Ayat
Terjemahan Per Kata
يَوۡمَ
pada hari
نَطۡوِي
Kami lipat/gulung
ٱلسَّمَآءَ
langit
كَطَيِّ
seperti lipatan/gulungan
ٱلسِّجِلِّ
daftar/lembaran kertas
لِلۡكُتُبِۚ
untuk tulisan-tulisan
كَمَا
sebagaimana
بَدَأۡنَآ
Kami memulai
أَوَّلَ
pertama
خَلۡقٖ
penciptaan
نُّعِيدُهُۥۚ
Kami mengulanginya
وَعۡدًا
suatu janji
عَلَيۡنَآۚ
atas Kami/pasti Kami
إِنَّا
sesungguhnya Kami
كُنَّا
adalah Kami
فَٰعِلِينَ
berbuat/melaksanakan
يَوۡمَ
pada hari
نَطۡوِي
Kami lipat/gulung
ٱلسَّمَآءَ
langit
كَطَيِّ
seperti lipatan/gulungan
ٱلسِّجِلِّ
daftar/lembaran kertas
لِلۡكُتُبِۚ
untuk tulisan-tulisan
كَمَا
sebagaimana
بَدَأۡنَآ
Kami memulai
أَوَّلَ
pertama
خَلۡقٖ
penciptaan
نُّعِيدُهُۥۚ
Kami mengulanginya
وَعۡدًا
suatu janji
عَلَيۡنَآۚ
atas Kami/pasti Kami
إِنَّا
sesungguhnya Kami
كُنَّا
adalah Kami
فَٰعِلِينَ
berbuat/melaksanakan
Terjemahan
(Ingatlah) hari ketika Kami menggulung langit seperti (halnya) gulungan lembaran-lembaran catatan. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya lagi. (Itu adalah) janji yang pasti Kami tepati. Sesungguhnya Kami akan melaksanakannya.
Tafsir
(Yaitu pada hari) ia dinashabkan oleh lafal Udzkur yang diperkirakan sebelumnya (Kami gulung langit seperti menggulungnya malaikat Sijil) lafal As Sijilli ini adalah nama malaikat pencatat amal perbuatan (terhadap kitab) catatan amal perbuatan anak Adam, sewaktu anak Adam yang bersangkutan mati. Huruf Lam pada lafal Lil Kutubi adalah Zaidah atau tambahan. Atau yang dimaksud dengan As Sijilli adalah lembaran-lembaran, sedangkan yang dimaksud Al Kitab adalah barang yang ditulis atau kertas dan huruf Lamnya bermakna 'Ala. Artinya: sebagaimana tergulungnya lembaran-lembaran kertas. Dan menurut qiraat yang lain lafal Lil Kitabi dibaca Lil Kutubi dalam bentuk jamak, yakni kitab-kitab atau kertas-kertas. (Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama) yakni mulai dari alam ketiadaan (begitulah Kami akan mengulanginya) yakni sesudah penciptaan itu ditiadakan. Huruf Kaf di sini berta'alluq kepada lafal Nu'iiduhu dan Dhamir Hu lafal Nu'iiduhu kembali kepada lafal Awwal dan huruf Ma pada lafal Kama adalah Mashdariyah (Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati) Lafal Wa'dan dinashabkan oleh lafal Wa'dunaa yang keberadaannya diperkirakan pada sebelumnya, sedangkan lafal Wa'dan ini berfungsi mengukuhkan makna dari lafal yang diperkirakan sebelumnya (sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya) yaitu melaksanakan janji yang telah Kami tetapkan.
(Yaitu) pada hari Kami gulung langit laksana menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya. Allah ﷻ berfirman bahwa kejadian ini pasti akan terjadi pada hari kiamat nanti, yaitu: pada hari Kami gulung langit laksana menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104) Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.
Mahasuci Tuhan dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (Az-Zumar: 67) Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muqaddam ibnu Muhammad, telah menceritakan kepadaku pamanku Al-Qasim ibnu Yahya, dari Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah kelak di hari kiamat menggulung bumi, dan begitu pula langit dengan tangan kanan-Nya. Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini bila ditinjau dari segi jalurnya dengan periwayatan yang tunggal (munfarid). Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnul Hajjaj Ar-Ruqiy, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah, dari Abul Wasil, dari Abul Malih Al-Azdi, dari Abul Jauza Al-Azdi, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah menggulung tujuh lapis langit bersama semua makhluk yang ada di dalamnya, dan menggulung tujuh lapis bumi bersama semua makhluk yang ada di dalamnya, semuanya itu digulung oleh Allah dengan tangan kanan-Nya.
