami) penduduk negeri-negeri tersebut merasakan kebinasaannya telah dekat (tiba-tiba mereka lari tergesa-gesa daripadanya) mereka berupaya melarikan diri secepatnya.
Tafsir Surat Al-Anbiya': 10-15
Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kalian sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagi kalian. Maka apakah kamu tiada memahaminya? Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang zalim yang telah Kami binasakan, dan Kami adakan sesudah mereka itu kaum yang lain (sebagai penggantinya). Maka tatkala mereka merasakan azab Kami, tiba-tiba mereka melarikan diri dari negerinya. Janganlah kalian lari tergesa-gesa; kembalilah kalian kepada nikmat yang telah kalian rasakan dan kepada tempat-tempat kediaman kalian (yang baik), supaya kalian ditanya.
Mereka berkata, "Aduhai, celaka kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim. Maka tetaplah demikian keluhan mereka, sehingga Kami jadikan mereka sebagai tanaman yang telah dituai, yang tidak dapat hidup lagi. Allah ﷻ mengingatkan kemuliaan Al-Qur'an seraya menganjurkan kepada mereka untuk mengetahui kedudukannya. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagi kalian. (Al-Anbiya: 10) Ibnu Abbas mengatakan, makna Zikrukum ialah sebab-sebab kemuliaan bagi kalian. Menurut Mujahid, maknanya ialah sebab-sebab yang membuat kalian terkenal. Sedangkan Al-Hasan mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah agama kalian.
Maka apakah kalian tiada memahaminya? (Al-Anbiya: 10) Maksudnya, memahami nikmat ini dan sebagai terima kasih kalian ialah kalian menerimanya dengan penerimaan yang baik. Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungjawaban. (Az-Zukhruf: 44) Adapun firman Allah Swt: Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri-negeri yang zalim yang telah Kami binasakan. (Al-Anbiya: 11) Lafaz "kam" mengandung makna banyak.
Seperti makna yang terdapat di dalam ayat lain, yaitu: Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. (Al-Isra: 17) Berapa banyak kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya. (Al-Hajj: 45), hingga akhir ayat. Firman Allah ﷻ: dan Kami adakan sesudah mereka itu kaum yang lain. (Al-Anbiya: 11) Artinya, Kami gantikan mereka dengan kaum yang lain sesudah mereka binasa. Maka tatkala mereka merasakan azab Kami. (Al-Anbiya: 12) Yakni mereka merasa yakin bahwa azab bakal menimpa mereka sebagai suatu kepastian sesuai dengan apa yang diancamkan oleh nabi mereka.
tiba-tiba mereka melarikan diri dari negerinya. (Al-Anbiya: 12) Maksudnya, mereka melarikan diri dari azab itu. Janganlah kamu lari tergesa-gesa, kembalilah kamu kepada nikmat yang telah kamu rasakan dan kepada tempat-tempat kediaman kalian (yang baik). (Al-Anbiya: 13) Ungkapan ini mengandung nada memperolok-olokkan mereka. Yakni dikatakan kepada mereka dengan nada meremehkan, "Janganlah kalian lari terbirit-birit karena turunnya azab, kembalilah kalian kepada kenikmatan yang kalian bergelimang di dalamnya dan kepada kehidupan serta tempat-tempat tinggal kalian yang baik-baik itu." Menurut Qatadah, ungkapan ini mengandung nada ejekan terhadap mereka.
supaya kalian ditanya. (Al-Anbiya: 13) Yaitu dimintai pertanggungjawaban tentang perbuatan kalian, apakah kalian telah mensyukuri nikmat-nikmat yang kalian peroleh? Mereka berkata, "Aduhai, celaka kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.(Al-Anbiya: 14) Mereka mengakui dosa-dosa mereka (saat azab akan menimpa mereka), tetapi nasi sudah menjadi bubur, hal itu tiada bermanfaat bagi mereka. Maka tetaplah demikian keluhan mereka, sehingga Kami jadikan mereka sebagai tanaman yang telah dituai, yang tidak dapat hidup lagi. (Al-Anbiya: 15) Yakni alasan itulah yang terus menerus mereka ucapkan hingga Kami tuai mereka sehabis-habisnya, dan binasalah mereka tanpa bisa bergerak dan bersuara lagi."