Dan semuanya itu di tangan-Nya sama dengan sebiji sawi. Firman Allah ﷻ: seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104) Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan sijil adalah lembaran kertas kitab. Menurut pendapat yang lain ialah segolongan malaikat. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Ala, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yaman, telah menceritakan kepada kami Abul Wafa Al-Asyja'i, dari ayahnya, dari Ibnu Umar sehubungan dengan makna firman-Nya: (Yaitu) pada hari Kami gulung langit laksana menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104) Bahwa yang dimaksud dengan sijil di sini ialah malaikat; apabila ia naik ke langit dengan membawa permohonan ampunan, maka dikatakan kepadanya, "Tulislah dengan nur." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Abu Kuraih, dari Ibnu Yaman dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali ibnul Husain, bahwa sijil adalah malaikat. As-Saddi mengatakan bahwa as-sijil dalam ayat ini berarti malaikat yang ditugaskan mencatat amal perbuatan; apabila seseorang meninggal dunia, maka kitab catatan amalnya dimasukkan ke dalam sijil, lalu ditutup dan disimpan hingga hari kiamat. Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah nama seorang sahabat yang bertugas mencatat wahyu bagi Nabi ﷺ Ibnu Abu Hatim mengatakan, Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali Al-Jahdami, telah menceritakan kepada kami Nuh ibnu Qais, dari Amr ibnu Malik, dari Abul Jauzai, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: (Yaitu) pada hari Kami gulung langit laksana menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104), Bahwa as-sijil adalah seorang lelaki.
Nuh berkata, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Ka'b Al-Auzi, dari Amr ibnu Malik, dari Abul Jauza, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa as-sijil adalah juru tulis Nabi ﷺ Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud dan ImamNasai, keduanya melalui Qutaibah ibnu Sa'id, dari Nuh ibnu Qais, dari Yazid ibnu Ka'b, dari Amr ibnu Malik, dari Abul Jauza, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa as-sijil adalah juru tulis Nabi ﷺ Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Nasr ibnu Ali Al-Jahdami seperti yang telah disebutkan di atas. Ibnu Addi meriwayatkannya melaluiYahya ibnu Amr ibnu Malik Al-Bakri, dari ayahnya, dari Abul Jauza, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu Rasulullah ﷺ mempunyai seorang juru tulis bernama as-sijil.
Dialah yang disebutkan oleh firman-Nya: (Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagaimana (sijjil) menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104) Sebagaimana sijil menggulung kertas tulis, begitulah kelak langit digulung. Kemudian Ibnu Addi mengatakan bahwa riwayat ini tidak dikenal. Al-Khatib Al-Bagdadi di dalam kitab Tarikh-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al-Barqani Muhammad ibnu Muhammad ibnu Ya'qub Al-Hajjaji, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Husain Al-Karkhi, bahwa Hamdan ibnu Sa'id pernah menceritakan kepada mereka hadis berikut dari Abdullah ibnu Numair, dari Ubaidillah ibnu Umar, dari Nafi, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa as-sijil adalah juru tulis Nabi ﷺ Al-Khatib Al-Bagdadi selanjutnya mengatakan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Nafi', dari Ibnu Umar ini berpredikat sangat munkar, tidak mempunyai asal-usul sama sekali.
Begitu pula hadis terdahulu darI Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan lain-lainnya berpredikat munkar pula dan tidak sahih. Sejumlah ahli huffaz telah mengemukakan keterangannya bahwa hadis ini maudu', sekalipun di dalam Sunan Abu Daud salah seorang perawinya adalah guru kami, yaitu Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazzi. Saya telah mengulas hadis ini dalam suatu karya tulis yang terpisah.
Imam Abu Ja'far Ibnu Jarir menilai hadis ini berpredikat munkar, lalu membantahnya dengan bantahan yang sempurna. Ia mengatakan bahwa tiada seorang pun di antara para sahabat yang bernama as-sijil. Juru tulis Nabi ﷺ orang-orangnya telah dikenal, dan tiada seorang pun di antara mereka bernama as-sijil. Ibnu Jarir dapat dibenarkan dengan pendapatnya itu, dan alasannya yang kuat itu cukup untuk dijadikan sebagai bukti yang menunjukkan predikat munkar hadis ini. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa ia adalah nama seorang sahabat, maka tiada pegangan yang lain baginya kecuali hanya hadis ini.
Pendapat yang benar dari Ibnu Abbas ialah yang mengatakan bahwa as-sijil adalah lembaran kertas. Demikianlah menurut Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid, Qatadah, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir adalah pendapat ini dengan alasan bahwa memang makna inilah yang dikenal menurut istilah bahasa.
Dengan demikian, makna ayat ialah bahwa di hari Kami gulung langit sebagaimana menggulung lembaran-lembaran kertas. Huruf lam pada lafaz lil kitab bermakna 'alal kitab, dan yang dimaksud dengan kitab ialah maktubnya, yakni kertasnya. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya). (Ash-Shaffat: 103) Lil jabin bermakna 'alal jabin, yakni pada pelipisnya.
Masih banyak contoh lainnya dalam bahasa. Firman Allah Allah ﷻ: Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya. (Al-Anbiya: 104) Yaitu hal ini pasti terjadi kelak pada hari Allah mengembalikan semua makhluk dalam kejadiannya yang baru, sebagaimana Allah menciptakan mereka pada pertama kalinya. Dia Mahakuasa untuk mengembalikan penciptaan mereka.
Hari itu pasti terjadi karena termasuk salah satu di antara yang dijanjikan oleh Allah ﷻ Janji Allah tidak akan diingkari dan tidak akan diganti, Dia Mahakuasa untuk melakukan hal tersebut. Karena itulah dalam penghujung ayat ini disebutkan oleh firman-Nya: sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya. (Al-Anbiya: 104) Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', Abu Ja'far, dan Ubaidah Al-Ammi. Mereka mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Mugirah ibnun Nu'man, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa di suatu waktu Rasulullah ﷺ berdiri di antara kami untuk menyampaikan nasihatnya kepada kami, lalu beliau ﷺ bersabda: Sesungguhnya kalian akan digiring menghadap kepada Allah ﷻ dalam keadaan tak beralas kaki, telanjang lagi tidak disunat, "Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya.
Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya. Hingga akhir hadis. Syaikhain mengetengahkan hadis ini melalui riwayat Syu'bah. Imam Bukhari di dalam kitabnya menyebutkan ayat ini. Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, dari Siti Aisyah, dari Rasulullah ﷺ hal yang semisal. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. (Al-Anbiya: 104) Ibnu Abbas mengatakan bahwa segala sesuatu binasa semuanya, lalu diciptakan kembali sebagaimana penciptaan semula."
104. Oleh karena itu, manusia hendaklah mengingat hari Kiamat, yaitu pada hari langit Kami gulung seperti menggulung lembaran-lembaran kertas sehingga kehidupan dunia ini hancur. Keadaannya sebagaimana Kami memulai penciptaan pertama, ketika kehidupan dunia ini tidak ada. Begitulah Kami akan mengulanginya lagi sehingga kehidupan ini pun kembali tidak ada. Hal ini merupakan janji yang pasti Kami tepati dengan tepat dan akurat; sungguh, Kami akan melaksanakannya, tetapi Kami tetap merahasiakan waktunya. 105. Pada ayat yang lalu Allah menerangkan keadaan orang kafir dan orang beriman di akhirat. Pada ayat ini Allah menerangkan ketetapan-Nya tentang orang-orang yang mewarisi bumi. Dan sungguh, telah Kami tulis sebagai suatu ketetapan di dalam Zabur, yang diturunkan kepada Nabi Dawud dan Sulaiman, setelah tertulis di dalam Az-Zikr, yaitu di Lauh Mahfuz, bahwa bumi ini milik-Ku dan akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh, yaitu sanggup mengelola bumi dan memakmurkannya, mengambil manfaat dari kekayaan alamnya, serta sanggup memimpin masyarakat dan membangunnya dengan mengikuti petunjuk-Ku.
Orang-orang yang mendapat sambutan para malaikat itu tidak merasa gentar dan terkejut dengan datangnya hari Kiamat, di waktu langit dilipat dan diganti dengan langit yang lain, seakan-akan langit yang lama dilipat untuk disimpan dan langit yang baru dikembangkan. Allah berfirman:
Dan mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Dia dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (az-Zumar/39: 67)
Demikianlah Allah membangkitkan manusia setelah mereka mati dan berada di dalam kubur, untuk dikumpulkan di padang mahsyar, agar dapat dihisab amal perbuatan mereka. Membangkitkan manusia setelah mati dan hancur menjadi tanah adalah mudah bagi Allah. Jika Allah menciptakan manusia dari tidak ada menjadi ada, tentulah mengulangi kembali menciptakannya adalah lebih mudah dari menciptakan pertama kali. Membangkitkan manusia kembali untuk dihisab itu adalah suatu janji dari Allah yang pasti ditepati-Nya.