Maka ketika mereka, penduduk negeri yang zalim tersebut, melihat dan merasakan azab Kami yang ditimpakan kepada mereka, tiba-tiba mereka berusaha melarikan diri dari negerinya itu karena ketakutan dan hendak menyelamatkan diri, tetapi mereka tetap binasa. 13. Dalam keadaan sudah binasa, lalu dikumandangkan kepada mereka, 'Janganlah kamu lari tergesa-gesa meninggalkan negeri kamu. Lebih baik kembalilah kamu kepada kesenangan hidupmu di negeri kamu itu, dan nikmatilah hidup mewah di tempat-tempat kediamanmu dengan fasilitas yang lengkap, agar kamu dapat ditanya tentang segala hal mengenai asal-usul kemewahan itu. ' Hal ini merupakan bentuk penghinaan dan sindiran tajam terhadap mereka.
Pada ayat ini Allah menjelaskan bagaimana keadaan kaum kafir pada waktu terjadinya malapetaka tersebut, setelah mereka yakin bahwa azab Allah pasti akan menimpa diri mereka sebagaimana yang telah diperingatkan oleh para nabi dan rasul, maka mereka lari dalam keadaan tunggang langgang, padahal dahulunya mereka dengan penuh kesombongan berkata kepada rasul-rasul mereka, "Kami pasti akan mengusir kamu dari negeri kami ini, atau kamu akan kembali kepada agama kami." Sekarang sebaliknya merekalah yang terpaksa meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka, melarikan diri dari azab Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ulama-ulama Adalah Pewaris Nabi-nabi
Ayat 7
“Dan tidaklah Kami utus sebelum engkau melainkan orang-orang laki-laki yang Kami wahyukan kepada mereka."
Pangkal ayat ini adalah sebagai tangisan kepada perkataan orang-orang yang kafir itu yang telah mereka sanggahkan kepada Nabi s.a.w. Yang disebutkan di ayat 3 di atas: “Bukankah dia ini hanya seorang manusia seperti kamu?" Apa guna percaya kepadanya, padahal dia tidak lebih dari manusia biasa? Ayat 7 ini menguatkan: “Memang Muhammad itu manusia dan Nabi-nabi yang diutus sebelumnya itu pun manusia, semua orang laki-laki, tidak ada malaikat diutus menjadi Rasul kepada umat manusia. "Maka tanyakanlah kepada ahli-ahli peringatan jikalau kamu tidak tahu."
“Ahludz dzikri" ialah orang yang ahli peringatan. Atau orang yang lebih tahu, atau orang yang kuat ingatannya. Kebanyakan ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud ialah ahlul kitab yang terdahulu, yaitu orang Yahudi dan Nasrani. Menurut Sufyan bin Uyainah, maka dinamai “ahli peringatan" ialah karena mereka ingat akan kabar berita Nabi-nabi yang terdahulu dan orang Quraisy selama ini memang bertanya-tanya juga kepada ahlul kitab itu tentang hal-hal yang berkenaan dengan Nabi Muhammad s.a.w.
Maka maksud ujung ayat ini, cobalah kamu tanyakan kepada mereka, benarkah yang dikatakan oleh Muhammad s.a.w. itu bahwa Nabi-nabi itu adalah orang-orang laki-laki semua? Artinya manusia, tidak ada malaikat?
Ada beberapa kesan yang kita dapat dari ayat ini:
1. Kita boleh bertanya atau menuntut ilmu ke mana saja, walaupun kepada ahlul kitab, asal mereka ahludz dzikri, yang ada pengetahuan yang akan diambil daripadanya. Meskipun di dalam hal akidah kita berbeda jauh dari mereka, namun dalam pengetahuan yang umum tidaklah ada perbedaan. Dalam hal ini, tentang Nabi-nabi itu adalah manusia-manauia laki-laki semuanya, tidak akan dapat memeluk agama yang lain itu mengubah kenyataan. Orang Yahudi bagaimanapun bericinya kepada Islam tidak mereka mengatakan kalau orang Quraisy bertanya siapa Nabi Musa, bahwa beliau itu malaikat. Bahkan orang Kristen sendiri pun lebih suka mengatakan: Isa itu tuhan laki-laki daripada Malaikat perempuan.
2. Ayat ini pun menjadi alasan yang kuat bagi golongan yang berpendapat bahwa Rasul-rasul utusan Allah itu semua laki-laki, tidak ada yang perempuan. Ada golongan yang tetap berpendapat bahwa baik Nabi-nabi atau Rasul-rasul semuanya adalah laki-laki, tidak ada perempuan. Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa ada perempuan-perempuan jadi Nabiyah, yakni menerima wahyu. Mereka itu ialah Ibu Nabi Musa, Maryam ibu Nabi Isa, Sarah isteri Nabi Ibrahim. Mereka sama pendapat bahwa beliau-beliau perempuan-perempuan yang mulia itu pernah diriatangi oleh Jibril. Tetapi meskipun mereka Nabiyah mereka bukanlah Rasul (Rasulullah). Karena mereka tidak diperintah Tuhan buat menyampaikan petunjuk Ilahi kepada manusia.
3. Orang-orang yang mempertahankan taglid, yaitu menurut saja apa yangdikatakan oleh Ulama dengan tidak mengetahui apa pengambilan pendapatnya itu daripada al-Qur'an atau Banist selalu mengemukakan ujung ayat ini jadi alasan. Padahal untuk bertanya kepada orang yang lebih pandai, sampai kita pandai pula, memang boleh, ujung ayat ini. Tetapi untuk menurut saja dengan tidak mempergunakan pertimbangan fikiran, kuranglah tepatnya.
Ayat 8
“Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh yang tidak memakan makanan."
Yakni untuk menguatkan lagi ayat yang sebelumnya, bahwa beliau-beliau Rasul-rasul Allah ialah manusia. Niscaya sebagai manusia yang terjadi dari tulang dan daging, mereka pun mengenal lapar, sebab itu mereka pun makan yang terhidang. Di dalam Surat 25, al-Furqan, ayat 20 hal ini dijelaskan lagi:
“Dan tidaklah Kami pernah mengutus sebelum engkau dari Rasul-rasul itu, melainkan semua mereka itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar."
Tidaklah Rasul-rasul itu orang yang meninggikan diri masyarakat manusia, melainkan bercampur gaul dengan mereka. Kalau ada jamuan dia makan bersama orang lain. Kalau ada keperluan yang hendak dia beli, dia sendiri masuk ke dalam pasar.
Banyaknya hadist-hadist dirawikan tentang kehidupan Nabi kita s.a.w. bagaimana beliau kalau makan. Bagaimana beliau kalau masuk pasar.
“Dan tidak pula mereka itu kekal."
Dan oleh karena sudah nyata bahwa utusan-utusan Allah itu manusia, yang makan, yang minum. yang beristeri dan beranak, niscaya tidaklah kekal mereka itu di dunia. Jika tiba ajalnya dia pun mati. yang kekal tinggal ialah ajaran yang mereka bawa, sebab ajaran itu bukan dari mereka, melainkan dari Allah. Dan Allahlah yang kekal dan wahyuNyalah yang tetap abadi sepanjang masa.
Memang, untuk mengajar dan memimpin manusia hendaklah manusia pula. Supaya Rasul itu sendiri dapat menunjukkan contoh teladan yang dapat ditiru oleh manusia. Kalau malaikat diutus Tuhan menjadi Rasul kepada manusia sedang alam hidupnya berlainan sangat, tentu akan tetap kedua makhluk itu terpisah. Kadang-kadang menimbulkan takut. Sedangkan Nabi Ibrahim. seorang Nabi lagi timbul takut juga tatkala malaikat-malaikat diutus Allah menziarahinya, sampai malaikat itu sendiri meminta, tak usah takut (Surat 11, Hud 70. Juzu' 12), kononlah manusia biasa. Oleh sebab itu maka memilih manusia menjadi Rasul kepada manusia adalah kebijaksanaan yang tertinggi dari Tuhan,
Ayat 9
“Kemudian itu Kami sempurnakanlah kepada mereka janji itu."
Artinya bahwa Allah selalu menjanjikan kepada Rasul-rasul itu, bahwa betapa pun hebatnya rintangan dan hambatan yang dihartapkan kepada mereka, namun akhinya mereka jualah yang akan menang. Janji Allah ini dipenuhiNya."Maka Kami selamatkan mereka dan orang-orang yang Kami kehendaki."