Secara saintis, sebagaimana telah dijelaskan dalam ayat 30 dari surah ini, penciptaan alam semesta dimulai dari ketiadaan (keadaan singularitas: massa tak terhingga besarnya, volume tak terhingga kecilnya) yang kemudian meledak dahsyat dan kemudian membentuk alam semesta yang terus mengembang sampai dengan saat ini. Bukti tentang alam semesta yang mengembang ini dapat ditemukan pada hasil pengamatan dengan teleskop yang menunjukkan bahwa dengan berjalannya waktu, jarak antara benda-benda langit semakin menjauh. Para ilmuwan mengatakan bahwa alam semesta akan terus mengembang sampai dengan dicapainya massa kritis alam semesta. Apabila massa kritis ini telah tercapai, maka gaya tarik menarik (gravitasi) antara massa berbagai benda langit akan menahan proses pengembangan alam semesta.
Bahkan akan tercapai keadaan kontraksi alam semesta. Alam semesta yang semula mengembang akan mengkerut (berkontraksi) mengecil dan suatu saat akan hancur dan kembali pada keadaan awal (singularitas); keadaan seperti inilah yang disebut hari kiamat. Hari kiamat dalam ayat ini digambarkan sebagai hari di mana Allah akan "menggulung langit", bagaikan menggulung lembaran-lembaran kertas, sebagaimana halnya awal penciptaan yang pertama. Istilah "menggulung langit" adalah ungkapan yang tepat, karena sesungguhnya alam semesta tidak bundar melainkan datar terdiri dari trilyunan galaksi yang membentuk "gulungan".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 98
“Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah itu, adalah jadi bakaran neraka jahannam."
Kamu dan yang kamu sembah itu; baik kayu atau batu, apalah lagi sesama manusia kalau sesama manusia itu menganjurkan supaya dirinya disembah sebagai menyembah Allah. Atau dia orang. Dia tidak menegur ketika manusia telah menuhankannya atau mendewa-dewakannya. Si penyembah dan yang disembah akan samasama jadi penyalakan api neraka jahannam: “Yang kamu akan memasukinya."
Dalam neraka itulah akan timbul sesal-menyesali di antara si pengikut dengan yang diikuti, dan salah-menyalahkan. Si pengikut berkata, “Mengapa engkau tipu aku?" Yang diikuti berkata: “Mengapa mau?"
Ayat 99
“Kalau kiranya mereka itu memang tuhan-tuhan, tentu mereka tidak akan masuk ke dalamnya."
Tetapi karena mereka memang bukan tuhan-tuhan, karena tidak ada tuhan selain Allah, mereka dengan segala yang disembah selain Allah itu turut masuk neraka. Kalau disembah itu barang yang tidak bernyawa, seumpama keria atau pohon beringin, atau batu, semuanga turut dimasukkan ke neraka akan jadi barang bukti. Kalau yang disembah itu manusia, ialah karena dia pun akan diazhab pula, sebab dia telah menipu, mengaku tuhan, padahal makhluk. “Dan sekalian mereka di dalamnya itu akan kekal."
Akan menerima ganjaran atas puncak segala dosa yang mereka telah perbuat, yaitu mempersekutukan Allah dengan yang lain.
Ayat 100
“Bagi mereka di dalamnya itu ada teriakan."
Maka berteriak-teriaklah mereka itu di dalam neraka, memekik-mekik, memohon ampun, melolong-lolong menyesali kesalahan. Baik yang menyembah atau yang disembah: “Tetapi mereka itu di dalamnya tidak ada mendengar."
Walaupun sudah berteriak-teriak memohon ampun, menyesali dosa, namun mereka sendiri tidak ada mendengar apa-apa. Tegasnya pekik dan lolong mereka, teriak dan rintihan mereka tidak diriengarkan, tidak diperdulikan, yang menambah tenggelam mereka sengsara. Kalau akan dikatakan ada yang diriengar, hanyalah gemertak dan deru api neraka dan cambuk pukulan Zabaniah, malaikat penjaga neraka.
Ibnu Mas'ud berkata: “Orang yang diazhab kekal di neraka jahannam itu dimasukkan ke dalam peti dari api. Peti itu dalam peti lagi, hingga berlapis, lalu dipaku di Ipanya, sehingga suatu pun tidak ada yang mendengar. Dan siapa-siapa yang telah dimasukkan ke dalam peti berlapis itu tidaklah melihat orang lain yang sama diazhab, sebab di dalam peti sendiri-sendiri.