Orang yang dikehendaki Allah buat diselamatkan bersama Nabi-nabi itu telah orang-orang yang telah turut berjuang mendampingi beliau-beliau karena kuat keyakinan akan kebenaran yang terutama diaelamatkan Allah ialah cita-cita mereka. Tegasnya bahwa cita-cita merekalah yang menang. “Dan Kami binasakan orang-orang yang melampaui batas."
Demikianlah selalu kejadian apabila perjuangan di antara yang benar dengan yang salah, yang hak dengan yang batil. Kemenangan terakhir memang dianugerahkan Tuhan kepada pembela kebenaran, kebinasaan me-nimpa orang-orang yang melampaui batas. Begitulah yang terjadi pada per-juangan Nabi-nabi dan Rasul-rasul dalam menegakkan jalan Allah. Tetapi jelas sekait bahwa kemenangan datang ialah sesudah melalui berbagai kepahitan dan kegetiran. Karena teguh hati dan kuat keyakinan yang memperjuangkan kebenaran, merekalah yang menang dan pelanggar-pelanggar balas itulah yang binasa.
Ayat 10
“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah Kitab, yang di dalamnya ada sebutan kamu."
Ayat ini ditujukan kepada umat yang diaeru oleh Nabi; bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang kelak kemudiannya menerima pula seruan Rasul s.a.w. ini, sebuah kitab itu ialah al-Qur'an! Nabi s.a.w. berkali-kali memberi ingat, bahwa mu'jizat beliau yang utama ialah kitab ini. Di dalamnya ada sebutan tentang kamu atau untuk kamu, petunjuk jalan yang mesti kamu tempuh supaya kamu dapat menjadi teladan dalam alam ini. Mu'jizat al-Qur'an terbuka buat seluruh masa. Berbeda dengan mu'jizat yang dianugerahkan Allah kepada Nabi-nabi yang dahulu, yang hanya dapat disaksikan oleh manusia yang melihatnya waktu itu. Al-Qur'an ini lain halnya. Selama kehidupanmu masih berpedoman kepadanya, selama itu pula kamu akan menjadi “yang sebaik-baik umat dikeluarkan di antara manusia; karena kamu menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah berbuat yang munkar" (Surat 3 Aali ‘Imran 110), Tetapi hidupmu telah jauh terpesong dari tuntunan itu berbagai ragamlah percobaan hidup dan kehinaan yang akan kamu derita. Berleluasalah bangsa lain menghinakan kamu. Itu sebabnya maka akhir ayat ditutup dengan: “Apakah kamu tidak juga mau mengerti?"
Menurut taisir dari Ibnu Abbas dzikrukum yang kita artikan sebutan kamu itu ialah syarafukum, yang berarti kemuliasan kamu. Tegasnya bahwa di dalam kitab itulah tergantung kemuliaan kamu selama kamu berpegang teguh kepadanya, selama itu pula kamu akan mencapai kemuliaan. Di akhir ayat datanglah pertanyaan Tuhan, tidak jugakah hal itu akan kamu fikirkan? Tidakkah nikmat ilahi yang sebesar itu kamu renungkan? Tidakkah nikmat itu pantas kamu terima dengan penuh kesyukuran? Adakah patut nikmat itu kamu sia-siakan?
Ayat 11
“Dan berapa banyak yang telah Kami binasakan dan negeri-negeri yang penduduknya telah aniaya."
Ayat ini bersifat pertanyaan, namun maksudnya ialah penjelasan. Berapa-berapa, artinya banyak negeri tidak diuraikan dalam ayat ini satu demi satu. Negeri-negeri itu dihancur binasakan oleh Tuhan. Sebabnya ialah karena kesalahan penduduknya. Mereka telah berlaku aniaya, telah berlaku zalim. Artinya yang asal dari zalim atau zhulumatun ialah gelap, menempuh jalan yang gelap. Jalan yang salah pada hakikatnya adalah jalan gelap. Sebab itu dapat diterima oleh akal sehat. Tiap-tiap jalan yang salah akibatnya ialah buntu, tak ada ujung atau binasa! Kehancuran! Kemusnahan!
“Lalu Kami timbulkan sesudahnya kaum yang lain."
Di ujung ayat ini Allah aturanNya tetap: Setelah barangsiapa menempuh jalan aniaya atau jalan zalim karena pilihannya sendiri, niscaya timbul yang lain sebagai pengganti tempat yang telah kosong itti, yaitu orang-orang yang mau menempuh jalan yang benar dan adil. Mereka Inilah yang meneruskan tugas.
Di antara ayat 10 dengan ayat 11 ada pertalian. Isi ayat ini benar-benar sebagai mu'jizat dan al-Qur'an Kaum yang menempuh jalan zalim, jalan hidup yang tidak berperhitungan, pastilah menemui kehancurannya, yang berhak hendak dan menggantikan yang musnah ialah yang “berjalan lurus, berkata benar".
Ayat 12
“Setelah mereka mulai merasakan azhab Kami, tiba-tiba dengan cepat mereka lari."
Ayat 13
“Janganlah kamu cepat-cepat lari"
Mengapa begitu cepat berburu-buru lari? Bukankah selama ini dengan sombong dan pongah kamu bertahan pada kezalimanmu? Bukankah selama Nabi itu kamu tantang, dan kamu yakin bahwa tidak ada suatu kekuatan pun yang akan dapat mengganggu-gugat kedudukan dan kemegahan kamu? “Dan pulanglah kembali kepada apa yang membuat kamu bermewah-mewah itu." Panggilan pulang kembali kepada kemewahan itu adalah satu teguran pahit dari Tuhan. Karena bila azhab sengsara sudah datang, tidak ada harganya lagi segala yang dibanggakan selama ini, Kita dapat membayangkan sendiri betapa gugup, betapa panik, penduduk sebuah kota yang ditimpa malapetaka. Misalnya sebuah negeri yang diserbu musuh. Misalnya orang-orang Belanda yang sombong dan hidup mewah ketika tentara Jepang tiba-tiba datang menyerbu ke kota-kota besar Indanesia di sekitar bulan Maret 1942. Rumah-rumah yang mewah, perhiasan-perhiasan rumahtangga, kursi-meja, peti es, radio dan lain-lain, ditinggalkan porak-poranda, penghuninya lari, lari dan lari ketakutan. Seakan-akan dalam suasana demikianlah datang panggilan penuh ejekan dalam ayat ini. Pulanglah! Mengapa lari? Pulanglah kepada kemewahanmu selama ini! “Dan kepada tempat-tempat kediaman kamu." Ke rumah kediaman kamu, gedung-gedung, bungalo, istana, mahligai tempat kamu bercengkerama menghabiskan umurmu.
Mengapa lari? Pulanglah kembali, ulangilah hidupmu yang mewah itu ..."Supaya kamu ditanya."
Yang mengajak kehidupan mewah dan lupa tujuan hidup ini, kebanyakan ialah orang-orang yang terkemuka di dalam masyarakat. Orang ini yang dahulu lari, padahal mereka yang bertanggungjawab. Mereka seharusnya pulang! Untuk menjawab pertanyaan tentang azhab yang telah mengancam karena mereka telah berlaku zalim.
Ayat 14
“Berkatalah mereka: “Wahai celakanya kami."
Inilah perkataan yang penuh menyatakan penyesalan atas langkah salah yang telah terlanjur ditempuh selama ini. Terasa bahwa diri telah celaka, padahal betapa pun keluhan yang keluar, faedahnya tidak ada lagi: “Sesungguhnya kami ini adalah orang-orang yang aniaya."
Ayat 15
“Begitulah terus-menerus ucapan mereka."
Selalu mereka mengeluh, menyesali diri, siang dan malam meratapi nasib, telah terlanjur. Mengulangi permulaan hidup tidak mungkin lagi, mereka tidak akan berhenti menyesal dan mengeluh. "Sampai Kami jadikan mereka punah, padam."
Kian lama kian sepi suara serak keluhan itu. Karena satu demi satu mereka telah gugur. Sampai akhinya punah semua, habis! Dan suara-suara itu pun habis hilang, padam dan sirna, sehingga bekas-bekasnya pun tidak ada lagi. Seakan-akan dahulunya mereka itu tidak pernah ada.