Ayat 101
“Sesungguhnya orang-orang yang telah terdahulu untuk mereka ke-bahagiaan dari Kami."
Orang-orang yang telah terdahulu kebahagIsan untuk dia dari Tuhan, tersebab imannya dan amalnya yang shalih semasa hidupnya di dunia: “Mereka itu daripadanya akan dijauhkan."
Orang itu tidak usah khuatir. Sebab mereka itu ada azhab semacam itu akan dijauhkan Tuhan daripadanya. Sebab tidak ke sana jalan yang ditempuhnya di kala hidupnya.
Berkata Ibnu Abbas: “Itulah orang-orang yang telah diangkat menjadi waliwali Allah, yang mereka lalu saja di atas titian shirath secepat kilat. Sedang orang yang kafir merangkak menggapai-gapai."
Ayat 102
“Mereka tidaklah akan mendengarkan derunya."
Tidaklah mereka akan mendengar deru gejolak api neraka jahannam yang menderu menakutkan dan mengerikan itu. "Dan mereka pada apa yang diingini oleh diri masing-masing adalah kekal."
Mereka telah dijauhkan dari jahannam, sehingga deru apinya pun tidak mereka dengar. Mereka dimasukkan ke dalam syurga jannatun na'im tempat bersenang-senang mendapat apa saja pun yang diingini oleh diri masing-masing.
Ayat 103
“Tidaklah akan mendukacitakan mereka kedahsyatan yang amat besar itu."
Karena amatnya yang shalih telah menjadi bekal mereka untuk berelak daripada kedahsyatan itu. Bahkan sebaliknya yang akan terjadi, yaitu: “Dan malaikat akan mengalu-alukan mereka," menyambut ketibaan mereka dengan serba-serbi kehormatan. Dan maisikat itu akan berkata: “Inilah dia hari kebahagiaan yang telah dijanjikan untuk kamu itu."
Artinya, setelah kamu sekalian sampai kepada tempat yang mula dan berbahagia ini silakanlah kalian minta apa yang kalian rindukan.
Ayat 104
“Yaitu di hari yang akan Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran tulisan-tulisan."
Inilah pula satu gambaran dari kehebatan dan kedahsyatan hari kiamat. Langit akan digulung di waktu itu laksana menggulung tulisan-tulisan. Dizaman dahulu kala kitab-kitab atau tulisan belumlah berlembar-lembar sebagai buku-buku sekarang, melainkan bergulung-gulung. Orang tua-tua bercerita bahwa khutbah-khutbah hari raya pun dibuat dengan kertas bergulung-gulung. Saya pernah masuk ke sebuah gereja orang Yahudi di New York, orang Yahudi sedang sembahyang, membaca Zabur sambil bernyanyi. Pendetanya membuka naskah kertas bergulung, dengan kedua belah tangan. Mana yang sudah selesai dibaca bergulung ke atas, mana yang belum dibaca terus juga dibuka gulungannya. Maka marilah kita perhatikan ayat ini, lalu kita menengadah ke langit. Satu waktu ketak langit itu akan digulung, sebagai menggulung kitab itu. Alangkah dahsyatnya. "Sebagaimana Kami memulai kejadianpertama, Kami akan kembalikan dia." Artinya, kalau pada mula-nya semua manusia ini dilahirkan telanjang, maka di waktu itu kelak akan kembali telanjang tidak lekat kain lagi.
Ketika Rasulullah s.a.w. mulai menceritakan ini Aisyah bertanya: Apakah orang pada masa itu tidak akan merasa malu auratnya kelihatan oleh orang lain? Nabi s.a,w. menjawab, bahwa karena dahsyatnya keadaan, tidak ada lagi orang yang ingat hendak melihat aurat orang lain, bahkan orang pun tidak ingat lagi bahwa telah telanjang. "Sebagai suatu janji atas Kami." Artinya: bahwasanya semuanya adalah keadaan yang sudah Kami janjikan. Oleh sebab itu: “Sesungguhnya Kami berbuat."
Sebagai sesuatu yang telah Kami janjikan, pastilah akan Kami laksanakan.
Oleh sebab itu tiada jalan lain bagimu, yaitu insaf bahwa kamu adalah hambanya dan makhlukNya. Sersiaplah melaksanakan perintahNya dan menghentikan laranganNya, untuk keselamatan dirimu sendiri.